Stroke Neurooptamologi
Stroke Neurooptamologi
Dr ISKANDAR JAPARDI
Fakultas Kedokteran
Bagian Bedah
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Kelainan neuro optalmologi (NO) sering ditemukan pada pasen stroke, hal
tersebut disebabkan karena fungsi mata dipengaruhi oleh 7 dari 12 saraf otak, sistim
saraf simpatik, parasimpatik, lobus frontal, temporal, parietal, oksipital, serebelum,
basal ganglia, batang otak dan segmen servikal medula spinalis (Lansche, 1968).
Sebagai contoh, Isaeff dkk (1974) menemukan 201 penderita (62%) dengang
kelainan NO dari 322 penderita stroke yang terdiri dari arterosklerosis retina 27%,
retinopati hipertensif 24%, defek lapang pandang 16,8%, gangguan okulomotor
8,7%, abnormalitas pupil 7,8%, retina diabetik 2,5%, tidak dapat diklassifikasikan
2,5% dan kekeruhan lensa 3,4%.
Neurooptalmologi meliputi sistim visual dan sistim okulomotor. Berdasarkan
kelainan NO yang didapatkan kita bisa menentukan lokalisasi atau teritorial
pembuluh daraj yang terlibat, sehingga kelainan NO ini dapat membantu
menentukan tipe, asal, dan luasnya stroke. (Lannsche, 1968).
FISIOLOGI
A. Sistem Visual
Sistem ini terdiri dari retina, N.optikus (N.II), khiasma optikus, traktus
optikus, korpus genikulatum lateral (CGL) radiatio genekulo-kalkarina, korteks
kalkarina primer, korteks asosiasi dan lintasan antar hemisfer.
Cahaya yang tiba di retina diterima oleh sel batang dan sel kerucut
sebagai gelombang cahaya. Gelombang mencetuskan impuls yang dihantarkan
oleh serabut-serabut sel di stratum optikum ke otak. Jika cahaya berproyeksi
pada makula, gambaran yang dilihat adalah tajam. Proyeksi cahaya di luar
makula menghasilkan penglihatan yang kabur. Proyeksi sesuatu benda yang
terlihat oleh kedua mata terletak pada tempat kedua makula secara setangkup,
apabila proyeksi itu tidak menduduki tempat yang bersifat setangkup, maka akan
terlihat gambaran penglihatan yang kembar (diplopia).
Nervus optikus memasuki ruang intrakranium melalui foramen optikum.
Di daerah tuber sinerium (tangkai hipofise) nervus optikus kiri dan kanan
tergabung menjadi satu berkas untuk kemudian berpisah lagi dan melanjutkan
lagi perjalanannya ke korpus genikulatum laterale dan kolikulus superior.
Tempat kedua nervi optisi bergabung menjadi satu berkas dinamakan
khiasma. Di situ serabut-serabut nervus optikus yang menghantarkan impuls
visuil dari belahan temporal dari retina tetap pada sisi yang sama. Setelah
mengadakan pergabungan tersebut nervus optikus melanjutkan perjalanannya
sebagai fraktus optikus. Julukan yang berbeda untuk serabut - serabut nervus
optikus dari kedua belah sisi itu berdasarkan karena nervus optikus aialah berkas
saraf optikus (sebelum khiasma) yang terdiri dari seluruh serabut optikus yang
berasal dari retina mata kiri atau kanan, sedangkan traktus optikus ialah berkas
serabut optikus yang sebagian berasal dari belahan nasal retina sisi kontralateral
dans ebagian dari belahan temporal retina sisi homolateral.
Serabut serabut optik yang bersinaps di korpus genikulatum laterale
merupakan jaras visual, sedangkan yang menuju ke kolikulus superior
menghantar impuls visual membangkitkan refleks optosomatik (Glaser, 1989).
Setelah bersinaps di korpus genikulatum laterale, penghantaran impuls
visual selanjutnya dilaksanakan oleh serabut serabut genikulo kalkarina, yaitu
juluran ganglion yang menyusun korpus genikulatum laterale yang menuju ke
korteks kalkarina. Korteks kalkarina ialah korteks perseptif visual primer (area
17). Setibanya impuls visual di situ terwujudlah suatu sensasi visual sederhana.
Dengan perantaraan korteks area 18 dan 19 sensasi visual itu mendapat bentuk
dan arti, yakni suatu penglihatan. Untuk impuls yang menuju kolikulus superior
akan diteruskan ke kompleks inti pre tektal. Neuron interkalasi menghubungkan
kompleks inti pretekral dengan inti Edinger Westphal, neuron inter kalasi ini ada
yang menyilang dan ada yang tidak menyilang. Neuron eferent parasimpatik,
berjalan bersama N III, mengikuti divisi interior, lalu mengikuti cabang untuk
m.obiliquus inferior danakhirnya mencapai ganglion ciliare, setelah bersinap
disini, serabut post ganglioner (n.ciliaris brevis) menuju m.sfincter pupillae (Peter
Duus, 1983; Adam, 1989; Glaser, 1989).
