Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia berada di wilayah tropis yang menjadikan kondisinya cocok sebagai
tempat tumbuh berbagai macam flora, termasuk buah-buahan. Banyak buah-buahan asli
Indonesia yang memiliki manfaat kesehatan yang baik, salah satunya adalah buah duwet.
Duwet (Syzygium cumini) merupakan salah satu buah lokal Indonesia. Buah duwet
memiliki rasa sepat masam dan berwarna ungu jika telah matang. Buah duwet dikenal
dengan berbagai sebutan seperti jamblang, juwet, jambu keling, jambolan, atau java plum.
Buah duwet termasuk dalam buah buni (bacca) mempunyai dinding buah terdiri dari dua
lapisan, yakni lapisan luar (eksokarp atau epikarp) yang tipis dan lapisan dalam (endokarp)
yang tebal, lunak dan berair (BPPT 2005).
Warna ungu pada buah duwet yang telah masak ini berasal dari antosianin.
Antosianin merupakan pigmen warna ungu yang banyak terdapat pada buah dan sayur.
Antosianin pada buah atau sayur dapat muncul dalam warna merah, ungu, atau biru,
tergantung kondisi keasaman (pH). Antosianin merupakan salah satu sub kelas flavonoid
yang penting bagi tanaman. Senyawa ini menarik perhatian serangga sehingga membantu
tanaman dalam proses penyerbukan. Antosianin juga mampu melindungi jaringan tanaman
dari photoinhibition dan oksidasi yang diakibatkan oleh proses fotosintesis (Einbond
2003). Antosianin juga dapat berperan sebagai sumber antioksidan. Antioksidan dari
antosianin ini, menurut Lestario et. al. (2003), relatif lebih aman dibandingkan dengan
antioksidan sintetis yang memungkinkan promosi karsinogenesis, karena buah ini sudah
lama biasa dikonsumsi namun tidak ada laporan mengenai efek samping yang ditimbulkan.
Buah duwet memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi karena kandungan antosianin
alaminya. hampir sama dengan BHT (Butylated hidroksitoluen), antioksidan sintetik yang
umum digunakan (Lestario et. al. 2003). Kandungan antioksidan yang tinggi ini membuat
buah duwet bermanfaat bagi kesehatan tubuh.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (2005) menyebutkan beberapa manfaat
kesehatan yang dapat diberikan buah duwet, baik daging buah maupun biji buahnya.
Daging buah duwet bermanfaat dalam membantu pengobatan berbagai gangguan
kesehatan, seperti kencing manis, batuk kronis, asma, nyeri lambung, dan diare. Sedangkan
biji buah duwet dapat bermanfaat untuk mengurangi beberapa masalah kesehatan, seperti
kencing manis, diare, disentri, gangguan pencernaan seperti kembung, nyeri lambung, atau
1

2
kram perut, dan pembesaran limpa. Tidak hanya daging buah dan bijinya yang memiliki
manfaat kesehatan, di Brazil, baik buah, daun, dan kulit kayu tanaman duwet digunakan
dalam perawatan diabetes, disentri, dan diare (Migliato et al. 2009)
Maka dari itu, sangatlah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui
kandungan antioksidan pada Syzigium cumini tersebut. Penelitian inipun perlu dilakukan
perbandingan dengan buah lain yang mempunyai kandungan antioksidan yang cukup
tinggi, salah satunya ialah buah Manilkara zapota (L.) van Royen yang sering menjadi
perbincangan masyarakat karena kandungan antioksidan dari buah tersebut cukup tinggi.
Sawo adalah buah yang bernutrisi dan kebanyakan dikonsumsi dalam bentuk segar.
Serbat, milk shake dan es krim bisa dibuat dari daging buah sawo yang masih segar,
sedangkan lateks yang didapat dari kulit kayu sawo, selama ini digunakan sebagai bahan
utama pembuatan permen karet. Selain itu, sawo jugabisa digunakan sebagai bahan
makanan olahan seperti selai, sirup, atau difermentasi menjadi anggur atau cuka (Balerdi et
al. 2005).
Salah satu varietas sawo di Indonesia adalah Sukatali, sesuai dengan nama desa di
Sumedang tempat tanaman ini banyak tumbuh. Sawo asli desa Sukatali memiliki sejumlah
keistimewaan, antara lain rasanya sangat manis dan tidak mudah busuk. Selain itu, sawo
ini terasa tidak lembek jika ditekan sehingga membuat konsumen sering terkecoh karena
menyangka buah sawo masih mentah.Sawo Sukatali memiliki kandungan gizi yang tinggi.
Kandungan protein,lemak,kalsium, fosfor, zat besi dan vitamin C buah ini dinilai lebih
tinggi dibandingkan apel. Pemeliharaan tanaman sawo khas desa Sukatali ini tidak begitu
rumit, hanya diberi pupuk kandang dan rajin disiangi, pohon sawo akan berbuah
lebat.Penggunaan pestisida juga dihindari,sehingga sawo ini bebas dari bahan kimia.
1.2 Identifikasi Masalah
Syzigium cumini diketahui mampu mengobati penyebab luka diabetes yang lama
sembuhnya dan menjaga kadar kolesterol darah tetap normal (Anonim 2010), mengobati
asma, diare, dan nyeri lambung (BPPT 2005). juga hal yang sering diperbincangkan oleh
masyarakat tentang buah jamblang dan sawo karena memiliki kandungan antioksidan
yang cukup tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang uji
antioksidan pada kedua buah tersebut.

3
1.3 Pembatasan Masalah
1.

Seberapa tinggikah potensi antioksidan yang terdapat pada buah jamblang


(Syzigium cumini) dan Sawo (Manilkara zapota (L). van Royen) yang diuji

2.

dengan metode DPPH?


Manakah konsentrasi sampel yang mampu meredam radikal DPPH ataupun

3.

spektrofotometri?
Senyawa antioksidan apa yang terdapat pada buah jamblang (Syzigium cumini)
dan sawo (Manilkara zapota (L). Van Royen) yang dapat diidentifikasi dengan
KCKT/ HPLC?

1.4 Kerangka Pemikiran


Penelitian dimulai dengan pengeringan buah jamblang (Syzigium cumini) dan sawo
(Manilkara zapota (L). Van Royen), kemudian dilanjutkan dengan penggilingan dan
ekstraksi dengan ethanol 70%,etil asetat dan heksan.Ekstrak kental syzigium cumini
dipersiapkan dengan variasi 5ppm, 10ppm, 25ppm, 50ppm dan 100ppm. kemudian
dilanjutkan dengan uji antioksidan dengan mereaksikan ekstrak terhadap radikal DPPH
yang memberikan perubahan warna ungu ke warna kuning pengujian dilakukan duplo
/absorbansi duwet pada panjang gelombang 515nm kemudian pengujian dilanjutkan
dengan HPLC untuk faktor pendukung.
1.5 Hipotesis
1.

Pada konsentrasi berapa ekstrak buah jamblang (Syzigium cumini) dan sawo

2.

(Manilkara zapota (L). Van Royen) dapat memberikan aktivitas antioksidan?


Apakah buah jamblang (Syzigium cumini) dan sawo (Manilkara zapota (L).
Van Royen) memiliki kandungan Flavonoid, triterpenoid/ steroid, saponin dan

3.

alkaloid?
Manakah diantara dua buah tersebut yang memiliki kandungan antioksidan
yang lebih tinggi?

