Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di negara
berkembang. Insidens kasus IMS diyakini pada banyak negara serta kegagalan dalam
diagnosis dan memberikan pengobatan pada stadium dini dapat menimbulkan komplikasi
serius atau berat dan berbagai gejala sisa lainnya, antara lain : infertilitas, akibat buruk
pada bayi, kehamilan ektopik, kanker di daerah anogenital, kematian dini, serta infeksi
baik pada neonatus maupun pada bayi. Di samping itu keberadaan IMS akan
mengakibatkan biaya pengobatan yang sangat besar.1
Infeksi menular seksual (IMS) selam dekade terakhir ini mengalami peningkatan
insidensi yang cukup pesat di berbagai negara di seluruh dunia. WHO memperkirakan
terdapat 340 juta kasus IMS baru yang terjadi terutama pada pria dan wanita berusia 15-49
tahun. Contoh peningkatan yaitu kasus baru gonore di Ameriksa Serikat pada tahun 1995
sebanyak 62.150.000 kasus meningkat menjadi 62.350.000 kasus pada tahun 1999. Pada
tahun 2008, dilaporkan 1.210,523 kasus infeksi klamidia di Amerika Serikat. Jumlah ini
meningkat sebanyak 9,2% dari data infeksi klamidia pada tahun 2007. Tidak hanya infeksi
klamidia, insidensi sipilis pu mengalami peningkatan yang pesat yaitu sebanyak 67% sejak
tahun 2004 dan memuncak pada tahun 2008 dengan jumlah 13.500 kasus termasuk
kejadian sipilis primes dan sekunder.
Di Indonesia sendiri, telah banyak laporan mengenai prevalensi infeksi menular
seksual ini. Beberapa laporan yang ada dari beberapa lokasi antara tahun 1999 sampai
2001 menunjukkan prevalensi infeksi gonore dan klamidia yang tinggi antara 20-35%.
Selain klamidia, infeksi HIV/AIDS saat ini juga menjadi perhatian karena peningkatan
angka kejadiannya yang terus bertumbuh dari waktu ke waktu. Berdasarkan dari hasil
sebuah penelitian retrospektif deskriptif yang dilakukan di Poliklinik Penyakit Kulit dan
Kelamin RSU Pusat Sanglah Denpasar periode Januari 1996 - Desember 2000 dikatakan
ada lima kelompok IMS terbanyak yaitu cervicitis non-gonorrhea, kondiloma akuminata,
kandidosis vaginitis, sifilis dan gonorrhea.

Keberadaan virus Human Immunodeficiency dan Acquired Immunodeficiency


Syndrome (AIDS) telah menarik perhatian dunia terhadap penanggulangan dan
pemberantasan IMS. Terdapata kaitan erat antara penyebaran IMS dengan penularan HIV,
baik IMS yang ulseratif maupun yang non-ulseratif, telah terbukti meningkatkan resiko
penyebaran HIV melalui hubungan seksual.1
Jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun ini. Data
yang dikeluarkan Ditjen Pengendalian Penyakit dan Pengendalian Lingkungan
Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa triwulan pertama tahun ini, kasus AIDS telah
bertambah 351 kasus. Jumlah kasus HIV/AIDS meningkat setiap tahun karena masyarakat
kurang menyadari risiko penularan.Banyak yang tertular virus ini baru menyadari saat
dirinya sudah mengidap penyakit.2
Di Indonesia, kasus AIDS pertama kali ditemukan pada tahun 1987. Seorang
wisatawan berusia 44 tahun asal Belanda meninggal di Rumah Sakit Sanglah, Bali.
Kematian lelaki asing itu disebabkan AIDS.3 Pada tahun 2012 dari data Direktorat P2PL,
Kemenkes, didapatkan jumlah Kasus HIV sebanyak 9883 jiwa, jumlah kasus AIDS
sebesar 3541 jiwa dan jumlah kematian karena AIDS sebanyak 514 jiwa.4
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung
antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang
mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu
ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi
darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin,
atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.5
Semarang, sebagai salah satu kota perdagangan dan ibukota propinsi Jawa Tengah,
tidak luput dari ancaman infeksi menular seksual. Salah satu kelompok masyarakat yang
memiliki risiko tinggi tertular IMS adalah kelompok masyarakat yang tinggal atau yang
memiliki aktivitas di lokalisasi Sunan Kuning. Seperti diungkapkan di atas, tidak semua
IMS menimbulkan gejala, sehingga diperlukan suatu skrining untuk kelompok masyarakat
yang berisiko tinggi terkena IMS. Sebagai salah satu cara pengendalian penularan dan
penemuan dini IMS, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) PKBI Kota Semarang
memiliki suatu program yang bergerak di bidang Keluarga Berencana (KB) , pencegahan
IMS dan HIV/AIDS yang dikenal dengan sebutan Griya Asa Perkumpulan Keluarga
Berencana Indonesia (PKBI) Kota Semarang. Fokus kerja Griya Asa salah satunya adalah
di Resosialisasi Sunan Kuning. Skrining rutin telah dilakukan oleh Griya Asa tiap 2
minggu sekali untuk semua wanita pekerja seks (WPS) di Resosialisasi Sunan Kuning.

Skrining Griya Asa bertujuan untuk mengetahui penurunan insiden IMS di WPS
terutama gonorrhoea (GO) /servisitis dan menentukan berapa kali episode GO / servisitis
setiap WPS setahun, memberikan pengobatan tepat, menjamin kesembuhan, mencegah
resistensi pengobatan, mencegah drop out pengobatan, memberikan pelayanan rujukan ke
rumah sakit serta bekerja sama dengan klinik VCT-CST.
Skrining atau penapisan merupakan proses pelaksanaan pemeriksaan atau tes
laboratorium untuk mendeteksi penyakit , pada orang yang tidak mengeluhkan tentang
gejala penyakit tersebut, kegiatan tersebut harus dilakukan secara rutin, baik jika ada
keluhan maupun tidak ada keluhan. Skrining di klinik Griya Asa mulai digalakkan sejak
tahun 2004.
Skrining atau penapisan merupakan proses pelaksanaan pemeriksaan atau tes
laboratorium untuk mendeteksi penyakit , pada orang yang tidak mengeluhkan tentang
gejala penyakit tersebut, kegiatan tersebut harus dilakukan secara rutin, baik jika ada
keluhan maupun tidak ada keluhan. Skrining di klinik Griya ASA-PKBI Semarang mulai
digalakkan sejak tahun 2004.
Kegiatan skining yang dilakukan di klinik Griya ASA di Sunan kuning bukan
hanya pemeriksaan kasus IMS di klinik tersebut, tapi juga pelatihan untuk para WPS yang
dilakukan di gedung. Dikarenakan banyaknya para WPS di daerah tersebut, maka
pelatihan dibagi menjadi empat kelompok, untuk kelompok hari Senin yaitu para WPS di
wilayah RT 1,2, dan 3. hari Selasa yaitu WPS yang tinggal di kosan dan freelance, dan
untuk hari Kamis yaitu para WPS di wilayah RT 4, 5, dan 6. Ada pula kegiatan senam
yang rutin dilakukan setiap minggu, yaitu setiap hari Jumat untuk WPS di RT 1, 2, 3 dan
setiap hari Sabtu untuk WPS di RT 4, 5, 6.
Di Griya ASA Total populasi WPS di wilayah Sunan Kuning pada tahun 2015
sebanyak 540 orang.
Dari data yang diambil angka kejadian IMS di resosialisasi Sunan Kuning pada
tahun Januari 2014 didapatkan jumlah yang terdiagnosa (+) IMS sebanyak 554 dari semua
pasien yang melakukan skrining di Griya Asa.
B. TUJUAN
1
2

Tujuan Umum
Tujuan khusus

: Mengetahui bagaimana cara mencegah transmisi kasus IMS


: Menurunkan angka kejadian kasus IMS dan mencari
penyebab tingginya IMS

C. MANFAAT
- Mengetahui apa itu IMS, penyebab, cara penularan dan cara pencegahannya
- Mengetahui penyebab utama penularan IMS
3

- Mengetahui tanda-tanda klinis IMS yang didapatkan dari hasil skrining


- Memahami tatacara diagnosa dan tatalaksana pasien dengan IMS
D. TARGET
-

Para WPS 100% menggunakan kondom setiap kali berhubungan seksual


Para WPS 100% terbebas dari IMS

E. SASARAN
-

WPS dengan riwayat IMS berulang sejak Januari 2014 Desember 2014
WPS tanpa riwayat IMS sejak Januari 2015 - Maret 2015

F. STRATEGI
-

Para WPS diberi informasi serta diingatkan kembali mengenai pentingnya pemakaian
kondom saat berhubungan seksual untuk mencegah penularan IMS dari Griya ASA

dan konseling.
Mengikutsertakan peranan para mucikari agar senantiasa mengingatkan para WPS

asuhannya untuk menggunakan kondom saat berhubungan seksual.


