Makalah IMS
Makalah IMS
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di negara
berkembang. Insidens kasus IMS diyakini pada banyak negara serta kegagalan dalam
diagnosis dan memberikan pengobatan pada stadium dini dapat menimbulkan komplikasi
serius atau berat dan berbagai gejala sisa lainnya, antara lain : infertilitas, akibat buruk
pada bayi, kehamilan ektopik, kanker di daerah anogenital, kematian dini, serta infeksi
baik pada neonatus maupun pada bayi. Di samping itu keberadaan IMS akan
mengakibatkan biaya pengobatan yang sangat besar.1
Infeksi menular seksual (IMS) selam dekade terakhir ini mengalami peningkatan
insidensi yang cukup pesat di berbagai negara di seluruh dunia. WHO memperkirakan
terdapat 340 juta kasus IMS baru yang terjadi terutama pada pria dan wanita berusia 15-49
tahun. Contoh peningkatan yaitu kasus baru gonore di Ameriksa Serikat pada tahun 1995
sebanyak 62.150.000 kasus meningkat menjadi 62.350.000 kasus pada tahun 1999. Pada
tahun 2008, dilaporkan 1.210,523 kasus infeksi klamidia di Amerika Serikat. Jumlah ini
meningkat sebanyak 9,2% dari data infeksi klamidia pada tahun 2007. Tidak hanya infeksi
klamidia, insidensi sipilis pu mengalami peningkatan yang pesat yaitu sebanyak 67% sejak
tahun 2004 dan memuncak pada tahun 2008 dengan jumlah 13.500 kasus termasuk
kejadian sipilis primes dan sekunder.
Di Indonesia sendiri, telah banyak laporan mengenai prevalensi infeksi menular
seksual ini. Beberapa laporan yang ada dari beberapa lokasi antara tahun 1999 sampai
2001 menunjukkan prevalensi infeksi gonore dan klamidia yang tinggi antara 20-35%.
Selain klamidia, infeksi HIV/AIDS saat ini juga menjadi perhatian karena peningkatan
angka kejadiannya yang terus bertumbuh dari waktu ke waktu. Berdasarkan dari hasil
sebuah penelitian retrospektif deskriptif yang dilakukan di Poliklinik Penyakit Kulit dan
Kelamin RSU Pusat Sanglah Denpasar periode Januari 1996 - Desember 2000 dikatakan
ada lima kelompok IMS terbanyak yaitu cervicitis non-gonorrhea, kondiloma akuminata,
kandidosis vaginitis, sifilis dan gonorrhea.
Skrining Griya Asa bertujuan untuk mengetahui penurunan insiden IMS di WPS
terutama gonorrhoea (GO) /servisitis dan menentukan berapa kali episode GO / servisitis
setiap WPS setahun, memberikan pengobatan tepat, menjamin kesembuhan, mencegah
resistensi pengobatan, mencegah drop out pengobatan, memberikan pelayanan rujukan ke
rumah sakit serta bekerja sama dengan klinik VCT-CST.
Skrining atau penapisan merupakan proses pelaksanaan pemeriksaan atau tes
laboratorium untuk mendeteksi penyakit , pada orang yang tidak mengeluhkan tentang
gejala penyakit tersebut, kegiatan tersebut harus dilakukan secara rutin, baik jika ada
keluhan maupun tidak ada keluhan. Skrining di klinik Griya Asa mulai digalakkan sejak
tahun 2004.
Skrining atau penapisan merupakan proses pelaksanaan pemeriksaan atau tes
laboratorium untuk mendeteksi penyakit , pada orang yang tidak mengeluhkan tentang
gejala penyakit tersebut, kegiatan tersebut harus dilakukan secara rutin, baik jika ada
keluhan maupun tidak ada keluhan. Skrining di klinik Griya ASA-PKBI Semarang mulai
digalakkan sejak tahun 2004.
Kegiatan skining yang dilakukan di klinik Griya ASA di Sunan kuning bukan
hanya pemeriksaan kasus IMS di klinik tersebut, tapi juga pelatihan untuk para WPS yang
dilakukan di gedung. Dikarenakan banyaknya para WPS di daerah tersebut, maka
pelatihan dibagi menjadi empat kelompok, untuk kelompok hari Senin yaitu para WPS di
wilayah RT 1,2, dan 3. hari Selasa yaitu WPS yang tinggal di kosan dan freelance, dan
untuk hari Kamis yaitu para WPS di wilayah RT 4, 5, dan 6. Ada pula kegiatan senam
yang rutin dilakukan setiap minggu, yaitu setiap hari Jumat untuk WPS di RT 1, 2, 3 dan
setiap hari Sabtu untuk WPS di RT 4, 5, 6.
Di Griya ASA Total populasi WPS di wilayah Sunan Kuning pada tahun 2015
sebanyak 540 orang.
Dari data yang diambil angka kejadian IMS di resosialisasi Sunan Kuning pada
tahun Januari 2014 didapatkan jumlah yang terdiagnosa (+) IMS sebanyak 554 dari semua
pasien yang melakukan skrining di Griya Asa.
B. TUJUAN
1
2
Tujuan Umum
Tujuan khusus
C. MANFAAT
- Mengetahui apa itu IMS, penyebab, cara penularan dan cara pencegahannya
- Mengetahui penyebab utama penularan IMS
3
E. SASARAN
-
WPS dengan riwayat IMS berulang sejak Januari 2014 Desember 2014
WPS tanpa riwayat IMS sejak Januari 2015 - Maret 2015
F. STRATEGI
-
Para WPS diberi informasi serta diingatkan kembali mengenai pentingnya pemakaian
kondom saat berhubungan seksual untuk mencegah penularan IMS dari Griya ASA
dan konseling.
