Anda di halaman 1dari 5

Pengharapan untuk Fajar

Pagi ini, jago yang lantang itu kembali berkokok. Suara serak itu mengusik yang lain.
Sahut-menyahut kokokannya. Membuat nuansa pagi ini menjadi riang.
Walau kabut pagi ini masih menyelimut, menghanyut asa pencerahan ke bidang kalut.
Membalut setiap gigilan tubuh yang kedinginan itu dengan sehelai kain sarung. Bersanding
kopi dan pisang goreng di pagi hari.
Pak Warso yang seperti biasanya tengah menikmati hidangan pagi itu masih dudukduduk di depan rumahnya. Sembari menunggu tukang sayur lewat.
Wah ini kabut lebih tebal dari biasanya. Harus hati-hati ni. Ujarnya.
Memang di waktu-waktu ini di daerah dataran tinggi Dieng memang masih diselimuti
dingin beku dan kabut yang membutakan. Tak hanya itu, daerah yang masih bisa dibilang
desa ini belum sepenuhnya terjangkau listrik. Ada beberapa rumah warga yang masih gelapgulita taka da sumber cahaya. Kalau ada pun hanya dari sebuah dian plentong.
Seperti apa ya hidup di perkotaan? Di Jakarta.gumamnya.
kenapa to pak. Kepingin ke Jakarta? Apa bapak belum puas melihat bagaimana
keadaan ibukota? Gembrupyuk Pak. Sahut Istrinya yang ternyata sedari tadi berdiri
di sampingnya.
Tapi biarpun begitu bu, disana banyak tetangga-tetangga kita yang merantau ke sana
dan pulang dengan harta sebagai imbalannya. Jawabnya lagi.
Ya sudah terserah bapak saja. Tapi Ibu tetap tidak merestui kalau Bapak ingin ke
Jakarta ujar istrinya sambil berlalu menghampiri tukang sayur yang sudah menunggu
di depannya.
Daripada disini hanya mejadi petani kentang ,lebih baik aku ke Jakarta pikirnya.
Mulai dari saat itu Pak Warso mulai mencai-cari lapangan pekerjaan di Jakarta
melalui Koran. Seperti kebanyakan orang yang mencari pekerjaan di Ibukota, Pak Warso
mencari pekerjaan dengan gaji yang tinggi dengan kerja yang ringan.
Setelah beberapa lama ia membolak-balik Koran itu, ia terlihat frustasi. Ia lempar
Koran itu ke meja.Melihat hal itu istrinya menghampirinya.
Astghfirullah pak, nyebut. Kenapa to Koran kok dibanting-banting? Tanya istrinya
yang terlihat mulai tumbuh keriput di mukanya.
Tidak apa-apa kok Bu, ini bapak lagi nyari lowongan pekerjaan yang gajinya gedhe .
Tapi adanya untuk lulusan S1 minimal D3. Ibu tahu sendiri kan kalau aku hanya
menginjak bangku sekolah hanya sapai SMK. Jawabnya.
Udah to pak sabar. Setiap orang itu punya jalannya masing-masing. Ujar istrinya.
Mendengar kata-kata istrinya itu ia hanya bisa manggut-manggut. Tak terbantah lagi
kebenaran kata-kata istrinya itu.
Sore itu seperti hari-hari biasanya Pak Warso pergi ke ladang. Hamparan luasnya
ladang kentang yang luas menjadi pemandangan biasa baginya. Siluet horizon sore ini terasa