1.6 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antioksidan jamblang
(syzigium cumini) dan sawo (Manilkara zapota (L). Van Royen). dan senyawa apa saja
yang mungkin menunjukan reaksi positif sebagai antioksidan pada sampel jamblang
(Syzigium cumini) dan sawo (Manilkara zapota (L). Van Royen).
1.7 Kegunaan Penelitian

4
Penelitian ini akan memberikan informasi kepada masyarakat mengenai potensi
syzigium cumini sebagai antioksidan yang akan berguna untuk kesehatan manusia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Syzigium cumini
2.1.1
Klasifikasi Syzigium cumini

Gambar 1.Buah jamblang (Syzigium cumini) (BPPT,2005)


Kerajaan:
Divisi:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:

Plantae
Magnoliophyta
Magnoliopsida
Myrtales
Myrtaceae
Syzygium
S. cumini

2.1.2 Deskripsi Syzigium cumini


Buah duwet dikenal dengan beberapa nama, di Indonesia, seperti Juwet, Jambu
keling, Jamblang, dan Jambolan. Di India, duwet dikenal dengan Jambool dan di Amerika
dikenal sebagai Java plum. Buah duwet berbentuk lonjong sampai bulat telur, sering agak
bengkok. Ukuran buah berkisar antara 1 hingga 5 cm, dengan kulit buah tipis, licin, dan
mengkilap. Warna buah yang telah matang adalah merah tua sampai ungu kehitaman,
kadang-kadang putih. Duwet sering tumbuh dalam gerombolan besar. Daging buah
berwarna putih, kuning kelabu, sampai agak merah ungu dan hampir tak berbau. Buah
duwet memiliki banyak sari buah dengan rasa sepat masam sampai masam manis.Bentuk
biji lonjong dan dapat berukuran sampai 3,5 cm (BPPT 2005). Buah duwet berwarna hijau
sebelum masak. Warna hijau kemudian berubah menjadi merah, hingga pada akhirnya
menjadi ungu sampai hitam pada saat buah benar-benar masak.
5

2.1.3 Kandungan Syzigium cumini


Buah duwet memiliki berbagai manfaat kesehatan karena aktivitas antioksidan yang
tinggi. Sifat antioksidan buah berasal dari antosianin yang menyebabkan warna ungu pada
buah ini. Penelitian yang dilakukan oleh Sari et. al. (2009) menunjukkan bahwa dalam 100
gram buah duwet segar mengandung 6161 miligram antosianin (3430mg/100g kulit buah
kering). Kandungan gizi dalam setiap 100 gram buah duwet, ditampilkan dalam Tabel 1.
Table 1 Kandungan gizi 100 gram buah duwet masak (BPPT, 2005)
Zat gizi
Energy
Karbohidrat
Protein
Lemak
Air
Vitamin A
Vitamin B2
Vitamin C
Kalsium
Zat besi
Fosfor
Magnesium
Kalium
Natrium

Kandungan gizi
Satuan
Jumlah
Kkal
60,00
Gram
15,56
Gram
0,72
Gram
0,23
Gram
83,13
IU
3,00
Mg
0,26
Mg
14,30
Mg
19,00
Mg
0,19
Mg
17,00
Mg
15,00
Mg
79,00
Mg
14,00

Buah duwet, menurut BPPT (2005), selain mengandung zat gizi seperti yang
digambarkan di Tabel 1, mengandung minyak atsiri, fenol (methylxanthoxylin), alkaloid
(jambosine), asam organik, triterpenoid, resin yang berwarna merah tua mengandung asam
elagat dan tannin.
Kadar antosianin pada buah duwet dipengaruhi tingkat kematangan buah. Lestario
et. al. (2003) meneliti kandungan antosianin pada buah duwet yang dibagi dalam tujuh
tingkat kematangan, mulai buah berwarna hijau, hingga buah berwarna hitam. Kandungan
antosianin pada beberapa tingkat kematangan, menurut penelitian Lestario et. al. (2003)

7
2.1.4 Manfaat Syzigium cumini
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (2005) menyebutkan beberapa manfaat
kesehatan yang dapat diberikan buah duwet, baik daging buah maupun biji buahnya.
Daging buah duwet bermanfaat dalam membantu pengobatan berbagai gangguan
kesehatan, seperti kencing manis, batuk kronis, asma, nyeri lambung, dan diare. Sedangkan
biji buah duwet dapat bermanfaat untuk mengurangi beberapa masalah kesehatan, seperti
kencing manis, diare, disentri, gangguan pencernaan seperti kembung, nyeri lambung, atau
kram perut, dan pembesaran limpa. Tidak hanya daging buah dan bijinya yang memiliki
manfaat kesehatan, di Brazil, baik buah, daun, dan kulit kayu tanaman duwet digunakan
dalam perawatan diabetes, disentri, dan diare (Migliato et al. 2009).
2.2

Manilkara zapota (L.) van Royen

2.2.1 Klasifikasi Manilkara zapota (L.) van Royen

Gambar 2. Buah Sawo (Manilkara zapota (L.) van Royen) (BAPENAS, 2005)
Klasifikasi
Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)


Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas

: Dilleniidae

Ordo

: Ebenales

Famili

: Sapotaceae

Genus

: Manilkara

Spesies

: Manilkara zapota (L.) van Royen

8
2.2.3 Deskripsi Manilkara zapota (L.) van Royen
Sawo atau biasa dikenal dengan nama sapodilla (Amerika Serikat), chiku (India),
chicozapote (Meksiko), kauki (Asia Tenggara), sapote (Cuba), dan banyak nama
lainnya.Nama botani Manilkara dan Achras biasa digunakan dan tidak ada persetujuan
diantara ahli botani dan hortikultura mengenai nama yang tepat.
Sapota (zapota) atau sapote (zapote) biasa digunakan sebagai nama spesies.(Gilly,
1943) dalam (Mickelbart, 1996) pada tulisannya membahas masalah kebingungan
penamaan ini. Rupanya, nama Achras yang diberikan oleh Linnaeus, berdasarkan gambar
dan deskripsi dari ahli botani bernama Plumier. Akan tetapi, tanaman yang dideskrispsikan
oleh Plumier adalah bukan sapodilla, yang mengakibatkan salah penamaan. Gilly
menyarankan Manilkara zapotilla (Jacq.), tetapi tetap saja nomenclature dari spesies ini
masih membingungkan. Menurut (BAPPENAS, 2005), sawo adalah tanaman buah yang
berasal dari Guatemala (Amerika Tengah), Meksiko dan Hindia Barat. Tanaman sawo di
Indonesia telah lama dikenal dan banyak ditanam mulai dari dataran rendah sampai tempat
dengan ketinggian 1200 m diatas permukaan laut, seperti di Jawa dan Madura. Kerabat
dekat sawo dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1)

Sawo Liar atau Sawo Hutan


Kerabat dekat sawo liar diantaranya adalah sawo kecik dan sawo tanjung.

Sawo kecik atau sawo jawa (Manilkara kauki L. Dubard.) dimanfaatkan sebagai
tanaman hias atau tanaman peneduh halaman. Tinggi pohon mencapai 15 20 meter,
merimbun dan tahan kekeringan. Kayu pohonnya sangat bagus untuk dibuat ukiran
dan harganya mahal. Sawo tanjung (Minusops elingi) memiliki buah kecil-kecil
berwarna kuning keungu-unguan, jarang dimakan, sering digunakan sebagai tanaman
hias atau tanaman pelindung di pinggir-pinggir jalan.
2)

Sawo Budidaya
Berdasarkan bentuk buahnya, sawo budidaya dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Sawo Manilas
Buah sawo manila berbentuk lonjong, daging buahnya tebal banyak
mengandung air dan rasanya manis. Termasuk dalam kelompoksawo manila
antara lain adalah : sawo kulon, sawo betawi, sawo karatsawo malaysia,
sawo maja dan sawo alkesa.