Mengikutsertakan peranan para mucikari agar senantiasa mengingatkan para WPS
yang ditentukan.
Menghimbau kepada WPS yang memiliki gejala-gejala IMS untuk segera
memeriksakan diri ke dokter
BAB II
KEGIATAN SKRINING DAN IMS
A. DEFINISI SKRINING
Skrining adalah pemeriksaan pada orang yang tidak mengeluhkan gejala penyakit
namun berada dalam resiko terkena penyakit (WPS, Waria, dan MSM) yang dilakukan
secara berkala. Yang menjadi sasaran klinik IMS adalah kelompok resiko tinggi
lokalisasi, kelompok resiko tinggi non lokalisasi yang meliputi panti pijat, pekerja seks
panggilan dan pekerja seks jalanan, klien, dan ODHA. Target program skrining adalah
100% WPS melakukan skrining 2 minggu sekali, 100% WPS diperiksa secara
laboratorium, dan 100% kasus IMS mendapat pengobatan yang tepat. Tujuannya adalah
untuk menegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksan laboratorium dengan reaksi cepat
dan tepat, untuk memonitor pendampingan yaitu perubahan perilaku kelompok
dampingan dengan turunnya angka IMS, HIV-AIDS. Prinsip pemeriksaannya adalah one
day one service, pelayanan yang nyaman, rahasia, tidak lama. Target skrining untuk para
WPS yaitu skrining setiap 2 minggu sekali, setiap kali WPS datang untuk skrining akan
mendapatkan konseling.
B. KEGIATAN KLINIK
1. Alur Pemeriksaan IMS
Pada saat pasien datang ke klinik, pasien melakukan registrasi. Di meja
registrasi dilakukan pendataan identitas pasien sekaligus dilakukan anamnesis
terhadap pasien meliputi frekuensi kunjungan, alasan berkunjung, jenis kontak,
hubungan sex terakhir yang dilakukan, pemakaian kondom, pemakaian antibiotik,
pencucian vagina, keluhan IMS (duh tubuh, keputihan, gatal, kencing sakit, nyeri
perut, lecet, luka/ulkus, jengger, dan lain-lain) dan keluhan yang mungkin dirasakan
pasien. Khusus pekerja seks juga ditanyakan lama menjadi pekerja seks.
Setelah itu pasien masuk ke ruang pemeriksaan. Di dalam ruang pemeriksaan
dilakukan pemeriksaan pada daerah genitalia dan sekitarnya yang sebelumnya
dilakukan informed concent. Pada pasien baru dilakukan pemeriksaan fisik head to
toe, sedangkan pada pasien lama cukup dilakukan pemeriksaan genitalia. Saat
pemeriksaan sebaiknya pemeriksa didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain.
Pada pemeriksaan terhadap pasien wanita, pemeriksa didampingi oleh paramedis
wanita, sedangkan pada pemeriksaan pasien pria, dapat didampingi oleh tenaga
paramedis pria atau wanita. Jika dari anamnesis terdapat keluhan yang mengarah
adanya kemungkinan IMS, maka dilakukan pengambilan sekret pada saat
pemeriksaan genitalia.
Sekret yang telah diambil dikirim ke laboratorium untuk diperiksa. Jika
hasilnya positif dilakukan terapi dan dikonseling untuk melakukan VCT. Jika hasilnya
negatif pasien ditanyakan apakah pasien pernah terkena IMS atau tidak dan tetap
dikonseling untuk melakukan VCT.
2. Definisi Infeksi Menular Seksual
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang penularannya terutama
melalui hubungan seksual yang mencakup infeksi yang disertai gejala-gejala klinis
maupun asimptomatis. Penyebab infeksi menular seksual ini sangat beragam dan
setiap penyebab tersebut akan menimbulkan gejala klinis atau penyakit spesifik yang
5
beragam pula. Penyebab IMS dapat dikelompokkan atas beberapa jenis ,yaitu:6
- bakteri ( diantaranya N.gonorrhoeae, C.trachomatis, T.pallidum)
- virus (diantaranya HSV,HPV,HIV, Herpes B virus, Molluscum contagiosum virus),
- protozoa (diantaranya Trichomonas vaginalis)
- jamur (diantaranya Candida albicans)
- ektoparasit (diantaranya Sarcoptes scabiei)
3. Epidemiologi
WHO memperkirakan telah terjadi 340 juta kasus baru Penyakit Menular
Seksual (IMS) pada tahun 1999. Angka kejadian infeksi baru terbanyak terjadi di
daerah Asia Selatan dan Asia Tenggara (151 juta kasus), yang diikuti oleh Afrika SubSahara (69 juta kasus) dan Amerika Latin (38 juta kasus) .
Menurut Centers for Disease Control and Prevention tahun 2007, di Amerika
Serikat kasus Klamidia dan Gonorrhea menempati urutan tertinggi IMS yang diderita
remaja pada popolasi umum. Pada tahun 2006 kasus terbanyak didapati pada wanita
usia 15-19 tahun (terdapat 648 kasus per 100000) dan pada pria usia 20-24 tahun (454
per 100000). 6
4. Penularan Infeksi Menular Seksual
Cara penularan IMS adalah dengan cara kontak langsung yaitu kontak dengan
eksudat infeksius dari lesi kulit atau selaput lendir pada saat melakukan hubungan
seksual dengan pasangan yang telah tertular. Lesi bisa terlihat jelas ataupun tidak
terlihat dengan jelas. Pemajanan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual
(vaginal, oral, anal).
