Disusun oleh :
Carina Adriana
22010112210145
Bifirda Ulima
22010112210148
Ayu Puspita Sari
22010112210150
Avita Erfavira
22010112210151
Jefri Pratama
22010112210173
Dosen Penguji :
dr. CH. Nawangsih, Sp. Rad (K) Onk.Rad
Residen Pembimbing :
dr. Lucas S
BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus Besar dengan :
Nama
1. Carina Adriana
2. Bifirda Ulima
3. Ayu Puspita Sari
4. Avita Erfavira
5. Jefri Pratama
Fakultas
2
Judul
Bagian
Radiologi
Penguji
Pembimbing :
dr. Lucas S
dr. Lucas S
3
BAB V KESIMPULAN .............................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 41
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker serviks merupakan keganasan terbesar ketiga pada wanita di seluruh
dunia. Kanker serviks juga merupakan penyebab kematian utama yang berkaitan
dengan keganasan pada wanita di negara berkembang. Insiden yang lebih tinggi
terjadi pada mereka yang telah berhubungan seksual. Umur penderita kanker
leher rahim berkisar antara 30 sampai 60 tahun, dan penderita terbanyak berkisar
antarea umur 45 sampai 50 tahun. Saat ini telah diketahui bahwa di beberapa
negara puncak insidensi lesi prakanker serviks terjadi pada kelompok usia 30
sampai 39 tahun, sedangkan kejadian kanker serviks terjadi pada usia di atas 60
tahun. Berdasarkan penelitian pada tahun 2002, puncak insidensi kanker serviks
wanita Indonesia yaitu pada kelompok usia 45 sampai 54 tahun.1
Penyakit ini bermula dari infeksi virus pada serviks yang selanjutnya akan
merangsang perubahan perilaku dari sel-sel epitel pada serviks. Karsinoma serviks
pada umumnya berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya
berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke
dalam rahim. Karsinoma serviks biasanya timbul pada zona transisional yang
terletak di antara epitel sel skuamosa dan epitel sel kolumner. Risiko terinfeksi
virus HPV, perilaku seksual, kontrasepsi atau merokok akan meningkatkan
terjadinya karsinoma serviks uteri.2
Sebelum tahun 1930, karsinoma serviks uteri merupakan penyebab utama
kematian wanita dan kasusnya turun secara drastis semenjak diperkenalkannya
tehnik skrining berupa pap smear oleh Papanikolau. Namun program ini belum
dapat memasyarakat di Negara-negara yang masih berkembang. Hal terpenting
dalam menghadapi penderita karsinoma serviks uteri adalah menegakkan
diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus
memprediksi prognosisnya.
4
Hingga saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi dan
kemoterapi atau kombinasi dari beberapa modalitas terapi ini. Pilihan terapi
sangat tergantung pada luasnya penyebaran penyakit secara anatomis melalui
sistem stadium dan selalu berubah seiring dengan kemajuan teknologi
kedokteran.3
1.2. TUJUAN
Pada laporan kasus ini disajikan suatu kasus berupa seorang wanita dengan
karsinoma serviks uteri yang dirawat di bangsal Ginekologi RSUP Dr. Kariadi
Semarang. Penyajian kasus ini bertujuan untuk mempelajari lebih dalam tentang
pengertian, faktor risiko, gejala klinis, pengobatan, dan radioterapi yang
digunakan pada pasien dengan karsinoma serviks uteri.
1.3 MANFAAT
Penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat membantu mahasiswa
kedokteran untuk belajar menegakkan diagnosis, melakukan pengelolaan, dan
mengetahui prognosis penderita karsinoma serviks uteri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI DAN HISTOLOGI GENITALIA WANITA
Anatomi organ reproduksi wanita terdiri atas 4
1) alat genitalia eksterna
2) alat genitalia interna
6
vagina selalu dilindungi oleh labia minora, jika dibuka maka barulah dapat
7.
2.
bagian
kanan
kirinya;
arteri
terutama
berasal
dari
cabang
servikovaginalis arteri uterina, dari arteri vaginalis, dan secara langsung dari
arteri uterina. Serviks disarafi oleh susunan saraf otonom baik susunan saraf
simpatis maupun susunan saraf parasimpatis. Susunan saraf simpatis berasal
dari daerah T5-L2 yang mengirimkan serat-serat yang bersinaps pada satu
atau beberapa pleksus yang terdapat pada dinding abdomen belakang atau di
dalam pelvis sehingga yang sampai di serviks adalah serat post ganglionik.
Serat parasimpatis berasal dari daerah S2-S4 dan bersinaps dalam pleksus
yang dekat atau pada dinding uterus.
3. Uterus atau rahim berukuran sebesar telur ayam dan berongga. Dindingnya
terdiri dari otot-otot polos. Panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar diatas 5,25
cm, tebal 2,5 cm dan tebal dinding 1,25cm. Letak uterus normal adalah
anteversioflexio, terletak di belakang kandung kemih dan di depan rectum,
diikat oleh 6 ligament. Uterus terdiri dari fundus uteri, korpus uteri, dan
serviks uteri. Fundus uteri adalah bagian uterus proximal, disitu kedua tuba
7
fallopi masuk ke uterus. Korpus uteri adalah bagian uterus yang terbesar.