9
b. Sawo Apel
Sawo apel dicirikan oleh buahnya yang berbentuk bulat atau bula telur mirip
buah apel, berukuran kecil sampai agak besar dan bergetahbanyak.
Termasuk dalam kelompok sawo apel adalah : sawo apel kelapa sawo apel
lilin dan sawo duren.
Analisa sawo dari Meksiko Selatan dan komposisinya per 100 gram porsyang bisa
dimakan disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 2. Analisa sawo dari Meksiko Selatan
Pengukuran

Nilai

Kadar air

69.0 75,7%

Ascorbic acid

8.9 41.4mg/100g

Total asam

0.09 0.15%

pH

5.0 -5.3

Total padatan terlarut


Karbohidrat
glukosa
fruktosa
sukrosa
Total gula

17.4 23.70 Brix

Starch (kanji)

2.98 6.40%

Tannin
Sumber : Morton 1987

5.84 - 9.23%
4.47 - 7.13%
1.48 - 8.75%
11.14 20.43%
3.16 - 6.45%

2.2.4 Manfaat Manilkara zapota (L.) van Royen


Manfaat tanaman sawo adalah sebagai makanan buah segar atau bahan makan olahan
seperti es krim, selai, sirup atau difermentasi menjadi minumananggur atau cuka. Selain
itu, manfaat lain tanaman sawo dalam kehidupanmanusia adalah :
1. Tanaman penghijauan di lahan-lahan kering dan kritis.
2. Tanaman hias dalam pot dan apotik hidup bagi keluarga.
3. Penghasil buah bergizi tinggi yang dapat dijual di dalam atau luar negeri.
4. Penghasil getah untuk bahan baku industri permen karet.
5. Penghasil kayu yang sangat bagus untuk pembuatan perabotan rumah tangga
(BAPPENAS, 2005)

10
2.2.5 Komposisi Manilkara zapota (L.) van Royen untuk setiap 100 gram
Menurut (Leung dan Flores, 1961) (Wenkam, 1990) dalam (Nakasone dan Paull,
1998) komposisi sawo untuk setiap 100 gram porsi yang bisa dimakan disajikan dalam
tabel berikut :
Tabel 3. Komposisi sawo per 100 gram porsi yang bisa dimakan (edible portion)
Proksimat

Mineral

Vitamin

Energi (kJ)

393

Kalsium (mg)

24

Thiamine (mg)

0.01

Protein (g)

0.5

Fosfor (mg)

10

Riboflavin (mg)

0.01

Lemak (g)

1.1

Besi (mg)

Niacin (mg)

0.02

Karbohidrat(g)

23

Vitamin C (mg)

15

Serat (g)

1.6

Vitamin A (IU)

10

Abu (g)

0.4

Kadar air (g)


75
Sumber : Leung dan Flores (1961); Wenkam (1990), dalam Nakasone dan Paull (1998).
2.3

Radikal Bebas

2.3.1 Pengertian Radikal Bebas


Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil,
sangat efektif untuk memperoleh pasangan elektronnya sehingga mengakibatkan reaksi
berantai yang akan menghasilkan radikal bebas baru yang berpotensi merusak
jaringan(Muhilal,2001).radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh (endogen)dan dari
luar tubuh (eksogen).radikal bebas dapat berasal dari tubuh terbentuk melalui beberapa
mekanisme yaitu autooksidasi dan fosforilasi oksidatif (Halliwel dan Gutteridge,
1989).Ferdias (1996) menyatakan bahwa reaksi autooksidasi di dalam tubuh terjadi antara
lipid dan oksigen.reaksi ini berlangsung tiga tahap yaitu:
1.

Inisiasi
Merupakan reaksi dimana radikal-radikal bebas terbentuk Hiperperoksida
(ROOH) dapat terbentuk melalui berbagai proses termasuk reaksi singlet
oksigen dengan lipid tidak jenuh atau oksidasi asam lemak tidak jenuh
dikatalisis dengan enzim lipooksigenase.

11
Contoh : ROOH ROO + H
ROOH RO + OH
2ROOH RO+H2O+ROO
2.

Propagasi
Merupakan reaksi dimana radikal-radikal bebas diubah menjadi radikal-radikal
lain.radikal lipid yang terbentuk pada reaksi inisiasi dapat mengalami reaksi
propagasi melalui pemecahan satu atom hydrogen atau melalui reaksi
oksigenasi dengan molekul oksigen.
Contoh : R + O2 ROO
ROO + R1H ROOH + R1

3.

Terminasi
Yaitu reaksi dimana terjadi penggabungan dua radikal dan membentuk produkproduk stabil
Contoh : ROO + R1OO ROOR1 + O2
RO + R1 ROR1

Selain melalui mekanisme autooksidasi,dalam tubuh radikal bebas juga terbentuk


melalui proses reduksi molekul oksigen dalam rangkaian transport electron dalam
mitokondria atau dalam proses lain yang terjadi secara acak dari berbagai proses kimiawi
dalam tubuh.radikal bebas yang terdapat dalam tubuh adalah radikal turunan oksigen atau
oksi-radikal dan sering disebut senyawa oksigen reaktif (ROS).
2.3.2 Pembentukan Radikal bebas
Radikal bebas secara umum dapat terbentuk melalui absorpsi radiasi (ionisasi
uv,radiasi sinar tampak,radiasi panas)atau melalui reaksi redoks.pengaruh radiasi akan
menghasilkan berbagai macam radikal bebas yang kompleks,terutama radikal hydrogen
(H),radikal hidroksil (-OH)dan electron yang siap berinteraksi dengan biomolekul
biomolekul lain yang berdekatan.
2.3.3 Dampak Negatif Radikal Bebas
Target utama dari serangan senyawa radikal bebas,antara lain :
a. Kerusakan membrane sel
Komponen terpenting membrane sel adalah fosfolipid,glikolipid,protein dan
kolesterol.dua komponen utama mengandung asam lemak tak jenuh ganda yang

12
sangat rentan terhadap serangan radikal bebas.terutama radikal hidroksil.radikal
hidroksil dapat menimbulkan reaksi berantai yang dikenal dengan nama
peroksidasi lipid.akibat akhir dari reaksi ini adalah terputusnya rantai asam lemak
menjadi berbagai senyawa yang bersifat toksik terhadap sel,antara lain aldehida
seperti malondiahelhida (MDA),4-hidroksinonenal serta berbagai hidrokarbon
seperti etena (C2H4)dan pentane (C5H12).semuanya dapat mengakibatkan
kerusakan membrane sel yang parah dan membahayakan kehidupan sel (Wijaya.
1996).
b. Kerusakan protein
Radikal bebas dapat merusak protein karena dapat bereaksi dengan asam amino
penyusun protein.diantara asam amino penyusun protein yang paling rawan
adalah sistein.sistein mengandung gugus sulfidril (SH)yang paling rentan terhadap
serangan radikal bebas.
R-SH + OH R-S +H2O
2R-S

R-SS-R

Pembentukan ikatan disulfide menimbulkan ikatan intramolekul dan antarmolekul


protein,sehingga protein tersebut kehilangan fisiologisnya.
c. Kerusakan DNA
Radikal

bebas

merupakan

salah

satu

penyebab

terjadinya

kerusakan

DNA.kerusakan ini mengakibatkan terjadinya mutasi sel dan menimbulkan


penyakit kanker (Halliwel dan Gutteridge,1990).
d. Auto imun
Merupakan pembentukan antibody terhadap sel tubuh sendiri.adanya antibody
terhadap sel tubuh akan mengakibatkan kerusakan jaringan tubuh.(Halliwel dan
Gutteridge,1990)
e. Penuaan dini
Kerusakan jaringan oleh radikal bebas terjadi secara terus menerus,perlahan-lahan
tetapi pasti.Hal ini disebabkan karena proses pemusnahan radikal bebas dalam
tubuh tidak dapat terjadi secara sempurna.jaringan yang rusak ini akan
mengakibatkan terjadinya proses penuaan(Halliwel dan Gutteridge,1990)
f.

Aterosklerosis
Oksidasi LDL merupakan tahap awal terjadinya aterosklorosis serangan radikal
hidroksil pada poli unsaturated fatty acid (PUFA) yang terdapat pada permukaan

13
LDL mengawali terjadinya reaksi peroksidasi lipid.reaksi ini menyebabkan
modifikasi oksidatif PUFA dan degradasi apolipoprotein B.reaksi tersebut akan
menghasilkan

epitope

teroksidasi,dapat

pada

dikenal

dan

apolilpoprotein
ditangkap

B.yang

oleh

menyebabkan

reseptor

scavenger

LDL
pada

makrofag,yang pada akhirnya akan terakumulasi menjadi sel busa pada intima
dinding pembuluh darah (Wijaya, 1996).
2.4

Antioksidan

2.4.1 Definisi Antioksidan


Dalam menjalani aktivitas sehari-hari, tubuh manusia tidak dapat menghindari
paparan radikal bebas atau oksidan yang membahayakan kesehatan. Radikal bebas
merupakan atom atau molekul dengan satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan.
Komponen-komponen reaktif dan produknya ini terbentuk melalui berbagai proses
fisiologis dan biokimia seperti respirasi mitokondria, aktifasi fagosit, maupun aktivitas
oksidasi oleh enzim (Basu et. al.1999).
Radikal bebas derivat oksigen dan prooksidan lain memiliki peranan penting dalam
pembentukan komponen esensial dan aktivasi biologis dari komponen-komponen penting.
Namun, di saat bersamaan, radikal bebas bersifat toksik dan dapat menyebabkan kerusakan
sel melalui oksidasi lipid, protein dan DNA. Selain itu, fungsi sel imun juga dapat
terganggu dengan adanya aktivitas radikal bebas. Salah satu zat yang memperkecil bahaya
dari radikal bebas adalah antioksidan. Antioksidan mengganggu produksi radikal bebas
atau membantu inaktivasi radikal bebas saat terbentuk (Basu et. al. 1999).
Antioksidan dipercaya mampu menangkal oksidasi dari radikal bebas yang dapat
merusak komponen sel (Webb 2007) dan menyebabkan penyakit-penyakit degeneratif
(MacDougall et. al. 2002), seperti penyakit jantung koroner, kanker, diabetes, katarak, dan
arthritis. Barus (2007) juga menyebutkan peran 8 positif lain dari antioksidan untuk
membantu sistem pertahanan tubuh bila ada unsur pencetus penyakit memasuki dan
menyerang tubuh.
Berbagai jenis protein dan enzim yang disintesis dalam tubuh dapat memiliki fungsi
antioksidan (Basu et. al. 1999). Begitu pula dengan beberapa jenis vitamin dan mineral,
seperti vitamin C, vitamin E, dan selenium, memiliki fungsi antioksidan atau merupakan
bagian yang penting dari sebuah sistem antioksidan. Beberapa antioksidan lain tidak
dinyatakan sebagai zat gizi esensial. Namun, sekarang disadari bahwa zat-zat gizi yang

14
awalnya bukan merupakan zat gizi esensial namun memiliki aktivitas antioksidan dapat
berperan dalam menjaga kesehatan yang optimal dengan menurunkan tingkat oksidasi dari
radikal bebas. Beberapa antioksidan potensial pada makanan tidak dinyatakan sebagai zat
gizi esensial. Senyawa tersebut antara lain karotenoid, flavonoid, fenol, dan polifenol
(Webb 2007).
Senyawa-senyawa yang memberikan sifat antioksidan dapat digunakan secara
terpisah. Namun, sering kali senyawa-senyawa ini digunakan secara bersamaan untuk
memberikan perlindungan yang optimal (MacDougall et. al. 2002). Namun demikian,
belum ada batasan yang pasti asupan harian senyawa antioksidan untuk mencegah
timbulnya penyakit (Basu et. al. 1999).
2.4.2 Antioksidan Alami
Menurut Patt dan Hudson (1990) senyawa senyawa alami yang umumnya
mempunyai efek antioksidan adalah fenol dan polifenol,serta yang paling umum adalah
flavonoid (flavonol, isoflavon, flavon, katekin, dan flavonon), turunan asam sinamat,
kumarin, tokoferol, dan asam organic polifungsi. golongan senyawa fenolik adalah
komponen bioaktif yang terdapat secara luas pada tanaman.istilah fenolik atau polifenol
dapat didefinisikan secara kimia sebagai suatu senyawa yang memiliki cincin aromatic
mengandung satu atau lebih substitusi OH termasuk turunan fungsional (ester,metal
eter,glikosida).antioksidan alami terutama berfungsi sebagai anti oksidan primer yaitu
sebagai akseptor radikal bebas dan pemecah rantai.senyawa-senyawa fenolik volatile
seperti eugenol,isoeugenol,timol dan sebagainya memiliki aktivitas antioksidan yang
cukup tinggi namun memiliki bau yang terlalu kuat sehingga kegunaannya terbatas sebagai
bahan tambahan pangan sementara itu beberapa jenis antioksidan alami yang lain juga
memiliki beberapa kelemahan.
2.4.3 Metode Analisis Antioksidan
Ada beberapa metode yang dapat dipakai untuk menganalisis daya antioksidan suatu
zat,antara lain :
1. Metode Ruch (Ruch,1989)
Antioksidan akan memusnahkan hydrogen peroksida,serapan diukur pada panjang
gelombang 230nm
2. Metode Iodometri (Lovaas,1992)

15
Antioksidan akan menurunkan jumlah hidroperoksida yang akan mengoksidasi Imenjadi I2,I-akan membentuk kompleks I3 yang berwarna kuning,serapan diukur
pada panjang gelombang 360 nm.
3. Metode DPPH (Yen,1995)
Senyawa antioksidan akan bereaksi dengan radikal DPPH melalui donasi atom
hydrogen dan menyebabkan perubahan warna kuning,serapan diukur pada
panjang gelombang 515nm.
4. Metode Oyaizu (Yen, 1995)
Antioksidan akan mereduksi K3Fe(CN)6 yang dalam suasana asam akan
membentuk kompleks Fe4(Fe(CN)6)3yang berwarna biru serapan diukur pada
panjang gelombang 700nm.
5. Metode tiosianat (Yen, 1996)
Antioksidan menurunkan jumlah hidroperoksida yang akan mengoksidasi FeCl2
menjadi FeCl3 yang akan membentuk kompleks berwarna merah dengan asam
tiosianat.serapan diukur pada panjang gelombang 500nm.
2.5

Ekstraksi

2.5.1 Definisi Ekstraksi


Ekstraksi adalah suatu proses penyarian atau penarikan zat yang diinginkan dari
suatu bahan dengan menggunakan pelarut yang sesuai dengan kelarutan zat yang ingin
diperoleh (Harborne, 1987).Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan
mengekstraksi senyawa aktif dalam hal ini dari simplisia nabati menggunakan pelarut yang
sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan(DEPKES
RI,2000)
Ekstraksi dibagi menjadi dua,yaitu ekstraksi padat cair dan ekstraksi cair-cair
tahapan dalam proses pembuatan ekstrak adalah sebagai berikut (DEPKES RI,2000) :
a. Pembuatan bentuk simplisia,makin halus bentuk simplisia proses ekstraksi makin
efektif efisien,namun makin halus serbuk maka makin sulit secara teknologi
peralatan untuk tahapan filtrasi .
b. Pemilihan cairan pelarut,factor utama untuk pertimbangan pada pemilihan cairan
pelarut adalah selektifitas, kemudahan proses dan bekerja dengan cairan tersebut,
ekonomis, ramah lingkungan dan keamanan.

