Anda di halaman 1dari 7

PORIFERA DAN CNIDARIA

Oleh :
Nama : Fadhila Meilasari
NIM : B1A015051
Rombongan :I
Kelompok :4
Asisten : Lovendo Ilham Widodo

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEMATIKA HEWAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kingdom animalia adalah salah satu kingdom yang memiliki anggota yang paling
banyak dan bervariasi. Secara garis besar kingdom animalia dapat dikelompokkan
menjadi dua golongan, yaitu golongan vertebrata (hewan bertulang belakang) dan
golongan invertebrata (hewan tak bertulang belakang. Dalam klasifikasi kingdom
animalia, paling tidak ada dua ciri yang membedakan struktur tubuh suatu hewan. Dua
ciri tersebut antara lain berdasarkan simetri tubuh dan lapisan tubuh. Invertebrata
dikelompokan menjadi delapan phylum, yaitu Porifera, Coelenterata, Plathyhelminhtes,
Nemathelminthes, Annelida, Mollusca, Arthropoda dan Echinodermata (Mayr, 1969).
Hewan pertama kali dikelompokkan berdasarkan banyaknya sel penyusun tubuh.
Hewan bersel satu dikelompokkan ke dalam hewan uniseluler, sedangkan yang tersusun
dari banyak sel dikelompokkan ke dalam hewan multiseluler. Perbedaan hewan yang
lainnya dilakukan berdasarkan kesimetrian tubuhnya, yaitu simetri radial atau bilateral,
berdasarkan bentuk tubuh (bulat, memanjang, elips), ada tidaknya insang segmen,
cangkang, antenna, dan ciri pembeda lainnya (Soeseno, 1990).
Hewan Spons atau disebut juga sebagai kelompok Porifera merupakan hewan
multiseluler yang primitif. Tubuhnya tidak memiliki jaringan ataupun organ
sesungguhnya. Kata porifera berasal dari bahasa latin, porus berarti lubang kecil,
sedangkan ferra berarti mengandung atau mengembang. Kata tersebut untuk
menunjukkan akan kekhususan hewan yang bersangkutan, yaitu hewan yang memiliki
banyak lubang-lubang kecil dan bila disingkat cukup disebut hewan berpori (Yusminah,
2007).
Phylum Cnidaria meliputi bentuk beragam seperti ubur-ubur, hydra, anemon laut,
dan karang (coral). Cnidaria merupakan Phylum dari hewan paling sederhana yang telah
memiliki jaringan yang lebih lengkap dibanding dengan Phylum Porifera karena pada
dinding tubuhnya telah memiliki 3 (tiga) lapisan yaitu: ektoderm (lapisan paling luar),
mesoglea (lapisan tengah) dan gastroderm (lapisan bagian dalam, serta memiliki struktur
tubuh yang lebih kompleks. Sel-sel Cnidaria sudah terorganisasi membentuk jaringan
dan fungsi dikoordinasi oleh saraf sederhana. Cnidaria mempunyai rongga pencernaan
(gastrovaskular) dan mulut tetapi tidak memiliki anus (Nontji, 2005).

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum acara Porifera dan Cnidaria, antara lain:


1. Mengenal beberapa anggota Phylum Porifera dan Cnidaria.
2. Mengetahui beberapa karakter penting untuk identifikasi dan klasifikasi anggota
Phylum Porifera dan Cnidaria.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Porifera merupakan salah satu hewan primitif yang hidup menetap (sedentaire)
dan bersifat non selective filter feeder (menyaring apa yang ada). Spons tampak sebagai
hewan sederhana, tidak memiliki jaringan, sedikit otot maupun jaringan saraf serta organ
dalam. Hewan tersebut memberikan sumbangan yang penting terhadap komunitas
benthik laut dan sangat umum dijumpai di perairan tropik dan sub tropik. Persebaran
mulai dari zona intertidal hingga zona subtidal suatu perairan (Subagio & Aunurohim,
2013). Spons merupakan hewan tertua dan paling primitif dari grup metazoa lainnya
dengan distribusi global di semua habitat air di Indonesia (Schmitt et al., 2012). Menurut
Thakur & Muller (2004), spons memiliki senjata kimia defensif berupa metabolit
sekunder sebagai perlindungannya terhadap pesaing untuk pertumbuhan, infeksi, predasi
dan keracunan. Spons mampu bertahan hidup dalam jumlah yang sangat banyak di laut
baru-baru ini dalam kondisi lingkungan yang berubah-ubah secara ekstrim. Tubuh dari
phylum ini hanya tersusun dari sel yang memiliki berbagai fungsi (Soest et al., 2012).
Ciri-ciri khusus tubuh porifera, yaitu tubuhnya memiliki banyak pori yang merupakan
awal dari sistem kanal (saluran air) yang menghubungkan lingkungan eksternal dengan
lingkungan internal. Tubuh porifera belum memiliki saluran pencernaan makanan,
adapun pencernannya berlangsung secara intraseluler. Tubuh porifera dilengkapi dengan
kerangka dalam yang tersusun atas bentuk kristal dari spikulaspikula atau bahan fiber
yang terbuat dari bahan organik (Yusminah, 2007).
Porifera tersusun atas pori dan kanal, spons mendapatkan makanan dan oksigen
serta mengeluarkan sisa metabolisme melalui aliran air. Air akan masuk melalui ostia,
ke dalam rongga di dalam (spongocoel) dan keluar melalui bukaan yang besar (oscula).
Koanosit berfungsi untuk mengatur aliran air di dalam spongocoel, menyaring dan
menangkap partikel makanan serta mencernanya melalui fagositosis. Porifera memiliki
tiga tipe bentuk tubuh, yaitu ascon, sycon dan leucon. Pada tipe ascon, dinding tubuh
tidak terlipat, dinding tubuh terlipat membentuk kanal pada sycon, dan kanal pada tipe
leucon lebih kompleks dan bercabang (Jasin, 1992). Porifera yang telah dewasa tidak
dapat berpindah tempat (sessile), hidupnya menempel pada batu atau benda lainya di
dasar laut. Karena porifera yang bercirikan tidak dapat berpindah tempat, kadang
porifera dianggap sebagai tumbuhan. Porifera tidak mempunyai sel saraf. Sel-sel pada
Porifera sensitif terhadap rangsang antara lain choanocyt dan myocyt, karena itu gerakan
dari flagellum pada choanocyt tergantung pada keadaan lingkungan. Kemampuan
myocyt terhadap stimulus adalah gerakan mengkerut/ mengendurnya sel tubuh sehingga
porocyt ataupun osculum bisa menutup dan membuka (McRoy & Helferich., 1999).
Spons secara tradisional dibagi kedalam tiga kelas: spons berkapur (Calcarea),
spons kaca (Hexactinellida) dan demosponge (Demospongiae). Porifera dapat
diklasifikasikan berdasarkan jenis penyusun tubuhya, yaitu spikula (silika dan
calcarea/kalsium karbonat) dan serabut spongin, yang mengelompokkan Pylum Porifera
menjadi tiga kelas, yaitu: Kelas Calcarea memiliki spikula kalsium karbonat dengan 3-4
ujung, semua anggota kelas ini hidup di laut. Kelas Hexactinellida memiliki bentuk
seperti tabung atau vas dan ditemukan di lautan dalam, memiliki spikula silika dengan 6
ujung. Kelas Demospongiae merupakan kelas terbesar, umumnya hidup di laut namun
satu famili (Spongilidae) memiliki habitat di air tawar, memiliki serabut spongin
dan/atau spikula silika. Namun, penelitian telah menunjukkan bahwa
Homoscleromorpha, kelompok yang diduga milik Demospongiae, sebenarnya secara
filogenetis terpisah. Oleh karena itu, mereka baru-baru ini diakui sebagai kelas keempat