B. Sistim Okulomotor
Secara garis besar dikenal 6 sistim gerakan mata gerakan mata
supranuklear:
1. Sistim saccadic (gerakan mata konjugat cepat/refiksasi).
Frontal Eye Field (FEF) terletak di daerah premotor lobus frontalis
(Brodmann Area B), dari disinilah sistim saccadic dimulai. Dari daerah ini
jaras frontomesenfalik (polisinaptik) berjalan menurun melalui korona
radiata ipsilateral untuk mencapai crus anterior kapsula interna dan
kemudian bercabang dua.
Cabang utama berjalan turun caudo-media sepanjang permukaan ventrollateral thalamus, kemudian melalui zona incerta dan fields of Feral
mencapai formatio retikularis bagian rostral mesensefalan ipsilateral.
Setelah itu jaras tersebut menyilang garis tengah di daerah perbatasan
mesensefalon-pons, kemudian berjalan terus untuk mencapai gaze
center horizontal kontralater, yaitu bagian dari paramedian pontine
reticular formation (PPRF) di daerah setinggi inti N.VI.
Cabang kedua (Dejerines aberent pyramidal system), berjalan turun
melalui pedunkulus serebri menuju basis pontis untuk kemudian
membelok kearah dorsal dan mencapai tegmen pontis (Glaser, 1978).
Pada setiap gerakan mata saccadic timbul pulse untuk menggerakkan
bola mata ke posisi baru, kemudian diikuti oleh step untuk
mempertahankan kedudukan bola mata pada posisi baru tersebut. Pulse
untuk gerakan saccadic ventrical berasal dari riMLF (rostral interstital
nucleus of the medial longitudinal fasculus) yang perlu diaktifasi dulu
oleh PPRF. PPRF dan riMLF aktifasinya di kontrol oleh korteks lobus
frontalis, parietalis, oksipitalis, kolikulus superior dan serebrum, tetapi
mekanisme pengontrolannya masih belum jelas. Jaras supranuklear untuk
gerakan mata saccadic verticaal masih belum jelas.
b.
c.
d.
e.
Gace Center
Input masuk ke PPRF (gazed center) berasal dari sistim saccadic,
sistim persuit dan sistim vestibulookuler. Output keluar ari PPRF
menuju subinti rektuus medial untuk gerakan mata konjugat
horizontal saccadic/persuit (Glaser, 1989).
Impuls dari FLM di relay pada interneuron dan motor neuron di dalam
inti VI ipsilateral. Inter neuron dalam neuron VI juga mengirim serabut
serabut melalui FLM kontralateral menuju subinti medial, maka itu
pada lesi yang terbatas pada inti VI saja, dapat juga timbul gaze
palay ke arah lesi (Glaser, 1989).
Sistim visual:
- amaurosis fugax
- emboli retina
- oklusi arteri retina
- pulsasi karotis
- bruit karotis
- hemianopsia
Sistim okulomotor:
- dilopia
- INO
- Gaze palsy
- parese saraf otak
- skew deviation
- nystagmus/oscillasi
- sindroma Honner
Karotis
Vertebro basiler
Monokuler
+
+
asimetris
+
jarang akibat TIA
Binokuler
simetris
sering akibat TIA
OV utuuh
N VII sentral
jarang
jarang
Sering +
+
OV abnormal sesisi
Sering, multiple
Sering
Sering
Sering
mata tidak menatap sejenakpun pada obyek) dan gangguan atensi visual, daerah
kortikal yang rusak adalah parieto oksipital bilateral/lobus frontal.
Cortical blepharoptosis dapat unilateral (kontralateral terhadap lesi di temporooksipital/temporal atau bilateral (lesi frontal bilateral/pseudobulbar palsy),kelainan
ini tidak dapat diterangkan atas dasar parese N III ataupun disfungsi simpatis
(Toole, 1984).
Arteri Serebelli Posterior Inferior
Merupakan cabang arteri vertebral, memperdarahi daerah retro olivary
medulla, yang didalamnya berjalan traktus spinotalamikus, nukleus dan traktus
trigeminal spinalis, nukleus motor dorsalis nerves vagus, serabut serabut
autonomic desenden, pedunkulus serebri inferior bagian ventral, dan serebellum
inferior posterior.
Infark pada daerah ini menimbulkan sindroma Wllenberg, dimana gejala NO berupa
sindroma Horner (72%), diplopia (33%) (Toole, 1984).
Arteri Basiler
Okulasi arteri basiler pada bagian ujung rostralmesensepalon, thalamus dan
daerah lobus oksipital dan temporal. Gejala klinis terdiri dari gangguan tingkah laku
serta kelainan NO berupa:
Gaze palsy vertikal secara volunter maupun reflektoris, downward salah
#
satu/kedua mata. Jarang sekali terjadi down gaze palsy tersendiri karena
pusatnya terletak lebih ventrokaudal dibanding pusat upgaze
Pada gaze horizontal dan vertikal timbul convergence retraction nystagmus.
