1. Latar Belakang
Prevalensi karies gigi pada anak-anak dan remaja telah mengalami penurunan
selama beberapa tahun di banyak negara. Hal ini digambarkan dengan adanya indeks karies
yang menurun di negara-negara industri maju, sebagai keberhasilan dari program-program
pencegahan yang terarah. Walaupun demikian, studi epidemiologis menunjukkan bahwa
distribusi karies gigi tidak sama di setiap negara; karena di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia, indeks karies cenderung meningkat sebagai akibat westernisasi
makanan.
Penanggulangan karies masih merupakan problema tersendiri di negara-negara
berkembang. Oleh karena itu, program pencegahan masih perlu mendapat perhatian karena
pencegahan merupakan pemecahan masalah yang bersifat ekonomis dan dapat menjangkau
masyarakat luas. Pada dasarnya yang menjadi kunci utama di dalam pencegahan penyakit
adalah mengukur risiko seseorang terhadap penyakit tersebut. Begitu juga dengan
pencegahan karies, seseorang dapat dicegah agar tidak terkena karies gigi dengan mengukur
risiko karies yang ada padanya, dan risiko karies gigi ini dievaluasi dengan menganalisis dan
menggabungkan beberapa faktor penyebab.
Selain untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi, pengukuran risiko
karies juga bertujuan untuk melindungi pasien yag berisiko rendah dan memonitor perubahan
status penyakit pada penderita karies aktif. Risiko karies individu yang telah diukur, akan
membantu menentukan tindakan pencegahan yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dalam laporan ini, akan disajikan analisa faktor risiko karies pada pasien Pepi
yang berumur 10 tahun.
2. Deskripsi Topik
Pepi (10 tahun), pelajar sekolah dasar dibawa ibunya ke dokter gigi untuk
berkonsultasi masalah giginya. Hasil anamnesis diperoleh: anak tidak teratur menyikat gigi,
sering mengonsumsi makanan-makanan yang manis. Sejak bayi, anak sering sakit-sakitan
dan sering mengonsumsi obat-obatan sampai usia 3 tahun. Sampai usia 6 tahun anak masih
mengonsumsi susu botol. Riwayat sosial: ayah bekerja sebagai supir angkutan, latar belakang
pendidikan SMP.
Hasil pemeriksaan dokter gigi:
Setelah diperiksa, dokter gigi mencatat kondisi mulut Pepi dalam kartu status dan pada
akhirnya memberikan saran.
Pertanyaan:
1.
2.
3.
4.
5.
PEMBAHASAN
1. Pengalaman karies Pepi:
Apel Gigi:
17
D
D D
D
16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27
D D
D D
V I
III II I
I
II III I
V
V
V
I
III II
V
17
II
V
III I
16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27
M
d/D = Decay
e/M = extracted/Missing
f/F = Filling
a. Gigi Susu deft
4 molar susu berlubang d = 4
Maka, Skor deft = 4
b. Gigi Permanen DMFT
2 molar dan 2 insisivus berlubang : D = 4
1 gigi molar sudah dicabut : M = 1
Skor DMFT = 4D + 1M = 5
permanennya. Tingginya skor pengalaman karies pada gigi desidui dapat memprediksi
karies pada gigi permanennya keempat gigi molar susu Pepi berlubang.
2) Oral higiene
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu komponen dalam pembentukan karies
adalah plak. Insiden karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara
mekanis dari permukaan gigi, namun banyak pasien tidak melakukannya secara efektif.
Kebersihan mulut Pepi
dilakukan Pepi masih belum baik sehingga risiko terjadinya karies meningkat.
3) Jumlah bakteri
Pepi mengonsumsi makanan manis dan frekuensinya tidak teratur pH dan laju
alir saliva menurun jumlah Streptococcus mutans dan Lactobacillus meningkat.
4) Saliva
Selain mempunyai efek bufer, saliva juga berguna untuk membersihkan sisa-sisa
makanan di dalam mulut. Beberapa faktor dapat menyebabkan berkurangnya aliran saliva.