Menganjurkan WPS untuk rutin melakukan skrining dan VCT sesuai dengan jadwal

yang ditentukan.
Menghimbau kepada WPS yang memiliki gejala-gejala IMS untuk segera
memeriksakan diri ke dokter

BAB II
KEGIATAN SKRINING DAN IMS
A. DEFINISI SKRINING
Skrining adalah pemeriksaan pada orang yang tidak mengeluhkan gejala penyakit
namun berada dalam resiko terkena penyakit (WPS, Waria, dan MSM) yang dilakukan
secara berkala. Yang menjadi sasaran klinik IMS adalah kelompok resiko tinggi
lokalisasi, kelompok resiko tinggi non lokalisasi yang meliputi panti pijat, pekerja seks
panggilan dan pekerja seks jalanan, klien, dan ODHA. Target program skrining adalah
100% WPS melakukan skrining 2 minggu sekali, 100% WPS diperiksa secara

laboratorium, dan 100% kasus IMS mendapat pengobatan yang tepat. Tujuannya adalah
untuk menegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksan laboratorium dengan reaksi cepat
dan tepat, untuk memonitor pendampingan yaitu perubahan perilaku kelompok
dampingan dengan turunnya angka IMS, HIV-AIDS. Prinsip pemeriksaannya adalah one
day one service, pelayanan yang nyaman, rahasia, tidak lama. Target skrining untuk para
WPS yaitu skrining setiap 2 minggu sekali, setiap kali WPS datang untuk skrining akan
mendapatkan konseling.
B. KEGIATAN KLINIK
1. Alur Pemeriksaan IMS
Pada saat pasien datang ke klinik, pasien melakukan registrasi. Di meja
registrasi dilakukan pendataan identitas pasien sekaligus dilakukan anamnesis
terhadap pasien meliputi frekuensi kunjungan, alasan berkunjung, jenis kontak,
hubungan sex terakhir yang dilakukan, pemakaian kondom, pemakaian antibiotik,
pencucian vagina, keluhan IMS (duh tubuh, keputihan, gatal, kencing sakit, nyeri
perut, lecet, luka/ulkus, jengger, dan lain-lain) dan keluhan yang mungkin dirasakan
pasien. Khusus pekerja seks juga ditanyakan lama menjadi pekerja seks.
Setelah itu pasien masuk ke ruang pemeriksaan. Di dalam ruang pemeriksaan
dilakukan pemeriksaan pada daerah genitalia dan sekitarnya yang sebelumnya
dilakukan informed concent. Pada pasien baru dilakukan pemeriksaan fisik head to
toe, sedangkan pada pasien lama cukup dilakukan pemeriksaan genitalia. Saat
pemeriksaan sebaiknya pemeriksa didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain.
Pada pemeriksaan terhadap pasien wanita, pemeriksa didampingi oleh paramedis
wanita, sedangkan pada pemeriksaan pasien pria, dapat didampingi oleh tenaga
paramedis pria atau wanita. Jika dari anamnesis terdapat keluhan yang mengarah
adanya kemungkinan IMS, maka dilakukan pengambilan sekret pada saat
pemeriksaan genitalia.
Sekret yang telah diambil dikirim ke laboratorium untuk diperiksa. Jika
hasilnya positif dilakukan terapi dan dikonseling untuk melakukan VCT. Jika hasilnya
negatif pasien ditanyakan apakah pasien pernah terkena IMS atau tidak dan tetap
dikonseling untuk melakukan VCT.
2. Definisi Infeksi Menular Seksual
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang penularannya terutama
melalui hubungan seksual yang mencakup infeksi yang disertai gejala-gejala klinis
maupun asimptomatis. Penyebab infeksi menular seksual ini sangat beragam dan
setiap penyebab tersebut akan menimbulkan gejala klinis atau penyakit spesifik yang
5

beragam pula. Penyebab IMS dapat dikelompokkan atas beberapa jenis ,yaitu:6
- bakteri ( diantaranya N.gonorrhoeae, C.trachomatis, T.pallidum)
- virus (diantaranya HSV,HPV,HIV, Herpes B virus, Molluscum contagiosum virus),
- protozoa (diantaranya Trichomonas vaginalis)
- jamur (diantaranya Candida albicans)
- ektoparasit (diantaranya Sarcoptes scabiei)
3. Epidemiologi
WHO memperkirakan telah terjadi 340 juta kasus baru Penyakit Menular
Seksual (IMS) pada tahun 1999. Angka kejadian infeksi baru terbanyak terjadi di
daerah Asia Selatan dan Asia Tenggara (151 juta kasus), yang diikuti oleh Afrika SubSahara (69 juta kasus) dan Amerika Latin (38 juta kasus) .
Menurut Centers for Disease Control and Prevention tahun 2007, di Amerika
Serikat kasus Klamidia dan Gonorrhea menempati urutan tertinggi IMS yang diderita
remaja pada popolasi umum. Pada tahun 2006 kasus terbanyak didapati pada wanita
usia 15-19 tahun (terdapat 648 kasus per 100000) dan pada pria usia 20-24 tahun (454
per 100000). 6
4. Penularan Infeksi Menular Seksual
Cara penularan IMS adalah dengan cara kontak langsung yaitu kontak dengan
eksudat infeksius dari lesi kulit atau selaput lendir pada saat melakukan hubungan
seksual dengan pasangan yang telah tertular. Lesi bisa terlihat jelas ataupun tidak
terlihat dengan jelas. Pemajanan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual
(vaginal, oral, anal).
Penularan IMS juga dapat terjadi dengan media lain seperti darah melalui

berbagai cara,yaitu:
Transfusi darah dengan darah yang sudah terinfeksi HIV
Saling bertukar jarum suntik pada pemakaian narkoba
Tertusuk jarum suntik yang tidak steril secara sengaja/tidak sengaja
Menindik telinga atau tato dengan jarum yang tidak steril,
Penggunaan alat pisau cukur secara bersama-sama (khususnya jika terluka dan
menyisakan darah pada alat).
Penularan juga pada terjadi dari ibu kepada bayi pada saat hamil, saat melahirkan
dan saat menyusui. Penularan karena mencium atau pada saat menimang bayi
dengan IMS kongenital jarang sekali terjadi.

5. Diagnosa Infeksi Menular Seksual


Pemeriksaan klinis pada IMS memiliki 3 prinsip yaitu anamnese, pemeriksaan
fisik dan pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium. Anamnesis dilakukan
untuk mendapatkan informasi penting terutama pada waktu menanyakan riwayat
6

seksual.
Hal yang sangat penting dijaga adalah kerahasiaan terhadap hasil anamnese
pasien. Pertanyaan yang diajukan kepada pasien dengan dugaan IMS meliputi:
- Keluhan dan riwayat penyakit saat ini.
- Keadaan umum yang dirasakan.
- Pengobatan yang telah diberikan, baik topikal ataupun sistemik dengan
-

penekanan pada antibiotik.


Riwayat seksual yaitu kontak seksual baik di dalam maupun di luar pernikahan,
berganti-ganti pasangan, kontak seksual dengan pasangan setelah mengalami
gejala penyakit, frekuensi dan jenis kontak seksual, cara melakukan kontak

seksual, dan apakah pasangan juga mengalami keluhan atau gejala yang sama.
Riwayat penyakit terdahulu yang berhubungan dengan IMS atau penyakit di

daerah genital lain.


- Riwayat penyakit berat lainnya.
- Riwayat keluarga yaitu dugaan IMS yang ditularkan oleh ibu kepada bayinya.
- Keluhan lain yang mungkin berkaitan dengan komplikasi IMS, misalnya erupsi
kulit, nyeri sendi dan pada wanita tentang nyeri perut bawah, gangguan haid,
kehamilan dan hasilnya.
- Riwayat alergi obat.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan kepada pasien harus memperhatikan hal
penting seperti kerahasiaan pribadi pasien, sumber cahaya yang baik untuk dokter
pemeriksa dan selalu harus menggunakan sarung tangan setiap kali memeriksa pasien.
Pada pasien pria, organ reproduksi lebih mudah diraba. Mula-mula inspeksi daerah
inguinal dan raba adakah pembesaran kelenjar dan catat konsistensi, ukuran,
mobilitas, rasa nyeri, serta tanda radang pada kulit di atasnya. Pada waktu bersamaan,
perhatikan daerah pubis dan kulit sekitarnya, adanya pedikulosis, folikulitis atau lesi
kulit lainnya. Lakukan inspeksi skrotum, apakah asimetris, eritema, lesi superfisial
dan palpasi isi skrotum dengan hati-hati. Dan akhirnya perhatikan keadaan penis
mulai dari dasar hingga ujung. Inspeksi daerah perineum dan anus dengan posisi
pasien sebaiknya bertumpu pada siku dan lutut.
Berbeda dengan pasien pria, organ reproduksi wanita terdapat dalam rongga
pelvik sehingga pemeriksaan tidak segampang pria. Pemeriksaan meliputi inspeksi
dan palpasi dimulai dari daerah inguinal dan sekitarnya. Untuk menilai keadaan di
dalam vagina, gunakan spekulum dengan memberitahukannya kepada pasien terlebih
dahulu. Dan akhirnya lakukan pemeriksaan bimanual untuk menilai ukuran, bentuk,
posisi, mobilitas, konsistensi dan kontur uterus serta deteksi kelainan pada adneksa.
7

Diagnosis pasien IMS dapat ditegakkan berdasarkan pendekatan sindrom bagi


sarana pelayanan kesehatan yang tidak memiliki fasilitas laboratorium, atau secara
etiologis berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium sederhana.1 Pengambilan bahan
duh tubuh uretra pria, dapat dilakukan dengan menggunakan sengkelit maupun lidi
kapas yang dimasukkan ke dalam uretra. Sedangkan pengambilan duh tubuh genital
pada wanita dilakukan dengan spekulum dan mengusapkan kapas lidi di dalam vagina
dan kemudian dioleskan ke kaca objek bersih.