spons (Gazave, 2010).
Phylum Cnidaria yang termasuk didalamnya karang, pena laut, anemon laut,
ubur-ubur, hidra serta sekitar 10.000 spesies yang tinggal di habitat perairan di seluruh
dunia (Jouiaei et al., 2015). Cnidaria merupakan hewan diploblastik karena tubuhnya
memiliki dua lapisan sel, yaitu ektoderm (epidermis) dan endoderm (lapisan dalam atau
gastrodermis). Ektoderm berfungsi sebagai pelindung sedang endoderm berfungsi untuk
pencernaan. Sel-sel gastrodermis berbatasan dengan coelenteron atau gastrosol.
Gastrosol adalah pencernaan yang berbentuk kantong. Makanan yang masuk ke dalam
gastrosol akan dicerna dengan bantuan enzim yang dikeluarkan oleh sel-sel
gastrodermis. Pencernaan di dalam gastrosol disebut sebagai pencernaan ekstraseluler.
Hasil pencernaan dalam gastrosol akan ditelan oleh sel-sel gastrodermis untuk kemudian
dicerna lebih lanjut dalam vakuola makanan. Pencernaan di dalam sel gastrodermis
disebut pencernaan intraseluler. Sari makanan kemudian diedarkan ke bagian tubuh
lainnya secara difusi. Begitu pula untuk pengambilan oksigen dan pembuangan
karbondioksida secara difusi. Cnidaria memiliki sistem saraf sederhana yang tersebar
berbentuk jala yang berfungsi mengendalikan gerakan dalam merespon rangsangan.
Sistem saraf terdapat pada mesoglea. Mesoglea adalah lapisan bukan sel yang terdapat
diantara lapisan epidermis dan gastrodermis. Gastrodermis tersusun dari bahan gelatin
(Suwignyo, 2005).
Cnidaria memiliki dua bentuk tubuh dasar, medusa dan polip. Medusa, seperti
ubur-ubur dewasa, bebas-berenang atau mengambang. Mereka biasanya memiliki tubuh
berbentuk payung dan tetramerous (empat bagian) simetri. Mulut biasanya di sisi
cekung, dan tentakel berasal di tepi payung. Polip, sebaliknya, biasanya sessile. Mereka
memiliki tubuh tubular; salah satu ujungnya menempel pada substrat, dan mulut
(biasanya dikelilingi oleh tentakel) ditemukan di ujung lain. Polip dapat terjadi sendiri
atau dalam kelompok individu, dalam kasus terakhir, individu yang berbeda kadang-
kadang spesialis untuk fungsi yang berbeda, seperti reproduksi, makan atau pertahanan
(Mayr, 1971).
Menurut Mukayat (1989) Cnidaria dibagi menjadi 5 kelas yaitu :
1. Kelas Hydrozoa
Biasanya berbentuk koloni-koloni kecil dengan bentuk polip dominan, bahkan
seluruh koloni mungkin hanya terdiri dari polip. Beberapa jenis polip membentuk
medusa dengan jalan pembentukan tunas. Medusa mempunyai velum, yaitu bentukan
serupa laci dalam payung. Pinggiran payung tidak bertakik (bercelah). Contohnya
yaitu Hydra, Obelia, dan Gonionemus.
2. Kelas Scyphozoa
Ubur-ubur yang sebenarnya adalah medusa-medusa dengan pinggiran yang
berlekuk-lekuk, tidak ada cadar (velum), dan saluran radial bercabang-cabang. Contoh
Scyphozoa adalah Aurelia Aurita. Ubur-ubur ada yang dapat mencapai garis tengah
beberapa kaki (sampai 150 cm).
3. Kelas Staurozoa
Umumnya memiliki habitat marine, khususnya pada perairan dingin, tidak
memiliki bentuk tubuh medusa, dan menempel pada substrat, reproduksi seksual.
4. Kelas Cubozoa
Memiliki habitat marine, bentuk tubuh dominan medusa yang berbentuk kotak
(kuboid); knidosit pada gastrodermal dan epidermal, memiliki toksin yang kuat,
reproduksi seksual, gamet terletak pada gastrodermal dan dikeluarkan melalui rongga
gastrovaskular.
5. Kelas Anthozoa
Anggota-anggota Anthozoa (Yunani anthos = bunga) adalah anemon-anemon laut
dan hewan-hewan karang laut, tubuhnya berbentuk polip, tidak ada bentuk medusa.
Tahap medusa hilang dan bentuk dewasanya sessile mewakili tahap perambatan seksual
(Jouiaei et al., 2015). Hewan kelas Anthozoa tidak bertangkai dan biasanya terbungkus
dengan skeleton eksternal yang disebut karang, serta memiliki banyak tentakel.
III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum acara Porifera dan Cnidaria adalah bak
preparat, pinset, kaca pembesar, mikroskop cahaya, mikroskop stereo, sarung tangan
(gloves), masker, dan alat tulis.
Bahan-bahan yang digunakan adalah beberapa spesimen hewan Porifera dan
Cnidaria.