Penularan IMS juga dapat terjadi dengan media lain seperti darah melalui
berbagai cara,yaitu:
Transfusi darah dengan darah yang sudah terinfeksi HIV
Saling bertukar jarum suntik pada pemakaian narkoba
Tertusuk jarum suntik yang tidak steril secara sengaja/tidak sengaja
Menindik telinga atau tato dengan jarum yang tidak steril,
Penggunaan alat pisau cukur secara bersama-sama (khususnya jika terluka dan
menyisakan darah pada alat).
Penularan juga pada terjadi dari ibu kepada bayi pada saat hamil, saat melahirkan
dan saat menyusui. Penularan karena mencium atau pada saat menimang bayi
dengan IMS kongenital jarang sekali terjadi.
seksual.
Hal yang sangat penting dijaga adalah kerahasiaan terhadap hasil anamnese
pasien. Pertanyaan yang diajukan kepada pasien dengan dugaan IMS meliputi:
- Keluhan dan riwayat penyakit saat ini.
- Keadaan umum yang dirasakan.
- Pengobatan yang telah diberikan, baik topikal ataupun sistemik dengan
-
seksual, dan apakah pasangan juga mengalami keluhan atau gejala yang sama.
Riwayat penyakit terdahulu yang berhubungan dengan IMS atau penyakit di
6. Jenis-jenis IMS
Beberapa jenis IMS yang paling umum ditemukan di Indonesia adalah:
a. Gonore
Definisi
Gonore merupakan semua penyakit yang disebabkan oleh bakteri Neisseria
gonorrhoeae yang bersifat purulen dan dapat menyerang permukaan mukosa
manapun di tubuh manusia
Epidemiologi
Di dunia, gonore merupakan IMS yang paling sering terjadi sepanjang abad ke
20, dengan perkiraan 200 juta kasus baru yang terjadi tiap tahunnya. Sejak tahun
2008, jumlah penderita wanita dan pria sudah hampir sama yaitu sekitar 1,34 tiap
100.000 penduduk untuk wanita dan 1,03 tiap 100.000 penduduk untuk pria .
Sedangkan di Indonesia, dari data rumah sakit yang beragam seperti RSU Mataram
pada tahun 1989 dilaporkan gonore yang sangat tinggi yaitu sebesar 52,87% dari
seluruh penderita IMS. Sedangkan pada RS Dr.Pirngadi Medan ditemukan 16%
dari sebanyak 326 penderita IMS.
Etiologi dan morfologi
Gonore disebabkan oleh gonokokus yang ditemukan oleh Neisser pada tahun
1879. Kuman ini masuk dalam kelompok Neisseria sebagai N.gonorrhoeae
bersama dengan 3 spesies lainnya yaitu, N.meningitidis, N.catarrhalis dan
N.pharyngis sicca. Gonokok termasuk golongan diplokokus berbentuk biji kopi
dengan lebar 0,8 u dan pajang 1,6 u. Kuman ini bersifat tahan asam, gram negatif,
dan dapat ditemui baik di dalam maupun di luar leukosit. Kuman ini tidak dapat
bertahan hidup pada suhu 39 derajat Celcius, pada keadaan kering dan tidak tahan
terhadap zat disinfektan. Gonokok terdiri atas 4 tipe yaitu tipe 1, tipe 2, tipe 3 dan
8
tipe 4. Namun, hanya gonokok tipe 1 dan tipe 2 yang bersifat virulen karena
memiliki pili yang membantunya untuk melekat pada mukosa epitel terutama yang
bertipe kuboidal atau lapis gepeng yang belum matur dan menimbulkan
peradangan.
Gejala klinis
Masa tunas gonore sangat singkat yaitu sekitar 2 hingga 5 hari pada
pria.Sedangkan pada wanita, masa tunas sulit ditentukan akibat adanya
kecenderungan untuk bersifat asimptomatis pada wanita.
Keluhan subjektif yang paling sering timbul adalah rasa gatal, disuria,
polakisuria, keluar duh tubuh mukopurulen dari ujung uretra yang kadang-kadang
dapat disertai darah dan rasa nyeri pada saat ereksi. Pada pemeriksaan orifisium
uretra eksternum tampak kemerahan, edema, ekstropion dan pasien merasa panas.
Pada beberapa kasus didapati pula pembesaran kelenjar getah bening inguinal
unilateral maupun bilateral.
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda dari pria. Pada
wanita, gejala subjektif jarang ditemukan dan hampir tidak pernah didapati
kelainan objektif. Adapun gejala yang mungkin dikeluhkan oleh penderita wanita
adalah rasa nyeri pada panggul bawah, dan dapat ditemukan serviks yang memerah
dengan erosi dan sekret mukopurulen.
b. Infeksi Genital Non-Spesifik (IGNS)
Definisi
IGNS merupakan infeksi traktus genital yang disebabkan oleh penyebab
yang nonspesifik yang meliputi beberapa keadaan yaitu Uretritis Non-spesifik
(UNS), proktitis nonspesifik dan Uretritis Non-Gonore (UGN).
Epidemiologi
Di dunia, WHO memperkirakan terdapat 140 juta kasus yang terjadi akibat
infeksi C.trachomatis. Terdapat 1,1 juta kasus dilaporkan di Amerika Serikat
dengan prevalensi tertinggi terjadi pada wanita diusia 15-24 tahun pada tahun
2007.
Sedangkan di Indonesia, dari data yang diambil dari poliklinik IMS RS
dr.Pirngadi Medan didapatkan prevalensi UNG sebesar 54% pada tahun 19901991. Di RSUP Denpasar prevalensi UNG/IGNS sebesar 13,8% pada tahun 19931994. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan terhadap kelompok pramuwaria
di Jakarta mendapatkan data prevalensi klamidia sebesar 35,48% dari 62 orang
yang diperiksa sedangkan pada pemeriksaan terhadap WTS di Medan
menunjukkan prevalensi sebesar 45%.