6. Jenis-jenis IMS
Beberapa jenis IMS yang paling umum ditemukan di Indonesia adalah:
a. Gonore
Definisi
Gonore merupakan semua penyakit yang disebabkan oleh bakteri Neisseria
gonorrhoeae yang bersifat purulen dan dapat menyerang permukaan mukosa
manapun di tubuh manusia
Epidemiologi
Di dunia, gonore merupakan IMS yang paling sering terjadi sepanjang abad ke
20, dengan perkiraan 200 juta kasus baru yang terjadi tiap tahunnya. Sejak tahun
2008, jumlah penderita wanita dan pria sudah hampir sama yaitu sekitar 1,34 tiap
100.000 penduduk untuk wanita dan 1,03 tiap 100.000 penduduk untuk pria .
Sedangkan di Indonesia, dari data rumah sakit yang beragam seperti RSU Mataram
pada tahun 1989 dilaporkan gonore yang sangat tinggi yaitu sebesar 52,87% dari
seluruh penderita IMS. Sedangkan pada RS Dr.Pirngadi Medan ditemukan 16%
dari sebanyak 326 penderita IMS.
Etiologi dan morfologi
Gonore disebabkan oleh gonokokus yang ditemukan oleh Neisser pada tahun
1879. Kuman ini masuk dalam kelompok Neisseria sebagai N.gonorrhoeae
bersama dengan 3 spesies lainnya yaitu, N.meningitidis, N.catarrhalis dan
N.pharyngis sicca. Gonokok termasuk golongan diplokokus berbentuk biji kopi
dengan lebar 0,8 u dan pajang 1,6 u. Kuman ini bersifat tahan asam, gram negatif,
dan dapat ditemui baik di dalam maupun di luar leukosit. Kuman ini tidak dapat
bertahan hidup pada suhu 39 derajat Celcius, pada keadaan kering dan tidak tahan
terhadap zat disinfektan. Gonokok terdiri atas 4 tipe yaitu tipe 1, tipe 2, tipe 3 dan
8

tipe 4. Namun, hanya gonokok tipe 1 dan tipe 2 yang bersifat virulen karena
memiliki pili yang membantunya untuk melekat pada mukosa epitel terutama yang
bertipe kuboidal atau lapis gepeng yang belum matur dan menimbulkan
peradangan.
Gejala klinis
Masa tunas gonore sangat singkat yaitu sekitar 2 hingga 5 hari pada
pria.Sedangkan pada wanita, masa tunas sulit ditentukan akibat adanya
kecenderungan untuk bersifat asimptomatis pada wanita.
Keluhan subjektif yang paling sering timbul adalah rasa gatal, disuria,
polakisuria, keluar duh tubuh mukopurulen dari ujung uretra yang kadang-kadang
dapat disertai darah dan rasa nyeri pada saat ereksi. Pada pemeriksaan orifisium
uretra eksternum tampak kemerahan, edema, ekstropion dan pasien merasa panas.
Pada beberapa kasus didapati pula pembesaran kelenjar getah bening inguinal
unilateral maupun bilateral.
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda dari pria. Pada
wanita, gejala subjektif jarang ditemukan dan hampir tidak pernah didapati
kelainan objektif. Adapun gejala yang mungkin dikeluhkan oleh penderita wanita
adalah rasa nyeri pada panggul bawah, dan dapat ditemukan serviks yang memerah
dengan erosi dan sekret mukopurulen.
b. Infeksi Genital Non-Spesifik (IGNS)
Definisi
IGNS merupakan infeksi traktus genital yang disebabkan oleh penyebab
yang nonspesifik yang meliputi beberapa keadaan yaitu Uretritis Non-spesifik
(UNS), proktitis nonspesifik dan Uretritis Non-Gonore (UGN).
Epidemiologi
Di dunia, WHO memperkirakan terdapat 140 juta kasus yang terjadi akibat
infeksi C.trachomatis. Terdapat 1,1 juta kasus dilaporkan di Amerika Serikat
dengan prevalensi tertinggi terjadi pada wanita diusia 15-24 tahun pada tahun
2007.
Sedangkan di Indonesia, dari data yang diambil dari poliklinik IMS RS
dr.Pirngadi Medan didapatkan prevalensi UNG sebesar 54% pada tahun 19901991. Di RSUP Denpasar prevalensi UNG/IGNS sebesar 13,8% pada tahun 19931994. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan terhadap kelompok pramuwaria
di Jakarta mendapatkan data prevalensi klamidia sebesar 35,48% dari 62 orang
yang diperiksa sedangkan pada pemeriksaan terhadap WTS di Medan
menunjukkan prevalensi sebesar 45%.
Etiologi dan morfologi
9

Penyebab 30% hingga 50% kasus IGNS adalah Chlamydia trachomatis,


sedangkan kasus selebihnya umumnya disebabkan oleh Ureaplasma urealyticum.
Chlamydia trachomatis, imunotipe D sampai dengan K, ditemukan pada 35 50 %
dari kasus uretritis non gonokokus. Klamidia yang menyebabkan penyakit pada
manusia diklasifikasikan menjadi tiga spesies, yaitu:

Chlamydia psittaci, penyebab psittacosis.


trachomatis, termasuk serotipe yang menyebabkan trachoma infeksi alat
kelamin, Chlamydia conjunctivitis dan pneumonia anak dan serotipe lain yang

menyebabkan Lymphogranuloma venereum.


pneumoniae, penyebab penyakit saluran pernapasan termasuk pneumonia dan
merupakan penyebab penyakit arteri koroner.

Gejala klinis
Penting untuk mengetahui adanya koitus suspektus yang biasanya terjadi 1
hingga 5 minggu sebelum timbulnya gejala. Juga penting untuk mengetahui apakah
telah melakukan hubungan seksual dengan istri pada waktu keluhan sedang
berlangsung, mengingat hal ini dapat menyebabkan fenomena penularan pingpong.
Menurut Pedoman Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual Depkes RI,
infeksi melalui hubungan seksual ini pada pria muncul sebagai uretritis dan pada
wanita sebagai servisitis mukopurulen. Manifestasi klinis dari uretritis kadang sulit
dibedakan dengan gonorrhea dan termasuk adanya discharge mukopurulen dalam
jumlah sedikit atau sedang, terutama pada pagi hari (morning drops) dan dapat pula
berupa bercak di celana dalam, gatal pada uretra dan rasa panas ketika buang air
kecil. Infeksi tanpa gejala bisa ditemukan pada 1-25% pria dengan aktivitas seksual
aktif. Pada wanita, manifestasi klinis mungkin sama dengan gonorrhea, dan
seringkali muncul sebagai discharge endoservik mukopurulen, disertai dengan
pembengkakan, eritema dan mudah mengakibatkan perdarahan endoservik
disebabkan oleh peradangan dari epitel kolumner endoservik. Namun, 70 % dari
wanita dengan aktivitas seksual aktif yang menderita klamidia, biasanya tidak
menunjukkan gejala. Infeksi kronis tanpa gejala dari endometrium dan saluran tuba
bisa memberikan hasil yang sama. Manifestasi klinis lain namun jarang terjadi
seperti bartolinitis, sindroma uretral dengan disuria dan pyuria, perihepatitis
(sindroma Fitz- Hugh-Curtis) dan proktitis. Infeksi yang terjadi selama kehamilan
bisa mengakibatkan ketuban pecah dini dan menyebabkan terjadinya kelahiran
prematur, serta dapat menyebabkan konjungtivitis dan radang paru pada bayi baru
10

lahir. Infeksi klamidia endoserviks meningkatkan risiko terkena infeksi HIV.


Infeksi klamidia bisa terjadi bersamaan dengan gonorrhea, dan tetap bertahan
walaupun gonorrhea telah sembuh. Oleh karena servisitis yang disebabkan oleh
gonokokus dan klamidia sulit dibedakan secara klinis maka pengobatan untuk
kedua mikroorganisme ini dilakukan pada saat diagnosa pasti telah dilakukan.
Namun pengobatan terhadap gonorrhea tidak selalu dilakukan jika diagnosa
penyakit disebabkan C. trachomatis.
c. Sifilis
Definisi
Sifilis adalah penyakit kelamin menular yang disebabkan oleh infeksi
Treponema pallidum.
Epidemiologi
Sifilis tersebar diseluruh dunia dan telah dikenal sebagai penyakit kelamin
klasik yang dapat dikendalikan dengan baik. Di Amerika Serikat kejadian sifilis
dan sifilis kongenital yang dilaporkan meningkat sejak tahun 1986 dan berlanjut
sampai dengan tahun 1990 dan kemudian menurun sesudah itu. Peningkatan ini
terjadi terutama di kalangan masyarakat dengan status sosial ekonomi rendah dan
di kalangan anak-anak muda dengan kelompok usia yang paling sering terkena
infeksi adalah golongan usia muda berusia antara 20 29 tahun, yang aktif secara
seksual. Adanya perbedaan prevalensi penyakit pada ras yang berbeda lebih
disebabkan oleh faktor sosial daripada faktor biologis.
Etiologi dan morfologi
Sifilis disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum yang merupakan spesies
Treponema dari famili Spirochaetaceae, ordo Spirochaetales. Treponema pallidum
berbentuk spiral, negatif-Gram dengan panjang rata-rata 11 m (antara 6-20 m)
dengan diameter 0,09 0,18 m. Treponema pallidum mempunyai titik ujung
terakhir dengan 3 aksial fibril yang keluar dari bagian ujung lapisan bawah.
Treponema dapat bergerak berotasi cepat, fleksi sel dan maju seperti gerakan
pembuka tutup botol.
Gejala klinis
Menurut hasil pemeriksaan histopatologis, perjalanan penyakit sfilis
merupakan penyakit pembuluh darah dari awal hingga akhir. Dasar perubahan
patologis sfilis adalah inviltrat perivaskular yang terdiri atas limfosit dan plasma
sel. Hal ini merupakan tanda spesifik namun tidak patognomonis untuk sfilis. Sel
infiltrat tampak mengelilingi endotelial yang berproliferasi sehingga menebal.
Penebalan ini mengakibatkan timbulnya trombosis yang menyebabkan fokus-fokus
11