16
c. Separasi dan pemurnian,tujuan dari pemanfaatan ini adalah menghilangkan
(memisahkan) senyawa yang tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa
berpengaruh pada senyawa kandungan yang dikehendaki,sehingga diperoleh
ekstrak yang lebih murni.
d. Pemekatan atau penguapan (evaporasi) adalah peningkatan jumlah parsial solut
(senyawa terlarut) secara penguapan pelarut tanpa sampai menjadi kondisi yang
kering, massa kering-rapuh, tergantung proses dan peralatan yang digunakan.
e. Rendemen adalah perbandingan berat antara ekstrak yang diperoleh dengan
simplisia awal
Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dibagi dalam dua kelompok
besar berdasarkan temperature yang digunakan :
1. Cara dingin terdiri dari :
a. Maserasi yaitu proses ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut dan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature ruang (DEPKES
RI,2000).proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam
karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding
dan membrane sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel
sehingga metabolit sekunder yang ada pada sitoplasma akan terlarut dalam
pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama
perendaman yang dilakukan.
b. Perkolasi,yaitu ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperature ruangan
(Depkes RI,2000).efektivitas dari proses ini hanya akan lebih besar untuk
senyawa organik yang sangat mudah larut dalam pelarut yang digunakan
(Darwis, 2000).
2. Cara panas,terdiri dari (Depkes RI,2000)
a. Refluks,yaitu ekstraksi dengan pelarut pada temperature titik didihnya,selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut relative konstan dengan adanya pendingin
balik.
b. Soxhlet yaitu ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya
dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan
jumlah pelarut relative konstan dengan adanya pendingin balik proses ini
sangat baik untuk senyawa yang tahan dengan pemanasan.
c. Digesti yaitu proses maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu)pada
temperature yang lebih tinggi dari pada suhu ruangan,yang secara umum
dilakukan pada temperature 45-50 celcius

17
d. Infus yaitu ekstraksi dengan pelarut air pada temperature penangas air (bejana
infus tercelup.
2.6

Kromatrografi Cair Kinerja Tinggi


Dalam KCKT fase gerak yang digunakan adalah cairan sebagai akibatnya fasa gerak

sukar mengalir dalam kolom yang dipadatkan dengan serbuk halus zat padat. Oleh karena
itu, supaya fase ferak dapat melewati kolom secara cepat maka dibutuhkan pompa yang
bertekanan tinggi.
Prinsip Kerja KCKT adalah dengan bantuan pompa,fase gerak cair yang diairkan
melalui kolom ke detektor. Cuplikan dimasukan kedalam aliran fase gerak dengan cara
penyuntikan. Didalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen campuran.karena
perbedaan kekuatan interaksi solut-solut terhadap fasa diam maka terjadilah pemisahan.
Komponen yang lemah interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari kolom terlebih
dahulu.
Setiap komponen campuran yang keluar dari kolom dideteksi oleh detektor
kemudian direkam dalam bentuk kromatogram. Jumlah peak dalam kromatrogram
menyatakan jumlah komponen, sedangkan luas peak, menyatakan konsentrasi komponen
dalam campuran. Komputer dapat digunakan untuk mengontrol kerja sistem KCKT dan
mengumpulkan serta mengolah data hasil pengukuran KCKT.

Gambar 3. Diagram Skematik sistem KCKT


2.6.1 Keunggulan KCKT
a. Dapat menganalisis senyawa organik yang terurai (labil) pada suhu tinggi karena
KCKT dilakukan pada suhu kamar
b. Dapat menganalisis cupilikan yang berasal dari senyawa-senyawa anorganik

18
c. Dapat menganalisis cuplikan yang memiliki berat molekul tinggi atau titik
didihnya sangat tinggi seperti polimer
2.6.2 Peralatan KCKT
Persiapan peralatan KCKT meliputi persiapan fase gerak,pompa, injektor,kolom dan
detektor.
a. Fasa Gerak
Fasa gerak untuk KCKT berupa cairan. Sebelum fase gerak dialirkan kedalam
sistem KCKT udara yang mungkin didalamnya dapat dihilangkan dengan cara
digassing terutama apabila digunakan fase gerak air atau pelarut organik yang
polar.
b. Pompa
Untuk KCKT digunakan peralatan yang khusus, digunakan pompa untuk
mengalirkan fase gerak kedalam kolom. Perlatan yang digunakan sebagai pompa
dalam sistem KCKT memiliki beberapa persyaratan:
1. Menghasilkan tekanan hingga 6000 psi
2. Keluaran yang bebeas denyut
3. Kecepatan alir dalam kisaran 0,1 10 ml/menit
4. Tahan terhadap korosi
c. Injektor
Injektor adalah tempat memasukan contoh yang akan diuji kedalam sistem
peralatan kromatrografi. Periksalah kondisi injektor sebelum digunakan.ciri
injektor yang baik yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Dapat memasukan zat kedalam kolom secara kuantitatif
2. Memiliki keberulangan yang tinggi
3. Mudah digunakan
d. Kolom
Kolom yang akan digunakan harus dipilih sedemikian rupa agar pemisahan
contoh yang diuji sempurna. Kolom KCKT dibuat dari bahan tabung stainless
stell,walaupun

untuk

tekanan

dibawah

600

psi

kolom

kaca

dapat

digunakan.penyambungan kolom harus dilakukan secara hati-hati agar tidak


terjadi kebocoran.tujuan mengunakan pompa pada kromatrografi cairan kinerja
tinggi adalah untuk mendorong fase gerak masuk kedalam kolom.
2.6.3 Jenis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
a.
Kromatrografi Adsorbsi

19
Kromatografi adsorbsi sangat cocok untuk pemisahan senyawa-senyawa
yang bersifat agak polar. Partikel-partikel silika atau alumina biasanya
digunakan sebagi adsorben. Jenis kromatrografi ini menggunakan fasa gerak
non polar seperti hekasana dan disebut juga kromatrografi fasa normal.
b.

Kromatrografi Partisi
Kromatrogarfi partisi sangat cock untuk pemisahan senyawa-senyawa
non polar jenis kromatrografi ini disebut dengan kromatrografi fasa terbalik
karena fasa geraknya lebih polar daripada fasa diam. Salah satu kendala
kromatrografi ini adalah keterbatasan selektivitas sebagai ketidak campuran
kedua fasa. Karena keterbatasan ini maka kromatrografi partisi tidak digunakan
lagi sebagai teknik analisis rutin.

c.

Kromatrografi Fasa Terikat


Kromatografi fasa terikat merupakan teknik KCKT yang paling penting
dan paling banyak digunakan saat ini. Dalam hal penerapan kromatrografi fasa
terikat dan kromatrografi partisi memiliki persamaan.

d.

Kromatrografi Penukar Ion


Kromatografi penukar ion merupakan teknik pemisahan campuran ionion atau molekul-molekul yang dapat diionkan. Ion-ion bersaing dengan ionion fasa gerak untuk memperebutkan tempat berikatan dengan fasa diam. Dasar
pemisahan kromatrografi ini berasal dari perbedaan afinitas senyawa
bermuatan terhadap permukaan penukar ion.

e.

Kromatrografi Ekslusi Ukuran


Ukuran molekul merupakan kriteria utama dalam pemisahan dengan
kromatrografi ekslusi ukuran. Pemisahan terjadi karena solut-solut berdifusi
masuk dan keluar pori-pori paking kolom. Teknik ini berguna untuk
mengkarakterisasi distribusi berat molekul polimer, pemurnian cuplikan
biologis dan pemisahan senyawa-senyawa dengan berat molekul 2000 atau
lebih.

2.6.4 Teknik Elusi


Ada dua teknik elusi dalam KCKT :
1.

Teknik Elusi Isokratik

20
Teknik pemisahan yang tidak melakukan perubahan fase gerak selam proses
pemisahan.
2. Teknik Elusi Gradien
Teknik pemisahan yang melakukan perubahan fase gerak baik pH dan
kepolaran. Efek dari elusi gradien adalah mempersingkat waktu retensi dari
senyawa- senyawa yang tertahan kuat pada kolom
Elusi gradien dapat beberapa keuntungan :
a.
b.
c.
d.
2.7

Total waktu analisis dapat dierduksi


Resolusi persatuan waktu setiap senyawa dalam campouran bertambah
Ketajaman puncak bertambah
Efek sensitivitas bertambah karena sedikit variasi pada puncak

Spektrofotometri UV/Visible
Spektrofotometri adalah pengukuran serapan radiasi elektromagnetik oleh zat pada

panjang gelombang tertentu mendekati monokromatik.molekul dapat menyerap cahaya


elektromagenetik jika frekuensi cahaya sama dengan getaran molekul tersebut.spektrum
absorbsi daerah ultraviolet adalah 190-380 nm sedangkan daerah cahaya tampak adalah
380-780 nm.alat spektrofotometri pada dasarnya terdiri dari :
a.

Sumber Cahaya
Sebagai sumber cahaya pada spektrofotometer, haruslah memiliki pancaran

radiasi yang stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber energi cahaya yang biasa untuk
daerah tampak, ultraviolet dekat, dan inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar
dengan kawat rambut terbuat dari wolfram (tungsten). Lampu ini mirip dengan bola
lampu pijar biasa, daerah panjang gelombang ( ) adalah 350 2200 nm. Di bawah
kira-kira 350 nm, keluaran lampu wolfram itu tidak memadai untuk spektrofotometer
dan harus digunakan sumber yang berbeda. Paling lazim adalah lampu tabung tidak
bermuatan (discas) hidrogen (atau deuterium) 175 ke 375 atau 400 nm.
Lampu hidrogen atau lampu deuterium digunakan untuk sumber pada daerah
ultraviolet. Kebaikan lampu wolfarm adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak
bervariasi pada berbagai panjang gelombang. Sumber cahaya untuk spektrofotometer
inframerah, sekitar 2 ke 15 m menggunakan pemijar Nernst (Nernst glower).
b.

Monokromator

21
Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan cahaya
polikromatis

menjadi

beberapa

komponen

panjang

gelombang

tertentu

(monokromatis) yang bebeda (terdispersi).


c.

Kuvet
Kuvet spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat

contoh atau cuplikan yang akan dianalisis. Kuvet harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
Tidak berwarna sehingga dapat mentransmisikan semua cahaya.
Permukaannya secara optis harus benar- benar sejajar.
Harus tahan (tidak bereaksi) terhadap bahan- bahan kimia.
Mempunyai bentuk (design) yang sederhana.
Kuvet biasanya terbuat dari kwarsa, plexigalass, kaca, plastik dengan bentuk
tabung empat persegi panjang 1 x 1 cm dan tinggi 5 cm. Pada pengukuran di daerah
UV dipakai kuvet kwarsa atau plexiglass, sedangkan kuvet dari kaca tidak dapat
dipakai sebab kaca mengabsorbsi sinar UV. Semua macam kuvet dapat dipakai untuk
pengukuran di daerah sinar tampak (visible).
d.

Detektor
Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada

berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik
yang selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk jarum penunjuk
atau angka digital. Syarat-syarat ideal sebuah detektor :
Kepekaan yang tinggi
Respon konstan pada berbagai panjang gelombang.
Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi.
Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga radiasi.

2.8

Metode Peredaman DPPH


NO2

NO2

22

NO2

Gambar 4. Struktur DPPH (Hapsah, 2010)


Penggunaan DPPH dalam menguji aktivitas antioksidan menjadi popular kerena
sederhana, mudah, cepat, dan peka serta hanya memerlukan sedikit sampel.DPPH
merupakan senyawa radikal bebas yang stabil, berbentuk prisma besar berwarna ungu
gelap, mudah larut dalam methanol dan etanol (Windolz, 1993).
Aktivitas antioksidan dari bahan yang diuji dinyatakan aktif bila menghambat
radikal bebas lebih dari 80%, dan dinyatakan sedang bila keaktifan menghambatnya sekitar
50-80%, dan dinyatakan tidak aktif jika menghambat kurang dari 50% (Majeed, 1995).
Prinsip uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan pereaksi DPPH adalah
mereaksikan antioksidan yang terdapat di dalam sampel dengan 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil
yang berwarna ungu menjadi 1,1-difenil-2-pikrilhidrazin yang berwarna kuning dan lebih
stabil (Yen dan Chen, 1995).
(Gambar 5.Reaksi penangkapan radikal bebas DPPH (Magdalena, 2005).
*N-N(C6H5)2
NO2

OH

NO2
O=C

HC-C-CH2OH
C
OH

NO2

OH

As. Askorbat (Vit-C)

1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH)

HN-N(C6H5)2
O
NO2

NO2

O=C

OH
HC-C-CH2OH
H

23
+
C

NO2
1,1-difenil-2-pikrilhidrazin
2.9

dihidroaskorbat

Skrining Fitokimia
A.

Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar.pada

umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih atom nitrogen,biasanya sebagai bagian dari system siklik.alkaloid sering kali
beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai sifat fisiologi yang menonjol
,jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan.alkaloid biasanya tidak
berwarna,sering kali bersifat optis aktif,kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya
sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina)pada suhu kamar.
B.

Triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam

satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik.yaitu
skualena.senyawa ini berstruktur siklik yang nisbi rumit,kebanyakan berupa
alcohol,aldehid,atau

asam

karboksilat.triterpenoid

adalah

senyawa

tidak

berwarna,berbentuk kristal,sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optic.yang


umumnya sukar dicirikan karena tidak ada kereaktifan kimianya.uji yang banyak
digunakan ialah reaksi Lieberman Burchard (anhidrida asetat H2SO4-P)yanf
dengan kebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau dan biru.senyawa
ini terkenal dengan rasa kepahitannya,contohnya limonin,suatu senyawa pahitv yang
larut dalam lemak dan terdapat dalam buah jeruk (Citrus).

C.

Saponin
Merupakan pembentukan busa sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau waktu

memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti akan adanya saponin.Bila dalam


tumbuhan terdapat banyak saponin akan sukar untuk memekatkan ekstrak alcohol
air dengan baik,walaupun digunakan penguap putar.karenanya,uji saponin yang

24
sederhana ialah dengan mengocok ekstrak alcohol air dari tumbuhan dalam tabung
reaksi dan diperhatikan apakah ada terbentuk busa tahan lama pada permukaan
cairan.
D.

Flavonoid
Semua flavonoid,menurut strukturnya,merupakan turunan senyawa induk

flavon yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan primula,dan semuanya
mempunyai

sifat yang

sama.dikenal sepuluh kelas flavonoid diantaranya

antosianidin, proantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon dan


auron, flavon dan isoflavon . Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam
air yang dapat diekstraksi dengan ethanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air
setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi (Harbourne, 1987).
2.10 Penetapan Kadar Air Simplisia
Sebagian besar bahan yang ada dialam ini berupa senyawa hidrat atau mengandung
air dalam bentuk terserap,karena itu penetapan kadar air penting untuk memenuhi standar
farmakope edisi keempat ada tiga metoda yang digunakan untuk menetapkan kadar air
yaitu :
a.

Metode Titrimetri
Prinsipnya berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air dengan larutan
anhidrat belerang dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang bereaksi
dengan ion hidrogen.

b.

Metode Azeotropi
Metoda ini menggunakan alat destilasi (alat kelembahan toluene).

c.

