Anda di halaman 1dari 3

Nama : Dwi Jayanti

NIM : 3401414036
Review YANG DIINGAT DAN DILUPAKAN, YANG TERINGAT DAN
TERLUPAKAN
(Social Memory dalam Study Antropologi)
Sjafri Sairin
1. Pendahuluan
Sejumlah guru mengaku bingung untuk menguraikan peristiwa yang telah terjadi kepada
siswanya, karena terdapat perbedaan pendapat dan tafsiran tentang terjadinya suatu peristiwa
yang ingin dibicarakan. Maka diperlukan revisi atas bahan pelajaran sejarah bangsa
Indonesia sebelum disuguhkan kepada masyarakat.
Kesulitan utamanya adalah kelangkaan dokumen yang dapat dijadikan dasar analisis.
Akibatnya tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh, sehingga akhirnya analisis lebih banyak
didasarkan pada penjelasan dari sejumlah orang yang terlibat langsung dalam peristiwa yang
diteliti (informan). Penjelasan menjadi sumber data yang sangat penting dalam upaya
memahami kehidupan suatu masyarakat pada masa tertentu. Bagi sejarawan pengumpulan
data melalui keterangan informan disebut oral history, sedangkan bagi antropolog adalah life
history. Salah satu unsur penting dari pendekatan life history adalah upaya untuk
mengumpulkan data dari memory (ingatan) informan sekitar peristiwa yang diteliti.
2. Penelitian Antropologi
Awal kehadiran antropologi adalah sebagai upaya sejumlah sarjana Eropa (Barat) untuk
menganalisis kehidupan masyarakat di luar Eropa berdasarkan catatan-catatan pribadi dan
laporan para missionaris, pegawai pemerintah jajahan dan petualangan yang mengunjungi
masyarakat diluar benua itu. Pada awal perkembangannya, antropologi disebut sebagai ilmu
Ethnography yang artinya kurang lebih menjelaskan tentang pelukisan suku-suku bangsa di
luar Eropa. Antropologi telah berkembang menjadi penelitian dengan langsung
menceburkan diri dalam kehidupan masyarakat yang ditelitinya, mencatat berbagai aspek
kehidupan mereka dan mencoba untuk menganalisisnya secara sistematis.
B.Malinowski melakukan penelitiannya di kepulauan Trobriand, Papua New Guini pada
awal abad ke 20, menjelang meletusnya Perang Dunia I. Akibatnya dia tidak segera pulang
ke Inggris, dia terpaksa tinggal di kepulauan itu sampai perang dunia I usai. Selama disana,
dia mengembangkan metode penelitian antropologi secara lebih mendalam dan rinci dengan
mengobservasi dan mencatat berbagai aspek budaya masyarakat Trobriand. Dia juga
mengembangkan metode wawancara mendalam (depth interview) pada sejumlah informan
untuk memperoleh data yang lebih akurat tentang kehidupan masyarakat yang ditelitinya.
Penelitian ini kemudian menjadi model awal bagi para ahli antropologi dalam melakukan
penelitian lapangan.

E.E Evans-Pritchard menekankan pentingnya pendekatan sejarah dalam penelitian


antropologi. Dalam upaya merekonstruksi kehidupan masyarakat yang diteliti, data sejarah
diperlukan guna memahami kehidupan masyarakat tersebut.
Perkembangan pada penelitian antropologi antara lain munculnya penggunaan metode
penelitian kuantitatif yang dulunya tidak dikenal pada penelitian antropologi, untuk menjadi
salah satu pilihan instrumen penelitian dalam mengupas kehidupan suatu masyarakat.
Seorang antropolog selalu akan berupaya untuk menemukan makna mengapa ada
sekelompok orang yang rela bekerja walaupun upah yang diterimanya tidak memadai untuk
menunjang keperluan hidupnya seperti pekerjaan yang dilakukan oleh para abdi dalem
Kraton di Jawa.
Untuk mengungkapkan hal tersebut diperlukan penelitian dengan menggunakan
pendekatan observasi dan wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan yang
telah ditentukan. Peneliti berusaha semaksimal mungkin untuk mengungkap berbagai aspek
kehidupan informan yang diwawancarai. Kemudian peneliti mengembangkan pendekatan
life history approach dimana peneliti berusaha mengungkapkan berbagai pengetahuan
informan baik berupa memory atau knowledge tentang berbagai hal yang menyangkut
kehidupannya.
3. Social Memory dan Social Knowledge
Memory dan Knowledge adalah bagian dari sistem kognitif yang dimiliki oleh manusia.
Akan tetapi dalam kegiatan penelitian harus dibedakan dengan tegas. Pengetahuan yang
menyatu dalam sistem kognitif seseorang mungkin diperolehnya melalui berbagai sumber,
baik media massa, cerita orang lain, atau lainnya. Knowledge relatif lebih mudah hilang dan
dilupakan karena kepemilikannya relatif bersifat singkat, bukan didasarkan pada
pengalaman langsung dari orang tersebut. Sedangkan memory bersifat permanen, akan sukar
dilupakan karena berkaitan dengan pengalaman langsung dalam perjalanan hidup manusia.
Dalam penelitian antropologi pengumpulan data sebagai upaya untuk merekonstruksi
kehidupan suatu masyarakat dilakukan dengan dua pendekatan utama.
a. Pengamatan Terlibat (participant observation), peneliti mengumpulkan data dari
berbagai aktivitas sosial yang disaksikannya secara langsung dan berupaya untuk
mencatat serinci mungkin peristiwa yang disaksikannya. Pengamatan ini
dilakukan secara berulang kali sampai dapat disimpulkan bahwa peristiwa
tersebut merupakan kegiatan sosial yang sudah berpola. Peneliti bisa menemukan
data berupa biografi, autobiografi, foto, rekaman dan lain-lain. