Anda di halaman 1dari 11

PORIFERA DAN CNIDARIA

Oleh :
Nama
NIM
Rombongan
Kelompok
Asisten

: Anisa Rohma
: B1J013033
:I
:I
: Firda Isdianto

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEMATIKA HEWAN II

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2015

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia hewan, berdasarkan ada tidaknya tulang belakang dikelompokkan
menjadi hewan bertulang belakang (vertebrata) dan hewan tak bertulang belakang
(Avertebrata). Invertebrata terbagi lagi menjadi dua golongan, Protozoa dan Metazoa.
Protozoa adalah hewan bersel satu dan Metazoa bersel banyak. Metazoa adalah
organisme bersel banyak yang terbentuk melalui spesialisasi fungsi kerja sel.
Kelompok hewan avertebrata mempunyai ciri-ciri tidak bertulang belakang, susunan
syaraf terletak di bagian ventral (perut) di bawah saluran pencernaan, umumnya
memiliki rangka luar (eksoskeleton) dan otak tidak dilindungi oleh tengkorak.
Keanekaragaman dan Klasifikasi Hewan atau Taksonomi Hewan merupakan
disiplin ilmu yang mengkaji tentang pengelompokan berdasarkan kesamaan bentuk
dan fungsi pada tubuh hewan. Tujuan klasifikasi itu sendiri adalah untuk
memudahkan mengenali jenis- jenis hewan serta memudahkan komunikasi di dalam
biologi. Klasifikasi hewan bersifat dinamis. Hal itu disebabkan beberapa
kemungkinan

seperti

adanya

perkembangan

pengetahuan

tentang

hewan,

penggunaan karakter yang berbeda dalam klasifikasi. Klasifikasi hewan didasarkan


atas persamaan dan perbedaan karakter tertentu pada hewan yang bersangkutan.
B. Tujuan
Tujuan praktikum acara Porifera dan Cnidaria kali ini, antara lain :
1. Mengenal bebeapa anggota Phylum Porifera dan Cmidaria
2. Mengetahui beberapa karakter penting untuk identifikasi dan klasifikasi anggota
Phylum Porifera dan Cnidaria

II. TINJAUAN PUSTAKA


Identifikasi adalah tugas untuk mencari dan mengenal ciri-ciri taksonomi
individu yang beranekaragam dan memasukkannya ke dalam suatu takson.
Identifikasi penting artinya bila ditinjau dari segi ilmiahnya, sebab seluruh urutan
pekerjaan berikutnya sangat tergantung kepada hasil identifikasi yang benar dari
suatu spesies yang sedang diteliti. Dalam melakukan identifikasi, peranan buku kunci
identifikasi adalah mutlak diperlukan (Darbohoesodo, 1976). Identifikasi makhluk
hidup berarti suatu usaha menemukan identitas suatu makhluk hidup. Identifikasi
dapat dilakukan dengan berbagai cara, umumnya dengan membandingkan suatu
objek yang ingin diketahui dengan gambar di dalam buku atau antara tumbuhan
dengan material herbarium yang sudah diketahui identitasnya (Suhardi, 1983).
Identifikasi dan pengenalan kelompok dan jenis hewan merupakan bagian yang
sangat penting dalam taksonomi. Salah satu alat bantu identifikasi adalah kunci
(identifikasi) yang dipakai untuk menentukan kedudukan hewan dalam sistematika
hayati. Ada kunci untuk menentukan Filum (Phylum), Kelas (Class), Bangsa (Ordo),
Suku (Family), Marga (Genus) dan Jenis (Species) hewan (Saanin, 1986).
Identifikasi dilakukan melalui 4 tahap yaitu identifikasi,
klasifikasi, determinasi, dan verifikasi yaitu :
1. Identifikasi adalah tugas untuk mencari dan mengenal ciri-ciri
taksonomi

yang

dimiliki

oleh

berbagai

organisme

dan

digunakan untuk mengelompokkan organisme ke dalam


takson. Prosedur identifikasi berdasarkan pemikiran yang
bersifat deduktif. Tahap identifikasi yang termasuk identifikasi adalah
pemberian nama suatu organisme dengan menggunakan pustaka (kunci
identifikasi) (Rahim S, 2015).
2. Klasifikasi merupakan salah