Metoda Gravimetri
Metoda ini digunakan hanya untuk bahan obat yang berasal dari tanaman
pengeringan menggunakan oven pada suhu 105 derajat celcius selam 5 jam,dan
ditimbang lanjutkan pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam sampai
perbedaan antara dua penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%
(Depkes,1995)

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1

Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2013 hingga Juli

2013. Penelitian

dilaksanakan di Laboratorium Balai Penelitian Ternak (BPT) Ciawi-Bogor, Laboratorium


Virologi LIPI Cibinong-Bogor, dan Laboratorium STTIF (Sekolah Tinggi Teknologi
Industri dan Farmasi) Bogor
3.2

Bahan
Bahan yang dipergunakan dalam percobaan ini adalah buah jamblang (Syzigium

cumini) yang di dapat dari daerah Dramaga Kabupaten Bogor Jawa Barat dan dan sawo
(Manilkara zapota (L). Van Royen) yang didapat dari daerah Ciawi kabupaten Bogor
Jawa Barat, bahan kimia yang dipergunakan diantaranya ethanol 70% teknis, isopropanol,
potassium klorida, sodium asetat, HCl, H2O2, dan DPPH 1 nm.
3.3

Alat
Alat yang dipergunakan diantaranya, grinder, alat-alat gelas, neraca waring blender,

pengering beku, stirrer, sentrifuse, penyaring vakum, rotary vakum evaporator, vortek,
waterbath, Ph meter, lampu UV, thermometer, mikropipet, spektrofotometer dan HPLC
3.4

Prosedur Penelitian

3.4.1 Penetapan Kadar Air


Masing-masing 100 gram buah dan serbuk kering jamblang (syzigium cumini) dan
dan sawo (Manilkara zapota (L). Van Royen) ditimbang seksama dalam wadah yang telah
ditara,kemudian dikeringkan pada suhu 650C selama 2 hari, dan ditimbang.pengeringan
dilanjutkan dan ditimbang pada jarak waktu 1 jam sampai perbedaan antara dua
penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 8% kadar air dihitung dalam sampel dengan
menggunakan rumus (Depkes RI, 1995)
% kadar air = Bobot awal Bobot akhir x 100%
Bobot awal

25

26
3.4.2

Ekstraksi
Bagian buah dari jamblang (syzigium cumini) dan dan sawo (Manilkara zapota (L).

Van Royen) diambil bagian yang baik,setelah itu dicuci bersih lalu dirajang,dikeringkan
dengan cara diangin-anginkan pada suhu 200C-300C hingga kering sempurna dan digiling
dengan grinder.hasil penggilingan kemudian diayak dengan pengayak ukuran mesh
60.sampel buah syzigium cumini ditimbang 100gr dan direndam dalam masing-masing
pelarut (Etanol 70%,heksan,dan etil asetat)dengan volume 500ml selama 1 x 24 jam
,perendaman dilakukan dengan 5 kali penambahan pelarut pada setiap masing-masing
sampel lalu disaring kemudian masing-masing maserat dipekatkan dengan menggunakan
evaporator dan dihitung rendemen yang didapat dengan rumus :
% Rendemen = Bobot ekstrak x 100%
Bobot awal
3.4.3 Pembuatan Larutan
1. Pembuatan larutan induk sampel
Ditimbang 100 mg sampel ekstrak kental buah jamblang (syzigium cumini) dan
dan sawo (Manilkara zapota (L). Van Royen) dilarutkan dalam 5 ml methanol p,a
sehingga didapat larutan induk dengan konsentrasi 1000 g/ml
2. Pembuatan larutan uji
Dipipet dari larutan induk sampel sebanyak masing-masing 25l,250l,dan 500l
(larutan I) untuk mendapatkan konsentrasi 5 ppm,10 ppm,25 ppm,50 ppm,dan 100
ppm (dibuat duplo)
3. Pembuatan larutan induk standar
Ditimbang serbuk vitamin C 5mg dan dilarutkan dalam 5 ml methanol p.a
sehingga didapat konsentrasi 1000g/ml
4. Pembuatan larutan standar
Dipipet dari larutan induk sebanyak masing-masing 15l,30l,dan 45l (larutan
II) untuk mendapatkan konsentrasi 3 ppm,6 ppm,dan 9 ppm (dibuat duplo)
5. Pembuatan larutan DPPH 1 mM
Ditimbang 19,75 mg DPPH dan dilarutkan dalam 50 ml methanol p,a
6. Pembuatan larutan blanko
Dipipet 1 ml DPPH 1 mM dan dilarutkan dalam 5 ml methanol p,a (dibuat duplo)

27
3.4.4 Pengukuran Larutan Standar KCKT / HPLC
Timbang seksama 100 mg standar ekstrak jamblang Syzigium cumini dan sawo
Manilkara zapota (L.) van Royen ( setara dengan 50 mg Syzigium cumini dan Manilkara
zapota (L.) van Royen ), masukan kedalam labu ukur 100 ml, Tambahkan 40 ml pelarut
dan sonikasi hingga larut, Encerkan dengan pelarut hingga tanda batas, kocok hingga
homogen, Pipet 5 ml larutan, masukan kedalam labu ukur 50 ml dan encerkan dengan
pelarut hingga tanda batas, kocok hingga homogen, Saring larutan dengan saringan,
membran filter 0.22m, Suntikan 20 m kedalam kromatogaf KCKT
3.4.5 Pengukuran Larutan Sampel
Timbang seksama suspensi setara 5 mg ekstrak Syzigium cumini dan Manilkara
zapota (L.) van Royen, masukan kedalam labu ukur 100 ml, Tambahkan 40 ml pelarut
dan sonikasi selama 10 menit, Encerkan dengan pelarut hingga tanda batas, kocok hingga
homogen, Saring larutan dengan kertas saring Whatman, Saring larutan dengan saringan
membran filter 0.22m, Suntikan 20 m ke dalam kromatogafi KCKT.
3.4.6 Perhitungan

Keterangan:
Aspl

= Serapan Puncak Larutan U

Astd

= Serapan Puncak Larutan Baku

Cstd

= Konsentrasi Larutan Baku (mg/ml)


0.05 x (potensi baku kerja Metoclopramide HCl / 100)

FP

= Faktor Pengenceran (100)

Bj

= Berat jenis sampel (g)

Wspl

= Berat Sampel (g)

Label Claim = 5mg/5ml


3.4.7 Skrining Fitokimia
1. Uji alkaloid
Masing masing ekstrak buah jamblang diambil sedikit dan dilarutkan dengan
pelarut asalnya,setelah itu dimasukan kedalam tiga

tabung reaksi.kemudian

28
kedalam masing-masing tabung ditambahkan HCl 2N,tabung 1 ditambahkan asam
encer sebanyak 0,5%.tabung II ditambahkan tiga tetes pereaksi dragendorf.bila
terdapat endapan jingga maka positif mengandung alkaloid,pada tabung ke III
ditambahkan tiga tetes pereaksi meyer.bila terdapat endapan kuning maka positif
mengandung senyawa alkaloid.
2. Uji saponin
Masing-masing ekstrak buah jamblang diambil sedikit kemudian dilarutkan
dengan pelarut asalnya dan saring dengan kertas saring kemudian masing-masing
sampel dimasukan ke dalam tabung reaksi,ditambahkan 10 ml air panas,lalu
dinginkan,setelah dingin kocok kuat-kuat hingga menimbulkan busa,setelah itu
tambahkan satu tetes HCl 2N,bila busa tidak hilang sampel positif mengandung
saponin.
3. Uji triterpenoid dan steroid
Masing-masing sampel di ambil sedikit dan dilarutkan dengan pelarutnya dan
masukan kedalam masing-masing lempeng tetes tambahkan 1 ml asam asetat
anhidrat, 2ml H2SO4,jika terbentuk cincin hijau atau warna hijau maka positif
mengandung senyawa triterpenoid,sedangkan bila terbentuk cincin biru atau
warna biru maka positif mengandung steroid.
4. Uji flavonoid
Masing-masing

sampel

diambil

sedikit

dan

larutkan

dengan

pelarut

asalnya,setelah itu dimasukan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambhakan


serbuk Mg dan lima tetes HCl pekat,bila terjadi warna merah jingga atau merah
ungu maka positif mengandung senyawa flavonoid
3.4.8 Uji aktivitas antioksidan
1 ml larutan DPPH 1 mM ditambahkan ke dalam msing-masing larutan sampel
(larutan I) dan 5 ml methanol ,p.a sehingga didapat

konsentrasi 5 ppm,10

ppm,25ppm,dan 100 ppm.tambahkan pula 1 ml DPPH 1 mM kedalam larutan standar


(larutan II) sehingga didapat konsentrasi 3 ppm, 6 ppm,dan 9 ppm.kemudian tutup
mulut tabung dengan alumunium foil.semua larutan diinkubasi dalam waterbath pada
suhu 370C selama 30 menit.lalu diukur serapan blanko,standar dan sampel dengan
spektrofotometer visible dengan = 515 nm dan dihitung % hambatan antara serapan
DPPH dan sampel dengan rumus :

29
% Hambatan = Serapan Blanko Serapan Sampel x 100%
Serapan Blank

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Direktorat Jendral Pengawasan
Obat dan Makanan.
Anonim, 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.Direktorat Jendral
POM.
Anonim.