Pada individu yang berkurang fungsi salivanya, maka aktivitas karies akan meningkat secara
signifikan. Pada kasus laju alir saliva Pepi : 0,5 cc/5 menit atau o,1 cc dalam 1 menit. Artinya
alirannya sangat kurang/sedikit. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kemampuan saliva
untuk membersihkan sisa makanan, mematikan kuman, mengurangi kemampuan
menetralkan asam dan kemampuan menimbulkan remineralisasi lesi enamel sehingga jumlah
S.mutans dan Laktobasilus meningkat.
5) Pola makan
Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal daripada
sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Setiap kali seseorang
mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, maka beberapa bakteri
penyebab karies di rongga mulut akan mulai memproduksi asam sehingga terjadi
demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Di antara periode
makan, saliva akan bekerja menetraliser asam dan membantu proses remineralisasi.
Namun, apabila makanan dan minuman berkarbonat terlalu sering dikonsumsi,
maka enamel gigi tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi
dengan sempurna sehingga terjadi karies. Faktor-faktor tersebut di atas akan menentukan
risiko karies pada masing-masing individu.
Pada kasus di atas, Pepi sering mengonsumsi makanan manis diantara jam makan.
Kebiasaan ini tentu saja dapat meningkatkan risiko terjadinya karies.
6) Umur
Pepi berusia 10 tahun, artinya berada dalam masa gigi bercampur. Gigi yang
paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies. Kerentanan ini meningkat karena sulitnya
membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi tersebut mencapai dataran oklusal dan
beroklusi dengan gigi antagonisnya. Anak-anak mempunyai resiko karies yang paling tinggi
ketika gigi mereka baru erupsi.
7) Penggunaan Fluor
Pepi tidak menyikat gigi secara teratur berarti penggunaan fluor jarang.
8) Sosial ekonomi
Dalam kasus ayah Pepi bekerja sebagai supir angkutan dengan latar belakang
pendidikan rendah (SMP) sehingga pengetahuan mengenai kesehatan gigi & mulut rendah
dan perilaku untuk hidup sehat rendah.
Warna
Biru
pH
6,1 0.3
Skor Kariostat
0
Risiko
Rendah
Hijau
5,4 0.3
Sedang
Hijau muda
4,7 0.3
Sedang
Kuning
4,0 0.3
Tinggi
2) Kariogram
Program ini diperkenalkan oleh Dr. Bratthal untuk memperoleh pemahaman yang
lebih baik tentang karies gigi sebagai penyakit multifaktorial. Program ini sudah
diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa termasuk bahasa Indonesia yang dapat di download
dari internet untukdiinstal di komputer sendiri. Ada 10 parameter yang harus diisi dan diberi
skor (0-3) pada kotak yang tersedia dengan menggunakan tanda panah ke atas atau ke bawah.
Kesepuluh parameter tersebut meliputi pengalaman karies (DMFT), penyakit umum, diet
karbohidrat, frekuensi diet, skor plak (indeks Plak, Loe & Silness), jumlah S. Mutans (uji S.
Mutans), penggunaan fluor, sekresi saliva, kapasitas bufer saliva (Dentobuff R Strip) dan
penilaian klinis dari operator. Apabila setidaknya tujuh atau lebih parameter telah terjawab,
maka akan muncul kariogram di tengah layar. Untuk semua parameter, skor 0 berarti nilai
paling baik dan 3 adalah nilai paling buruk. Pada kariogram, akan terlihat persentase secara
otomatis sesuai dengan isi jawaban pada kotak. Keadaan akan menguntungkan bila sektor
hijau (peluang untuk menghindari karies baru) cukup besar. Jika sektor hijau mencapai 80%
atau lebih, maka dapat disimpulkan bahwa pasien memiliki peluang yang besar terhindar dari
karies baru sampai tahun yang akan datang, dengan catatan bahwa kondisi tidak berubah.
Sebaliknya apabila sektor hijau 20% atau kurang, menandakan bahwa risiko karies sangat
tinggi. Yang perlu diingat bahwa kariogram hanya memberi petunjuk risiko karies. Kasus
seperti gigi/tambalan yang fraktur/pecah, diskolorasi, dan sebagainya, yang mungkin
memerlukan penambalan tidak termasuk di sini.