satu

cara

penyederhanaan

terhadap objek (dalam hal ini makhluk hidup) yang berjumlah


besar dan beragam. Secara umum, klasifikasi dapat diartikan
sebagai

suatu

proses

penataan

organisme

ke

dalam

kelompok-kelompok berdasarkan persamaan dan hubungan


kekerabatan. Langkah-langkah yang harus ditempuh untuk
mengadakan klasifikasi terhadap makhluk hidup yaitu sifatsifat makhluk hidup. Pengelompokan berdasarkan ciri-ciri,

dan pemberian nama kelompok. Langkah selanjutnya yaitu


pengelompokkan (classification).
3. Determinasi yaitu membandingkan suatu hewan dengan
hewan lain yang sudah dikenal sebelumnya (dicocokkan atau
disamakan). Di dunia ini, tidak ada dua benda yang identik
atau persis sama, maka istilah determinasinya dianggap lebih
tepat daripada istilah identifikasi (Mackinnon, 2000).
4. Verifikasi merupakan tahap terakhir dari identifikasi. Verifikasi
dalam arti yang ketat (strong verifiable) yaitu sejauh mana
kebenaran suatu dugaan itu mendukung pengalaman secara
meyakinkan. Sedangkan, verifikasi dalam arti yang lunak,
yaitu jika telah membuka kemungkinan untuk menerima
pernyataan dalam bidang sejarah (masa lampau) dan ramalan masa depan
sebagai pernyataan yang mengandung makna (Mayr, 1969).
Phylum Porifera (Latin, porus = pori, fer = membawa) adalah hewan
multiseluler (metazoa) yang paling sederhana. Hewan ini memiliki ciri umum, yaitu
tubuhnya berpori seperti busa atau spons sehingga Porifera disebut juga sebagai
hewan spons (Aryulina et al., 2004). Spons sering ditemukan hidup melekat pada
substrat yang keras dan hidupnya berkoloni yang statif atau tidak bergerak . Spons
belum memiliki alat-alat eskresi khusus dan sisa metabolismenya dikeluarkan
melalui proses difusi yaitu dari sel tubuh ke epidermis kemudian lingkungan hidup
yang berair (Kimball, 2000).
Porifera merupakan salah satu hewan primitif yang hidup menetap
(sedentaire) dan bersifat non selective filter feeder (menyaring apa yang ada). Spons
tampak sebagai hewan sederhana, tidak memiliki jaringan, sedikit otot maupun
jaringan saraf serta organ dalam. Hewan tersebut memberikan sumbangan yang
penting terhadap komunitas benthik laut dan sangat umum dijumpai di perairan
tropik dan sub tropik. Persebaran mulai dari zona intertidal hingga zona subtidal
suatu perairan (Bella & Aunurohim, 2013).
Tubuh Polifera belum membentuk jaringan dan organ sehingga Polifera
dikelompokkan dalam parazoa. Permukaan luar tubuhnya tersusun dari sel-sel
berbenuk pipih dan berdinding tebal yang disebut pinaosit yang berfungsi sebagia
pelindung, diantara pinakosit terdapat pori-pori. Pori-pori membetuk saluran air yang
bermuara di spongosol (rongga tubuh). Spongosol dilapisi oleh sel berleher yang

memiliki flagelum, disebut koanosit. Flagelum yang bergerak pada koanosit


berfungsi membentuk aliran air satu arah sehingga air yang mengandung makanan
dan oksigen masuk melalui pori ke spongosol, di spongosol makanan ditelan
secara fagositosis dan oksigen diserap secara difusi oleh koanosit. Sisa makana
dibuang melalui lubang pengeluaran yang disebut oskulum (Aryulina et al., 2004).
Cnidaria berasal dari bahasa Yunani cnide yang berarti senagat. Termasuk
dalam phylum ini meliputi hidra, ubur-ubur, anemon, bunga karang, akar bahar,dan
lain-lain. Cnidaria memiliki rongga pencernaan (gastrovascular cavity), dan mulut,
namun anus tidak ada. Ciri khas Cnidaria adalah knidosit, yang merupakan sel
terspesialisasi yang mereka pakai terutama untuk menangkap mangsa dan membela
diri. Tubuh mereka terdiri atas mesoglea, suatu bahan tak hidup yang mirip jeli,
terletak di antara dua lapisan epitelium yang biasanya setebal satusel. Mereka
memiliki dua bentuk tubuh dasar: medusa yang berenang dan polipyang sesil,
keduanya simetris radial dengan mulut dikelilingi oleh tentakel berknidosit. Kedua
bentuk

