Anda di halaman 1dari 17

PENGATURAN PEMBUNGAAN MANGGA GADUNG 21 DI LUAR MUSIM DENGAN

PAKLOBUTRAZOL DAN ZAT PEMECAH DORMANSI


Diajukan untuk salah satu syarat memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknologi Produksi Tanaman IV

Kelompok 11

Gunawan

150510090015

Hedi Paramita

150510100157

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
NOVEMBER, 2013

BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia panenan buah manga bersifat musiman. Perentangan periode berbuah
mempercepat awal musim buah dan memperlabbat akhir musim buah akan sangat
menguntungkan. Goldschmidt dan Monselise (1972). Menghipotesiskan bahwa induksi bunga
jeruk dan pohon lainnya memerlukan penurunan aktivitas hormon giberelin. Poerwanto & inoue
(1990) membuktikan bawha aktivitas giberelin pada daun daun dari ranting-ranting yang
diinduksi pembangunannya lebih rendah daripada daun yang berasal dari ranting-ranting yang
tidak diinduksi bunganya. Pemberian giberelin dapat menghambat pembentukan bunga
(Goldschumidt & Monselise 1972, Davenport 1983).
Karena itu penggunaan zat-zat yang bersifat anti giberelin diharapkan dapat merangsang
pembuangan. Zat penghambat biosintesis bioseintesis giberelin, paklobutrazol, dilaporkan
menginduksi pembungaan beberapa pohon buah-buahan tropic (voon et al. 1992). Purnomo dan
prahardani (1989) juga berhasil membungakan manga dua bulan lebih awal dengan perlakuan
paklobutrazol.

Paklobutrazol

berhasil

meningkatkan

pembungaan

dan

menyebabkan

pembungaan awal pada durian dan lici ( Chaitrakulsub et al, 1992, Chandraparnik et al, 1992),
namun menghambat laju tumbuh bunga dan buah durian (Chandraparnik et al, 1992).
Effendi (1994) melaporkan bahwa aplikasi paklobutrazol pada bulan agustus dan oktober
menyebabkan munculnya bunga manga secara bersamaan pada bulan januari. Tertundanya waktu
pemunculan bunga ini terjadi karena perkembangan bunga terhambat oleh factor lingkungan
yang kurang sesuai. Tanaman yang telah terinduksi bunganya oleh paklobutrazol mungkin dapat
segera dipaksa untuk segera memunculkan bunganya dengan pemberian zat pemecah dormansi.
Ada beberapa bahan kimia yang dapat menyebabkan dormansi mata tunas bunga seperti
etefon (iwasaki, 1980), benzyl adenine dan kalium nitrat (shaltout dan unrath, 1983).
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh paklobutrazol dan pemberian zat
pemecah dormansi sesudah perlakuan paklobutrazol terhadap pembungaan manga (mangifera
indica cv. Gadudung 21).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Mangga merupakan tanaman pendatang dari India, Srilanka, dan Pakistan kemudian
menyebar ke seluruh dunia. Tanaman mangga hidup baik di dataran rendah hingga ketinggian
300 m dpl. Suhu udara optimum 25 - 27C. Tipe iklimnya kering, curah hujan 1000 - 2000 mm
per tahun dengan 4 - 7 musim kering. Tanah yang dikehendaki adalah aluvial atau tanah lempung
berpasir. Tanaman mangga tumbuh baik pada tanah latosol. Tanaman tahan terhadap kekeringan.
Mangga merupakan tanaman hutan yang tingginya mencapai 30 m. Semua bagian tanaman
bergetah agak kental. Tanaman mangga lebih senang tumbuh di lingkungan terbuka. (Sunarjono,
2005).
Morfologi Tanaman Mangga
Klasifikasi botani tanaman mangga adalah sebagai berikut :
Divisio

: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub Divisio

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Sapindales

Famili

: Anacardiaceae

Genus

: Mangifera

Species

: Mangifera indica L.

( Aak, 1991).

Berdasarkan morfologi buah diperoleh sejumlah sinonim dan homonim dalam penamaan
kultivar mangga. Sinonim adalah nama berbeda tetapi mengacu pada kultivar yang sama,
sebaliknya homonim adalah nama yang sama mengacu pada kultivar yang berbeda. Hal ini
dipengaruhi bahasa daerah dan lokasi tempat tumbuh, sehingga memunculkan sejumlah sebutan
berbeda. Kultivar Lalijiwo (Jawa Tengah) sama dengan Thaber dan Tabar (Madura), Gurih
(Jawa Timur). Kultivar Indramayu sama dengan Cengkir. Kultivar Arumanis sama dengan
Gadung. Homonim terdapat pada kultivar Kates277 sebagai anggota kelompok utama Golek,
sedangkan Kates adalah anggota kelompok utama Arumanis.

Cathey (1964) mendefinisikan zat penghambat tumbuh (retardant) adalah suatu tipe senyawa
organik yang mampu menghambat pemanjangan batang, meningkatkan warna hijau daun dan secara
tidak langsung mempengaruhi pembungaan, menghambat pembelahan dan pemanjangan sel sub
apikal tanpa menyebabkan pertumbuhan menjadi abnormal. Paclobutrazol merupakan salah satu
penghambat tumbuh yang mempunyai rumus empirik C15H20Cl H3O dengan rumus kimia (2RS,
3RS)-1-(4-Chlorophenil)-4,4-dimethyl-2-(1H-1,1,2,4- triazol-1-yl) pentantriol dengan rumus bangun
dapat dilihat pada gambar 2. Zat penghambat tumbuh ini berbentuk kristal (butiran) dan berwarna
putih dengan 8 merek dagang salah satunya cultar 250 SC (ICI 1986)

Paclobutrazol dikenal sebagai zat pengatur tumbuh antigiberelin yang sukses


menghambat pertumbuhan pucuk pada beberapa spesies (Early dan Martin, 1988; LeCain et al.,
1986; Swietlik dan Miller, 1983; Tromp, 1987; Wood, 1984). Paclobutrazol juga dilaporkan
meningkatkan pertumbuhan akar adventif pada stek herba (Davis et al., 1985) dan akar semai
apel (Wang dan Faust, 1986). Dilaporkan pula bahwa pemberian paclobutrazol menyebabkan
perubahan morfologis pada akar persik (Early dan Martin, 1988) dan jeruk (Bausher dan
Yelenosky, 1984). Tetapi pengamatan mikroskopis terhadap akar-akar tersebut tidak dilakukan.
Paclobutrazol juga dilaporkan dapat menginduksi pembungaan beberapa pohon buahbuahan tropis (Voon et al., 1992) sebagai akibat dari kemampuannya menghambat biosintesis
giberelin. Goldschmidt dan Monselise (1972) menghipotesiskan bahwa giberelin adalah faktor
endogen yang menghambat pembung'aanjeruk dan beberapa pohon buah-buahan lain. Poerwanto
dan Inoue (1990) telah membuktikan bahwa aktivitas mirip giberelin pada daun jeruk Satsuma
yang terinduksi bunganya, lebih rendah daripada yang tidak terinduksi. Berdasarkan hal tersebut
diatas timbul pemikiran bahwa perangsangan pembungaan mungkin dapat dilakukan dengan
pemberian zat yang bersifat anti giberelin.
Lontoh et ai. (1989) melaporkan bahwa paclobutrazol dapat mempercepat
pembungaan dan meningkatkanjumlah bunga mangga. Iwahori dan Tominaga
(1986) menyatakan bahwa paclobutrazol meningkatkan jumlah bunga pada
pembungaan siklus pertama dari kumquat, tetapi tidak meningkatkan total
bunga.

Zat penghambat paclobutrazol ini dapat diserap tanaman melalui tanah, jaringan, akar,
batang, kemudian di angkut oleh xylem menuju titik tumbuh. Senyawa ini aktif mencapai

meristem sub apikal, menghambat produksi giberelin yang menyebabkan penurunan laju
pembelahan sel. Dengan terjadinya penurunan pembelahan sel maka pertumbuhan vegetatif
tanaman terhambat dan secara tidak langsung akan menyebabkan pengalihan assimilat ke
pertumbuhan reproduktif, yang dibutuhkan untuk membentuk bunga, buah dan perkembangan
buah. Paclobutrazol bersifat menghambat produksi giberelin pada oksidasi ent-kareunic menjadi
asam ent-kaurenoic dalam biosintesis giberelin (ICI 1986; Khalil & Rahman 1995; Rankle &
Heins 2002)

BAB III
BAHAN DAN METODE

Bahan. Manga yang digunakan ialah manga gadung 21 dengan batang bawah angga
madu. Berumur 4 tahun. Tanaman tersebut dibongkar dari kebun pembibitan di probolinggo,
diangkut ke kebun percobaan IPB di tajur, bogor kemudian ditanam dalam drum dengan
diameter 50 cm dan tinggi 50 cm pada bulan juli 1994 dengan media campuran tanah dan pupuk
kandang sapi (2:1). Tanam kemudian dianjurkan (pemberian pupuk daun gandasari D dihentikan
setelah percobaan dimulai), diairi setiap hari (kecuali hari hujan) dan dikendalikan organisme
pengganggunya.
Pengaruh dosis dan waktu pemberian paklobutrazol, perlakuan yang diuji adalah dosis
paklobutrazol (0, 0,25 0,50 1,00 dan 2,00 g bahan aktif/pohon). Serta waktu pemberiannya. (5
desember 1995, dan 5 februari 1995). Paklobutrazol dilarutkan dalam satu liter air dan
disiramkan pada media dalam drum. Dua bulan setelah penyiraman paklobutrazol, seluruh
tanaman di semprot dengan 20 g/l laruran KNO3 sebanyak 20 ml/tanaman. Percobaan disusun
dengan percobaan Rancangan Acak Kelompok dengan lima ulangan.
Pengaruh pemberian dan jenis zat pemecah dormansi. Seluruh tanaman diberi
paklobutrazol (dengan menyiramkan satu liter larutan 1,00 g/l per pohon pada media tanam)
pada awal desember 1994. Beberapa saat kemudian tanaman diperlakukan dengan zat pemecah
dormans. Perlakuan yang diuji ialah waktu pemberian zat pemecah dormansi (1,2, dan 3 bulan
setelah pemberian paklobutrazol) dan jenis pemecah dormansi (0,10 g/l benzyl adenine, 20 g/l
KNO3, atau 0,40 g/l etefon). Dalam percobaan ini juga digunakan tanaman yang diberi
paklobutrazol, tetapi tidak diberi zat pemecah dormansi (kontrol), dan tanaman yang tidak diberi
perlakuan apapun (kontrol negatif). Percobaan tersusun dalam percobaan Rancangan Acak
Kelompok dengan lima ulangan).

Pengaruh jenis dan konsentrasi zat pemecah dormansi. Seluruh tanaman percobaan ini
pada awal desember 1994 diberi paklobutrazol (satu liter larutan 1,00 g/l disiram ke media
tanam). Tiga bulan setelah penyiraman paklo, utrazol, tanaman di semprot dengan zat pemecah
dormansi, jenis dan konsentrasi zat pemecah dormansi yang diuji ialah benzyl adenine (0,05 0,10
dan 0,20 g/l) etefon (0,20 0,40 dan 0,80 g/l) serta KNO3 (10, 20, dan 40 g/l) dan kontrol (tanpa
zat pemecah dormansi). Zat pemecah dormansi tersebut (200ml/tanaman) disemprotkan merata
pada seluruh tanaman. Prcobaan tersusun dalam Rancangan Acak Kelompok dengan lima
ulangan.
Pengamatan, perubahan yang diamati yaitu jumlah tunas, malai manga, panjang trubus,
panjang ruas, jumlah daun, dan ukuran malai.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh

dosis

dan

waktu

pemberian

paklobutrazol.

Paklobutrazol

diketahui

mempengaruhi pertumbuhan dan morfologi tunas vegetatif dan bunga (Tabel 1). Paklobutrazol
menurunkan jumlah tunas yang muncul sampai minggu ke-9 dan ke-13 sesudah aplikasi
paklobutrazol, jumlah tunas tanaman yang diberi paklobutrazol hanya 27-45% dari kontrol.
Pemberian paklobutrazol juga menyebabkan total panjang trubus, panjang tunas, maupun jumlah
daun menurun (Tabel 2). Dosis paklobutrazol antara 0,25-2,00 g/pohon tidak menunjukan
perbedaan respon yang nyata. Waktu pemberian paklobutrazol memberikan respon yang nyata.
Paklobutrazol yang diberikan pada bulan desember menyebabkan jumlah tunas, panjang tunas
total, dan jumlah daun lebih sedikit daripada yang diberikan pada bulan januari dan februari,
tetapi ruasnya lebih panjang.
Walaupun paklobutrazol menghambat munculnya tunas vegetatif, tetapi menginduksi
munculnya bunga (gambar 1). Tanaman yang tidak mendapat paklobutrazol tidak berbunga,
tetapi tunas vegetatif yang muncul banyak.
Pada tanaman yang memperoleh paklobutrazol jumlah tunas pecah, baik tunas vegetatif
maupun tunas total (tunas vegetatif dan bunga) menurun, tetapi muncul bunga. Perlakuan dosis
paklobutrazol antara 0,25 dan 2,00 g/pohon tidak memberikan respon yang berbeda terhadap
jumlah tunas total yang muncul.
Pada tanaman yang memperoleh paklobutrazol dosis rendah (0,25 g/pohon) sebagian
besar bunganya muncul sebelum tanaman disemprot KNO3 (kurang dari dua bulan setelah
aplikasi paklobutrazol), sedangkan pada dosis tinggi (1,00 dan 2,00 g/pohon) sebagian besar
bunga baru muncul setelah penyemprotan KNO3. Pada tanaman yang memperoleh paklobutrazol
0,50 g/pohon, bunganya banyak baik sebelum maupun sesudah penyemprotan KNO3 (gambar

1). Waktu aplikasi paklobutrazol yang berbeda menyebabkan respon tanaman berbeda pula
(gambar 1). Aplikasi pada bulan desember menyebabkan tanaman berbunga lebih banyak
daripada aplikasi pada bulan januari dan februari. Bunga yang terbentuk pada tanaman yang
diberi paklobutrazol pada bulan februari paling sedikit dan hanya muncul setelah tanaman
disemprot dengan larutan KNO3. Pada tanaman yang diberi paklobutrazol pada bulan desember,
40-go% tanaman berbunga dan bunga mulai muncul 35 hari setelah perlakuan kecuali pada
perlakuan 2,00 g/pohon (table 3). Sedangkan bunga tanaman yang diberi paklobutrazol pada
bulan januari muncul lebih lambat. Demikian pula pada tanaman yang diberi paklobutrazol pada
bulan februari, tanaman yang berbunga hanya 20% dan bunga mulai muncul pada 91 hari setelah
perlakuan.
Tabel 1. Jumlah tunas manga pecah sebagai respon aplikasi paklobutrazol.

Tabel 2. Pertumbuhan tunas dan daun manga sebagai respon atas aplikasi paklobutrazol pada
1,5,9,13 minggu setelah perlakuan.

Gambar 1. Pengaruh dosis dan waktu pemberian paklobutrazol pada jumlah tunas vegetatif dan
bunga manga sebelum dan sesudah pemberian KNO3.

Morfologi bunga juga dipengaruhi oleh aplikasi paklobutrazol (table 4) semakin tinggi
dosis paklobutrazol yang diberikan (pada selang 0,50-2,00 g/pohon) menyebabkan panjang dan
lebar malai berkurang. Demikian pula dosis jumlah cabang malai dan panjang malai. Dosis 0,25
g/pohon juga menyebabkan ukuran-ukuran tersebut lebih pendek daripada dosis 0,50 g/pohon
kecuali jumlah cabang malainya.
Pengaruh waktu pemberian dan jenis zat pemecah dormansi. Za pemecah dormansi cukup
efektif bila diberikan satu bulan sesudah aplikasi paklobutrazol, malai bunga yang dihasilkan
lebih banyak daripada yang diberikan pada 2 dan 3 bulan sesudah paklobutrazol. Perlakuan zat
pemecah dormansi 3 bulan setelah paklobutrazol menghasilkan lebih banyak tunas vegetatif
(data tidak disajikan), sedangkan pengaruh jenis zat pemecah dormansi tidak menunjukan respon
yang berbeda nyata (gambar 2).
Pengaruh jenis dan konsentrasi zat pemecah dormansi. Benzyl adenina 0,10 g/l dan
etefon 0,40 g/l lebih efektif dalam memacu pertumbuhan bunga (gambar 3). Pada kedua
perlakuan tersebut bunga yang muncul sebanyak 17 malai /pohon 23 hari setelah penyemprotan
untuk perlakuan benzil adenine 0,10 g/l dan 12,2 malai /pohon pada 16 hari setelah
penyemprotan untuk perlakuan etefon 0,40 g/l.
Zat pemecah dormansi ternyata mempengaruhi panjang tunas, jumlah daun tetapi tidak
pada ukuran malai (table 5). Perlakuan etefon 0,20 g/l dan KNO3 40 g/l menghasilkan tunas

yang lebih panjang daripada perlakuan lainnya. Untuk perubahan jumlah daun, perlakuan KNO3
40 g/l memberikan respon daun terbanyak.
Percobaan ini menunjukan bahwa paklobutrazol mampu menginduksi pembungaan
manga di luar musim berbunga. Kemampuan paklobutrazol dalam menginduksi pembungaan
terjadi karena zat ini menghambat biosintesis giberelin. Paklobutrazol dilaporkan juga
meningkatkan jumlah bunga dan menghambat aktivitas GA19 dan GA20 pada jeruk Satsuma
mandarin (Ogata et al 1996). Hasil penelitian poerwono dan inoue (1990)juga mengemukakan
adanya penurunan aktivitas giberelin pada ranting-ranting yang akan menghasilkan bunga
(bunganya terinduksi).
Hasil percobaan ini menunjukan bahwa paklobutrazol menghambat munculnya tunas
baru. Hasil yang sama juga ditemukan pada apel (steffens et al, 1985). Mereka menduka
paklobutrazol menyebabkan dormansi tunas karena zat ini meningkatkan sintesis asam absisat.
Tampaknya efek paklobutrazol dalam menginduksi pembungaan manga berhubungan
dengan kondisi jaringan tanaman atau kondisi iklim. Ada masa tertentu jaringan tanaman
menunjukan respon terhadap paklobutrazol. Beberapa peneliti menyarankan agar paklobutrazol
diberikan pada saat masa tunas dorman (Voon et al, 1992), tetapi hasil percobaan ini menunjukan
bahwa paklobutrazol lebih efektif menginduksi pembungaan bila diberikan kepada bulan
desember pada saat tunas mangga mulai aktif tumbuh. Pada awalnya pertumbuhan tunas terus
berlangsung, tetapi kemudian mulai terhambat pada minggu ke-9 setelah tunas vegetatif
berkurang pertumbuhannya, bunga mulai muncul. Perlakuan pada bulan februari bersamaan
dengan kondisi mata tunas dorman menghasilkan bunga paling sedikit. Pada jeruk diketahui
bahwa paklobutrazol efektif menginduksi pembungaan apabila diberikan pada bulan desember
(poerwanto dan susanto, inpress)
Tabel 3. Saat tanaman mangga mulai berbunga sebagai respon atas aplikasi paklobutrazol

Tabel 4. Morfologi malai mangga sebagai respon atau aplikasi paklobutrazol

Tabel 5. Karakter tunas vegetatif dan malai mangga yang muncul setelah aplikasi zat pemecah
dormansi

Gambar 2. Pengaruh waktu aplikasi dan jenis pemecah dormansi pada jumlah bunga mangga

Gambar 3. Pengaruh konsentrasi dan jenis pemecah dormansi pada jumlah tunas mangga

Paklobutrazol juga mempengaruhi morfologi malai bunga seperti yang dilaporkan oleh
purnomo dan prahardini (1989). Berkurangnya panjang malai sebagai respon atas peningkatan
dosis paklobutrazol menyebabkan malai yang padat dan rapat. Malai yang pendek dan padat
kurang menguntungkan karena malai menjadi lembab dan mudah terserang antraknosa. Lebihlebih pada saat bunga muncul sedang musim hujan. Curah hujan yang tinggi juga tidak
mendukung perkembangan bunga mangga. Organ-organ bunga membusuk, tepung sari
membengkak dan berkecambah sebelum terjadi penyerbukan karena itu perlakuan yang
memungkinkan bunga mangga muncul tidak pada musim hujan sangat penting untuk dilakukan.

Paklobutrazol walaupun menginduksi pembungaan ternyata juga menyebabkan dormansi


maka diduka sebagian dari mata tunas dorman tersebut adalah calon malai bunga yang tidak
segera muncul. Pemberian zat pemecah dormansi diharapkan dapat mempercepat dan
memperbanyak munculnya bunga dari mata tunas yang telah terinduksi tersebut. Hasil percobaan
menunjukan bahwa paklobutrazol dengan dosis tinggi (1,00 dan 2,00 g bahan aktif)
menyebabkan tunas yang muncul sedikit, baik tunas vegetative maupun bunga. Penyemprotan
KNO3 memacu perkembangan tunas dormansi tersebut, terutama tunas generative. Akibatnya
bunga yang muncul sesudah penyemprotan KNO3, meningkat tajam. Sedikitnya bunga yang
muncul sesudah penyemprotan KNO3 pada perlakuan paklobutrazol 0,25 g/pohon mungin
disebabkan karena bada dosis tersebut paklobutrazol hanya mampu menginduksi bunga dalam
jumlah sedikit dan sebagian besar sudah muncul sebelum penyemprotan KNO3 pada dosis yang
tepat (0,50 g/pohon) banyak bunga muncul baik sebelum maupun sesudah penyemprotan KNO3.
Zat pemecah dormasnsi KNO3 diberikan agar tunas mangga yang dorman akibat
pemberian paklobutrazol dapat pecah.Kalium nitrat terbukti mampu memecahkan mata tunas
dorman, terutatama mata tunas generatif pada buah-buahan decideus (Erez et al, 1971). Tome
dan bondad (1991) juga menyatakan bahwa KNO3 mampu memecahkan tunas dorman pada
mangga.
Kemampuan KNO3 dalam memecahkan dormansi mungkin berhubungan dengan peran
ion K+ dalam meningkatkan translokasi sukrosa dari daun ke mata tunas, baik pada peningkatan
sintesis sukrosa, peningkatan laju transportasi sukrosa pada apoplas dari mesofil daun
peningkatan pemuatan pada floem, maupun pengaruh langsung dari peningkatan tekanan
osmosis (Marschner 1986).
Kapan waktu yang tepat untuk penyemprotan zat pemecah dormansi dan jenis zat yang
tepat diteliti dengan memberikan 3 jenis zat pemecah dormansi (benzil adenine, KNO3, etefon).
Pada 1,2 dan 3 bulan setelah paklobutrazol. Pada selang waktu tersebut bunga diharapkan sudah
terinduksi oleh paklobutrazol sehingga pemberian zat pemecah dormansi akan mempercepat
perkembangan primordial bunga. Hasil percobaan menunjukan bahwa pemberian zat pemecah
dormansi satu bulan setelah paklobutrazol mampu menghasilkan bunga, bahkan bunga yang
muncul lebih banyak jika KNO3 diberikan satu bulan sesudah aplikasi paklobutrazol (SAP)
daripada 2 atau 3 bulan SAP. Ini beratti waktu selama satu bulan cukup bagi paklobutrazol untuk

