PAPER
Oleh :
DWIKINA ROSA AGUSTA
4812519985
PROGRAM DIPLOMA IV
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
SEKOLAH TINGGI PERIKANAN
JAKARTA
2014
Oleh :
Dwikina Rosa Agusta
NRP : 4812519985
PROGRAM DIPLOMA IV
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
SEKOLAH TINGGI PERIKANAN
JAKARTA
2014
LEMBAR PENGESAHAN
Nama
NRP
: 4812519985
Judul
Program Studi
Jurusan
Menyetujui ,
Tanggal Pengesahan :
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Paper yang berjudul
Bio Ekologi dan Pengelolaan Penyu Hijau, Penyu Belimbing, Penyu Sisik.
Dengan selesainya paper ini, penulis megucapkan terima kasih kepada
Bapak Heri Triyono, A.Pi. M.Kom. selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan Paper I ini.
Pada penulisan paper ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Bapak Ir. Tatang Taufiq Hidayat, M.Si, selaku Ketua Sekolah Tinggi
Perikanan.
2.
Bapak Dr. Tb. Haeru Rahayu, A.Pi ,M.Si, selaku Kepala BAPPL-Serang.
3.
4.
Ibu Dra. Ratna Suharti, selaku Ketua Program Studi Teknologi Pengelolaan
Sumberdaya Perairan.
5.
Kedua orang tua yang telah memberi dukungan baik secara moril dan
materiil.
6.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan,
sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna
penyempurnaan penulisan Paper I ini.
Serang ,
2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................
11
11
12
14
15
15
15
16
17
17
17
18
18
19
21
....................................................................
21
25
5. PENUTUP ..................................................................................................
28
29
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1 : Susunan sisik Penyu Hijau ( Chelonia myadas ) ......................
12
13
15
21
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyu merupakan reptil yang hidup di laut serta mampu bermigrasi dalam
jarak yang jauh disepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudra Pasifik dan Asia
Tenggara. Keberadaannya telah lama terancam, baik dari alam maupun kegiatan
manusia yang membahayakan populasinya secara langsung maupun tidak
langsung.
Dari tujuh jenis penyu di dunia, tercatat enam jenis penyu yang hidup di
perairan Indonesia yaitu penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys
imbricata), penyu abu-abu (Lepidochelys olivacea), penyu pipih (Natator
depressus), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), serta penyu tempayan
(Caretta caretta). Jumlah ini sebenarnya masih menjadi perdebatan karena Nuitja
(1992) menyebutkan hanya lima jenis yang ditemukan, dimana Caretta caretta
dinyatakan tidak ada. Namun demikian, beberapa peneliti mengungkapkan bahwa
Caretta caretta memiliki daerah jelajah yang meliputi Indonesia.
Pergeseran fungsi lahan yang menyebabkan kerusakan habitat pantai dan
ruaya pakan, kematian penyu akibat kegiatan perikanan, pengelolaan teknik-teknik
konservasi yang tidak memadai, perubahan iklim, penyakit, pengambilan penyu
dan telurnya serta ancaman predator merupakan faktor-faktor penyebab penurunan
populasi penyu. Selain itu, karakteristik siklus hidup penyu sangat panjang
(terutama penyu hijau, penyu sisik dan penyu tempayan) dan untuk mencapai
kondisi stabil (kelimpahan populasi konstan selama 5 tahun terakhir) dapat
memakan waktu cukup lama sekitar 30 40 tahun, maka sudah seharusnya
pelestarian terhadap satwa langka ini menjadi hal yang mendesak.
Secara formal, pemerintah Indonesia telah berusaha melindungi penyu dari
kepunahan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Dalam peraturan pemerintah tersebut
ditetapkan semua jenis penyu dilindungi. Beberapa tempat juga telah ditetapkan
1.2
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan paper ini, yaitu :
1. Mengetahui jenis jenis penyu yang tersebar di wilayah Indonesia.
2. Mengetahui morfologi, habitat dan populasi penyu.
1.3
Batasan Masalah
Paper ini hanya dibatasi pada morfologi dan bio ekologi ( reproduksi,
habitat bertelur, dan siklus hidup ) serta upaya pengelolaan penyu sisik, penyu hijau,
dan penyu belimbing.
Cangkangnya bulat telur bila dilihat dari atas dan kepalanya relatif kecil
dan tumpul.
adalah terdapatnya sepasang prefrontal atau sisik pada kepala. Pada bagian
karapas terdapat sisik sebanyak 4 pasang, memiliki sisik perisai punggung
(dorsal shield) yang tidak saling berhimpit, mempunyai 4 pasang sisik
samping yang tesusun bujur pada permukaan kepala dari arah kepala ke ekor
(coastal scute), dimana pasangan sisik samping pertama tidak menyentuh
Nuchal. Pada bagian pinggir karapas terdapat 12 pasang Marginal Scute ,
kaki depan berbentuk pipih seperti dayung, terdapat sebuah kuku pada kaki
depan yang besar. Terdapat sebuah kuku kecil disisi bagian depan flipper
penyu hijau, dan sisik flipper ini berukuran besar.
Nama penyu hijau diambil dari warna jaringan lemaknya yang hijau,
bukan dari warna eksternalnya. Bagian bawah karapas ( plastron ) biasanya
berwarna putih atau kuning. Warna penyu hijau bervariasi dari hijau ke abu
abu ke coklat, dan karapas seringkali ditandai dengan titik titik yang
lebih gelap atau loreng loreng. Panjang ekor penyu hijau jantan dewasa
memanjang jauh lebih karapas, sedangkan ekor penyu hijau betina tidak
memanjang sampai melebihi lengkung karapasnya.
Bentuk kepala dari penyu belimbing kecil, bulat dan tanpa adanya
sisik-sisik seperti halnya penyu yang lain. Penyu belimbing berukuran
sekitar lebar 17 sampai 22,3 % dari seluruh panjang karapas, mempunyai
paruh yang lemah, tetapi berbentuk tajam, tidak punya permukaan
penghancur/pelumat makanan.
Bentuk tubuh penyu jantan dewasa lebih pipih dibandingkan dengan
penyu betina, plastron mempunyai cekungan ke dalam, pinggul menyempit
dan corseletnya tidak sedalam pada penyu betina. Warna karapas penyu
dewasa kehitam-hitaman atau coklat tua. Di bagian atas dengan bercakbercak putih dan putih dengan bercak hitam di bagian bawah.
terbesar ketiga di kawasan Indo - Pasifik (Dermawan et al. 2002). Penyu ini
dilindungi sejak tahun 1987 berdasarkan keputusan Menteri Pertanian no.
327/Kpts/Um/5/1978.
2.1.3 Morfologi Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata)
Penyu sisik Dalam istilah Inggris dikenal dengan sebutan "hawksbill turtle" yang artinya penyu berparuh elang. Nama ilmiahnya
Eretmochelys imbricate Linnaeus, 1766 dengan sinonim Chelonia
imbricata Boulenger, 1889. Marga Eretmochelys dan Chelonia da-lam
klasiflkasi dapat dibedakan dengan kelompok penyu lainnya yaitu adanya
empat buah sisik kostal pada karapasnya. Di samping itu sisik nukhal tidak
berhubungan dengan sisik kostal.
Untuk membedakan Eretmochelys dengan Chelonia dapat dilihat
dengan memperhatikan sisik kepala prefrontal. Pada Eretmochelys sisik
tersebut terdiri dua pasang sedangkan pada Chelonia satu. Sisik karapas
tersusun secara
Susunan tumpang tindih ini makin tua umur penyu menjadi kurang nyata
sehingga hampir mirip karapas penyu hijau. Tidak seperti susunan sisik
marginal mulai dari ujung bagian belakang (posterior) merupakan gerigi
yang jelas meskipun pada bagian depan (anterior) tidak begitu kelihatan.
Lengannya berbentuk dayung dan masing-masing dilengkapi
dengan dua pasang kuku (cakar); kadang-kadang ada yang ha-nya satu
kuku. Tengkorak kepala bagian depan (anterior) sempit dan bentuk rahang
atas seperti sebuah paruh yang bengkok dan sempit.
Warna kulit sisik pada karapas penyu dewasa sangat mencolok,
biasanya kuning sawo dengan bercak-bercak coklat kemerah-merahan,
coklat kehitam-hitaman dan ku-ning tua. sedang warna kulit sisik pada
bagian perut (plastron) kuning muda yang kadang-kadang dihiasi juga
dengan bercak-bercak coklat kehitam-hitaman.
A. Dorsal ( Carapace )
B. Ventral ( plastron )
lembab, dan substrat yang baik sehingga telur telur penyu tidak tergenang
air selama masa inkubasi.
Tabel 1. Kondisi Fisik Habitat Tempat Penyu (Physical Habitat Turtle Place).
di sekitar perairan yang terdapat terumbu karang yang kaya akan alga laut
( sea weed ) sedangkan perkawinan sering terjadi di laut yang memliki
substrat sedikit berlumpur.
Daerah ekosistem terumbu karang dengan keanekaragaman
tumbuhan laut dan binatang laut agaknya sesuai sebagai tempat hidup penyu
sisik yang bersifat karnivora itu ( Suwelo, 1988 ). Penyu sisik memakan
binatang laut seperti ascidia, moluska, udang-udangan, ubur-ubur dan
sebagainya. Ada sementara ahli yang mengemukakan bahwa penyu sisik
yang masih muda lebih banyak bersifat omnivora sedangkan yang dewasa
karnivora. Daerah ini juga menjadi tempat hidup berbagai jenis binatang
avertebrata yang menjadi makanan utama penyu sisik. Beberapa jenis lamun
dan alga yang tumbuh di daerah seperti ini misalnya Thallasia sp.,
Gracilaria spp. dan Sargassum spp. (Silalahi et al. 1981).
seluas 1.222.988 ha, lokasinya mulai dari Pulau Panjang (di Utara) hingga
semenanjung Mangkaliat (di Selatan).
Kelimpahan populasi bertelur penyu hijau di wilayah ini
diperkirakan antara 45005000 ekor per tahun (Tomascik et al, 1997;
Adnyana, 2003). Musim peneluran terjadi sepanjang tahun dengan musim
puncak sekitar Bulan MeiOktober. Pulau Sangalaki adalah pulau dengan
kepadatan bertelur tertinggi, menyumbang lebih dari 30% dari total
keseluruhan populasi bertelur di Kabupaten Berau (Adnyana et al, 2007).
Pemantauan populasi yang dilakukan di pulau ini sejak awal Tahun 2002
menunjukkan terjadinya kecenderungan populasi yang semakin menurun.
Gambar 4. Jumlah sarang telur (nests) penyu Hijau (Chelonia mydas) per
tahun di Pulau Sangalaki, Kalimantan Timur. Garis putus putus menunjukkan kecenderungan ( penurunan ) linier.
( Sumber, Adnyana et al, 2007 ).
2.3.2 Populasi Penyu Belimbing
Pantai Jamursba Medi adalah lokasi peneluran penyu belimbing
terbesar di kawasan Pasifik (Hitipeuw et al, 2007). Panjang kedua pantai
merupakan habitat tempat bertelur yang disukai oleh penyu hijau dengan
keadaan lingkungan bersalinitasi rendah, lembab, dan substrat yang baik
sehingga telurtelur penyu tidak tergenang air selama masa inkubasi
(Satriadi, dkk, 2003).
Beberapa tempat dengan memiliki kemiringan lebih tinggi seperti
dipertengahan pantai dan daerah mutusan yang nilainya masing masing 9%
dan 12%, sehingga kedua tempat tersebut termasuk dalam kategori miring.
Menurut Nuitja (1992), pantai yang landai berkisaran (38%) dan miring
berkisaran (8-16%) sesuai dengan habitat dan peneluran penyu karena
kondisi landai tersebut dapat memudahkan penyu untuk mencapai tempat
peneluran. Tempat bertelurnya penyu hijau juga ditandai dengan
ditemukannya disepanjang pantai pohon Hibiscus tiliacus, Terminalia
catappa, dan Pandanus tectorius dengan jenis pasir terdiri dari mineral
Quartz (kuarsa).