Etiologi dan morfologi
9
Gejala klinis
Penting untuk mengetahui adanya koitus suspektus yang biasanya terjadi 1
hingga 5 minggu sebelum timbulnya gejala. Juga penting untuk mengetahui apakah
telah melakukan hubungan seksual dengan istri pada waktu keluhan sedang
berlangsung, mengingat hal ini dapat menyebabkan fenomena penularan pingpong.
Menurut Pedoman Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual Depkes RI,
infeksi melalui hubungan seksual ini pada pria muncul sebagai uretritis dan pada
wanita sebagai servisitis mukopurulen. Manifestasi klinis dari uretritis kadang sulit
dibedakan dengan gonorrhea dan termasuk adanya discharge mukopurulen dalam
jumlah sedikit atau sedang, terutama pada pagi hari (morning drops) dan dapat pula
berupa bercak di celana dalam, gatal pada uretra dan rasa panas ketika buang air
kecil. Infeksi tanpa gejala bisa ditemukan pada 1-25% pria dengan aktivitas seksual
aktif. Pada wanita, manifestasi klinis mungkin sama dengan gonorrhea, dan
seringkali muncul sebagai discharge endoservik mukopurulen, disertai dengan
pembengkakan, eritema dan mudah mengakibatkan perdarahan endoservik
disebabkan oleh peradangan dari epitel kolumner endoservik. Namun, 70 % dari
wanita dengan aktivitas seksual aktif yang menderita klamidia, biasanya tidak
menunjukkan gejala. Infeksi kronis tanpa gejala dari endometrium dan saluran tuba
bisa memberikan hasil yang sama. Manifestasi klinis lain namun jarang terjadi
seperti bartolinitis, sindroma uretral dengan disuria dan pyuria, perihepatitis
(sindroma Fitz- Hugh-Curtis) dan proktitis. Infeksi yang terjadi selama kehamilan
bisa mengakibatkan ketuban pecah dini dan menyebabkan terjadinya kelahiran
prematur, serta dapat menyebabkan konjungtivitis dan radang paru pada bayi baru
10
nekrosis kecil sebagai lesi primer. Periode inkubasi sifilis biasanya 3 minggu.
Fase sifilis primer ditandai dengan munculnya tanda klinis yang pertama
yang umumnya berupa tukak baik tunggal maupun multipel. Lesi awal biasanya
berupa papul yang mengalami erosi, teraba keras dan terdapat indurasi. Permukaan
dapat tertutup krusta dan terjadi ulserasi. Bagian yang mengelilingi lesi meninggi
dan keras. Pada pria biasanya disertai dengan pembesaran kelenjar limfe inguinal
media baik unilateral maupun bilateral. Masuknya mikroorganisme ke dalam darah
terjadi sebelum lesi primer muncul, biasanya ditandai dengan terjadinya
pembesaran kelenjar limfe (bubo) regional, tidak sakit, keras nonfluktuan. Infeksi
juga dapat terjadi tanpa ditemukannya chancer (ulkus durum) yang jelas, misalnya
kalau infeksi terjadi di rektum atau serviks. Tanpa diberi pengobatan, lesi primer
akan sembuh spontan dalam waktu 4 hingga 6 minggu.
Sepertiga dari kasus yang tidak diobati mengalami stadium generalisata,
stadium dua, dimana muncul erupsi di kulit yang kadang disertai dengan gejala
konstitusional tubuh. Timbul ruam makulo papuler bisanya pada telapak tangan
dan telapak kaki diikuti dengan limfadenopati. Erupsi sekunder ini merupakan
gejala klasik dari sifilis yang akan menghilang secara spontan dalam beberapa
minggu atau sampai dua belas bulan kemudian. Sifilis sekunder dapat timbul
berupa ruam pada kulit, selaput lendir dan organ tubuh dan dapat disertai demam
dan malaise. Juga adanya kelainan kulit dan selaput lendir dapat diduga sifilis
sekunder, bila ternyata pemeriksaan serologis reaktif. Pada kulit kepala dijumpai
alopesia yang disebut moth- eaten alopecia yang dimulai di daerah oksipital. Dapat
dijumpai plakat pada selaput lendir mulut, kerongkongan dan serviks. Pada
beberapa kasus ditemukan pula splenomegali. Penularan dapat terjadi jika ada lesi
mukokutaneus yang basah pada penderita sifilis primer dan sekunder. Namun jika
dilihat dari kemampuannya menularkan kepada orang lain, maka perbedaan antara
stadium pertama dan stadium kedua yang infeksius dengan stadium laten yang non
infeksius adalah bersifat arbitrari, oleh karena lesi pada penderita sifilis stadium
pertama dan kedua bisa saja tidak kelihatan.
Lesi pada sifilis stadium dua bisa muncul berulang dengan frekuensi
menurun 4 tahun setelah infeksi. Namun penularan jarang sekali terjadi satu tahun
setelah infeksi. Dengan demikian di AS penderita sifilis dianggap tidak menular
lagi setahun setelah infeksi. Transmisi sifilis dari ibu kepada janin kemungkinan
terjadi pada ibu yang menderita sifilis stadium awal namun infeksi dapat saja
berlangsung selama stadium laten. Penderita stadium erupsi sekunder ini, sepertiga
12
dari mereka yang tidak diobati akan masuk kedalam fase laten selama berminggu
minggu bahkan selama bertahun tahun. Fase laten merupakan stadium sifilis tanpa
gejala klinis namun dengan pemeriksaan serologis yang reaktif. Akan tetapi bukan
berarti perjalanan penyakit akan berhenti pada tingkat ini, sebab dapat terjadi sifilis
stadium
lanjut
berbentuk
gumma,
kelainan
susunan
syaraf
pusat
dan
mukokutaneus basah
menderita
sifilis
tubuh lain dibandingkan dengan penderita sifilis dewasa. Lesi basah ini merupakan
sumber infeksi yang sangat potensial.