3) Oral tester
Oral tester adalah suatu perangkat pengukuran risiko karies yang terdiri atas
pengukuran kuantitas saliva, uji bufer dan uji Streptokokus mutans dilengkapi dengan
6
perangkat lunak. Cara ini dikembangkan oleh Dr. Takashi Kumagai, seorang kariologis
Jepang dari Klinik Gigi Tokuyama. Oral tester dapat dilakukan di praktek dokter gigi karena
caranya sangat sederhana dan waktu yang dibutuhkan sedikit yaitu tidak lebih dari 30 menit.
Sebelum dilakukan pemeriksaan, biasanya pasien diberi penjelasan terlebih dulu tentang
risiko karies dan cara pengukurannya. Selain itu dijelaskan tindakan apa saja yang akan
dilakukan oleh dokter gigi mulai dari kunjungan pertama sampai akhir perawatan. Setelah itu
baru dilakukan pemeriksaan secara visual diikuti dengan pemeriksaan yang meliputi
pengukuran kuantitas saliva, uji bufer dan uji Streptokokus mutans. Hasil pemeriksaan ini
akan dijelaskan kepada pasien apakah pasien berisiko tinggi atau tidak. Selain itu, dijelaskan
juga apa yang akan dilakukan oleh dokter gigi kepada pasien tentang strategi
pemeliharaannya yang meliputi penyikatan gigi, diet, tindakan Profesional Mechanical Tooth
Cleaning (PMTC), pemberian fluor dan silen.
Prosedur pengukuran risiko karies dengan oral tester meliputi:
1. Saliva dikumpulkan selama 5 menit. Bagi yang salivanya sulit diperoleh, dapat
dirangsang dengan mengunyah permen karet tanpa rasa selama 5 menit atau dengan
menggosok gigi selama 30 detik.
2. Saliva yang sudah terkumpul selama 5 menit dimasukkan ke dalam gelas ukur
dan volumenya langsung dapat dilihat pada gelas ukur tersebut. Untuk melihat daya buffer
saliva, diambil 0,5 ml saliva dan dimasukkan ke dalam tabung yang sudah berisi larutan
reagen, tabung dikocok dan dilihat perubahan warna yang terjadi dan disesuaikan dengan
Kartu warna (chart). Perubahan warna akan menunjukkan daya bufernya.
3. Antigen diambil dari larutan saliva.
4. Pengukuran Streptokokus mutans dilakukan secara immunochromatography
dan hasilnya dapat dilihat pada media yang tersedia.
Tabel. Kriteria pengukuran volume dan bufer saliva
Pengukuran
Volume saliva
(5 menit)
Buffer saliva (warna)
0
>10 ml
(saliva banyak)
Merah
(preventif baik)
7
1
3,5-10
(saliva sedang)
2
<3,5
(saliva sedikit)
Orange
(preventif sedang)
Kuning
(preventif rendah)
Sektor hijau = 1%, artinya < 25%, berarti risiko kariesnya tinggi.
5. Saran yang diberikan berdasarkan hasil analisis faktor risiko yang dibuat:
Mengurangi frekuensi konsumsi makanan manis usahakan untuk tidak mengemil
diantara jam makan.
Sarankan untuk kumur atau minum air putih setelah makan untuk self cleansing
karena laju alir salivanya rendah bila memungkingkan dilanjutkan dengan sikat gigi.
Perbanyak konsumsi sayuran dan buah-buahan yang berserat dan berair untuk
membersihkan dan merangsang sekresi saliva.
Ajarkan kepada pasien bagaimana cara menyikat gigi yang benar dan beritahu kepada
pasien waktu dan frekuensi yang tepat untuk menyikat gigi, yaitu pagi setelah sarapan
dan malam sebelum tidur.
Lakukan penambalan pada gigi yang berlubang dan penggantian gigi yang hilang.
Aplikasi topikal fluor untuk mencegah terjadinya karies kembali.
Kontrol berkala ke dokter gigi 3-6 bulan sekali untuk mengevaluasi hasil perawatan yang
telah dilakukan, pemeliharaan kesehatan gigi, DHE, dan mencatat perubahan yang terjadi
seperti jika ada karies sekunder atau tambalan yang rusak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan: USU Press, 2012: 4-24.
2. Pintauli S, Silitonga HE. Pengukuran risiko karies. Dentika Dent J 2007; 12(1):96-100.
3. Edwina AMK, Joyston. Dasar-dasar karies. Alih Bahasa. Narlan Sumawinata. Jakarta: EGC,
4.
1991.