Lapisan dalam dari korpus disebut endometrium. Tuba fallopi berupa saluran
sepanjang 5 7,6 cm dari tepi atas rahim kearah ovarium di sebelah kanan dan
kiri, bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan memiliki fimbria.
Fimbria penting perannya dalam menangkap telur lalu menyalurkannya ke
4.
dalam tuba.
Ovarium (indung telur) pada wanita umumnya memiliki 2 indung telur kanan
dan kiri. Besarnya kurang lebih sebesar ibu jari tangan, panjang 4 cm, lebar
dan tebal kira-kira 1,5 cm.. Sel telur bergerak di sepanjang tuba fallopi
dengan bantuan silia (rambut getar ) dan otot pada dinding tuba. Jika sel telur
bertemu dengan sperma dan dibuahi, sel telur tersebut akan mulai membelah.
Selama 4 hari, embrio yang kecil akan terus membelah sambil bergerak ke
arah rahim, lalu menempel di dinding rahim disebut proses implantasi.
Histologi serviks
Epitel serviks terdiri dari dua macam epitel yakni pada bagian ektoserviks
dilapisi oleh epitel skuamosa dimana sel-sel ini sama dengan sel-sel pada vagina,
berwarna merah muda dan tampak mengkilat. Bagian endoserviks dilapisi oleh sel
berbentuk kolom yaitu epitel kolumner, selapis dan terlihat berwarna kemerahan.
Batas antara kedua epitel tersebut disebut sambungan skuamokolumner (SSK).
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologik pada epitel serviks,
dimana epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa, disebut prose
metaplasia. Metaplasia terjadi karena pH vagina yang rendah. Pada proses
metaplasia terjadi proliferasi sel-sel cadangan yang terletak di bawah sel epitel
kolumnar endoserviks yang secara perlahan-lahan mengalami pematangan
menjadi epitel skuamosa.4
Kanalis servisis uteri dilapisi epitel silindris tinggi penyekresi mukus.
Epitel ini berbeda dengan epitel uterus yang merupakan lanjutannya. Epitel serupa
juga melapisi banyak kelenjar serviks tubular dan bercabang yang tersusun serong
terhadap kanalis serviks uteri di bagian dalam lamina propria yang lebar. Ujung
8
bawah serviks, yaitu ostium uteri, menonjol ke dalam lumen liang vagina. Epitel
silindris kanalis servisis uteri pada ujung bawah langsung berubah menjadi epitel
berlapis gepeng tanpa keratin. Epitel ini melapisi bagian vagina pada serviks yang
disebut portio vaginalis, dan permukaan luar forniks vagina. Pada dasar forniks,
epitel serviks vagina membalik menjadi epitel vagina dinding vagina.4
2.2. KARSINOMA SERVIKS
2.2.1. Definisi
Karsinoma serviks adalah kanker primer dari serviks (kanalis servikalis dan
atau portio). Lebih dari 20 tahun penelitian proses karsinogenesis karsinoma sel
skuamosa serviks diteliti dan diamati sehingga ditemukan beberapa proses yang
terjadi akibat pengaruh faktor karsinogen dan faktor serviks sendiri.4
2.2.2.Etiologi
Etiologi karsinoma serviks sampai saat ini masih belum diketahui secara
pasti, tetapi faktor-faktor predisposisi keganasan ini telah banyak dikenal. Data
epidemologi menyingkap kemungkinan adanya hubungan yang kuat antara
neoplasia intraepitelial serviks (NIS) dan karsinoma serviks uteri dengan infeksi
virus human papiloma. Virus human papiloma adalah DNA virus yang
menimbulkan proliferasi pada permukaan epidermal dan mukosa. Infeksi virus ini
sering terdapat pada wanita yang aktif secara seksual. Dari beberapa pemeriksaan
laboratorium terbukti bahwa lebih dari 90% kondiloma serviks, semua neoplasma
intraepitelial serviks dan karsinoma serviks mengandung DNA virus human
papiloma.4
Klasifikasi berdasarkan epidemiologi
Golongan
Risiko tinggi
Kemungkinan
risiko tinggi
Tipe HPV
16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59
26, 53, 66, 68, 73, 82
9
Risiko rendah
6, 11, 40, 42, 43, 44, 54, 61, 70, 72, 81
Infeksi HPV terdeteksi pada 99,7% kanker serviks. Infeksi HPV biasanya
terjadi melalui hubungan seksual. Prevalensi mengalami peningkatan seiring
dengan peningkatan usia perkawinan, dan risiko mengalami infeksi HPV
meningkat 10 kali pada setiap penambahan pasangan seksual. Pada kelompok
perempuan yang masih virgin tidak ditemukan infeksi HPV risiko tinggi.4
Berbagai faktor dianggap sebagai kofaktor terjadinya kanker serviks antara
lain multiparitas, merokok, kontrasepsi hormonal, penyakit hubungan seksual,
faktor nutrisi, dan sosial ekonomi. Multiparitas meningkatkan risiko sesuai
dengan jumlah pasangan hubungan seksual dan waktu pertama hubungan seksual
(< 16 tahun). Risiko juga meningkat dengan peningkatan jumlah batang rokok
yang
dikonsumsi.
Lamanya
penggunaan
kontrasepsi
hormonal
akan
(SSK).
Histologik
antara
epitel
gepeng
berlapis
10
metaplasi (erosi) akibat saling mendesaknya kedua jenis epitel yang melapisi.
Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif (metaplasia skuamosa) yang
semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastik-diskariotik) melalui
tingkatan CIN-I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali
menjadi mikro invasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus. Periode
laten (dari CIN-I s/d KIS) tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umumnya
fase pra invasif berkisar antara 3-20 tahun (rata-rata 5 - 10 tahun). Perubahan
epitel displastik serviks secara kontinyu yang masih memungkinkan terjadinya
regresi spontan dengan pengobatan/ tanpa pengobatan dikenal dengan unitarian
concept. Histopatologik sebagian terbesar ( 80-90 %) berupa epidermoid atau
squamous cell carcinoma, sisanya adenokarsinoma, clear cell carcinoma/
mesonephroid karsinoma, dan yang paling jarang adalah sarkoma.3
11
permukaan. Kategori ini sering dimasukan dalam KIS. Displasia parah sering
terjadi pada usia 30-40 tahun. Tanpa pengobatan, sel-sel displasia sangat
mungkin menembus lapisan lebih dalam dan menyebar ke organ serta
jaringan lainnya. Proses ini terjadi berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah
kemunculan pertama sel abnormal, terjadi perubahan kondisi pra-kanker
menjadi kanker.
2.2.5 Penyebaran kanker serviks
Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3
arah, yaitu a) kearah forniks dan dinding vagina, b) kearah korpus uterus, c)
kearah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum
rektovaginal dan kandung kemih. Melalui pembuluh getah bening dalam
parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat menyebar ke kelenjar iliaka eksterna
dan interna (hipogastrika). Metastasis melalui sistemik tidak lazim. Karsinoma
serviks umumnya terbatas pada panggul saja. Tergantung dari kondisi imunologik
penderita KIS akan berkembang menjadi mikroinvasif dengan cara menembus
membran basalis berkedalaman invasi <1mm dan sel tumor belum terlihat dalam
pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat >1mm dari membran
basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak berada dalam pembuluh limfa atau darah,
maka prosesnya sudah invasif.3
Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen menuju
kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum menuju fornix vagina, korpus
uterus, rectum dan kandung kemih, bila pada tingkat akhir dapat menimbulkan
fistula rektum. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar limfa
regional
melalui
ligamentum
latum,
kelenjar-kelenjar
iliaka,
obturator,
12
2.2.6 Manifestasi klinis
Keputihan merupakan gejala sering ditemukan, makin lama akan berbau
busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan, karena pertumbuhan menjadi ulseratif.
Perdarahan pasca senggama (contact bleeding) merupakan gejala karsinoma
servik (75-80%). Perdarahan timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin
lama akan lebih sering terjadi, juga di luar senggama (perdarahan spontan)
terutama stadium II atau III atau tumor yang bersifat eksofitik berupa perdarahan
spontan pervaginaam saat defekasi akibat tergesernya tumor eksofitik. Perdarahan
pervaginam yang berulang dapat menyebabkan anemia.Rasa nyeri terjadi akibat
infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.4,5
Gejala lain yang dapat timbul adalah gejala-gejala yang disebabkan oleh
metastasis jauh. Sebelum terminal stage, penderita meninggal akibat perdarahan
eksesif, chronic renal failure akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki
kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi total.4,5
Perlu ditekankan bahwa penanganan/terapi hanya boleh dilakukan atas dasar
bukti histopatologik. Oleh sebab itu, untuk konfirmasi hasil Pap smear, perlu
tindak lanjut upaya diagnostik biopsi servik, dan untuk konfirmasi diagnosis yang
tepat sering diperlukan tindak lanjut seperti kuretase endoservik (ECC = EndoCervical Curretage) atau konisasi servik.4,5
2.2.7 Stadium
Penetapan stadium dilakukan dengan pemeriksaan klinik, yang meliputi
inspeksi, palpasi, kolposlopi, kuret endoservik, histeroskopi, sistoskopi, dan
proktoskopi. Pemeriksaan radiologi (pielografi intravena, foto thoraks, foto
tulang, CT scan, USG) dan endoskopi dilakukan sebagai pembantu untuk
menetapkan stadium klinik. Untuk mengetahui metastasis ke rektum dilakukan
rektoskopi, metastasis ke vesika urinaria dengan sistoskopi atau dengan sitologi
urin.4 Beberapa tindakan bedah antara lain konisasi dan biopsi aspirasi.4
13
14
Stadium kanker serviks FIGO 20004
Stadium
Keterangan
0
Lesi belum menembus membran basalis
I
Lesi tumor masih terbatas di serviks
IA1 Lesi telah menembus membran basalis < 3 mm dengan diameter
permukaan tumor < 7 mm
IA2 Lesi telah menembus membran basalis > 3 mm teteapi < 5 mm
dengan diameter permukaan tumor < 7 mm
IB1 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer < 4 cm
IB2 Lesi terbatas di serviks dengan ukuran lesi primer > 4 cm
II
III
panggul
Lesi telah keluar dari serviks (menyebar ke parametrium dan atau 1/3
distal vagina
IIIA Lesi meyebar ke 1/3 vagina distal
IIIB Lesi menyebar ke parametrium sampai dinding panggul, dan atau
IV
stadium sama halnya dengan metastasis kelenjar getah bening, temuan saat
pembedahan atau metastasis kelenjar getah bening hanya merupakan catatan
khusus untuk memperkirakan prognosis, stadium yang digunakan tetap stadium
klinik. Stadium klinik adalah stadium yang ditetapkan berdasarkan pemeriksaan
klinik pada tumor primer sebelum pengobatan. Pada kasus residif, stadium yang
ditetapkan adalah stadium pada saat penemuan pertama (sebelum pengobatan).4
15
2.2.8. Histopatologi
Sekitar 85% karsinoma serviks merupakan karsinoma sel skuamosa
(epidermoid) , 10% jenis adenokarsinoma, sisanya merupakan dari jenis histologi
yang lain yaitu adenoskuamosa, clear cell, small cell, verucous dan lain-lain.
Dengan demikian, kebanyakan data klinik dan epidemiologik dilaporkan dari jenis
sel skuamosa ini.3
Jenis histopatologi dianggap sebagai salah satu faktor prognosis.
Differensiasi
buruk
memberi
prognosis
lebih
buruk
dibandingkan
16
inti-sitoplasma sangat meningkat. Biasanya sel tumor kecil, elongasi dan
tersusun rapat, serta ditemukan banyak giant sel.
2.2.9.Prosedur diagnostik
1. Pemeriksaan klinis
a. Anamnesis untuk mencari faktor predesposisi dan keluahan penderita5
Faktor-faktor risiko:5
1. Ras
2. Faktor seksual dan reproduksi
3. Merokok
4. Kontrasepsi
5. Kondisi imunosupresi (penurunan kekebalan tubuh)
b. Pemeriksaan fisik6
17
2. Pemeriksaan Radiodiagnostik/Imaging
Pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks, sistoskopi, rektoskopi, CT-scan
optional, MRI, serta bone survey, terutama menentukan metastasis. Biopsi
serviks untuk menentukan jenis histopatologi. Barium enema dilakukan untuk
mengetahui adanya kompresi massa serviks pada rektal.5
a. CT scan
Serviks uterus normal adalah struktur bulat dengan homogen jaringan
lunak. Leher rahim menunjukkan penyengatan dari gambar awal dengan
pemberian kontras intravena. Peningkatan kontras cepat menyebar dan
memenuhi seluruh leher rahim, tetapi tidak seperti peningkatan miometrium
karena terdiri dari jaringan berserat. Ukuran normal leher rahim dalam CT
scan < 3 cm.
Tumor dan parenkim rahim normal tidak dapat diandalkan dibedakan
atas CT scan tanpa kontras karena memliki gambaran yang sama atau
hanya berbeda konturnya, teratur atau tidak teratur.Setelah pemberian
intravena bahan kontras, manifestasi dari kanker serviks meliputi:
-
menggantikan lemak
18
CT scan tidak memungkinkan visualisasi langsung dari tumor primer,
evaluasi ukuran tumor dan penetrasi kedalaman stroma dapat ditinjau.
Evaluasi kelenjar getah bening didasarkan ukuran dan morfologi. Kelenjar
getah bening panggul, retroperitoneal, celiac, dan mesenterika lebih besar
dari 1 cm di dianggap mengalami pembesaran. Deteksi nekrosis intranodal
sesuai dengan metastasis, nekrosis ini digambarkan pada penambahan
kontras.
b. MRI
Gambar resolusi tinggi panggul wanita diperoleh menggunakan MRI.
Namun, laporan menunjukkan bahwa kekuatan medan magnet dan jenis
kumparan yang digunakan tidak memiliki dampak signifikan terhadap
akurasi MRI dalam mendeteksi atau mengevaluasi ukuran tumor serviks
primer, menggambarkan tingkat locoregional tumor, atau staging proses
penyakit secara keseluruhan.
Stadium I karsinoma serviks uteri pada MRI :
servik normal
gangguan stroma serviks hypointense oleh tumor tinggi sinyalintensitas, dengan pelestarian morfologi normal dan intensitas
19
Massa yang menggabungkan otot-otot dinding samping panggul
atau
perirectal
fat
Foto Thoraks
Foto thoraks digunakan untuk mengetahui apakah terdapat metastasis
pada paru. Gambaran metastasis adalah coin lession, efusi pleura, golf
2.2.10.Penatalaksanaan Umum
Pembedahan diikuti atau tanpa radiasi pada stadium 0, I, IIA (FIGO) atau
radiasi saja umumnya memberikan hasil pengobatan
cukup baik.Radioterapi
2.2.11.Prognosis
Ketahanan hidup penderita pada kanker serviks stadium awal setelah
histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis bergantung pada beberapa faktor
berikut ini:5
1. Status Kelenjar Getah Bening (KGB)
20
Pada penderita tanpa metastasis ke KGB, 5-year survival rate (5-YSR)
adalah 85-90%. Bila didapatkan metastasis ke KGB 5-YSR antara 20-74%
bergantung pada jumlah, lokasi, dan ukuran metastasis.
2. Ukuran Tumor
Penderita dengan ukuran tumor <2 cm angka survival-nya 90% dan bila >2
cm angka survival-nya menjadi 60%. Bila tumor primer >4 cm angka
survival-nya turun menjadi 40%. Analisis dari GOG terhadap 645 penderita
menunjukkan 94,6% tiga tahun bebas kanker untuk lesi tersembunyi, 85,5%
untuk tumor <3 cm, dan 68,4% bila tumor >3 cm.
3. Invasi ke jaringan parametrium
Penderita
dengan
invasi
ke
parametrium
memiliki
5-YSR
69%
dibandingkan 95% tanpa invasi. Bila invasi disertai KGB yang positif maka
5-YSR turun menjadi 39-42%
4. Kedalaman invasi
Invasi <1 cm memiliki 5-YSR sekitar 90% dan akan turun menjadi 63-78%
bila >1 cm.
2.2.12. Pencegahan
Pencegahan kanker serviks dapat dilakukan dengan skrining pada seluruh
wanita terutama yang memiliki faktor risiko. Pap smear adalah salah satu cara
yang efektif untuk mendeteksi dini kanker serviks. Metode lainnya adalah inspeksi
visual asam asetat (VIA) atau dengan Lugols Iodine (VILI) serta HPV-hybrid
capture. Tes tersebut mudah dilakukan dan memiliki hasil efektif. Skrining
dilakukan 3 tahun setelah aktif secara seksual dan diulangi setiap tahunnya.7
2.3. TERAPI PADA KARSINOMA SERVIKS
Terapi kanker serviks uteri berdasar stadiumnya adalah sebagai berikut: 6
Stadium IA1.
Histerektomi ekstrafasial. Bila fertilitas masih diperlukan dilakukan konisasi
dilanjutkan pengamatan lanjut.
21
Stadium
IA2
Operasi,
histerektomi
pelvis.
radikal
atau
modifikasi
dan
limfadenektomi
invasi limfo-vaskular.
mg/m2/minggu selama radiasi luar. Kalau KGB iliaka kommunis atau paraaorta (+) lapangan radiasi diperluas.
Operasi:
Histerektomi
radikal
dan
limfadenektomi
pelvis
22
Kemoradiasi : Radiasi luar dan brakiterapi serta pemberian cisplatin 40
mg/m2/minggu selama radiasi luar. Kalau kgb iliaka kommunis atau paraaorta (+) lapangan radiasi diperluas
2.3.1 Pembedahan
Beberapa prosedur pembedahan yang dapat digunakan:8
Konisasi adalah prosedur untuk membuang jaringan dari serviks dan kanalis
serviks yang berbentuk kerucut / cone. Kemudian seorang patolog akan
mengamati jaringan tersebut di bawah mikroskop untuk mencari sel-sel
kanker. Konisasi dapat digunakan untuk mendiagnosa / mengobati suatu
dan
23
dapat diangkat
Modified Radikal Histerektomi adalah pembedahan untuk mengangkat uterus,
serviks, bagian atas vagina, ligament serta jaringan yang berada di dekatnya.
Kelenjar limfe di dekatnya juga dapat diangkat. Dalam modified radikal
histerektomi, organ dan atau jaringan yang diambil tidak sebanyak pada
radikal histerektomi.
Bilateral Salpingo-Ooforektomi
Pelvic
Exenteration
adalah
pembedahan
untuk
mengangkat
24
kolon
Kombinasi radiasi dan kemoterapi yang tepat dapat memberikan hasil baik dengan
efek samping yang masih dapat diterima. Modalitas pengobatan
meliputi
25
2.3.2.1. Radiasi Kuratif
Radiasi eksterna
pelvis) lapangan
26
Radiasi intrakaviter (brakhiterapi) pada karsinoma serviks uteri
27
Laju dosis (dosis rate) dibagi menjadi tiga yaitu laju dosis tinggi dan laju
dosis sedang, dan laju dosis rendah. Laju dosis tinggi (High Dose Rate = HDR)
apabila laju dosis diatas 12 Gy/jam; pada umumnya digunakan sekitar 100
Gy/jam. Laju dosis sedang (Medium Dose Rate = MDR) dengan laju dosis antara
2-12 Gy/jam. Laju dosis rendah (Low Dose Rate = LDR) dengan laju dosis kurang
dari 2 Gy/jam. Pembagian ini penting dalam memperhitungkan efek biologi yang
terjadi serta pelaksanaan brakhiterapi. Sumber yang digunakan pada Kanker
Serviks Uteri untuk LDR adalah
226
Ra dan
137
137
28
tanda dan beberapa foto rontgen akan diambil. Foto rontgen diambil akan
mempermudah ahli radioterapi untuk melakukan pengobatan di, karena pasien
akan mendapatkan radioterapi selama beberapa kali. Stimulasi merupakan tahap
penting dalam proses radioterapi. Perlindungan dan pengaman diperlukan selama
pasien menjalani pengobatan radioterapi, akan melindungi sel-sel normal dari efek
radiasi.7
2.3.2.5. Pemantauan Radiasi
a) Pemantauan selama pelaksanaan radiasi7
-
29
pada kandung kemih biasanya hanya terjadi apabila pasien menerima dosis
berlebihan, pada kandung kemihnya terjadi penyusutan volume kandung kemih
dan disertai dengan perdarahan berulang akibat terjadinya teleangiektasis pada
selaput lendir kandung kemih. Efek samping lanjut yang sering terjadi pada
rektum adalah fibrotik dinding anterior rektum. Hal ini dapat menimbulkan
perdarahan pada saat BAB.6
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny. M
Umur
: 53 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Petani
No. CM
: C366983/ 7394889
Tanggal masuk
: 3 September 2013
3.2 ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan penderita pada tanggal 4 September 2013 dan
catatan medik penderita.
a. Keluhan Utama : ingin melanjutkan pengobatan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
+ 1,5 tahun sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh keluar
darah dari jalan lahir, keputihan berupa bau busuk (+), nyeri pinggang
(-), nyeri perut (+) bagian bawah, pegal-pegal (+), tidak ada riwayat
trauma. Riwayat perdarahan di luar siklus haid (+). Buang air kecil
dan buang air besar tidak ada keluhan.
30
+ 1 tahun sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh
perdarahan semakin banyak. Kemudian pasien memeriksakan diri ke
RSUD Demak, dilakukan biopsi dan dikatakan karsinoma epidermoid
serviks uteri berdiferensiasi moderat. Kemudian pasien dirujuk ke
RSDK untuk menjalani pemeriksaan penunjang lainnya dan menjalani
kemoradiasi. Semenjak itu pasien rutin menjalani kemoradiasi di
RSDK.
Saat ini pasien telah mendapatkan radiasi eksternal ke-25 dan
afterloading ke-1. Setelah mendapatkan terapi keluhan nyeri (-),
pusing (-), mual (-), muntah (-), dan keluar perdarahan (-).
c. Riwayat Terapi
a. NAC 1 kali
b. Eksternal radiasi 25 kali
c. Platosin concomitan V
d. Afterloading I
d. Riwayat Haid
Menarch
: 12 tahun
Lama haid
: 7 hari
Siklus haid
: 28 hari, teratur
31
Riwayat DM, asma, hipertensi, penyakit jantung disangkal.
Riwayat operasi disangkal.
h. Riwayat Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.
i. Riwayat.KB
KB implan, dilepas 4 tahun yang lalu.
j. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang petani, suami pasien sudah meninggal.
Pasien memiliki 4 orang anak dan tinggal dengan satu orang anaknya
yang belum mandiri. Biaya pengobatan ditanggung Jamkesmas.
Kesan sosial ekonomi : kurang.
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 4 September 2013 pukul 13.00 WIB (serta berdasarkan catatan
medik)
Keadaan umum : Baik, kesadaran composmentis
Tanda vital
Kepala
Mata
Mulut
Leher
Dada
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
32
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan: ronkhi (-)/
(-), wheezing (-)/(-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Palpasi
Superior
Inferior
Akral dingin
-/-
-/-
Sianosis
-/-
-/-
Edema
-/-
-/-
Capillary refill
<2
< 2
33
Pemeriksaan Biopsi Portio Cervix (31 Mei 2012)
Makroskopik sediaan yang diterima berupa jaringan sedikit sekali, warna
kecoklatan
Mikroskopik menunjukkan keping jaringan ikat fibrus, sembab, hiperemia
ringan, bersebukan limfosit, mengandung kelompok-kelompok sel epithel
inti pleomorfik sedang, berkromatin kasar, mitosis abnormal dapat
ditemukan.
Sesuai dengan : Karsinoma epidermoid serviks uteri berdiferensiasi
moderat
34
35
36
melebar.
Duktus Biliaris : intra dan ekstrahepatal tak melebar
Vesika felea : ukuran normal, dinding tak menebal, tak tampak
Massa pada cervix uteri (ukuran sekitar 3,99 x 3,29 x 4,07 cm)
37
PULMO
Mild cardiomegali
Tak tampak nodul / metastasis pada pulmo dan tulang yang terlihat
: 11,00 g / dl
(12,00-15,00)
Ht
: 32,9 %
(35,00-47,00)
Eritrosit
: 3,48 juta/mm3
(3,90-5,60)
Leukosit
: 5.180 /mm3
(4000-11.000)
(150.000-400.000)
MCV
: 94,4fL
(76,00-96,00)
MCH
: 31,5 pg
(27,00-32,00)
MCHC
: 33,4 g/dl
(29,00-36,00)\
Glukosa sewaktu : 92 mg / dl
(80-140)
38
SGOT
: 23 U/L
(15-37)
SGPT
: 38 U/L
(30-65)
Ureum
: 26 mg / dl
(15-39)
Creatinin
: 0,86 mg / dl
(0,5-1,5)
Calcium
: 2,2 mmol/L
(2,12-2,52)
Natrium
: 144 mmol/L
(136-145)
Kalium
: 3,4 mmol/L
(3,5-5,1)
Chlorida
: 101 mmol/L
(98-107)
Elektrolit
: Kuning
Kejernihan
: Jernih
pH
: 6,0
(4,8-7,4)
Protein
: negatif
(negatif)
Reduksi
: negatif
(negatif)
Sedimen
Epitel
:1,2
/uL
(0,0-40,0)
:123,2
/uL
(0,0-20,0)
:5,7
/uL
(0,0-25,0)
:0,0
/uL
(0,0-10,0)
Sil. Hyalin
:4,21
/uL
(0,0-1,2)
Sil. Pathologi
:0,40
/uL
(0,0-0,5)
:0-1
/LPK (negatif)
: negatif
/LPK (negatif)
Sil. Epitel
: negatif
(negatif)
Sil. Eritrosit
: negatif
(negatif)
39
Sil. Lekosit
: negatif
Mucus
: 4,89
(negatif)
/uL
(0,0-0,5)
:0,0
/uL
(0,0-25,0)
Epitel Tubulus
:0,0
/uL
(0,0-6,0)
: 195,7
/uL
(0,0-100,0)
SEKRESI-EKSKRESI
Bakteri
Bakteri + / Positif
Sperma
: 0,0
/uL
(0,0-3,0)
Kepekatan
: 22,2
mS/cm (3-27)
BAB IV
PEMBAHASAN
40
Pada kasus ini, dari hasil anamnesis pasien didapatkan bahwa 1,5 tahun
sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir,
keputihan berupa bau busuk (+), nyeri perut bagian bawah (+) dan pegal-pegal
(+). Buang air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan. 1 tahun sebelum
masuk rumah sakit, pasien telah menjalani pemeriksaan dan oleh dokter
didiagnosis menderita kanker leher rahim. Lalu penderita melakukan terapi
kemoradiasi.
Keluhan pada pasien ini sesuai dengan keluhan yang sering dijumpai pada
pasien karsinoma serviks yaitu terdapat perdarahan abnormal, fluor abnormal, dan
nyeri perut di bagian bawah. Keputihan (fluor) merupakan gejala yang sering
ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk
akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Rasa nyeri pada perut terjadi akibat infiltrasi
sel kanker ke serabut saraf. Pada pasien karsinoma serviks biasanya juga disertai
gangguan kencing (disuria) dikarenakan adanya infiltrasi kanker ke ureter
sehingga menyebabkan obstruksi total dan terjadi gangguan kencing namun
karena pasien ini tidak didapatkan gangguan BAK sehingga kemungkinan tidak
terdapat metastasis ke ureter.
Pada pemeriksaan vaginal toucher saat ini sudah tidak didapatkan fluxus,
tidak ada fluor, tidak ada kelainan pada vulva sampai uretra. Pada vagina tidak
ada infiltrat. Pada perabaan portio uteri didapatkan sebuah massa yang berbenjolbenjol minimal, tidak rapuh, dan sebesar jempol kaki. Corpus uteri penderita
sebesar telur bebek. Pada perabaan adneksa parametrium tidak didapatkan infiltrat
sampai dinding pelvis dan tidak ditemukan kelainan pada cavum Douglass.
Sedangkan pada pemeriksaan vaginal toucher sebelumnya pada tanggal 2
Agustus 2012 berdasarkan catatan medik didapatkan fluxus, tidak ada fluor, tidak
ada kelainan pada vulva sampai uretra. Pada vagina terdapat infiltrat pada 1/3
proksimal. Pada perabaan portio uteri didapatkan sebuah massa yang berbenjolbenjol, tidak rapuh, sebesar jempol kaki, dan mudah berdarah. Corpus uteri
penderita sebesar telur bebek. Pada perabaan adneksa parametrium didapatkan
infiltrat sampai dinding pelvis dan tidak ditemukan kelainan pada cavum
Douglass. Massa yang ditemukan di portio uteri ini adalah ganas karena
41
konsistensinya yang berbenjol-benjol, tidak rapuh, dan mudah berdarah. Pada
pemeriksaan fisik pasien ini tidak ditemukan pembesaran kelenjar limfe, sehingga
kemungkinan tidak terjadi metastasis ke kelenjar limfe.
Pada pemeriksaan patologi anatomi atau biopsi (31 Mei 2012) didapatkan
bahwa penderita menderita karsinoma epidermoid serviks uteri berdiferensiasi
moderat. Pemeriksaan patologi anatomi merupakan diagnosis pasti ditegakkannya
diagnosis adenokarsinoma serviks uteri.