#
Pseudosixth, yaitu kegagalan abduksi akibat hiperkonvergensi
#
Collier sign, yaitu elevasi dan retraksi kelopak
#
Pada gaze horizontal/vertikal timbul gerakan oscillasi kedua mata seperti
#
halilintar
Midbrain skew deviation, yaitu skew deviation disertai disfungsi pupil dan N
#
II. Bila infark lebih kaudal akan timbul INO dan parese N. III
Disfungsi diensifalon memutuskan jaras aferent pupilmotor disertai disfungsi
#
simpatik bilateral sehingga pupil menjadi miosis dengan refleks cahaya
lambat danmenurun amplitudonya. Untuk membedakannya dengan lesi
pontin (pupil miosis, reaktif), perlu digunakan kaca pembesar (loupe). Lesi
mesensefalon menimbulkan fixed dilated pupil akibat disfungsi inti Edinger
Wespal dan selain itu dapat ditemukan pupil yang eksentrik (corectopa iridis).
Oklusi bagian proksimal a. basilaris akan menimbulkan sindroma sindroma
oklusi cabang perforans atau sindroma locked-in (gaze horizontal lumpuh, seluruh
tubuh lumpuh tetapi gaze vertikal dan levator palpebra utuh).
Pada sindroma perinaud/sindroma mesensefalon dorsal akibat infark daerah
peri-aquaduk dan pre-tektal, timbul gaze palsy vertikal supranuklear dan parese
konvergensi. Dapat pula ditemukan retraction nystagmus, convergence nystagmus,
downgaze palsy, gaze palsy horizontal, INO, parese N III nuklear, dan retraksi
kelopak patologis (Collierssign).
Convergence retraction dan convergence retraction nystagmus biasanya
dihubungkan dengan gaze palsy vertikal, pada usaha melakukan gaze vertikal,
semua otot mata diaktifasi tertarik sehingga bola mata tertarik kedalam (Toole,
1984)
Aneurisma
Patogese defek lapang pandang akibat aneurisma:
1. Aneurisma dapat menekan N II,khiasma optikus dantraktus optikus.
Kerusakan serabut saraf bukan hanya disebabkan regangan tetapi
terutama oleh gangguan sirkulasi kapiler akibat tekanan, jaringan serabut
saraf sekitar aneurisma akan dan pada pertemuan aneurisma saraf
terjadi perdarahan mikro diikuti penyembuhan.
2. Aneurisma dapat pecah ke dalam ruang subarakhnoid, jaringan otak,
intra ventrikuler dan kadang-kadang ke dalam ruang subdural . Lesi pada
bagian posterior kapsula interna, lobus temporal dan lobus parietal dapat
menimbulkan defek lapang pandang.
3. Thrombose aneurisma atau vasospasme pada PSA menimbulkan
infark otak yang juga dapat menimbulkan defek lapang pandang.
10
Aneurisma a.oftalmika
Letaknya tepat dibawah N II maka timbul gejala kompresi N II.
berat
dan
Malformasi Vaskular
Kelainan NO yang timbul bis akarena penekanan secara langsung malformasi
vaskuler tersebut terhadap adnexa okuuler, jaras visual atau jaras okulomotor,
namun bisa juga karena komplikasi intrakranial misalnya infark atau perdarahan
otak, TTIK.
Bentuk kelainan NO pada AVM:
! AVM supra tentorial : buta monokuler, HH sepintas, defek lapang pandang
bitemporal. Gangguan visual ini disebabkan gangguan sirkulasi akibat
penyebaran discharge epileptik, efek mekanik PIS, YYIK dan hidrosefalus.
Jarang terjadi gangguan okulomotor.
! AVM infra tentorial : papil edem atau papil atrofi akibat hidrosefalus
obstruktif, parese N III, IV dan VI. Kelainan pupil pada AVM mesensefalon.
11
KESIMPULAN
Telah dibicarakan kelainan NO pada pasen stroke yang meliputi fisiologi sistim visual
dan sistim okulomotor serta gejala klinik NO yang timbul sesuai dengan pembuluh
darah yang terlibat. Adanya kelainan NO pada pasen stroke akan dapat membantu
menentukan lokasi serta teritorial stroke yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Adam RD. Principles of neurology. 4th ed. Singapore : Mc Graw Hill, p. 206-297
Buncic CJ. Neuroopthalmic sign of vascular disease. Int. Ophthalmol. Clin. 1978;
18: 123-149
Burde RM. Savino PJ, Trobe JD. Clinical decisions in neuroopthalmology. St. Louis :
Mosby. 1985
Glaser JS. Neuro ophthalmology. Harper and Row Publish, Hagerstown, 1989.
Isaeff WB, Waller HP, Duncan G. Opthalmic findings in 322 patients with cerebral
vascular accident. Ann. Ophthalmol. 1974; (6); p. 1059-1064
Lansche RK. Ocular manifestations of stroke. Int. Opthalmol. Clin. 1968; 8; p. 337374
Newman RP, Kinkel WR, Jacobas L. Altitudinal hemianopia caused by occipital
infarction. Clinical and Computerized Tomographic Correlations. Arch.
Neurol. 1984; 41; 413-418
Ojemann RG, Heros RC. Spontaneous brain hemorrhage. Stroke , 1983: 14; 468475
Toole JF. Cerebrovascular disorders. 3rd ed. New York : Reven Press, 1984, p. 231246
12