menginduksi pembungaan mangga. Waktu yang dibutuhkan ini lebih pendek daripada induksi
pembungaan mangga secara alami dengan pengeringan. Mangga memerlukan 3 bulan kering
untuk menginduksi pembungaan. Aplikasi thiourea setelah pemberian paklobutrazol sebagai zat
pemecah dormansi pada mangga khiew sawoey di Thailand menghasilkan bunga apabila
diberikan 120 hari SAP. Sebagian tuna yang muncul adalah tunas vegetative dan sebagian lagi
tunas bunga pada 90 SAP semua tunas yang muncul adalah tunas vegetative dab pada 45-75 hari
SAP hanya sedikit tunas yang pecah (subhandrabandhu dan tongumpai, 1990).
Benzil adenine 0,10 g/l sangat efektif meningkatkan jumlah bunga yang muncul,
sedangkan konsentrasi 0,05 dan 0,20 g/l sama sekali tidak efektif. Benzil adenine adalah zat
pengatur tumbuh kelompok sitokinin yang akan meningkatkan laju pembelahan sel meristem
pada mata tunas sehingga memacu perkembangan dan pertumbuhan tunas tersebut. Pada apel zat
ini dapat meningkatkan bunga dan mengatasi pengaruh buruk dari GA44 dalam induksi
pembungaan (mclaughlin dan greene, 1984).
Etefon pada konsentrasi 0,40 g/l juga cukup efektif memecahkan dormansi tunas bunga
pada mangga. Etefon dilaporkan dapat memecahkan dormansi tunas generative pada anggur
(iwasaki, 1980). Kemampuan etefon dalam memecahkan dormansi terjadi karena etilen yang
dilepas akan meningkatkan permeabilitas membrane sel sehingga mempermudah pergerakan
molekul ke sitoplasma.
Dari percobaan ini diketahui bahwa paklobutrazol dengan dosis 0,50 g/pohon cukup
efektif untuk menginduksi perkembangan mangga gadung 21 berumur 4 tahun yang di tanam
dalam drum. Dari beberapa jenis dan konsentrasi zat pemecah dormansi yang digunakan. Zat
yang efektif memecahkan tunas bunga dorman ialah benzil adenine 0,10 g/l, diikuti etefon 0,40
g/l dan 0,80 g/l, serta KNO3 40 g/l yang diberikan satu bulan setelah pemberian paklobutrazol.
Karena benzil adenine harganya mahal dan sulit larut dalam air maka untuk penggunaan
komersial, kami menyarankan penggunaan etefon 0,40 g/l.

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1991. Budidaya Tanaman Mangga. Yogyakarta : Kanisius


Bausher, M. and G. Yelenosky. 1984. Response of citrus seedling and seed to paclobutrazol (PP333). HortScience 19:88 (Abstr.). 15: 272 302.
Cathey HM. 1964. Physiology of retarding chemicals. Annu. Rev. Plant Physiol.
Chaitrakulsub, T., S. Subhandrabandu, T. Powesung, R. ogata & H.Gemma ,1992. Effect of
paclobutrazol with ethepon on flowering and leaf flushing of lychee cv hong huay. Acta
hort 321:303-308
Early, J.D., Jr. and G.C. Martin. 1988. Sensitivity ofpeach seedling vegetative growth to
paclobutrazoL J. Amer. Soc. Hort. Sci., 113:23-27.
Fitmawati, Alex Hartana dan Bambang S. Purwoko,. 2009. Taksonomi Mangga Budidaya
Indonesia dalam Praktik. J. Agron. Indonesia 37 (2) : 130 137 (2009)
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/35827/Fatmawati.pdf. (Diakses tanggal
11 November 2013)
Iwahori, S. and S. Tominaga. 1986. Increase in a first-flowering of 'Meiwa' kumquat, Fortunella
cassiflora Swingle trees by paclobutrazol. Sci. Hort., 28:347-353.
Lontoh, A.P., H.S. Pranoto dan G.A. Wattimena. 1989. Stimulasi pembungaan dan pembuahan
mangga dengan retardan paclobutrazol. BuI. Agron. (Edisi khusus):153-164.
Poerwanto, Rand H. Inoue. 1990. Effect ofair and soil temperatures in autumn on flower
induction and some physiological responses ofsatsuma mandarin. J. Japan Soc. Hort. Sci.
59: 207-214.
Poerwanto, Roedhy., Efendi, Darda. Harjadi, Sri Setyati. 1997. Pengaturan Pembungaan Mangga
Gadung 21 di Luar Musim dengan Paklobutrazol dan Zat Pemecah Dormansi. Hayati,
Agustus 1997, hlm. 41-46. ISSN 0854-8587 Vol 4, No. 2.
Sunarjono, H. 2005. Budidaya Sirsak dan Mangga. Cetakan pertama. Jakarta: Penebar Swadaya.
Hal.14-15,22-25.
Swietlik, D. and S.S. Miller. 1983. The effect of paclobutrazol on growth and response to water
stress ofapple seedlings. 1. Amer. Soc. Hort. Sci., 108: 1 076-1 080.
Wang, S. Y. and M. Faust. 1986. Effect of growth retardants on root formation and polyamine
content in apple seedlings. J. Amer. Soc. Hort. Sci., 111 :912-917.

Anda mungkin juga menyukai