Infeksi kongenital dapat berakibat munculnya manifestasi klinis yang
muncul kemudian berupa gejala neurologis terserangnya SSP. Dan kadangkala
infeksi kongenital dapat mengakibatkan berbagai kelainan fisik yang dapat
menimbulkan stigmatisasi di masyarakat seperti gigi Hutchinson, saddlenose
(hidung berbentuk pelana kuda), saber shins (tulang kering berbentuk pedang),
keratitis interstitialis dan tuli. Sifilis kongenital kadang asimtomatik, terutama pada
minggu-minggu pertama setelah lahir.
13
d. Herpes genitalis
Definisi
Herpes genitalis adalah infeksi pada genital yang disebabkan oleh Herpes
Simplex Virus (HSV) dengan gejala khas berupa vesikel yang berkelompok dengan
dasar eritema dan bersifat rekurens.
Epidemiologi
Data- data di beberapa RS di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi
herpes genital rendah sekali pada tahun 1992 di RSUP dr.Moewardi yaitu hanya 10
kasus dari 9983 penderita IMS. Namun, prevalensi di RSUD Dr.Soetomo agak
tinggi yaitu sebesar 64 dari 653 kasus IMS dan lebih tinggi lagi di RSUP Denpasar
yaitu 22 kasus dari 126 kasus IMS.
Etiologi dan morfologi
Herpes Simplex Virus (HSV) dibedakan menjadi 2 tipe oleh SHARLITT
tahun 1940 menjadi HSV tipe 1 dan HSV tipe 2. Secara serologik, biologik dan
fisikokimia, keduanya hampir tidak dapat dibedakan. Namun menurut hasil
penelitian, HSV tipe 2 merupakan tipe dominan yang ditularkan melalui hubungan
seksual genito-genital. HSV tipe 1 justru banyak ditularkan melalui aktivitas
seksual oro-genital atau melalui tangan.
Gejala klinis
Gejala awalnya mulai timbul pada hari ke 4-7 setelah terinfeksi. Gejala awal
biasanya berupa gatal, kesemutan dan sakit. Lalu akan muncul bercak kemerahan
yang kecil, yang diikuti oleh sekumpulan lepuhan kecil yang terasa nyeri. Lepuhan
ini pecah dan bergabung membentuk luka yang melingkar. Luka yang terbentuk
biasanya menimbulkan nyeri dan membentuk keropeng. Penderita bisa mengalami
nyeri saat berkemih atau disuria dan ketika berjalan akan timbul nyeri. Luka akan
membaik dalam waktu 10 hari tetapi bisa meninggalkan jaringan parut. Kelenjar
getah bening selangkangan biasanya agak membesar. Gejala awal ini sifatnya lebih
nyeri, lebih lama dan lebih meluas dibandingkan gejala berikutnya dan mungkin
disertai dengan demam dan tidak enak badan.
Pada pria, lepuhan dan luka bisa terbentuk di setiap bagian penis, termasuk
kulit depan pada penis yang tidak disunat. Pada wanita, lepuhan dan luka bisa
terbentuk di vulva dan leher rahim. Jika penderita melakukan hubungan seksual
melalui anus, maka lepuhan dan luka bisa terbentuk di sekitar anus atau di dalam
rektum. Pada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita infeksi
HIV), luka herpes bisa sangat berat, menyebar ke bagian tubuh lainnya, menetap
selama beberapa minggu atau lebih dan resisten terhadap pengobatan dengan
14
pengobatan dini terhadap IMS. Jelaskan tentang manfaat fasilitas ini dan
tentang gejala-gejala IMS dan cara-cara penyebarannya.
BAB III
HASIL PENGAMATAN
A. CARA PENAPISAN WPS AGAR TIDAK TERKENA IMS
Skrining (penapisan) di Sunan Kuning dilakukan secara berkala dan didata dengan
menggunakan buku catatan medis bagi setiap WPS. Setiap WPS di Sunan Kuning
diwajibkan untuk melakukan skrining yang dilakukan oleh Griya ASA setiap 2 minggu
sekali. Dari skrining ini dapat diketahui apakah seorang WPS itu terkena IMS atau tidak,
serta penyakit lainnya. Informasi mengenai penyakit-penyakit menular seksual maupun
HIV/AIDS disampaikan melalui kegiatan sekolah. Setiap WPS wajib mengikuti sekolah
yang dilakukan setiap hari Senin, Selasa dan Kamis. Setiap gang atau wilayah WPS
kesehatan lebih banyak membahas tentang penyakit menular seksual serta HIV/AIDS dari
segala aspek mulai dari pengertian hingga dampak apa saja yang dapat ditimbulkan
termasuk pencegahannya dengan mengikuti skrining yang dilakukan oleh petugas
kesehatan. WPS diminta untuk mendaftarkan diri ke petugas administrasi, kemudian WPS
diberikan kartu tanda periksa, formulir identitas dan catatan medis. WPS lalu masuk ke
ruang pemeriksaan untuk dilakukan pengambilan sampel dari vagina. Sampel kemudian
diperiksa di laboratorium. WPS dengan hasil pemeriksaan positif akan diberikan
pengobatan dan konseling mengenai hasil pemeriksaannya dan dianjurkan untuk kontrol
kembali 1 minggu kemudian. WPS dengan hasil negatif diberi konseling agar
mempertahankan kesehatan reproduksinya sehingga tidak terkena IMS. Informasi lain
yang diberikan meliputi pendidikan pengembangan
2.
buku registrasi
formulir identitas
catatan medis
kartu pasien
slide
baki untuk menaruh slide
stiker untuk menulis identitas
Prosedur :
17
Pasien datang ke klinik IMS kemudian akan diterima dahulu oleh petugas
administrasi. Pendataan identitas pasien secara lengkap dilakukan oleh petugas
administrasi kemudian akan dilakukan anamnesis secara lengkap.