tersebut

mempunyai

satu

lubang

jalan

masuk

yang

berfungsi

sebagai mulut maupun anus yang disebut manus serta rongga tubuh yang digunakan
untuk mencerna makanan dan bernapas. Banyak cnidaria memproduksi koloni yang
meruapakan organisme tunggal terdiri atas zooidmirip medusa atau mirip polip atau
keduanya. Kegiatan cnidaria dikoordinasikan oleh jaring-jaring saraf tak terpusat
serta reseptor sederhana. Coeleanterata disebut juga Cnidaria (dalam bahasa yunani,
cnido = penyengat) karena sesuai dengan cirinya yang memiliki sel penyengat.Sel
penyengat terletak pada tentakel yang terdapat disekitar mulutnya (Hegner, 1968).
Preparat yang digunakan pada saat praktikum acara satu yaitu Demospongiae,
Acropora sp. Porites, Goniastrea favulus, Goniastrea retriformis, Platigyra dan
Montastrea curta. Demospongia, contoh dari Porifera ini memiliki rangka yang
tersusun dari serabut sponging. Tubuhnya berwarna cerah karena mengandung
pigmen yang terdapat pada amoebosit. Fungsi warna diduga untuk melindungi
tubuhnya dari sinar matahari. Bentuk tubuhnya tidak beraturan dan bercabang.
Tinggi dan diameternya ada yang mencapai lebih dari 1 meter. Seluruh
Demospongiae memiliki saluran air tipe Leukonoid. Habitat Demospongiae
umumnya di laut dalam maupun dangkal, meskipun ada yang di air tawar.
Demospongiae adalah satu-satunya kelompok porifera yang anggotanya ada yang
hidup di air tawar. Demospongiae merupakan kelas terbesar yang mencakup 90%
dari seluruh jenis porifera.

Contoh dari preparat Cnidaria adalah Acropora sp. yaitu memiliki jumlah
jenis (spesies) terbanyak dibandingkan genus lainnya pada karang. Karang jenis ini
biasanya tumbuh pada perairan jernih dan lokasi dimana terjadi pecahan ombak.
Bentuk koloni umumnya bercabang dan tergolong jenis karang yang cepat tumbuh,
namun sangat rentan terhadap sedimentasi dan aktivitas penangkapan ikan. Koloni
biasanya bercabang, jarang sekali menempel ataupun submasif, koralit dua tipe, axial
dan radial, septa umumnya mempunyai dua lingkaran, columella tidak ada, dinding
koralit dan coenosteum rapuh, dan tentakel umumnya keluar pada malam hari
(Suharsono, 1996). Bentuk percabangan sangat bervariasi dari korimbosa, arboresen,
kapitosa dan lain-lainnya. Ciri khas dari marga ini adalah mempunyai axial koralit
dan radial koralit. Bentuk radial koralit juga bervariasi dari bentuk tubular nariform,
dan tenggelam. Marga ini mempunyai sekitar 113 jenis, tersebar di seluruh perairan
Indonesia. Porites mempunyai jenis sekitar 25 jenis, tersebar diseluruh perairan
Indonesia. Porites dengan koloni mempunyai bentuk perubahan massive, encrusting,
bercabang dan lembaran. Septa saling bersatu dan membentuk struktur yang sangat
khas yang dipakai untuk indentifikasi jenis. Ciri khas ini antara lain adalah adanya
tiga septa yang bergabung jadi satu disebut triplet dengan satu pali (Suharsono,
2008).
Goniastrea favulus memiliki karakter koloninya massive dengan ukuran yang
relatif besar. Koralit cerioid atau submeandroid dengan dinding bervariasi. Septa
teratur dengan pali yang membentuk mahkota. Memiliki warna kekuningan atau
coklat muda. Reproduksi dari coral jenis Goniastrea favulus disimpulkan
untuk bertelur sebelum pukul 17:00, 6-12 setelah sebulan penuh (Baird et al., 2015).
Goniastrea retiformis memiliki karakter koloninya massive membentuk
kubah. Koralit umumnya bersudut empat sampai lima, cerioid. Septa berselang seling
antara yang panjang dan pendek. Kolumela membentuk mahkota. Memmiliki warna
hijau muda, coklat tua, atau kuning pucat, Umum dijumpai di daerah rataan terumbu.
Tersebar di seluruh perairan Indonesia.