sangat jelas.tanpa kabut yang membalut ,kehangatan sore itu benar-benar menyegarkan.
Ditambah dengan belaian lembut angin sore.
Benar juga yang ibu bilang ya, Di Jakarta mana ada yang seperti ini. Sepanjang mata
memandang terlihat penyedap pandangan,berbalut hijaunya dedaunan membuat sejuk
rasanya.
Memang benar, Di Jakarta menjanjikan penghasilan yang lebih . Tapi apa guna jika
diri tertekan. Hanya akan menjadi mangsa dari buasnya kehidupan ibukota.
Matahari mulai menyembunyikan sinarnya. Waktu yang menunjukkan pukul 17.30
sungguh tak terduga jika gelap sudah tiba. Pak Warso pun bergegas pulang ke rumah.
Perlahan tapi pasti ia mulai menyusuri pematang ladang. Tak seperti sawah , ladang kentang
ini mempunyai pematang yang lebih luas. Sehingga dengan cepat ia berhasil keluar dari
ladang itu. Tetapi apa daya kini hari telah gelap. Suara jangkrik dan jonggoleret mulai
bersahut-sahutan meramaikan datangnya malam.
Sayup-sayup mulai terdengar kumandang adzan maghrib. Pak Warso pun
mempercepat langkah kakinya. Namun yang ia temui dirumah bukannya sambutan hangat
dari sang Istri tetapi keramaian tetangga yang datang ke rumah. Bingung mulai menyusup ke
pikiranya. Ada apa gerangan?
Warso,dari mana saja kamu? tepuk pak ngali yang menghampirinya.
a..anu saya dari ladang. Sebenarnya ada apa pak? Kok ramai di rumah saya?
jawabnya
Cepatlah masuk. Istrimu tadi pingsan waktu ngentas pakaian .untung saja istriku
melihatnya. Ayo cepat masuk
Innalillahi.. Iya pak
Tanpa berfikir banyak ia langsung menghampiri istrinya yang masih tergeletak tak
sadarkan diri di kamarnya.
Airmata dari laki-laki separuhbaya itu mulai meleleh membasahi pipinya.
Kenapa dengan kau istriku..
Sabar pak. Tadi pak mantra sudah kesini . Katanya Istrimu hanya kelelahan. Tapi
lebih baik kita segera membawanya ke Puskesmas desa.
Iya Pak.
Lebih baik bapak membersihkan diri dahulu, Belum shalat maghrib kan?
Iya Bu..
Selepas bapak shlat maghrib, kita bawa istri bapak ke puskesmas nanti pakai mobil
saya saja
Iya Pak Terimakasih banyak atas bantuan bapak maaf saya tidak bisa membalas atas
apa yang telah bapak berikan ke keluarga kamui pak

Iya tidak apa-apa pak. Kita kan bertetangga jadi wajiblah kita saling tolongmenolong
Iya Pak
Alangkah beruntungnya pak Warso mempunyai tetangga yang perhatian. Tak bisa
dibayangkan bagaimana jadinya jika tidak ada pak ngali.
Selepas shalat maghrib mereka membawa isti pak Warso ke puskesmas. Kebijakan
pemerintah yang membangun puskesmas di tiap daerahnya memang sangat membantu bagi
rakyat pelosok seperti di Dieng. Pelayanan yang ramah dan berasaskan kebersamaan
membuat pasien dan keluarga pasien menjadi lega.
Istri pak Warso kini tengah di periksa oleh dokter. Rasa gelisah gundah mulai
menyerbu pak Warso. Tak terhitung beberapa pemikiran jelek terlintas di benaknya. Namun
ia bersikeras membuang pemikiran-pemikiran buruk itu.
Di tengah-tengah kegundahannya itu,tiba-tiba pintu ruang periksa terbuka.Seseorang
berjubah putih dengan stetoskop tergantung di lehernya melangkah keluar. Sekelibat kilat
kemudian langsung saja pak Warso menyabet tangan dokter.
Pak bagaimana kondisi Istri Saya?.
Mari ikut keruangan saya sebentar
Hening menyelimuti ruangan bercat putih itu. Bau alcohol khas aroma rumah sakit
merebak menusuk hidung. Duduk menggigil pak Warso berhadapan dengan si Dokter.
Selamat ya pak, ujar dokter tiba-tiba setelah masuk ke ruangan
Hahhh.. selamat apa pak?itu bagaimana keadaan istri saya?Apakah Ia baik-baik
saja?
Begini , Istri bapak itu hanya anemia dan kecapekan. Istri anda sekarang dalam masa
ke lima bulan kehamilan. Selamat ya Pak.
Mendengar yang demikian itu.Pak Warso senang bukan kepalang. Sujud syukurpun
tak lupadi tunaikan.
Terima Kasih pak,, terima Kasih banyak.
Ia pak sama-sama.Tetapi mulai sekarang istri bapak tidak boleh melakukan hal-hal
yang berat. Beliau harus menjaga kesehatan kandungannya
Ia Pak..Siapp
Hari-hari berikutnya menjadi hari yng amat berwarna untuk pak warso.Ia selalu terbayang
menggendong bayi mungilnya yang sudah sejak lama diimpikan.
Tak terasa 9 bulan sudah terlewati,saat-saat kritispun mulai menanjak.Dihari-hari
perkiraankelahiran tiba-tiba terdengar kabar jika Pak warso,mendapatkan panggilan kerja dari
perusahaan asing dimana ia mulai mendaftar beberapa bulan yang lalu.