B. Metode

Metode yang dilakukan dalam praktikum acara Porifera dan Cnidaria antara lain:
1. Karakter pada spesiman diamati, digambar, dan dideskripsikan berdasarkan ciri-ciri
morfologi.
2. Spesimen diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi.
3. Kunci identifikasi sederhana dibuat berdasarkan karakter spesimen yang diamati.
4. Laporan sementara dari hasil praktikum dibuat.
DAFTAR REFERENSI

Gazave., E. Lapbie., P. Renard., E. Vacelet., J. Rocher., C. Ereskovsky., AV. Lavrov.,


DV. Borchiellini., C. 2010. Molecular phylogeny restores the supra-generic
subdivision of homoscleromorph sponges (porifera, homoscleromorpha). PLOS
ONE, 5(12).
Jasin, 1992. Zoologi Invertebrata. Surabaya: Sinar Wijaya.
Jouiaei, M., Angel A., Yanagihara., Bruno M., Timo J. N., Paul F. A., & Bryan G. F.
2015. Ancient Venom Systems: A Review on Cnidaria Toxins. Toxins, 7,pp. 2251-
2271.

Mukayat, B. D. 1989. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga.


Nontji, A. 2005. Lautan Nusantara. Jakarta: Djambatan.

McRoy & C. Helferich (eds). 1999. Seagrass Ecosystem: A Scientific Perspective. New
York: Mar.Sci. Marcel Dekker Inc.
Mayr, E. 1969. Principles Of Systematic Zoologi. New Delhi: Tata McGraw-Hill
Publishing Company.
Mayr, E. 1971. Principles Of Systematic Zoologi. New Delhi: Tata McGraw-Hill
Publishing Company.
Schmitt, S., Tsai, P., Bell, J., Fromont, J., Ilan, M., Lindquist N., Perez, T., Rodrigo, A.,
Schupp, P.J., Vacelet J., Webster N., Hentschel, U., & Taylor, M. W. 2012.
Assessing the complex sponge microbiota: core, variable and species-specific
bacterial communities in marine sponges. The ISME Journal, 6, pp. 564576.

Soeseno, 1990. Burung Hias Aneka Jenis dan Perawatannya. Jakarta: Penebar Swadaya.

Soest, Rob. W.M. V, Esnault, Nicole. B, Vacelet. J, Dohrmann, Martin, Erpenbeck. D,


Voogd, Nicole. J. De, Santodomingo. N, Vanhoorne, Bart, Kelly. M, Hooper. J. N.
A. 2012. Global Diversity Of Sponges (Porifera). Plos ONE, 7.
Subagio, I. B., & Aunurohim, A. 2013. Struktur Komunitas Spons Laut (Porifera) di
Pantai Pasir Putih, Situbondo. Jurnal Sains Dan Seni Pomits, 2(2), pp. 2337-3520.

Suwignyo, S. 2005. Avetebrata Air Jilid I1. Jakarta: Penebar Swadaya.

Thakur, N.L. & Muller, W.E.G. 2004. Biotechnological Potential of Marine Sponges
Current Science, 86(11), pp. 1506-1512.
Yusminah, H. 2007. Biologi Umum 2. Makassar: UIN Alauddin Press.

Anda mungkin juga menyukai