Anda di halaman 1dari 6

A.

SEJARAH OLIMPIADE
Pertandingan Olimpiade adalah ajang olahraga internasional empat tahunan yang
mempertandingkan cabang-cabang olahraga musim panas dan musim dingin serta diikuti oleh
ribuan atlet yang berkompetisi dalam berbagai pertandingan olahraga. Olimpiade merupakan
kompetisi olahraga terbesar dan terkemuka di dunia, dengan lebih dari 200 negara berpartisipasi.
Awalnya, Olimpiade hanya berlangsung di Yunani kuno sampai akhirnya pada tahun 393 M
Olimpiade kuno ini dihentikan oleh Kaisar Romawi, Theodosius. Olimpiade kemudian
dihidupkan kembali oleh seorang bangsawan Perancis bernama Pierre Frdy Baron de Coubertin
pada tahun 1896. Dalam kongres pada tahun 1894 yang diselenggarakan di Paris, didirikanlah
Komite Olimpiade Internasional (IOC) dan ibu kota Yunani, Athena dipilih sebagai tuan rumah
Olimpiade modern pertama tahun 1896. Selanjutnya, sejak tahun 1896 sampai sekarang, setiap
empat tahun sekali Olimpiade Musim Panas senantiasa diadakan kecuali tahun-tahun pada masa
Perang Dunia II. Edisi khusus untuk olahraga musim dingin; Olimpiade Musim Dingin, mulai
diadakan pada tahun 1924. Awalnya Olimpiade Musim Dingin diadakan pada tahun yang sama
dengan Olimpiade Musim Panas, namun sejak tahun 1994 Olimpiade Musim Dingin diadakan
setiap empat tahun sekali, dengan selang waktu dua tahun dari penyelenggaraan Olimpiade
Musim Panas.
Evolusi yang dilakukan oleh IOC selama abad ke-20 dan 21 telah menyebabkan beberapa
perubahan pada penyelenggaraan Olimpiade. Beberapa penyesuaian dilakukan, termasuk
penciptaan Olimpiade Musim Dingin untuk olahraga es dan salju, Paralimpiade untuk atlet
dengan kekurangan fisik dan Olimpiade Remaja untuk para atlet remaja. Dalam
perkembangannya, Olimpiade telah menghadapi berbagai tantangan, seperti pemboikotan,
penggunaan obat-obatan, penyuapan dan terorisme. Olimpiade juga merupakan kesempatan
besar bagi kota dan negara tuan rumah untuk menampilkan diri kepada dunia.
Di Indonesia, Olimpiade yang sering dikenal dan secara rutin diikuti adalah Olimpiade Musim
Panas. Indonesia sendiri pertama kali berpartisipasi pada Olimpiade Helsinki 1952 di Finlandia,
dan tak pernah absen berpartisipasi pada tahun-tahun berikutnya, kecuali pada tahun 1964 dan
1980.

Olimpiade kuno

Sejak ribuan tahun lalu bangsa Yunani sudah mengenal olahraga dalam arti yang paling
sederhana. Mereka melakukannya untuk kepentingan pasukan perang atau kemiliteran. Dengan
berolahraga diharapkan para prajurit akan tangkas dan sigap dalam bertempur. Olimpiade yang
paling awal konon sudah diselenggarakan bangsa Yunani kuno pada tahun 776 Sebelum Masehi.
Kegiatan itu diikuti seluruh bangsa Yunani dan dilangsungkan untuk menghormati dewa tertinggi
mereka, Zeus. Zeus bermukim di Gunung Olimpus yang kemudian dipakai sebagai nama
Olimpiade hingga sekarang. Olimpiade kuno juga diselenggarakan setiap empat tahun, para
olahragawan terbaik dari seluruh Yunani berdatangan ke arena di sekitar Gunung Olimpus.
Mereka bertanding secara perorangan, bukan atas nama tim. Para atlet yang akan bertanding
terlebih dulu berlatih keras selama sepuluh bulan di daerah masing-masing. Dulu, di Yunani
sering terjadi perang saudara, namun ketika pesta olahraga berlangsung, pihak yang bertikai
melakukan gencatan senjata. Siapa yang melanggar konsensus akan dikenakan denda. Bangsa
Sparta pernah diharuskan membayar denda karena melanggar gencatan senjata selama Perang
Peloponnesus. Menjelang pertandingan, panitia pelaksana menyembelih babi kurban.
Saat ini di wilayah Olympia, Yunani terdapat sekelompok bangunan kecil dan gelanggang di
alam terbuka. Sisa-sisa puing gelanggang latihan itu merupakan peninggalan arkeologis yang
dilestarikan pemerintah Yunani. Pada pesta Olimpiade kerap terjadi perjanjian perdamaian atau
persekutuan antar bangsa. Juga timbul berbagai kegiatan transaksi. Barang-barang yang dijajakan
antara lain anggur, makanan, jimat, dan benda-benda ibadah. Olimpiade kuno
mempertandingkan cabang-cabang atletik seperti lari, loncat, dan lempar. Ada juga pacuan kuda
dan pacuan kereta. Karena aturannya belum baku, para penonton sering terkena lemparan batu
atau ditabrak kereta kuda para peserta.
Di Olympia juga masih dijumpai batu-batu yang merupakan pijakan olahraga lari. Pijakan batu
itu disusun sedemikian rupa agar para pelari bisa mendapat ruang gerak ke kiri dan ke kanan.
Pada saat start para pelari harus menempatkan telapak kaki pada batu-batu pijakan itu. Ada pula
panel-panel tentang lomba lari khusus membawa perisai. Lomba ini banyak disukai penonton
karena dianggap lucu. Pembukaan Olimpiade selalu diwarnai lomba kereta dengan empat kuda.
Sekitar 40 kereta dijajarkan dalam kandang di gerbang keluar. Jarak yang ditempuh hampir 14
km, yakni 12 kali pulang pergi antara dua tiang batu yang ditancapkan di tanah. Berbeda dengan
Olimpiade modern, dulu mahkota kemenangan tidak diberikan kepada sais atau joki, melainkan
kepada pemilik kereta dan kuda yang umumnya orang-orang kaya. Orang kaya yang haus
kehormatan biasanya mengirim paling sedikit tujuh kereta kuda untuk mengikuti perlombaan.
Berbagai pertandingan dalam Olimpiade kuno boleh dikatakan serba keras. Para pelari berpacu
secepat-cepatnya tanpa memakai alas kaki. Para penunggang kuda berlomba habis-habisan tanpa
pelana atau sanggurdi. Para peloncat membawa pemberat yang diayun-ayunkan untuk
menambah dorongan maju. Olahraga yang terkeras adalah pankration, yakni perpaduan antara
gulat dan tinju gaya tradisional. Para atlet boleh menyepak atau mencekik lawan, yang tidak
diperbolehkan adalah memijit mata, menggigit, dan mematahkan jari. Fairplay benar-benar
diperhatikan para atlet. Beberaba artefak purba memperlihatkan adegan tinju antara dua atlet.
Pemenang adu tinju adalah pihak yang dapat memukul kepala lawan. Pihak yang kalah harus
mengacungkan jari tanda mengaku kalah.

Olimpiade kuno hanya boleh ditonton dan diikuti oleh para pria. Sebab para atlet harus
bertanding dengan tubuh telanjang, kecuali untuk kesempatan khusus, seperti lomba kereta kuda.
Mereka berbusana beraneka ragam untuk menunjukkan status sosial si pemilik kereta dan kuda.
Bagi orang Yunani telanjang merupakan cara paling sesuai untuk berolahraga. Mereka bangga
kalau memiliki tubuh yang atletis. Pemenang pertandingan mendapatkan mahkota dedaunan,
seperti daun zaitun liar sebagai pengganti medali. Kadang-kadang sang juara diarak masuk kota
melalui sebuah lubang yang dibuat khusus pada tembok kota. Mereka dielu-elukan di jalan kota
dan disambut pembacaan puisi. Penghargaan lain kepada olahragawan berprestasi berupa
pembebasan dari pajak dan mendapat makanan gratis. Beberapa kota juga memberikan bonus
uang dalam jumlah besar. Bahkan di kota kediaman pemenang didirikan patung mereka. Banyak
patung batu dan perunggu masih tersisa sampai kini dan itulah hadiah paling abadi milik sang
juara. Salah satu bagian cabang atletik yang masih tetap dikenal hingga kini adalah maraton,
yakni perlombaan lari sejauh kira-kira 42 km.
Olimpiade mencapai puncaknya di abad ke-6 dan ke-5 SM, tetapi kemudian secara bertahap
mengalami penurunan seiring jatuhnya Yunani ke tangan Romawi. Tidak ada konsensus yang
menyatakan secara resmi mengenai berakhirnya Olimpiade, namun teori yang paling umum
dipegang saat ini adalah pada tahun 393 M, saat Kaisar Romawi, Theodosius menyatakan bahwa
semua budaya praktek-praktek kuno Yunani harus dihilangkan. Kemudian, pada tahun 426 M,
Theodosius II memerintahkan penghancuran semua kuil Yunani. Setelah itu, Olimpiade tidak
diadakan lagi sampai akhir abad ke-19.

Olimpiade modern
Ajang olahraga pertama yang pelaksanaannya serupa dengan Olimpiade kuno adalah
L'Olympiade de la Rpublique, sebuah festival olahraga nasional yang diadakan pada tahun 1796
sampai 1798 selama masa Revolusi Perancis. Dalam pelaksanaannya, ajang ini mengadopsi
beberapa peraturan-peraturan yang berlaku dalam Olimpiade kuno. Ajang ini juga menandai
diterapkannya sistem metrik ke dalam cabang-cabang olahraga.
Pada tahun 1850 sebuah Kelas Olimpiade didirikan oleh Dr. William Penny Brookes di Much
Wenlock, Shropshire, Inggris. Selanjutnya, pada tahun 1859, Dr. Brookes mengganti nama Kelas
Olimpiade menjadi Olimpiade Wenlock. Ajang tersebut tetap diadakan hingga hari ini. Tanggal
15 November 1860, Dr. Brookes membentuk Perkumpulan Olimpiade Wenlock.
Antara tahun 1862 dan 1867, di Liverpool diadakan ajang Grand Olympic Festival. Ajang ini
dicetuskan oleh John Hulley dan Charles Melly dan merupakan ajang olahraga pertama yang
bersifat internasional, meskipun atlet-atlet yang berpartisipasi kebanyakan merupakan "atlet
amatir". Penyelenggaraan Olimpiade modern pertama di Athena pada tahun 1896 hampir identik
dengan Olimpiade Liverpool. Pada tahun 1865, Hulley, Dr. Brookes dan EG Ravenstein
mendirikan Asosiasi Olimpiade Nasional di Liverpool, yang merupakan cikal bakal terbentuknya
Asosiasi Olimpiade Britania Raya. Selanjutnya, pada tahun 1866, sebuah ajang bernama
Olimpiade Nasional Britania Raya diselenggarakan di London untuk pertama kalinya.

Kebangkitan
Semangat bangsa Yunani untuk menghidupkan kembali Olimpiade dimulai seiring dengan
berlangsungnya Perang Kemerdekaan antara Yunani dengan Kekaisaran Ottoman pada tahun
1821. Ide untuk membangkitkan Olimpiade pertama kali dicetuskan oleh seorang penyair dan
editor majalah bernama Panagiotis Soutsos lewat puisinya yang berjudul "Dialogue of the Dead"
yang diterbitkan pada tahun 1833. Evangelis Zappas, seorang bangsawan Yunani-Rumania
adalah orang yang pertama kali menulis kepada Raja Otto, menawarkan untuk mendanai
kebangkitan Olimpiade. Zappas mensponsori penyelenggaraan Olimpiade pada tahun 1859 yang
diselenggarakan di pusat kota Athena. Atlet-atlet yang berpartisipasi dalam ajang tersebut berasal
dari Yunani dan Kekaisaran Ottoman. Zappas juga mendanai perenovasian Stadion Panathinaiko
kuno agar dapat dipakai sebagai tempat penyelenggaraan Olimpiade pada tahun-tahun
berikutnya.
Stadion Panathinaiko digunakan sebagai tempat penyelenggaraan Olimpiade tahun 1870 dan
1875. Sekitar Tiga puluh ribu penonton menghadiri Olimpiade pada tahun 1870 namun tidak ada
catatan kehadiran resmi yang tersedia untuk penyelenggaraan Olimpiade tahun 1875. Pada tahun
1890, setelah menghadiri Olimpiade Wenlock, seorang sejarawan Perancis bernama Baron Pierre
de Coubertin terinspirasi untuk mendirikan Komite Olimpiade Internasional (International
Olympic Committee/IOC). Coubertin punya ide untuk menyelenggarakan suatu ajang Olimpiade
internasional setiap empat tahun sekali berdasarkan ajang Olimpiade Yunani yang dibangkitkan
oleh Brookes dan Zappas. Dia mempresentasikan ide ini dalam kongres pertama IOC yang
berlangsung pada tanggal 16-23 Juni 1894 di Universitas Sorbonne, Paris. Pada hari terakhir
kongres, diputuskan bahwa penyelenggaraan Olimpiade internasional berada di bawah naungan
IOC dan penyelenggaraan pertamanya akan dilangsungkan di Athena, Yunani pada tahun 1896.
Hasil kongres juga memutuskan bahwa Demetrius Vikelas dari Yunani terpilih sebagai presiden
IOC pertama.

Olimpiade 1896
Olimpiade pertama yang diadakan di bawah naungan IOC berlangsung di stadion Panathinaiko,
Athena, pada tahun 1896. Olimpiade pertama ini diikuti oleh 14 negara dengan total 241 atlet
yang berlaga dalam 43 pertandingan. Seperti janjinya pada Pemerintah Yunani, Zappas dan
sepupunya, Konstantinos Zappas turut membantu membiayai penyelenggaraan Olimpiade 1896.
George Averoff, seorang pengusaha Yunani bersedia untuk mendanai perenovasian stadion dalam
rangka persiapan Olimpiade. Pemerintah Yunani juga turut menyediakan dana, berharap dana
tersebut dapat diperoleh kembali melalui penjualan tiket dan dari penjualan set perangko
peringatan Olimpiade pertama.
Sebagian besar atlet yang berpartisipasi dalam Olimpiade Athena 1896 berasal dari Yunani,
Jerman, Perancis, dan Britania Raya. Negara-negara tersebut juga menguasai perolehan medali.
Pada saat itu, wanita tidak boleh berpartisipasi. Penyelenggara menyebut kesertaan mereka tidak
praktis, tidak menarik, dan tidak tepat. Sekitar 80.000 penonton hadir, termasuk Raja George I
dari Yunani.

Meskipun Yunani tidak berpengalaman dalam menyelenggarakan ajang olahraga internasional


dan awalnya juga mempunyai masalah keuangan, namun akhirnya berhasil mempersiapkan
segalanya tepat waktu. Jumlah atlet yang berpartisipasi juga terbilang kecil jika dibandingkan
dengan ukuran saat ini, namun Olimpiade 1896 merupakan keikut sertaan internasional terbesar
untuk ajang olahraga pada masanya. Olimpiade tersebut pun terbukti sukses bagi rakyat Yunani.