Antara pekerjaan dan keluarga,pak warso harus memilih satu diantara dua.Ditengah
saat sacral itu pak warso dilanda ke galauan luar biasa.Tapi rasa cintanya pada keluarga
mengalahkkan keinginan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak.
Beberapa hari kemudian nampak roman kegembiraan telah pecah di kediaman pak
warso. Subuh tadi terdengar tangisan bayi kecil,malaikat kecil mereka yang membuat semua
orang memiliki mata yang berkaca-kaca.
Adat setempat memiliki pengaruh kuat di masyarakatnya. Begitupun untuk pak warso,
Ia mengadakan selametan atas kelahiran anak pertamanya. Mulailah diadakan persiapanpersiapan kecil. Undangan sudah di sebar, Tumpeng sudah dibuat, dan tempatpun sudah
dipersiapkan. Rasa kebersamaan masyarakat desa yang masih sangat kental mempercepat
proses persiapan acara tersebut.
Tibalah hari diadakannya upacara selametan itu. Diiringi oleh permainan gendhing
jawa yang mempesona menambah kekhusyukan acara tersebut.Dan Acara berakhir ketika si
Ibu memotong puncak tumpeng untuk kemudian diberikan kepada para tetangga dan kerabat.
Malaikat kecil mereka,dengan nama yang diberikan Fajar Nur Hidayat dengan
etimologi Fajar adalah waktu fajar,Nur adalah bahasa arab Cahaya serta Hidayat adalah
Hidayah. Sehingga secara keseluruhan diartikan menjadi Cahaya di kala Fajar yang
memberikan hidayah .Nama yang penuh arti dan pengharapan didalamnya.
Setelah tujuh bulan Fajar kecil lahir, ia sudah bisa menggigit dan makan nasi.
Sekarang tiba saatnya melakukan upacara Tedhak siten ini juga merupakan salah satu budaya
Jawa yang teru hidup dan kental dihati para penduduk.
Tedhak Siten adalah upacara dimana merupakan perayaan bagi seorang balita yang
akan mulai berjalan menggunakan kakinya sendiri. Tedhak artinya turun atau menapakkan
kaki, Siten dari kata siti artinya tanah atau bumi. Jadi tedhak siten berarti menapakkan kaki
kebumi.Ritual tedhak siten menggambarkan persiapan seorang anak untuk menjalani
kehidupan yang benar dan sukses dimasa mendatang, dengan berkah Gusti, Tuhan dan
bimbingan orang tua dan para guru dari sejak masa kanak-kanak.
Masih banyak lagi upacara dan adat yang mengiringi tumbuh kembangnya Fajar.
Seperti namanya, Fajar selalu menerangi pagi setiap kaum. Dengan adanya adat dan upacara
itu di harapkan Malaikat itu tumbuh menjadi seperti yang diharapkan Pak Warso.
Ini berlangsung di Jawa,padahal masih banyak lagi budaya-budaya unik berkaitan
dengan kelahiran anak.Dan itu hanya dimiliki oleh Indonesia.

Catatan:
Jago

: Ayam Jantan

Dian Plenthong

: Lampu minyak

Gembrupyuk

: Ramai

Manggut-manggut : Mengangguk
Jonggoleret

: Sejenis serangga yang mengeluarkan bunyi-bunyin nyaring


diwaktu senja tiba

Ngentas

: Mengangkat pakian di Jemuran

Selametan

: Syukuran

Gendhing

: Gamelan

Tedhak Siten

: Tedhak siten adalah upacara perlambang untuk anak yang siapsiap menjalani hidup lewat tuntunan orangtua ketika si anak sudah
mulai akan berjalan atau menapaki siti (bumi), yang dilambangkan
sebagai awal si anak memasuki kehidupan

Gusti

: Tuhan

Anda mungkin juga menyukai