nekrosis kecil sebagai lesi primer. Periode inkubasi sifilis biasanya 3 minggu.
Fase sifilis primer ditandai dengan munculnya tanda klinis yang pertama
yang umumnya berupa tukak baik tunggal maupun multipel. Lesi awal biasanya
berupa papul yang mengalami erosi, teraba keras dan terdapat indurasi. Permukaan
dapat tertutup krusta dan terjadi ulserasi. Bagian yang mengelilingi lesi meninggi
dan keras. Pada pria biasanya disertai dengan pembesaran kelenjar limfe inguinal
media baik unilateral maupun bilateral. Masuknya mikroorganisme ke dalam darah
terjadi sebelum lesi primer muncul, biasanya ditandai dengan terjadinya
pembesaran kelenjar limfe (bubo) regional, tidak sakit, keras nonfluktuan. Infeksi
juga dapat terjadi tanpa ditemukannya chancer (ulkus durum) yang jelas, misalnya
kalau infeksi terjadi di rektum atau serviks. Tanpa diberi pengobatan, lesi primer
akan sembuh spontan dalam waktu 4 hingga 6 minggu.
Sepertiga dari kasus yang tidak diobati mengalami stadium generalisata,
stadium dua, dimana muncul erupsi di kulit yang kadang disertai dengan gejala
konstitusional tubuh. Timbul ruam makulo papuler bisanya pada telapak tangan
dan telapak kaki diikuti dengan limfadenopati. Erupsi sekunder ini merupakan
gejala klasik dari sifilis yang akan menghilang secara spontan dalam beberapa
minggu atau sampai dua belas bulan kemudian. Sifilis sekunder dapat timbul
berupa ruam pada kulit, selaput lendir dan organ tubuh dan dapat disertai demam
dan malaise. Juga adanya kelainan kulit dan selaput lendir dapat diduga sifilis
sekunder, bila ternyata pemeriksaan serologis reaktif. Pada kulit kepala dijumpai
alopesia yang disebut moth- eaten alopecia yang dimulai di daerah oksipital. Dapat
dijumpai plakat pada selaput lendir mulut, kerongkongan dan serviks. Pada
beberapa kasus ditemukan pula splenomegali. Penularan dapat terjadi jika ada lesi
mukokutaneus yang basah pada penderita sifilis primer dan sekunder. Namun jika
dilihat dari kemampuannya menularkan kepada orang lain, maka perbedaan antara
stadium pertama dan stadium kedua yang infeksius dengan stadium laten yang non
infeksius adalah bersifat arbitrari, oleh karena lesi pada penderita sifilis stadium
pertama dan kedua bisa saja tidak kelihatan.
Lesi pada sifilis stadium dua bisa muncul berulang dengan frekuensi
menurun 4 tahun setelah infeksi. Namun penularan jarang sekali terjadi satu tahun
setelah infeksi. Dengan demikian di AS penderita sifilis dianggap tidak menular
lagi setahun setelah infeksi. Transmisi sifilis dari ibu kepada janin kemungkinan
terjadi pada ibu yang menderita sifilis stadium awal namun infeksi dapat saja
berlangsung selama stadium laten. Penderita stadium erupsi sekunder ini, sepertiga
12

dari mereka yang tidak diobati akan masuk kedalam fase laten selama berminggu
minggu bahkan selama bertahun tahun. Fase laten merupakan stadium sifilis tanpa
gejala klinis namun dengan pemeriksaan serologis yang reaktif. Akan tetapi bukan
berarti perjalanan penyakit akan berhenti pada tingkat ini, sebab dapat terjadi sifilis
stadium

lanjut

berbentuk

gumma,

kelainan

susunan

syaraf

pusat

dan

kardiovaskuler. Terserangnya Susunan Syaraf Pusat (SSP) ditandai dengan gejala


meningitis sifilitik akut dan berlanjut menjadi sifilis meningovaskuler dan akhirnya
timbul paresis dan tabes dorsalis. Periode laten ini kadang kala berlangsung seumur
hidup. Pada kejadian lain yang tidak dapat diramalkan, 5 20 tahun setelah infeksi
terjadi lesi pada aorta yang sangat berbahaya (sifilis kardiovaskuler) atau gumma
dapat muncul dikulit, saluran pencernaan tulang atau pada permukaan selaput
lendir.
Stadium awal sifilis jarang sekali menimbulkan kematian atau disabilitas
yang serius, sedangkan stadium lanjut sifilis memperpendek umur, menurunkan
kesehatan dan menurunkan produktivitas dan efisiensi kerja. Mereka yang
terinfeksi sifilis dan pada saat yang sama juga terkena infeksi HIV cenderung akan
menderita sifilis SSP. Oleh karena itu setiap saat ada penderita HIV dengan gejala
SSP harus dipikirkan kemungkinan yang bersangkutan menderita neurosifilis
(neurolues).
Infeksi pada janin terjadi pada ibu yang menderita sifilis stadium awal pada
saat mengandung bayinya dan ini sering sekali terjadi sedangkan frekuensinya
makin jarang pada ibu yang menderita stadium lanjut sifilis pada saat mengandung
bayinya. Infeksi pada janin dapat berakibat terjadi aborsi, stillbirth atau kematian
bayi karena lahir prematur atau lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
atau mati karena menderita enyakit sistemik. Bayi yang
mempunyai lesi

mukokutaneus basah

menderita

sifilis

yang muncul lebih menyebar dibagian

tubuh lain dibandingkan dengan penderita sifilis dewasa. Lesi basah ini merupakan
sumber infeksi yang sangat potensial.
Infeksi kongenital dapat berakibat munculnya manifestasi klinis yang
muncul kemudian berupa gejala neurologis terserangnya SSP. Dan kadangkala
infeksi kongenital dapat mengakibatkan berbagai kelainan fisik yang dapat
menimbulkan stigmatisasi di masyarakat seperti gigi Hutchinson, saddlenose
(hidung berbentuk pelana kuda), saber shins (tulang kering berbentuk pedang),
keratitis interstitialis dan tuli. Sifilis kongenital kadang asimtomatik, terutama pada
minggu-minggu pertama setelah lahir.
13

d. Herpes genitalis
Definisi
Herpes genitalis adalah infeksi pada genital yang disebabkan oleh Herpes
Simplex Virus (HSV) dengan gejala khas berupa vesikel yang berkelompok dengan
dasar eritema dan bersifat rekurens.
Epidemiologi
Data- data di beberapa RS di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi
herpes genital rendah sekali pada tahun 1992 di RSUP dr.Moewardi yaitu hanya 10
kasus dari 9983 penderita IMS. Namun, prevalensi di RSUD Dr.Soetomo agak
tinggi yaitu sebesar 64 dari 653 kasus IMS dan lebih tinggi lagi di RSUP Denpasar
yaitu 22 kasus dari 126 kasus IMS.
Etiologi dan morfologi
Herpes Simplex Virus (HSV) dibedakan menjadi 2 tipe oleh SHARLITT
tahun 1940 menjadi HSV tipe 1 dan HSV tipe 2. Secara serologik, biologik dan
fisikokimia, keduanya hampir tidak dapat dibedakan. Namun menurut hasil
penelitian, HSV tipe 2 merupakan tipe dominan yang ditularkan melalui hubungan
seksual genito-genital. HSV tipe 1 justru banyak ditularkan melalui aktivitas
seksual oro-genital atau melalui tangan.
Gejala klinis
Gejala awalnya mulai timbul pada hari ke 4-7 setelah terinfeksi. Gejala awal
biasanya berupa gatal, kesemutan dan sakit. Lalu akan muncul bercak kemerahan
yang kecil, yang diikuti oleh sekumpulan lepuhan kecil yang terasa nyeri. Lepuhan
ini pecah dan bergabung membentuk luka yang melingkar. Luka yang terbentuk
biasanya menimbulkan nyeri dan membentuk keropeng. Penderita bisa mengalami
nyeri saat berkemih atau disuria dan ketika berjalan akan timbul nyeri. Luka akan
membaik dalam waktu 10 hari tetapi bisa meninggalkan jaringan parut. Kelenjar
getah bening selangkangan biasanya agak membesar. Gejala awal ini sifatnya lebih
nyeri, lebih lama dan lebih meluas dibandingkan gejala berikutnya dan mungkin
disertai dengan demam dan tidak enak badan.
Pada pria, lepuhan dan luka bisa terbentuk di setiap bagian penis, termasuk
kulit depan pada penis yang tidak disunat. Pada wanita, lepuhan dan luka bisa
terbentuk di vulva dan leher rahim. Jika penderita melakukan hubungan seksual
melalui anus, maka lepuhan dan luka bisa terbentuk di sekitar anus atau di dalam
rektum. Pada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita infeksi
HIV), luka herpes bisa sangat berat, menyebar ke bagian tubuh lainnya, menetap
selama beberapa minggu atau lebih dan resisten terhadap pengobatan dengan
14