Platygyra,

memiliki

karakteristik

koloninya massive dengan ukuran besar. Koralit hampir semuanya meandroid


dengan alur yang memanjang dan ukuran sedang. Pali tidak berkembang, kolumela
berada ditengah saling berhubungan antara satu dengan lainnya. Marga ini
mempunyai sekitar 7 jenis. Montastrea curta memiliki karakteristik koloni massive
berbentuk kubah atau melebar. Koralit cenderung membulat, cenderung berhimpitan
satu dengan lainnya. Septa terdiri dari dua, panjang dan pendek saling bergantian

secara teratur. Pali relatif kecil tetapi terlihat dengan jelas, memiliki warna warna
koloni coklat gelap atau coklat kekuningan, Umum dijumpai. Sebaran ditemukan di
seluruh perairan Indonesia (Suharsono, 2008).

III. MATERI DAN METODE


A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum acara 1 adalah, bak preparat,
mikroskop cahaya, mikroskop stereo, kamera dan alat tulis.
Bahan yang digunakan adalah Deamospongia, Acropora sp. Porites,
Goniastrea favulus, Goneastrea retiformis, Platygyra dan Montastrea curta.
B. Metode
Metode yang dilakukan dalam praktikum antara lain:
1. Dilakukan pengamatan, menggambar dan mendeskripsikan karakter pada
spesimen yang diamati berdasarkan ciri-ciri morfologi.
2. Dilakukan proses identifikasi spesimen dengan kunci identifikasi.
3. Dibuat kunci identifikasi sederhana berdasarkan karakter spesimen yang diamati.
4. Dibuat laporan sementara dari hasil praktikum.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
Kunci Identifikasi:
1. Konstruksi tubuh
a. Sel......................................................................Deamospongia
b. Jaringan..............................................................(2)
2. Colony shape
a. Massive..............................................................(3)
b. Branching...........................................................(Acropora sp.)
3. Colony form
a. Clocoid...............................................................(Porites)
b. Cerioid................................................................(4)
4. Calice
a. Small....................................................................(5)
b. Medium................................................................(-)
5. Coneosteum
a. Fuse wall..............................................................(6)
b. Nerrow.................................................................(7)
6. Columella
a. Trabecullar contineus...........................................(Goniastrea favulus)
b. Trabecullar stiliform.............................................(Goniastrea retiformis)
7. Columella
a. Trabecullar contineus............................................(Platygyra)
b. Trabecullar stiliform..............................................(Montastrea curta)

B. Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum dengan menggunakan preparat Demospongia,
Acropora sp, Porites, Goneastrea favulus, Goneastrea retiformis, Platygyra dan
Montastrea curta dapat membedakan karakterisasi dari masing-masing preparat
tersebut. Demospongia merupakan salah satu contoh dari Phylum Porifera, memiliki
rangka yang tersusun dari serabut sponging. Tipe aliran airnya leukon, Demospongia
merupakan kelas dari Porifera yang memiliki jumlah anggota terbesar, sebaian besar
tubuhnya berwarna cerah karena mengandung pigmen yang terdapat pada amoebosit.
Demospongiae adalah satu-satunya kelompok porifera yang anggotanya ada yang
hidup di air tawar.
Acropora sp. merupakan salah satu contoh dari Phylum Cnidaria, yang
koloninya bercabang dan tergolong jenis karang yang cepat tumbuh, namun sangat
rentan terhadap sedimentasi dan aktivitas penangkapan ikan. Koloni biasanya
bercabang, jarang sekali menempel ataupun submasif, koralit dua tipe, axial dan
radial. Acropora sp. ini Colony shape nya branching, colony form nya cerioid (antar
coralit tidak ada jaraknya), callice (diameter dari coral) small, tidak mempunyai
columella dan coenosteum (jarak antar coralit) wide.
Porites termasuk jenis spesies dari Cnidaria, yang koloninya mempunyai
bentuk perubahan massive, encrusting, bercabang dan lembaran, colony form nya
clocoid. Septa saling bersatu dan membentuk struktur yang sangat khas yang dipakai
untuk indentifikasi jenis. Goniastrea favulus memiliki karakter koloninya massive
dengan ukuran yang relatif besar dengan koralit cerioid. Goniastrea retiformis
memiliki karakter dengan colony shape nya massive, colony form nya cerioid (tidak
membentuk jarak antar koralit), calice nya medium, columella nya membentuk titik
dan coenosteum adalah fuse wall.
Platygyra, memiliki karakteristik koloninya massive dengan ukuran besar.
Koralit hampir semuanya meandroid dengan alur yang memanjang dan ukuran
sedang. Karakteristik Platygyra berdasarkan praktikum ber-colony shape maassive,
colony form nya cerioid, calice small, struktur columella trabecullar dan continous,
coenostemium nya narrow. Montastrea curta merupakan kelompok Cnidaria, yang
berdasarkan hasil praktikum memiliki karakteristik colony shape massive, colony
form cerioid, calice berukuran small, columellanya bentuk stiliform dan
coenostemiun narrow medium.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Anggota Phylum Porifera ada Demospongiae, dan anggota Phylum Cnidaria
diantaranya Acropora sp. Porites, Goniastrea favulus, Goniastrea retiformis,
Platygyra dan Montastrea curta.
2. Karakteristik dari Demospongiae yaitu memiliki rangka yang tersusun dari
serabut spongin. Karakteristik dari anggota Cnidaria berdasarkan preparat yang
digunakan memiliki colony form cerioid, columella pada Goniastrea retiformis
dan Montastrea curta membentuk stiliform, colony shape massive, kecuali pada
Acropora sp. yaitu branching.
B. Saran

Saran untuk praktikum kali ini yakni menggunakan preparat lebih dari satu
untuk digunakan sebagai pembanding.

DAFTAR REFERENSI
Aryulina, D. 2004. Biologi 1. Jakarta: Erlangga.
Baird AH, Viviran R, Cumbo, Gudge S, Sally A, Keith, Jeffrey A, Maynard, ChunHong T, Erika S, Woolsey. 2015. Coral reproduction on the worlds
southernmost reef at Lord Howe Island, Australia. Aquatic Biology Aquat Biol.
(23): 275284.
Bella, I.S., & Aunurohim. 2013. Struktur Komunitas Spons Laut (Porifera) di Pantai
Pasir Putih, Situbondo. Jurnal Sains Dan Seni Pomits 2 (2): 2337-3520.
Darbohoesodo R.B. 1976. Penuntun Praktikum Taksonomi Avertebrata.
Purwokerto: Fakultas Biologi Universitas Jenderel Soedirman.
Hegner. Robert, W., & Joseph., G., Engemann. 1968. Invertebrates
Zoologi. London: The Macmillan Company Collier-Macmilllan Limited.
Kimball, J.W. 2000. Biologi jilid empat edisi pertama. Jakarta: Erlangga.
Mackinnon, J. K., Phillips, & Balen, V. B. 2000. Burung-burung di Sumatera, Jawa,
Bali dan Kalimantan. Bogor: LIPI dan Bird Life, IP.
Mayr, E. 1969. Principles of Systematic Zoology. Tata Mc Graw. New Delhi: Hill
Publishing Company.
Rahim, S. 2015. Biodiversitas Hutan Nantu Sebagai Sumber Obat Tradisional
Masyarakat Polahi Di Kabupaten Gorontalo. Pros Sem Nas Masy Biodiv
Indon. 1 (2): 254-258.
Saanin H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jakarta: Bina Cipta.
Suhardi. 1983. Evolusi Avertebrata. Jakarta: UI-Press.
Suharsono. 1996. Jenis-jenis Karang yang Umum dijumpai di Perairan Indonesia.
Jakarta: Puslitbang Oseanologi LIPI.
Suharsono. 2008. Jenis-Jenis Karang di Indonesia. Jakarta: Coremap Program.

Anda mungkin juga menyukai