Pada pemeriksaan penunjang x-foto thorax (3 November 2012) tidak
ditemukan metastase pada pulmo maupun tulang, hasil foto tersebut masih dalam
batas normal. Pada pemeriksaan USG abdomen (2 Agustus 2012) didapatkan
uterus yang membesar dan tidak tampak adanya metastasis. Pemeriksaan x-foto
thorax maupun USG abdomen dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya
metastasis tumor pada organ lain.
Sehingga berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan maka didapatkan bahwa pasien menderita Ca
epidermoid serviks uteri grade IIIB karena lesi menyebar ke parametrium sampai
dinding panggul.
Pasien ini telah menjalani radiasi eksternal sebanyak 25 kali dan platosin
concomitan V. Radiasi eksternal diperlukan untuk memberantas metastasis
metastasis dalam kelenjar limfe dalam parametrium bagian lateral. Pasien tersebut
juga telah melakukan terapi radiasi afterloading yang ke-1. Pada tindakan ini
digunakan radiasi sebesar 850 cGy karena jaringan serviks uteri merupakan
jaringan yang radiosensitive. Di sini digunakan teknik afterloading dengan tujuan
untuk menghindarkan para petugas terkena radiasi pemasangan zat radioaktif.
Pasien tersebut juga diberikan Vitamin A 1 x 50.000 IU dan Vitamin B/C/SF 2 x 1
tablet. Tujuan diberikan vitamin vitamin tersebut untuk meningkatkan daya
tahan tubuh penderita. Diet yang diberikan adalah diet biasa dalam hal ini diet
nasi dengan lauk pauk, sayur dan buah sesuai kebutuhan.
Monitoring yang perlu dilakukan pada pasien tersebut adalah pengawasan
keadaan umum dan tanda vital pasien. Juga perlu dilakukan pengawasan terhadap
respons dan efek samping terapi. Sehingga direncanakan tanggal kontrol kembali
untuk penderita.
42
BAB V
KESIMPULAN
Karsinoma serviks uteri merupakan keganasan dimana terjadi proses
displasia sel skuamosa endoserviks (gangguan proses maturitas) di daerah
squamocolumner junction. Di antara lima jenis kanker terbanyak pada wanita,
kanker serviks uteri menduduki peringkat pertama. Manifestasi klinis yang timbul
pada pasien dengan karsinoma serviks uteri tergantung dari pengaruh tumor pada
daerah yang terkena dan sekitarnya, serta daerah metastasisnya (apabila ada).
Pada awal perkembangannya kanker serviks tidak memberi tanda-tanda dan
keluhan. Gejala yang seringkali muncul seiring dengan pertumbuhan tumor yaitu
timbulnya fluor yang keluar dari vagina ini, makin lama akan berbau busuk,
kemudian dapat timbul contact bleeding, bahkan terjadi perdarahan spontan dan
dapat menyebabkan anemia. Juga dapat menimbulkan rasa nyeri. Infiltrasi kanker
ke ureter menyebabkan obstruksi total, sehingga terjadi gangguan kencing.
Makalah ini melaporkan seorang wanita 53 tahun dengan karsinoma
epidermoid serviks uteri stadium IIIB, pasca pemberian neoadjuvan cisplatin 1x,
pasca radiasi eksternal 25x dan platosin concomitan V. Diagnosis ini ditegakkan
dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini
telah dilakukan pengelolaan radioterapi yaitu eksternal radiasi sebanyak 25 kali
dan dilanjutkan dengan brakhiterapi. Hal ini sudah sesuai dengan tatalaksana
karsinoma serviks uteri stadium IIIB.6
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan. Jika tidak dikendalikan 26 juta orang di dunia
menderita kanker [Internet]. 2010 [cited 3 September 2013]. Available from:
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1060-jika-tidakdikendali kan-26-juta-orang-di-dunia-menderita-kanker-.html.
2. World Health Organization. Human Papillomavirus and Related Cancers.
[Internet].
2010
[cited
http://www.who.int/hpvcentre/en.
September
2013].
Available
from:
43
3. Thackery E, editor. 2002. The Gale Encyclopedia of Cancer. Volume 1. Gale
group. New York. 2002.
4. Andrijono. Sinopsis Kanker Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia RS Dr. Cipto Mangunkusumo. Edisi ke 3. Pustaka Spirit. Jakarta.
2009: 92-125.
5. Rasjidi I. Panduan Penatalaksanaan Kanker Ginekologi Berdaskan Evidence
Base. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2007: 6-30.
6. Susworo R. Dasar-Dasar Radioterapi, Tata Laksana Radioterapi Penyakit
Kanker. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 2007: 40-51.
7. Rich WM. Cancer of the cervix [Internet]. 2010 [cited 3 September 2013].
Available from: http://www.gyncancer.com/cervix.html.
8. Kreshnamurti I, Ginting R, Dina F. Radioterapi pada Kanker Serviks.
Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya RS Mohammad Hoesin Palembang. 2010.