Anda di halaman 1dari 4

Mekanisme Adaptasi

Organisme Poikilotermik
terhadap Suhu
Suatu organisme dapat tumbuh dan berkembang hanya
dalam batas-batas kisaran toleransi, kondisi faktor-faktor
abiotik, dan ketersediaan sumber daya tertentu saja. Batasbatas itu ditentukan oleh kemampuan makhluk hidup untuk
menghadapi lingkungannya yaitu adaptasi fisiologis,
struktur dan pola perilakunya (Odum, 1971). Hal ini sesuai
dengan teori hukum minimum Liebig yang menyatakan
bahwa fungsi suatu makhluk dikendalikan atau dibatasi oleh
faktor lingkungan yang esensial atau oleh gabungan faktor
yang ada di dalam jumlah yang paling tidak layak kecilnya.
Faktor pembatas tersebut bukan hanya sesuatu yang
tersedia dalam jumlah terlalu sedikit, seperti yang diusulkan
oleh Liebig, tapi yang terlalu banyak sekalipun, misalnya
intensitas cahaya dan panas dapat pula merupakan faktor
pembatas (Soetjipto, 1992).
Dalam mengatur suhu tubuh (termoregulasi), dikenal
adanya hewan berdarah dingin (cold-blood animals) dan
hewan berdarah panas (warm-blood animals). Namun, ahliahli Biologi lebih suka menggunakan istilah ektoterm dan
endoterm yang berhubungan dengan sumber panas utama
tubuh hewan. Ektoterm adalah hewan yang panas tubuhnya
berasal dari lingkungan (menyerap panas lingkungan). Suhu
tubuh hewan ektoterm cenderung berfluktuasi, tergantung

pada suhu lingkungan. Hewan dalam kelompok ini adalah


anggota invertebrata, ikan, amphibia, dan reptilia. Sifat
dariorganisme tidak dapat mengatur suhu tubuhnya
sehingga selama hidupnya suhu tubuh organisme
tergantung pada suhu air laut tempat hidupnya disebut
poikilotermik
(Nybaken,1988).
Bagi
organisme
poikilotermik, suhu air laut merupakan faktor yang sangat
berpengaruh bagi aktifitas metabolisme. Kapasitas panas
yang besar dari air merupakan mekanisme penyangga yang
baik apabila terjadi perubahan temperatur di udara secara
tiba-tiba. Akibatnya ikan menjadi hewan yang relatif
mempunyai sifat stenothermal (toleransinya terhadap suhu
sangat sempit). Fenomena ini menunjukkan bahwa peranan
temperatur lingkungan dalam suatu habitat merupakan hal
yang penting (Kordi dan Tancung, 2007). Adaptasi yang
dilakukan hewan ektoterm terhadap lingkungan adalah
dengan tingkah lakunya. Contoh adaptasi yang dilakukan
hewan ektoterm antara lain :
1. Ikan (Pisces)
Jika lingkungan panas adaptasi yang dilakukan ikan adalah
dengan berenang ke perairan yang lebih dasar atau menuju
ke tempat yang intensitas sinar matahari lebih sedikit
seperti dibawah pepohonan.
2. Katak (Amphibi)
Pada lingkungan yang panas hewan ini beradaptasi secara
morfologi dengan cara menguapkan panas dari dalam
tubuhnya . Sedangkan secara tingkah laku yan dilakukan
katak adalah bersembunyi pada bongkahan tanah yang
dianggap lebih rendah suhunya. Namun jika suhu
lingkungan ekstrim panas katak menggunakannya untuk
memaksimalkan
reproduksinya.
Dengan
tujuan
melestarikan spesiesnya. Telur yang dihasilkan ditempelkan

pada daun atau ranting pohon. Ketika lingkungan sudah


memungkinkan seperti pada saat musim penghujan, Maka
telur tersebut akan berkembang menjadi berudu yang
akhirnya akan menjadi katak dewasa yang baru.
3. Belalang (Insecta)
Pada lingkungan panas belalang beradaptasi secara
morfologi dengan cara mengubah warna tubuhnya. Secara
tingkah laku yang dilakukan belalang adalah bersembunyi
dabalik daun.
4. Buaya (Reptile)
Buaya memiliki kulit yang tebal sehingga untuk beradaptasi
pada lingkungan panas dia mengurangi penguapan dengan
kulitnya yang tebal tersebut. Secara tingkah laku yang
dilakukan buaya adalah dengan membuka mulut untuk
menguapkan panas tubuhnya (Evaporasi).
5. Ular
Secara tingkah laku ular melakukan adaptasi pada
lingkungan panas dengan bersembunyi dibawah tanah atau
dalam liangnya. Pada beberapa ular gurun adaptasi pada
lingkungan panas dilakukan dengan berjalan karah
menyamping bersudut sekitar 45o.
Pada invertebrata untuk dapat terus menyesuaikan suhu
tubuh dengan suhu lingkungan mereka mengambil panas
matahari di pagi hari dalam melakukan fungsi fisiologis
metabolis untuk melakukan aktivitas gerakan tubuh. Pada
Kelas Insecta terdapat dua strategi utama untuk
kelangsungan hidup akibat ketidakmampuan mereka untuk
menghasilkan panas yang signifikan metabolik. Yang
pertama migrasi, yaitu penghindaran yang lengkap dari
suhu yang menimbulkan ancaman. Meareka mencari
tempat yang mereka anggap lebih nyaman. Jika serangga

tidak dapat bermigrasi, maka mereka harus menggunakan


cara kedua, yaitu mereka harus tinggal dan beradaptasi
dengan suhu. Tardigrada yang merupakan filum peralihan
antara Annelida dengan Arthropoda memiliki kemampuan
cryptobiosis, yaitu kemampuan untuk mempertahankan diri
dalam lingkungan yang ekstrim, misalnya suhu yang dingin
atau kekeringan.
DAFTAR PUSTAKA
Horwath KL and Duman JG (1982) Involvement of the
Circadian System in Photoperiodic Regulation of Insect
Antifreeze Proteins. The Journal of Experimental Zoology
219:267-270
Kordi dan Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air. Jakarta
: Penerbit Rineka Cipta
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan
Ekologis. Jakarta : PT. Gramedia
Odum,E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Terjemahan.
Tjahyono Samingan. 1993. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Soetjipto. 1993. Dasar-dasar Ekologi Hewan. Jakarta:
Depdikbud.

Anda mungkin juga menyukai