asiklovir. Gejala-gejalanya cenderung kambuh kembali di daerah yang sama atau di


sekitarnya, karena virus menetap di saraf panggul terdekat dan kembali aktif untuk
kembali menginfeksi kulit. HSV-2 mengalami pengaktivan kembali di dalam saraf
panggul. HSV-1 mengalami pengaktivan kembali di dalam saraf wajah dan
menyebabkan fever blister atau herpes labialis. Tetapi kedua virus bisa
menimbulkan penyakit di kedua daerah tersebut. Infeksi awal oleh salah satu virus
akan memberikan kekebalan parsial terhadap virus lainnya, sehingga gejala dari
virus kedua tidak terlalu berat.
7. Pencegahan IMS
Prinsip umum pengendalian IMS adalah:
Tujuan utama:
o Memutuskan rantai penularan infeksi IMS
o Mencegah berkembangnya IMS dan komplikasinya
Tujuan ini dicapai melalui:
o Mengurangi pajanan IMS dengan program penyuluhan untuk menjauhkan
masyarakat terhadap perilaku berisiko tinggi
o Mencegah infeksi dengan anjuran pemakaian kondom bagi yang berperilaku
risiko tinggi
o Meningkatkan kemampuan diagnosa dan pengobatan serta anjuran untuk mencari
pengobatan yang tepat
o Membatasi komplikasi dengan melakukan pengobatan dini dan efektif baik untuk
yang simptomatik maupun asimptomatik serta pasangan seksualnya.
Menurut Direktorat Jenderal PPM & PL (Pemberantasan Penyakit Menular
dan Penyehatan Lingkungan) Departemen Kesehatan RI, tindakan pencegahan dapat
dilakukan dengan beberapa tindakan, seperti:
o Mendidik masyarakat untuk menjaga kesehatan dan hubungan seks yang
sehat,pentingnya menunda usia aktivitas hubungan seksual, perkawinan
monogami, dan mengurangi jumlah pasangan seksual.
o Melindungi masyarakat dari IMS dengan mencegah dan mengendalikan IMS
pada para pekerja seks komersial dan pelanggan mereka dengan melakukan
penyuluhan mengenai bahaya IMS, menghindari hubungan seksual dengan
berganti-ganti pasangan, tindakan profilaksis dan terutama mengajarkan cara
penggunaan kondom yang tepat dan konsisten.
o Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk diagnosa dini dan
15

pengobatan dini terhadap IMS. Jelaskan tentang manfaat fasilitas ini dan
tentang gejala-gejala IMS dan cara-cara penyebarannya.

BAB III
HASIL PENGAMATAN
A. CARA PENAPISAN WPS AGAR TIDAK TERKENA IMS
Skrining (penapisan) di Sunan Kuning dilakukan secara berkala dan didata dengan
menggunakan buku catatan medis bagi setiap WPS. Setiap WPS di Sunan Kuning
diwajibkan untuk melakukan skrining yang dilakukan oleh Griya ASA setiap 2 minggu
sekali. Dari skrining ini dapat diketahui apakah seorang WPS itu terkena IMS atau tidak,
serta penyakit lainnya. Informasi mengenai penyakit-penyakit menular seksual maupun
HIV/AIDS disampaikan melalui kegiatan sekolah. Setiap WPS wajib mengikuti sekolah
yang dilakukan setiap hari Senin, Selasa dan Kamis. Setiap gang atau wilayah WPS

tinggal memiliki jadwal hari sekolah yang berbeda sebagai berikut:


Senin
: gang 1,2 dan 3
Selasa
: kos dan freelance
Kamis
: gang 4, 5, dan 6 skrining
Jumat dan Sabtu : senam
Kegiatan sekolah tersebut berisi penyampaian informasi/materi, pendataan, serta
informasi tawaran keterampilan diluar lingkup Sunan Kuning. Materi yang diberikan saat
sekolah salah satunya adalah mengenai kesehatan dan keterampilan. Pembahasan
16

kesehatan lebih banyak membahas tentang penyakit menular seksual serta HIV/AIDS dari
segala aspek mulai dari pengertian hingga dampak apa saja yang dapat ditimbulkan
termasuk pencegahannya dengan mengikuti skrining yang dilakukan oleh petugas
kesehatan. WPS diminta untuk mendaftarkan diri ke petugas administrasi, kemudian WPS
diberikan kartu tanda periksa, formulir identitas dan catatan medis. WPS lalu masuk ke
ruang pemeriksaan untuk dilakukan pengambilan sampel dari vagina. Sampel kemudian
diperiksa di laboratorium. WPS dengan hasil pemeriksaan positif akan diberikan
pengobatan dan konseling mengenai hasil pemeriksaannya dan dianjurkan untuk kontrol
kembali 1 minggu kemudian. WPS dengan hasil negatif diberi konseling agar
mempertahankan kesehatan reproduksinya sehingga tidak terkena IMS. Informasi lain
yang diberikan meliputi pendidikan pengembangan

keterampilan setiap WPS berupa

kecantikan, menjahit dan lain-lain.


B. TINDAKAN YANG DIBERIKAN PETUGAS KESEHATAN PADA HRM YANG
POSITIF
Penularan IMS kemungkinan besar berasal dari HRM (High Risk Man) yang
merupakan pria yang memakai jasa dari WPS. HRM ini perlu mendapatkan skrining
yang diikuti dengan pemberian informasi mengenai risiko tertular penyakit-penyakit
menular seksual. Penangan jika terdapat HRM dengan hasil pemeriksaan positif maka
petugas kesehatan akan memberikan konseling agar mau mengikuti pengobatan serta
pencegahan penularan IMS dengan menggunakan alat pelindung saat berhubungan intim
dengan pasangannya (baik WPS maupun pasangan lain).
C. SOP ADMINISTRASI KLINIK IMS
1.

Alat dan bahan :

2.

buku registrasi
formulir identitas
catatan medis
kartu pasien
slide
baki untuk menaruh slide
stiker untuk menulis identitas
Prosedur :

17

Pasien datang ke klinik IMS kemudian akan diterima dahulu oleh petugas
administrasi. Pendataan identitas pasien secara lengkap dilakukan oleh petugas
administrasi kemudian akan dilakukan anamnesis secara lengkap.
1 mengenalkan diri pada pasien dan menjelaskan tanggung jawabnya di klinik IMS
2 mengisi formulir identitas pasien
3 mencatat pasien dibuku register
4 melakukan anamnesis identitas pasien dari pemberian kode hingga baris ke 20
5 mencatat hasil anamnesis ke dalam catatan medis
6 memberikan kartu pasien pada pasien baru
7 menuliskan kode identitas pasien pada stiker dan menempelkan pada slide
dibagian tepinya (pasien perempuan 2 slide, pasien MSM dan waria tergantung
8

cara berhubungan seks reseptive dan insertive 2 slide)


pada pasien baru menjelaskan mengenai pemeriksaan darah dan meminta

kesediaan pasien untuk diambil darahnya


9 mengantarkan slide dan CM ke ruang pemeriksaan
10 mengumpulkan dan menyimpan kembali CM setelah selesai dari ruang
pengobatan dan konseling
3. Hasil pengamatan di lapangan:
Petugas administrasi melakukan anamnesis dengan mengisi formulir dengan
memberi kode hingga baris 20 (cuci vagina),mengisi buku registrasi namun hanya
memberikan 1 buah slide untuk pemeriksaan
REGISTER

RUANG PEMERIKSAAN
PENGAMBILAN SEKRET

LABORATORIUM

HASIL

KLINIK
(TERAPI dan KONSELING)

18

VCT

PERNAH
IMS/TIDAK

Bagan 1. Alur Pemeriksaan IMS


Adapun informed concent yang terdapat di Griya ASA seperti berikut :

GRIYA ASA
PKBI KOTA SEMARANG
Jalan Argorejo X/21 Kalibanteng kulon Semarang Telp. 50149 telp/Fax 024-7612948

INFORM CONSENT TINDAKAN


Saya yang bertandatangan dibawah ini telah mengerti tentang penyakit yang saya derita, memahami
prosedur pemeriksaan dan pengobatan yang akan diberikan dan tahu segala akibat yang mungkin timbul dari
penyakit dan tindakan medis yang akan dilakukan terhadap saya, serta telah diberikan penjelasan dengan
baik, maka saya :
NAMA

ID LAMA

ID BARU

No

Tanggal

Bersedia/tidak
tindakan medis

TTD Pasien

Petugas

Keterangan

kesehatan

D. SOP Pemeriksaan Klinis


2 pemeriksaan
Prosedur
1 Pemeriksa memperkenalkan diri dan melakukan informed consent meliputi jenis
3

tindakan yang akan dilakukan, maksud dan tujuan tindakan, keuntungan dan kerugian
4 tindakan medis yang akan dilakukan. Setelah pasien setuju dan bersedia pasien
dari

diminta
menandatangani surat informed consent.
5
Pemeriksa ditemani paramedis menyediakan alat-alat yang dibutuhkan seperti
spekulum, sarung tangan, lidi kapas steril, meja ginekolog, spatula/lidi kapas non
19

steril, lampu pemeriksa dalam, baskom, coverslip, larutan chlorin 0,5 %, sabun cair
3
4

dan sikat.
Pemeriksa mencuci tangan dan memakai sarung tangan.
Minta pasien untuk membuka pakaian dalamnya agar dapat dilakukan pemeriksaan
genital (pada keadaan tertentu, kadang-kadang pasien harus membuka seluruh

5
6

pakaiannya).
Setelah membuka pakaian dalam, pasien diminta untuk naik ke meja pemeriksaan.
Pada pasien wanita, diminta berbaring pada meja ginekologik dalam posisi litotomi,

7
8

sedangkan pada pasien pria dapat dilakukan sambil duduk atau berdiri.
Saat dilakukan pemeriksaan, pasien diminta untuk tenang dan rileks.
Pada saat melakukan pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi dan palpasi didaerah

genitalia dan sekitarnya, pemeriksa harus selalu menggunakan sarung tangan.