3.2.2 Habitat Bertelur Penyu Belimbing
Penyu belimbing seringkali menyukai habitat peneluran penyu
hijau. Untuk membedakan dapat dilihat dari jarak antara sarang asi dan
sarang palsu yang dibuat penyu. Apabila jarak antara sarang asli dengan
sarang palsu sekitar 1-2 meter, maka tempat tersebut habitat peneluran
penyu hijau. Sedangkan penyu belimbing membuat jarak lebih dari 2 meter
bahkan mencapai 5 meter antara sarang asli dengan yang palsu.
3.2.3 Habitat Bertelur Penyu Sisik
Penyu Sisik hidup di laut tropik dekat terumbu karang, memiliki
distribusi di seluruh dunia di sepanjang garis pantai Atlantik dan IndoPasifik. Menghuni pantai terbuka yang berbatu dan penuh terumbu karang.
Namun saat ini ditemukan pula di hutan bakau perairan muara di wilayah
Pasifik Timur. Penyu sisik juga menyukai tempat yang terdiri dari butiran
pasir koral hasil hempasan ombak atau gelombang dengan warna pasir putih
atau kekuningan.
Gambar 7. Siklus Hidup Penyu Hijau Secara Umum (Limpus et al. 1984)
kompleksitas
permasalahan
ini.
Seluruh
aturan
mesti
2.
3.
4.
5.
6.
2.
3.
Destruksi/degradasi habitat.
disesuaikan
dengan
situasi
sosial-ekonomi
2.
4.
5.
b.
c.
Melakukan monitoring kepada setiap penyu yang mendarat di lokasilokasi peneluran yang berada pada wilayah pemantauannya. Pemantauan
yang dilakukan, diantaranya jenis dan jumlah penyu yang mendarat,
jumlah penyu yang bertelur, jumlah telur setiap penyu, dimensi telur
penyu, panjang dan bobot (jika memungkinkan), dll. Hasil monitoring
harus terdokumentasikan dan dicatat dalam form monitoring.
d.
5. PENUTUP
Penyu merupakan salah satu fauna yang dilindungi karena populasinya yang
terancam punah baik dari alam maupun kegiatan manusia yang membahayakan
populasinya secara langsung maupun tidak langsung. Dari tujuh jenis penyu di
dunia, tercatat enam jenis penyu yang hidup di perairan Indonesia yaitu penyu hijau
(Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu abu-abu
(Lepidochelys olivacea), penyu pipih (Natator depressus), penyu belimbing
(Dermochelys coriacea), serta penyu tempayan (Caretta caretta).
Penyebaran penyu pada umumnya mendunia, mulai dari laut tropika,
subtropika, dan kadang kala terseret arus ke perairan laut dingin. Mereka bertelur
di pantai berpasir. Walaupun demikian, penyu sering dihubungkan dengan perairan
laut hangat, misal di kawasan perairan laut tropika seperti negara kita
Populasi penyu laut di alam saat ini benar benar beada dalam kondisi yang
sangat membahayakan. Penurunan populasi disebabkan oleh sejumlah faktor, baik
oleh faktor alami maupun faktor manusia, baik di darat maupun di lingkungan laut,
diantaranya kehilangan habitat tempat bertelur dan berkembang oleh badai,
gelombang laut, perusakan sarang oleh predator dan pemburu gelap.
Untuk menyelamatkan penyu dari kepunahan, maka tindakan konservasi
terhadap spesies penyu merupakan tindakan yang sangat mendesak untuk
dilakukan. Konservasi terhadap penyu dimaksudkan untuk melindungi ( protect ),
mengawetkan ( conserve ), dan mengelola ( managed ) penyu dan habitatnya.
Habitat penyu baik habitat peneluran maupun tempat penyu mencari makan perlu
dilindungi dan dikelola dalam bentuk suaka alam atau taman pelestarian alam.
Kawasan-kawasan konservasi alam ini harus cukup banyak sehingga setidaktidaknya 70 % dari jumlah penyu dapat dengan aman bertelur di pantai-pantai
peneluran; telurnya berkesempatan menetas dan tukik-tukiknya dengan bebas
meliar ke laut.
DAFTAR PUSTAKA