1 mengenalkan diri pada pasien dan menjelaskan tanggung jawabnya di klinik IMS
2 mengisi formulir identitas pasien
3 mencatat pasien dibuku register
4 melakukan anamnesis identitas pasien dari pemberian kode hingga baris ke 20
5 mencatat hasil anamnesis ke dalam catatan medis
6 memberikan kartu pasien pada pasien baru
7 menuliskan kode identitas pasien pada stiker dan menempelkan pada slide
dibagian tepinya (pasien perempuan 2 slide, pasien MSM dan waria tergantung
8
RUANG PEMERIKSAAN
PENGAMBILAN SEKRET
LABORATORIUM
HASIL
KLINIK
(TERAPI dan KONSELING)
18
VCT
PERNAH
IMS/TIDAK
GRIYA ASA
PKBI KOTA SEMARANG
Jalan Argorejo X/21 Kalibanteng kulon Semarang Telp. 50149 telp/Fax 024-7612948
ID LAMA
ID BARU
No
Tanggal
Bersedia/tidak
tindakan medis
TTD Pasien
Petugas
Keterangan
kesehatan
tindakan yang akan dilakukan, maksud dan tujuan tindakan, keuntungan dan kerugian
4 tindakan medis yang akan dilakukan. Setelah pasien setuju dan bersedia pasien
dari
diminta
menandatangani surat informed consent.
5
Pemeriksa ditemani paramedis menyediakan alat-alat yang dibutuhkan seperti
spekulum, sarung tangan, lidi kapas steril, meja ginekolog, spatula/lidi kapas non
19
steril, lampu pemeriksa dalam, baskom, coverslip, larutan chlorin 0,5 %, sabun cair
3
4
dan sikat.
Pemeriksa mencuci tangan dan memakai sarung tangan.
Minta pasien untuk membuka pakaian dalamnya agar dapat dilakukan pemeriksaan
genital (pada keadaan tertentu, kadang-kadang pasien harus membuka seluruh
5
6
pakaiannya).
Setelah membuka pakaian dalam, pasien diminta untuk naik ke meja pemeriksaan.
Pada pasien wanita, diminta berbaring pada meja ginekologik dalam posisi litotomi,
7
8
sedangkan pada pasien pria dapat dilakukan sambil duduk atau berdiri.
Saat dilakukan pemeriksaan, pasien diminta untuk tenang dan rileks.
Pada saat melakukan pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi dan palpasi didaerah
10
11
12
13
diberi albotil.
Pada saat pemeriksaan, dilakukan juga pengambilan spesimen/ bahan pemeriksaan.
Setelah selesai pasien diminta untuk memakai pakaiannya kembali.
Pasien diminta untuk menunggu hasil laboratorium.
Setelah hasil laboratorium keluar, pasien diminta menuju ke ruang dokter untuk
4
5
6
7
8
Jelaskan kepada pasien tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan, serta pasien
4
5
6
tipis.
Lakukan pemeriksaan keasaman vagina dengan menempelkan lidi kapas yang telah
digunakan untuk mengambil sediaan dari forniks dan dinding vagina pada kertas pH
9 Buang lidi kapas yang sudah digunakan ke dalam tempat sampah infeksius
10 Ambil lidi kapas steril kedua
11 Masukkan lidi kapas steril ke dalam saluran endoserviks sedalam 1-1,5 cm, putar lidi
kapas searah jarum jam 2-3 kali untuk mendapatkan sampel yang cukup
12 Tarik lidi kapas pelan-pelan tanpa menyentuh dinding vagina
13 Buat hapusan pada kaca objek kedua dengan cara menggulirkan lidi kapas dengan
berhati-hati untuk dilakukan pengecatan Methylen blue
14 Pembuatan hapusan usahakan satu kali jadi. Jika tidak, mulai dari arah yang sama dan
15
16
17
18
19
21
Jika ada duh tubuh uretra, sampel dapat langsung diambil dari duh tersebut. Jika tidak
9
10
11
12
Tidak
Positif
diketahui
Kulit utuh
Tidak perlu
Positif resiko
Rejimen
tinggi
Tidak perlu PPP
PPP
Mukosa atau
Pertimbangka
Berikan rejimen
Berikan rejimen
kulit yang
n rejimen 2
2 obat
2 obat
x 28 hari 3TC150
tidak utuh
obat
mg / 12 jam x 28
hari
Tusukan
Berikan
Berikan rejimen
Berikan rejimen
(benda tajam
rejimen 2 obat
2 obat
3 obat
x 28 hari 3TC150
solid)
mg / 12 jam x 28
hari
Tusukan
Berikan
Berikan rejimen
Berikan rejimen
Lop/r 400/100
(benda tajam
rejimen 2 obat
3 obat
3 obat
berongga)
mengurangi
tapi
tidak
menghilangkan
jumlah
mikroorganisme
yang
menkontaminasi.