Jika saat pemeriksaan genitalia terdapat tanda-tanda infeksi diberikan pengobatan.
Obat untuk kondiloma ditetesi Podofilin, herpes diberi Acyclovir, dan bila ada erosi

10
11
12
13

diberi albotil.
Pada saat pemeriksaan, dilakukan juga pengambilan spesimen/ bahan pemeriksaan.
Setelah selesai pasien diminta untuk memakai pakaiannya kembali.
Pasien diminta untuk menunggu hasil laboratorium.
Setelah hasil laboratorium keluar, pasien diminta menuju ke ruang dokter untuk

mendapatkan terapi/ pengobatan serta konseling.


Pengambilan spesimen
Pasien dengan gejala duh tubuh genital
Pria
1 Jika ada duh tubuh uretra, sampel dapat langsung diambil dari duh tersebut. Jika tidak
2

ada duh tubuh, maka dilakukan milking (pengurutan penis).


Pengambilan dengan cara milking, bisa dilakukan oleh pemeriksa atau jika pasien
tidak mau, bisa dengan mendemonstrasikan cara tersebut dengan dildo, kemudian

minta pasien untuk mempraktekkannya lagi.


Lalu masukkan lidi kapas steril kedalam uretra, putar lidi kapas searah jarum jam 2-3

4
5
6
7
8

kali untuk mendapatkan sampel yang cukup.


Tarik lidi kapas pelan-pelan.
Buat hapusan pada kaca objek untuk dilakukan pengecatan Methylen Blue.
Buang lidi kapas yang sudah digunakan kedalam tempat sampah infeksius.
Sampel dikirim ke laboratorium.
Pasien diminta untuk tidak kencing selama 3 jam sebelum pengambilan spesimen, bila

tidak ditemukan duh tubuh walaupun telah dilakukan milking.


Wanita ( pemeriksaan in spekulo)
Pada pasien wanita dengan status virgin atau belum menikah tidak dilakukan
pemeriksaan dengan spekulum, karena akan merusak selaput daranya sehingga bahan
spesimen hanya di ambil dengan sengkelit steril dari vagina dan uretra.
Pada pasien dengan status sudah menikah dilakukan pemeriksaan in spekulo,
kemudian dilakukan pengambilan bahan pemeriksaan :
20

Jelaskan kepada pasien tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan, serta pasien

diminta untuk tenang dan tidak merasa takut.


Setiap pengambilan bahan untuk masing-masing pemeriksaan harus menggunakan

spekulum/ sengkelit/ kapas lidi/ swab steril.


Masukan daun spekulum cocor bebek steril dalam keadaan tertutup dengan posisi
tegak/ vertikal ke dalam vagina, dan setelah seluruhnya masuk kemudian putar pelanpelan sampai daun spekulum dalam posisi datar/ horizontal. Buka spekulum dan
dengan bantuan lampu sorot vagina cari serviks. Kunci spekulum pada posisi itu

4
5
6

sehingga serviks terfiksasi.


Setelah ini dapat dimulai pemeriksaan serviks, vagina dan pengambilan spesimen.
Ambil lidi kapas steril yang pertama
Bersihkan sekitar mulut serviks/ rahim dengan lidi kapas steril kemudian ke fornix

posterior dan dinding vagina.


Dari lidi kapas pertama ini buatlah apusan berupa dua buah lingkaran kecil pada sisi
kanan dan kiri slide untuk pemeriksaan sediaan basah, olesan jangan terlalu tebal atau

tipis.
Lakukan pemeriksaan keasaman vagina dengan menempelkan lidi kapas yang telah

digunakan untuk mengambil sediaan dari forniks dan dinding vagina pada kertas pH
9 Buang lidi kapas yang sudah digunakan ke dalam tempat sampah infeksius
10 Ambil lidi kapas steril kedua
11 Masukkan lidi kapas steril ke dalam saluran endoserviks sedalam 1-1,5 cm, putar lidi
kapas searah jarum jam 2-3 kali untuk mendapatkan sampel yang cukup
12 Tarik lidi kapas pelan-pelan tanpa menyentuh dinding vagina
13 Buat hapusan pada kaca objek kedua dengan cara menggulirkan lidi kapas dengan
berhati-hati untuk dilakukan pengecatan Methylen blue
14 Pembuatan hapusan usahakan satu kali jadi. Jika tidak, mulai dari arah yang sama dan
15
16
17
18
19

tidak boleh bolak-balik arah


Hapusan jangan terlalu tebal atau terlalu tipis
Lidi kapas yang sudah terpakai dibuang ketempat sampah infeksius
Keluarkan spekulum dan teteskan KOH ke cairan yang ada di bagian ujung spekulum
Segera identifikasi apakah ada bau amis yang keluar
Masukan spekulum bekas ke dalam ember yang berisi larutan chlorin 0,5 %.

Pengambil Sampel dan Pembuatan Sediaan dari Uretra


Alat dan bahan :
1 Lidi kapas
2 Slide
Prosedur :
1 Meminta pasien untuk membuka celananya
2 Pemeriksaan dapat dilakukan pada posisi berdiri atau tidur
3 Inspeksi dan palpasi daerah inguinal, skrotum, penis
4 Catat : kelainan berupa luka, pembengkakkan, vegetasi

21

Jika ada duh tubuh uretra, sampel dapat langsung diambil dari duh tersebut. Jika tidak

ada duh tubuh, maka dilakukan milking


Pengambilan dengan cara milking, bisa dilakukan oleh pemeriksa, atau jika pasien
tidak mau, bisa mendemonstrasikan cara tersebut dengan dildo, kemudian minta

pasien untuk mempraktikkannya lagi


Pasien diminta untuk tidak kencing selama 3 jam sebelum pengambilan spesimen, bila

tidak ditemukan duh tubuh walaupun telah dilakukan milking


Masukkan lidi kapas steril ke dalam uretra, putar lidi kapas searah jarum jam 2-3 kali

9
10
11
12

(10-30 detik) untuk mendapatkan sampel yang cukup


Tarik lidi kapas pelan-pelan
Buatlah hapusan pada kaca objek untuk dilakukan pengecatan Methylen Blue
Buang lidi kapas yang sudah digunakan kedalam tempat sampah infeksius
Sampel dikirim ke laboratorium, pasien diminta kembali memakai pakaian dalamnya

Sediaan dari uretra


Pengambilan Sampel dan Pembuatan Sediaan dari Anus
Alat dan bahan :
1 Lidi kapas
2 Slide
3 Anuskopi
Prosedur :
1 Meminta pasien melepaskan celana/rok dan pakaian dalam, posisi tidur terlentang
2 Inspeksi mulut, tenggorok, tangan, dan telapak tangan
3 Palpasi kelenjar submandibula, post aurikuler
4 Inspeksi dan palpasi penis sama dengan pemeriksaan fisik pada pria
5 Minta pasien untuk membuka celana dan berbaring di meja pemeriksa dengan posisi
6
7
8
9

miring. Salah satu lutut ditekuk


Minta tolong asisten membuka bokong pasien
Masukkan anuskopi yang telah steril dan diberi lubrikan
Ambil lidi kapas steril
Masukkan lidi kapas steril kedalam anus, putar lidi kapas searah jarum jam 2-3 kali

(10-30 detik) untuk mendapatkan sampel yang cukup


10 Tarik lidi kapas pelan-pelan
11 Butlah hapusan pada kaca objek dengan cara menggulirkan lidi kapas untuk dilakukan
pengecetan Metilen Blue
12 Pembuatan asupan usahakan satu kali jadi. Jika tidak mulai dari arah yang sama dan
13
14
15
16
17

tidak boleh bolak-balik arahnya


Hapusan jangan terlalu tebal atau terlalu tipis
Lidi kapas yang sudah terpakai dibuang ke tempat sampah infeksius
Keluarkan anuskopi, sambil melihat dinding anus. Adakah darah atau nanah
Anuskopi dimasukkan dalam ember yang sudah berisi chlorin dan sabun di dalamnya
Lakukan pemeriksaan rectal toucher untuk mengetahui pembesaran prostat
Sediaan dari anus
22

E. Profilaksis Pasca Pajanan


1 Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
2 Lapor ke dokter penanggung jawab di klinik
3 Tes HIV baik sumber maupun orang yang terpajan
4 Obat ARV harus diberikan dalam waktu kurang dari 4 jam
5 Termasuk di dalamnya pajanan terhadap darah, LCS, semen, cairan vagina, cairan
sinovial/pleura/perikardial/peritonial/amnion
Status HIV Pasien
Pajanan

Tidak

Positif

diketahui
Kulit utuh

Tidak perlu

Positif resiko

Rejimen

tinggi
Tidak perlu PPP

Tidak perlu PPP

PPP
Mukosa atau

Pertimbangka

Berikan rejimen

Berikan rejimen

AZT 300 mg/12 jam

kulit yang

n rejimen 2

2 obat

2 obat

x 28 hari 3TC150

tidak utuh

obat

mg / 12 jam x 28
hari

Tusukan

Berikan

Berikan rejimen

Berikan rejimen

AZT 300 mg/12 jam

(benda tajam

rejimen 2 obat

2 obat

3 obat

x 28 hari 3TC150

solid)

mg / 12 jam x 28
hari

Tusukan

Berikan

Berikan rejimen

Berikan rejimen

Lop/r 400/100

(benda tajam

rejimen 2 obat

3 obat

3 obat

mg/12 jam x 28 hari

berongga)

Faktor risiko yang meningkatkan serokonversi :


1 Pajanan darah atau cairan tubuh dalam jumlah besar ditandai dengan :
Luka yang dalam
Terlihat jelas darah
Prosedur medis yang menggunakan jarum
2 Sumber pajanan adalah pasien stadium AIDS perlu dilakukan monitoring sebagai berikut:
Profilaksis harus diberikan selama 28 hari
Dibutuhkan dukungan psikososial
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui infeksi HIV dan untuk

memonitor toksisitas obat


Tes HIV diulang setelah 6 minggu, 3 bulan, dan 6 bulan
23

F. Perbedaan antara dekontaminasi dan desinfeksi tingkat tinggi


a Dekontaminasi Tingkat Tinggi (DTT)
Setelah melakukan pemeriksaan alat-alat yang telah digunakan dilakukan DTT, alat
yang dapat digunakan berulang kali direndam kedalam larutan Chlorin 0,5% sedangkan
untuk alat-alat sekali pakai dapat dibuang ke tempat sampah infeksius. Setelah alat-alat
b

tersebut direndam lalu dimasukkan ke sterilisator selama 20 menit.