Perubahan dan adaptasi


Setelah kesuksesan Olimpiade 1896, Olimpiade memasuki masa-masa stagnasi yang mengancam
keberlangsungan ajang tersebut. Olimpiade Paris 1900 dan Olimpiade St. Louis 1904 adalah
buktinya. Olimpiade Paris tidak memiliki stadion, namun ini adalah Olimpiade dimana pertama
kalinya wanita diijinkan ikut serta dalam pertandingan. Olimpiade St. Louis tahun 1904 diikuti
oleh 650 atlet, namun 580 di antaranya berasal dari Amerika Serikat. Hal-hal diatas menjadi
dasar bagi IOC untuk melakukan perubahan pada Olimpiade. Olimpiade di tata ulang setelah
diadakannya Olimpiade Interkala/ Intercalated Games (disebut demikian karena Olimpiade ini
adalah Olimpiade ketiga yang diadakan sebelum waktu penyelenggaraan Olimpiade ketiga) pada
tahun 1906 di Athena. Olimpiade Interkala ini tidak diakui secara resmi oleh IOC dan tidak
pernah diselenggarakan lagi sejak saat itu. Namun, Olimpiade Interkala yang diselenggarakan di
Stadion Panathinaiko, Athena ini telah menarik minat banyak peserta secara internasional dan
menghasilkan kepentingan publik yang besar, menandai kenaikan popularitas dan ukuran dari
Olimpiade itu sendiri.
Olimpiade Musim Dingin
Olimpiade Musim Dingin (pertama kali diadakan di Chamonix, Perancis, pada tahun 1924)
diciptakan untuk memperlombakan cabang-cabang olahraga musim dingin seperti seluncur es
dan ski yang tidak bisa diperlombakan dalam Olimpiade Musim Panas. Seluncur es (tahun 1908
dan 1920) serta hoki (tahun 1920) pernah diperlombakan dalam ajang Olimpiade Musim Panas.
IOC ingin memperluas daftar tersebut dengan ikut memperlombakan cabang-cabang olahraga
untuk musim dingin lainnya. Pada kongres Olimpiade tahun 1921 di Lausanne, diputuskan untuk
menyelenggarakan versi musim dingin dari Olimpiade. Acara bertajuk Pekan Olahraga Musim
Dingin diadakan pada tahun 1924 di Chamonix, Perancis. Acara ini menjadi penyelenggaraan
Olimpiade Musim Dingin pertama.
Pada awalnya, IOC memutuskan untuk menyelenggarakan Olimpiade Musim Dingin pada tahun
yang sama dengan penyelenggaraan Olimpiade Musim Panas. Tradisi ini bertahan sampai
Olimpiade Musim Dingin 1992 di Albertville, Perancis. Setelah itu, sejak tahun 1994 Olimpiade
Musim Dingin diadakan setiap dua tahun berselang setelah penyelenggaraan Olimpiade Musim
Panas. Jumlah negara yang berpartisipasi dalam Olimpiade Musim Dingin juga lebih sedikit
dibandingkan Olimpiade Musim Panas, karena negara-negara yang berada di ekuator tidak
mengenal olahraga musim dingin dan juga tidak memiliki fasilitas untuk olahraga tersebut.
Paralimpiade
Pada tahun 1948, Sir Ludwig Guttmann, yang bertekad untuk mempromosikan rehabilitasi
prajurit yang cacat akibat Perang Dunia II menyelenggarakan pertandingan olahraga antar rumah

sakit bertepatan dengan penyelenggaraan Olimpiade London 1948. Pertandingan tersebut dikenal
sebagai Stoke Mandeville Games dan selanjutnya diselenggarakan setiap tahunnya selama dua
belas tahun. Kemudian, dalam Olimpiade Roma 1960, Guttman membawa 400 atlet untuk
berlaga dalam ajang Olimpiade Paralel, yang kemudian dikenal sebagai Paralimpiade pertama.
Sejak itu, Paralimpiade telah diselenggarakan di setiap tahun penyelenggaraan Olimpiade. Dalam
Olimpiade 1988, Seoul sebagai kota tuan rumah juga menjadi tuan rumah untuk
penyelenggaraan Paralimpiade. Pada tahun 2001, Komite Olimpiade Internasional (IOC) dan
Komite Paralimpiade Internasional (IPC) menandatangani perjanjian yang menjamin bahwa kota
tuan rumah Olimpiade juga akan dikontrak untuk menjadi tuan rumah Paralimpiade. Perjanjian
ini mulai diberlakukan dalam penyelenggaraan Olimpiade Musim Panas Beijing 2008 dan
Olimpiade Musim Dingin Vancouver 2010.

Anda mungkin juga menyukai