2010.

Segudang

Khasiat

Duwet

Cegah

Kolesterol

Hingga

Obati

Diabetes.www.suaramedia.com (1 maret 2011).


Anonimous.2011.Larutan.Diambildari,http://medicafarma.blogspot.com/2008/08/larutan
.html. (08 Oktober 2011, Pukul 20.40)
Anonimous. 2011.Metoclopramide. Diambil dari

http://www.dechacare.com/Metoclo

pramide- Hcl-P759 html (07 Oktober 2011, Pukul 19.30)


Anonimous. 2011. Solutiones. Diambil dari http://farmasiabis.blogspot.com/2011/04
/Solutiones-larutan.html.
Barus P. 2009. Pemanfaatan Bahan Pengawet dan Antioksidan Alami pada industry Bahan
Makanan. Disampaikan pada pidato pengukuhan jabatan guru besar universitas
Sumatera Utara.
Basu K T. Temple N J. Garg M L. 1999.Antioxidant in Human Health and
Disease.Wallingford : CAB International Publishing.
Badan Pengkajian

dan

Penerapan

Teknologi

(BPPT).

2005.

Tanaman

obat

Indonesia.www.iptek.net.id/ind/pd/tanobat (7Maret 2011).


BAPPENAS. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2005. Teknologi Tepat Guna
Warintek Menteri Negara Riset dan Teknologi. Ttg-Budidaya Pertanian Sawo.
http://www.iptek.net.id/ind/teknologi_pangan/index.php?mnu=2& id=170. [1 Maret
2008].
Darwis, D. 2000.Teknik Dasar Laboratorium Dalam Penelitian Senyawa Bahan Alam
Hayati Workshop Pengembangan Sumber Daya Alam Manusia Dalam Bidang
Organik Bahan Alam Hayati.Padang : Fakultas MIPA Universitas Andalas.
Einbond L S et al. 2004. Anthocyanin Antioxidant from Edible Fruits. Food Chemistry 103
: 935 943.
Farmakope Indonesia Edisi IV. 1995. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

30

31
Ferdias, D. 1996. Antioksidan non gizi bahan pangan penangkal senyawa
radikal.Makalah

disajikan

pangan.Reaksi

Biomolekuler,

Penangkalan.Kerjasama

dalam

Pusat

seminar
Dampak

Studi

Pangan

senyawa

radikal

Terhadap
dan

Gizi

dan

system

Kesehatan

dan

Kedutaan

Besar

Perancis,Jakarta.
Halliwel B. And JMC,Gutteridge. 1990.Free Radical in Biology and Medicine.Claderon
Press. Oxford.Hlm 412-438.
Harbourne, J.B 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan (Padmawinata K.,penerjemah).Bandung : ITB. Hlm 21-24,1535 1536.
Lestario L N. Suparmo. Raharjo S. Tranggono. 2003. Perubahan Aktivitas Antioksidan,
Kadar Antosianin dan Polifenol pada Beberapa Tingkat Kematangan Buah Duwet
(Syzigium cumini). Agritech J 25 (4):169-172.
Lovaas, E., A. 1992. Sensitive Spectrofhotometric Methode for Lipid Hydroperokside
Determination.JAOCS : 69, 777-778.
Macmilan H. F. 1991. Tropical Planting and Gardening 6 edition. Kuala lumpur: Malayan
Nature Society
MacDougall D B et.al,2002. Colour in Food. Boca Raton:CRC Press.
33Miglaito K F et all,2009. Total polyphenols from Syzigium cumini (L). Skeels Fruit
Extract. Brazilian J Pharmaceutical Science 45: 121 - 126
Muhilal, 2001. Peranan Suplementasi Antioksidan Terhadap Kesehatan.Makalah disajikan
dalam Seminar Nasional dan Lokakarya Pemahaman dan Konsep Radikal Bebas dan
Peranan Antioksidan dalam meningkatkan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010.
Bandung : Pusat Penelitian Universitas Padjajaran
Mickelbart, M.V. 1996. Sapodilla: A Potential Crop for Subtropical Climates. p.439-446.
In: J.Janick (ed.), Progress in new crops. ASHS Press, Alexandria,VA.
http://www.hort.purdue.edu/newcrop/proceedings1996/V3-439.html. [21 Februari
2008]
.
Morton, J. 1987. Sapodilla. p. 393398. In: Fruits of warm climates. Julia F. Morton,
Miami, FL. http://www.hort.purdue.edu/newcrop/morton/ sapodilla.html. [21
Februari 2008].
Nakasone, H.Y., Paull, R.E. 1998. Tropical Fruits. CAB International,Wallington.
Pratt,

D.

E, dan B.J.F. Hudson.

1990. Natural Antioksidant Not Exploited

Commercialy.Didalam : Hudson B.J.F (ed).Food Antioksidant .Hlm 171-192.Elseiver


Applied Science, New York.

32
Sari P.Wijaya C H. Sajuthi D. Supratman U. 2009. Identifikasi Antosianin Buah Duwet
(Syzigium cumini) Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Diode Array
Detection. http://jurnal itp.net/index.php/files/article/249 (17 maret 2011)
Syarifudin Muhammad. 2010. Laporan Praktik Kerja Industri (Prakerin) Di PT
Promedrahardjo

Farmasi

Industri

Parungkuda-Sukabumi

:Sukabumi.

Pusat

Pendidikan dan Pelatihan Industri Sekolah Analis Kimia Bogor.


Webb G P . 2007.Dietary Supplements and Functional Foods. Oxford : Blackwell
Publishing Ltd.
Wijaya, A. 1996. Radikal Bebas dan Parameter Status Antioksidant. Forum Diagnostikum
I.Hlm. 1 11.
Yen, G.C., and H.Y Chen, 1995.Antioksidant Activity of various tea ekstracts in Relation to
Their Antimutagenicity. Vol 43. American Chemical Society, USA : 27 32.

33
LAMPIRAN 1
BAGAN PENELITIAN
Buah Syzigium cumini dan Manilkara
zapota (L). Van Royen
100 gr

Penetapan kadar air 5 gr buah


Syzigium cumini dan Manilkara
zapota (L). Van Royen

Dikeringkan t=200C-300C,selama 5 hari


Digiling sampai ukuran mesh 60

Maserasi
(Etanol 70%,Etil
asetat,Heksan)

Maserat

Heksan

Etanol
70%

Etil asetat

Evaporasi

Rendemen

Ekstrak
kental
Etanol 70%

Etil Asetat

Heksan

Skrining Fitokimia

Uji aktivitas antioksidan

Spektrofotometri
= 515 nm

KCKT/
HPLC

Alkaloid

Saponin

Flavonoid

Terpenoid &
sterodi

Anda mungkin juga menyukai