Dekontaminasi
Merupakan langkah pertama menangani peralatan, perlengkapan, sarung tangan, dan
benda benda lainnya yang terkontaminasi. Proses yang membuat benda mati lebih
aman untuk ditangani staf sebelum dibersihkan (menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV)
dan

mengurangi

tapi

tidak

menghilangkan

jumlah

mikroorganisme

yang

menkontaminasi.
Bahan bahan dekontaminasi :
a Larutan Klorin 0,5 % dan 0,1%.
b Etil 70 %
c Alkohol
d Bahan fenolic / karbol 0,5-3%
Bahan klorin mempunyai daya kerja yang cepat untuk mematikan virus Hepatitis B
dan HIV, bila benda - benda yang terkontaminasi direndam dalam larutan klorin selama 10
menit. Namun daya kerja tersebut akan cepat mengalami penurunan sehingga larutan tersebut

harus diganti paling sedikit setiap 24 jam atau lebih cepat bila terlihat lebih keruh/kotor.
SOP Dekontaminasi
Tujuan: memberikan pedoman bagi pelaksanaan klinik IMS mengenai dekontaminasi
b

Tanggung Jawab :
a
b
c

paramedis
laboran
janitor

Alat dan bahan :


a Chlorine 0,05%
b Air
c Ember
d Sarung tangan
e Wadah takar / botol takar
Cara melakukan dekontaaminasi bedgyn dan meja instrumen :
a Siapkan larutan chlorine 0,05%, cara : dari larutan chlorine 0,5% yang baru disiapkan,
ambil satu bagian, campurkan lagi dengan 9 bagian air (gunakan
b
c

wadah yang sama

untuk mengambil bagian chlorine dan air)


Gunakan sarung tangan
Bersihkan seluruh permukaan dengan larutan ini
24

d
e
f

Lap dengan lap bersih


Buka sarung tangan
Cuci tangan.

SOP DTT dengan merebus


a Tujuan :
a Memberikan pedoman bagi pelaksana klinik ims mengenai standard precaution
b Menghindari penularan infeksi dari pasien ke pasien dan dari pasien ke petugas
b
c

kesehatan
Tanggung jawab : Paramedis
Alat dan bahan :
a Panci tertutup
b Air
c Kompor
d Tromol / bak steril
Cara melakukan desinfeksi tingkat tinggi dengan merebus
a Isi panci dengan air
b Masukan spekulum dan anuskopi hingga terendam seluruhnya (supaya air dapat
c
d

mengenai semua pemukaan alat) di dalam air


Tutup panci, dan panaskan hingga mendidih
Ketika air mulai mendidih, catatwaktu, tunggu hingga 20 menit, dilarang

menambahkan spekulum, anuskopi atau air


Keluarkan spekulum dan anuskopi dengan kurentang yang bersih yang telah di DTT

sebelumnya.
Taruh peralatan di wadah yang telah di DTT.Biarkan kering di udara sebelum
disimpan. Jangan biarkan spekulum dingin di dalam panci berisi air, karena bisa

menyebabkan rekontaminasi
Gunakan peralatan yang telah disimpan di dalam wadahdalam keadaan kering dan
tertutup paling lama satu minggu

G. SOP Pemeriksaan Sediaan Metilen Blue untuk identifikasi Diplococcus intra seluler
dan PMN
a Tujuan
Pemeriksaan ini ditujukan agar petugas laboratorium dapat melakukan pengecatan metilen
blue, pembacaan hasil, dan interpretasi hasil serta mencatat hasil pemeriksaan metilen blue
b

pada catatan medis dan buku register.


Penanggung jawab
Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan oleh petugas laboratorium yang sudah
mendapatkan pelatihan manajemen klinik infeksi menular seksual.

Peralatan

Mikroskop dengan pembesaran objektif 100 x


Rak pewarnaan
25

Lampu spiritus
Pipet tetes
Kertas tissue halus
Korek api
Botol semprot

Reagen
Metilen blue 0,3-1 %
Minyak emersi dalam xylene
Spiritus
Bahan pemeriksaan
Hapusan cerviks, hapusan rektal, hapusan urethral
Bahan pemeriksaan diterima dari ruang pemeriksaan
Prosedur kerja

penerimaan sediaan dari ruang pengambilan spesimen


o Sediaan harus diterima bersama dengan formulir catatan medisnya
o Cocokkan nomor sediaan dengan nomor di catatan medis
o Sediaan berisi satu hapusan

Keringkan sediaan di udara


Fiksasi dengan melewatkannya di atas api sebanyak 7 x
Genangi / tetesi sediaan dengan metilen blue 0,3-1% selama 2 3 menit
Cuci dengan air mengalir
Keringkan sediaan
Periksa sediaan di bawah mikroskop dengan lensa objektif 100 x menggunakan

minyak emersi untuk melihat adanya leukosit PMN dan diplococcus intraselluler
Periksa seluruh sediaan dari sediaan tebal lalu sediaan tipis
Setelah selesai melakukan pemeriksaan ambil preparat letakkan di atas tissue halus

dengan posisi yang terkena minyak emersi menempel di tissue.


Catat hasil pemeriksaan pada catatan medis dan buku register laboratorium IMS.
Berikan lembar catatan medis pada ruangan konselling dan pengobatan

Interpretasi hasil identifikasi Diplococcus intraseluler dan PMN


1 Lekosit PMN positif, bila :
Ditemukan 30 PMN/LPB (serviks/wanita)
Ditemukan 5 PMN/LPB (uretra/pria)
Ditemukan 5 PMN/LPB (anus)
2 Diplococcus positif, bila : Ditemukan 1 Diplococcus intrasel/100 LPB
Hal yang perlu diingat jika ditemukan Diplococcus intrasel dari sediaan serviks, maka
tidak bisa langsung didiagnosis sebagai Gonorhoe, sebab untuk mendiagnosis Gonorhoe
pada wanita diperlukan pemeriksaan lain yaitu kultur dan gene probe.

26

BAB IV
HASIL WAWANCARA RESPONDEN
A. Data WPS
Nama
K
T
S
M
N

Asal, Umur

Masa
Kerja

Boyolali, 26

1 Tahun 5

tahun

bulan

Wonosobo, 31
tahun
Wonosobo, 24
tahun
Salatiga, 28
tahun
Salatiga, 22
tahun

7 Tahun
2 Tahun
3 Bulan
2 Tahun

Wisma
Armada
(Gang V)
Galaxy
(Gang V)
RajaBaru
(Gang IV)
Domisol
(Gang V)
Domisol
(Gang V)

Pemakaian

Skrining

Hasil

Bilas

Kondom

Terakhir

Skrining

Vagina

-/-/-

-/-/-

+/-/+

DTS (+)

-/-/+

DTS (+)

-/+/-

DTS (-)

Sering
Sering
Jarang
Jarang
Jarang

18 Maret
2015
19 Maret
2015
19 Maret
2015
19 Maret
2015
19 Maret
2015

Keluhan

Tanda
Klinis IMS

Dari hasil survei yang kami lakukan terhadap 5 WPS yang dipilih berdasarkan data hasil skrining terakhir, diperoleh korelasi jelas
antara tingginya angka IMS dengan pemakaian kondom. Semakin sering menggunakan kondom, semakin rendah angka kejadian IMS. Dari 3
WPS yang menderita IMS, semua jarang menggunakan kondom. Sementara dari 2 WPS tanpa IMS, 100 % menggunakan kondom secara
rutin.
B. Rekapitulasi Hasil Wawancara
1. Wawancara Perilaku Sex Sehat
27

Responden
No.

Pertanyaan
1

Perilaku
1.

Apakah Anda rutin melakukan skrining?

80

2.

Apakah anda rutin menggunakan kondom?

40

3.

Apakah anda selalu menbilas vagina sesudah berhubungan intim?

100

100

100

66,67

33,33

66,67

Kriteria :
Perilaku baik bila skor > 70%
Perilaku kurang baik bila skor < 70%
Keterangan :
Y = Ya ; T = Tidak
Dari 5 responden yang kami wawancarai terdapat 3 orang yang memiliki perilaku kurang baik terhadap perilaku seks bersih dan sehat.

2. Wawancara pengetahuan tentang sex sehat

28

Responden
No.

Pertanyaan
1

Pengetahuan
1.

Apakah anda mengetahui arti skrining IMS?

100

2.

Apa anda paham tujuan dan manfaat skrining?

100

3.

Apakah anda tahu apa saja yang diperiksa saat skrining?

60

4.

Apakah anda tahu gejala-gejala pada IMS?

40

5.

Apakah anda tahu siapa saja yang memiliki resiko besar IMS?

80

6.

Apakah anda tahu bagaimana cara penularan IMS?

100

7.

Apakah anda paham cara pencegahan untuk IMS?