Bahan bahan dekontaminasi :
a Larutan Klorin 0,5 % dan 0,1%.
b Etil 70 %
c Alkohol
d Bahan fenolic / karbol 0,5-3%
Bahan klorin mempunyai daya kerja yang cepat untuk mematikan virus Hepatitis B
dan HIV, bila benda - benda yang terkontaminasi direndam dalam larutan klorin selama 10
menit. Namun daya kerja tersebut akan cepat mengalami penurunan sehingga larutan tersebut
harus diganti paling sedikit setiap 24 jam atau lebih cepat bila terlihat lebih keruh/kotor.
SOP Dekontaminasi
Tujuan: memberikan pedoman bagi pelaksanaan klinik IMS mengenai dekontaminasi
b
Tanggung Jawab :
a
b
c
paramedis
laboran
janitor
d
e
f
kesehatan
Tanggung jawab : Paramedis
Alat dan bahan :
a Panci tertutup
b Air
c Kompor
d Tromol / bak steril
Cara melakukan desinfeksi tingkat tinggi dengan merebus
a Isi panci dengan air
b Masukan spekulum dan anuskopi hingga terendam seluruhnya (supaya air dapat
c
d
sebelumnya.
Taruh peralatan di wadah yang telah di DTT.Biarkan kering di udara sebelum
disimpan. Jangan biarkan spekulum dingin di dalam panci berisi air, karena bisa
menyebabkan rekontaminasi
Gunakan peralatan yang telah disimpan di dalam wadahdalam keadaan kering dan
tertutup paling lama satu minggu
G. SOP Pemeriksaan Sediaan Metilen Blue untuk identifikasi Diplococcus intra seluler
dan PMN
a Tujuan
Pemeriksaan ini ditujukan agar petugas laboratorium dapat melakukan pengecatan metilen
blue, pembacaan hasil, dan interpretasi hasil serta mencatat hasil pemeriksaan metilen blue
b
Peralatan
Lampu spiritus
Pipet tetes
Kertas tissue halus
Korek api
Botol semprot
Reagen
Metilen blue 0,3-1 %
Minyak emersi dalam xylene
Spiritus
Bahan pemeriksaan
Hapusan cerviks, hapusan rektal, hapusan urethral
Bahan pemeriksaan diterima dari ruang pemeriksaan
Prosedur kerja
minyak emersi untuk melihat adanya leukosit PMN dan diplococcus intraselluler
Periksa seluruh sediaan dari sediaan tebal lalu sediaan tipis
Setelah selesai melakukan pemeriksaan ambil preparat letakkan di atas tissue halus
26
BAB IV
HASIL WAWANCARA RESPONDEN
A. Data WPS
Nama
K
T
S
M
N
Asal, Umur
Masa
Kerja
Boyolali, 26
1 Tahun 5
tahun
bulan
Wonosobo, 31
tahun
Wonosobo, 24
tahun
Salatiga, 28
tahun
Salatiga, 22
tahun
7 Tahun
2 Tahun
3 Bulan
2 Tahun
Wisma
Armada
(Gang V)
Galaxy
(Gang V)
RajaBaru
(Gang IV)
Domisol
(Gang V)
Domisol
(Gang V)
Pemakaian
Skrining
Hasil
Bilas
Kondom
Terakhir
Skrining
Vagina
-/-/-
-/-/-
+/-/+
DTS (+)
-/-/+
DTS (+)
-/+/-
DTS (-)
Sering
Sering
Jarang
Jarang
Jarang
18 Maret
2015
19 Maret
2015
19 Maret
2015
19 Maret
2015
19 Maret
2015
Keluhan
Tanda
Klinis IMS
Dari hasil survei yang kami lakukan terhadap 5 WPS yang dipilih berdasarkan data hasil skrining terakhir, diperoleh korelasi jelas
antara tingginya angka IMS dengan pemakaian kondom. Semakin sering menggunakan kondom, semakin rendah angka kejadian IMS. Dari 3
WPS yang menderita IMS, semua jarang menggunakan kondom. Sementara dari 2 WPS tanpa IMS, 100 % menggunakan kondom secara
rutin.
B. Rekapitulasi Hasil Wawancara
1. Wawancara Perilaku Sex Sehat
27
Responden
No.
Pertanyaan
1
Perilaku
1.
80
2.
40
3.
100
100
100
66,67
33,33
66,67
Kriteria :
Perilaku baik bila skor > 70%
Perilaku kurang baik bila skor < 70%
Keterangan :
Y = Ya ; T = Tidak
Dari 5 responden yang kami wawancarai terdapat 3 orang yang memiliki perilaku kurang baik terhadap perilaku seks bersih dan sehat.
28
Responden
No.
Pertanyaan
1
Pengetahuan
1.
100
2.
100
3.
60
4.
40
5.
Apakah anda tahu siapa saja yang memiliki resiko besar IMS?
80
6.
100
7.
100
100
100
71,42
57,14
85,71
Kriteria :
Tingkat pengetahuan baik bila skor > 75%-100%
29
30
C.
RESPONDEN
1. Identitas Responden
Nama
Alamat
Alamat Asal
Usia
Status
Jumlah anak
Lama bekerja
Pendidikan
Agama
: Nn. M
:: Salatiga
: 28 tahun
: Menikah
:4
: 3 Bulan
: SMP
: Islam
2. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 24 Maret 2015 pada pukul 20.00 s/d 21.00 WIB
3. Keluhan Utama :
Keputihan sejak 5 hari yang lalu
4. Keluhan tambahan:
Tidak ada
5. Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang dengan keluhan keputihan sejak 5 hari yang lalu, Keputihan berwarna bening
kekuningan seperti lendir, tidak berbau, dan tidak menimbulkan gatal. Saat ini nyeri
perut, demam, nyeri saat BAK, nyeri saat berhubungan seks disangkal oleh Os. Os baru
pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Keluhan seperti ini awalnya yang dirasakan
tidak hanya keputihan, namun disertai rasa nyeri yang minimal. Keluhan tersebut timbul,
setelah pasien berhubungan dengan pelanggannya. Pasien saat itu, tidak ke dokter. Namun
hanya mengkonsumsi obat dari apotek yang direkomendasikan oleh temannya berupa
antibiotik sebanyak 3 kali sehari. Keluhan berangsur-angsur berkurang, sampai akhirnya
datang ke gedung untuk pemeriksaan skrining rutin pada tanggal 19 Maret 2015 untuk
melakukan skrining dengan keluhan hanya berupa keputihan. Pasien pada tahun 2015 ini
baru bekerja selama 3 bulan di Sunan Kuning.
6. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami hal ini sebelumnya.
7. Riwayat Perilaku dan Kebiasaan
31
tanpa kondom.
Bilas vagina : Pasien biasanya mencuci vagina setelah berhubungan seksual dengan
cara dikorek.
Mengikuti Skrining : Os jarang mengikuti Skrining, karena Os masih merasa malu
saat pemeriksaan.
Menurut Os, Os hanya berhubungan intim melalui vagina, pernah melakukan oral sex
namun jarang, Os tidak pernah melakukan anal sex, tamu yang dilayani hanya yang
8. PEMERIKSAAN FISIK
a.
Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
: compos mentis
Tanda vital
Tensi
: 120/70 mmHg
HR
Suhu
RR
Berat badan
: 45 kg
Tinggi badan
: 155 cm
Status gizi
: cukup
Kepala
Thorax
Paru
Inspeksi
: Simetris
Palpasi
Perkusi
: Sonor
Auskultasi
Abdomen
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskulatsi
: Inspeksi
: Datar
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar lien tidak teraba
membesar, massa (-)
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
Ekstremitas
b.
Status Lokalis
Dinding vagina
Inspeksi
: permukaan intak, fluor albus (+), warna putih kental, bau (-)
Portio
VT
BAB V
ANALISIS MASALAH
Os adalah seorang WPS berusia 28 tahun, yang sudah bekerja di Sunan Kuning
selama 3 bulan, dengan pendidikan akhir SMP, dan sudah menikah. Os bekerja sebagai WPS
dikarenakan tuntutan ekonomi. Os jarang menggunakan kondom saat melayani tamu, apabila
ditawarkan dengan harga yang lebih tinggi Os setuju untuk berhubungan seks tanpa kondom.
Os Jarang melakukan oral sex ataupun anal sex dengan tamu. Tamu-tamunya adalah laki-laki.
33
Dari hasil wawancara yang dilakukan, Os memiliki cukup pengetahuan tentang IMS
yang meliputi penyebabnya, bagaimana penularannya, dan bagaimana pencegahannya telah
diketahui oleh pasien, akan tetapi pengetahuan Os mengenai apa saja yang diperiksa saat
skrining dan gejala-gejala IMS masih kurang. Selain itu, Os juga masih jarang mengikuti
skrinning untuk mengetahui tentang kesehatan sistem reproduksinya.
Os datang dengan keluhan keputihan sejak 5 hari yang lalu, Keputihan berwarna
bening kekuningan seperti lendir, tidak berbau, dan tidak menimbulkan gatal. Saat ini nyeri
perut, demam, nyeri saat BAK, nyeri saat berhubungan seks disangkal oleh Os. Os baru
pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Keluhan seperti ini awalnya yang dirasakan tidak
hanya keputihan, namun disertai rasa nyeri yang minimal. Keluhan tersebut timbul, setelah
pasien berhubungan dengan pelanggannya. Pasien saat itu, tidak ke dokter. Namun hanya
mengkonsumsi obat dari apotek yang direkomendasikan oleh temannya berupa antibiotik
sebanyak 3 kali sehari. Keluhan berangsur-angsur berkurang, sampai akhirnya datang ke
gedung untuk pemeriksaan skrining rutin pada tanggal 19 Maret 2015 untuk melakukan
skrining dengan keluhan hanya berupa keputihan. Pasien pada tahun 2015 ini baru bekerja
selama 3 bulan di Sunan Kuning.
Keluhan tersebut bisa diakibatkan oleh berbagai faktor, di antaranya adalah karena Os
jarang menggunakan kondom terutama apabila ada pelanggan yang membayar lebih mahal,
walaupun Os sudah mengetahui bahaya tentang IMS dan cara penularannya.
BAB VI
PEMECAHAN MASALAH
1
Meningkatkan kemampuan komunikasi para WPS untuk mengajak tamu agar mau
menggunakan kondom, kemudian apabila tamu tidak mau menggunakan kondom
2
3
34
BAB VII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Skrining IMS yang meliputi anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan,
penyuluhan, konseling dan penatalaksanaan mitra seksual terhadap pasien IMS mempunyai
peranan yang penting dalam menanggulangi epidemik HIV. Selain itu masih adanya perilaku
rendahnya harga tawar WPS dalam penggunaan kondom dengan pelanggan harus diubah
untuk dapat terus menekan penyebaran IMS di masyarakat.
B. SARAN
1
Program skrining yang selama ini telah berjalan di Griya ASA diharapkan terus
skrining.
Meningkatkan pengetahuan WPS dengan memberikan penyuluhan kepada
35
DAFTAR PUSTAKA
1.
6.
36