100

100

100

71,42

57,14

85,71

Kriteria :
Tingkat pengetahuan baik bila skor > 75%-100%
29

Tingkat pengetahuan cukup bila skor 60%-75%


Tingkat pengetahuan kurang bila skor < 60%
Dari 5 responden yang kami wawancarai didapatkan ada WPS yang memiliki pengetahuan baik ada 3 orang, dan yang memiliki
pengetahuan cukup ada 1 orang dan pengetahuan kurang ada 1 orang.

30

C.

HASIL WAWANCARA DAN PEMERIKSAAN DENGAN SALAH SATU

RESPONDEN
1. Identitas Responden

Nama
Alamat
Alamat Asal
Usia
Status
Jumlah anak
Lama bekerja
Pendidikan
Agama

: Nn. M
:: Salatiga
: 28 tahun
: Menikah
:4
: 3 Bulan
: SMP
: Islam

2. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 24 Maret 2015 pada pukul 20.00 s/d 21.00 WIB
3. Keluhan Utama :
Keputihan sejak 5 hari yang lalu
4. Keluhan tambahan:
Tidak ada
5. Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang dengan keluhan keputihan sejak 5 hari yang lalu, Keputihan berwarna bening
kekuningan seperti lendir, tidak berbau, dan tidak menimbulkan gatal. Saat ini nyeri
perut, demam, nyeri saat BAK, nyeri saat berhubungan seks disangkal oleh Os. Os baru
pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Keluhan seperti ini awalnya yang dirasakan
tidak hanya keputihan, namun disertai rasa nyeri yang minimal. Keluhan tersebut timbul,
setelah pasien berhubungan dengan pelanggannya. Pasien saat itu, tidak ke dokter. Namun
hanya mengkonsumsi obat dari apotek yang direkomendasikan oleh temannya berupa
antibiotik sebanyak 3 kali sehari. Keluhan berangsur-angsur berkurang, sampai akhirnya
datang ke gedung untuk pemeriksaan skrining rutin pada tanggal 19 Maret 2015 untuk
melakukan skrining dengan keluhan hanya berupa keputihan. Pasien pada tahun 2015 ini
baru bekerja selama 3 bulan di Sunan Kuning.
6. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami hal ini sebelumnya.
7. Riwayat Perilaku dan Kebiasaan
31

Kebiasaan memakai kondom : Os jarang menggunakan kondom saat melayani tamu,


apabila ditawarkan dengan harga yang lebih tinggi Os setuju untuk berhubungan seks

tanpa kondom.
Bilas vagina : Pasien biasanya mencuci vagina setelah berhubungan seksual dengan

cara dikorek.
Mengikuti Skrining : Os jarang mengikuti Skrining, karena Os masih merasa malu

saat pemeriksaan.
Menurut Os, Os hanya berhubungan intim melalui vagina, pernah melakukan oral sex
namun jarang, Os tidak pernah melakukan anal sex, tamu yang dilayani hanya yang

berjenis kelamin laki-laki.


Pemakaian antibiotik : Pasien mengaku sebelumnya pernah meminum antibiotik yang
dibeli di apotek yang disarankan oleh temannya, kemudian setelah berobat ke dokter

baru kemudian pasien meminum antibiotik dari dokter.


Pemakaian KB : Pasien tidak menggunakan kontrasepsi.

8. PEMERIKSAAN FISIK
a.

Status Generalis

Keadaan umum

: tampak sakit ringan

Kesadaran

: compos mentis

Tanda vital

Tensi

: 120/70 mmHg

HR

: 68 x / menit, irama teratur, isi cukup, equal

Suhu

: tidak dilakukan pemeriksaan

RR

: 20 x / menit tipe thorakoabdominal

Berat badan

: 45 kg

Tinggi badan

: 155 cm

Status gizi

: cukup

Kepala

: normocephali, conjunctiva anemis -/-, vesikel (-)

Thorax

Paru

Inspeksi

: Simetris

Palpasi

: vocal fremitus simetris

Perkusi

: Sonor

Auskultasi

: SN vesikuler, Rochi -/-, wheezing -/32

Abdomen

Jantung

Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Perkusi

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Auskulatsi

: BJ I-II regular, Murmur (-), gallop (-)

: Inspeksi

: Datar

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar lien tidak teraba
membesar, massa (-)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Ekstremitas
b.

: akral hangat, rash (-)

Status Lokalis

Dinding vagina

Inspeksi

: permukaan intak, fluor albus (+), warna putih kental, bau (-)

Portio

: Tidak dilakukan pemeriksaan

VT

: Tidak dilakukan pemeriksaan

BAB V
ANALISIS MASALAH

Os adalah seorang WPS berusia 28 tahun, yang sudah bekerja di Sunan Kuning
selama 3 bulan, dengan pendidikan akhir SMP, dan sudah menikah. Os bekerja sebagai WPS
dikarenakan tuntutan ekonomi. Os jarang menggunakan kondom saat melayani tamu, apabila
ditawarkan dengan harga yang lebih tinggi Os setuju untuk berhubungan seks tanpa kondom.
Os Jarang melakukan oral sex ataupun anal sex dengan tamu. Tamu-tamunya adalah laki-laki.
33

Dari hasil wawancara yang dilakukan, Os memiliki cukup pengetahuan tentang IMS
yang meliputi penyebabnya, bagaimana penularannya, dan bagaimana pencegahannya telah
diketahui oleh pasien, akan tetapi pengetahuan Os mengenai apa saja yang diperiksa saat
skrining dan gejala-gejala IMS masih kurang. Selain itu, Os juga masih jarang mengikuti
skrinning untuk mengetahui tentang kesehatan sistem reproduksinya.
Os datang dengan keluhan keputihan sejak 5 hari yang lalu, Keputihan berwarna
bening kekuningan seperti lendir, tidak berbau, dan tidak menimbulkan gatal. Saat ini nyeri
perut, demam, nyeri saat BAK, nyeri saat berhubungan seks disangkal oleh Os. Os baru
pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Keluhan seperti ini awalnya yang dirasakan tidak
hanya keputihan, namun disertai rasa nyeri yang minimal. Keluhan tersebut timbul, setelah
pasien berhubungan dengan pelanggannya. Pasien saat itu, tidak ke dokter. Namun hanya
mengkonsumsi obat dari apotek yang direkomendasikan oleh temannya berupa antibiotik
sebanyak 3 kali sehari. Keluhan berangsur-angsur berkurang, sampai akhirnya datang ke
gedung untuk pemeriksaan skrining rutin pada tanggal 19 Maret 2015 untuk melakukan
skrining dengan keluhan hanya berupa keputihan. Pasien pada tahun 2015 ini baru bekerja
selama 3 bulan di Sunan Kuning.
Keluhan tersebut bisa diakibatkan oleh berbagai faktor, di antaranya adalah karena Os
jarang menggunakan kondom terutama apabila ada pelanggan yang membayar lebih mahal,
walaupun Os sudah mengetahui bahaya tentang IMS dan cara penularannya.

BAB VI
PEMECAHAN MASALAH
1

Meningkatkan kemampuan komunikasi para WPS untuk mengajak tamu agar mau
menggunakan kondom, kemudian apabila tamu tidak mau menggunakan kondom

2
3

WPS disarankan untuk menolak tamu tersebut.


Monitoring dan evaluasi terhadap kualitas kondom yang dibagikan kepada WPS.
Mengoptimalkan perhatian para pengasuh mengenai IMS dan HIV/AIDS serta
membina pengasuh untuk memotivasi anak asuhnya agar selalu menggunakan

kondom tiap kali berhubungan seks dengan tamu.


Meningkatkan pemahaman dan perhatian WPS mengenai IMS dan HIV/AIDS.

34

BAB VII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Skrining IMS yang meliputi anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan,
penyuluhan, konseling dan penatalaksanaan mitra seksual terhadap pasien IMS mempunyai
peranan yang penting dalam menanggulangi epidemik HIV. Selain itu masih adanya perilaku
rendahnya harga tawar WPS dalam penggunaan kondom dengan pelanggan harus diubah
untuk dapat terus menekan penyebaran IMS di masyarakat.
B. SARAN
1

Program skrining yang selama ini telah berjalan di Griya ASA diharapkan terus

berjalan di Sunan Kuning.


Peningkatan penyuluhan dan informasi kepada WPS untuk rutin mengikuti

skrining.
Meningkatkan pengetahuan WPS dengan memberikan penyuluhan kepada

seluruh WPS di sunan kuning.


Memperketat kepatuhan WPS penggunaan kondom pada setiap pelanggan yang
datang ke Sunan Kuning dengan memberikan penyuluhan.

35

DAFTAR PUSTAKA
1.

Daili, SF, dkk. Pedoman Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual.


Jakarta:Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan. 2011.


2.
Standar Operasional Prosedur : Klinik Infeksi Menular Seksual.
Jakarta: FHI Indonesia; 2007
3.
HIV AIDS di Indonesia meningkat. Available at
http://nationalgeographic.co.id/lihat/berita/1613/hivaids-di-indonesia-meningkat.
Accessed on Desember 7th 2014
4.
Yoga T. Situasi Epidemiologi HIV-AIDS Di Indonesia.
Downloaded from http://www.bkkbn.go.id/materi/Documents/Materi
%20Vicon/Kemenkes%20[Compatibility%20Mode].pdf. Accessed on Desember 7th
2014
5.

AIDS.Available at http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS. Accessed on


Desember 7th 2014

6.

Infeksi menular seksual. Downloaded from


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26065/4/Chapter%20II.pdf . Accessed
on Desember 7th 2014

36

Anda mungkin juga menyukai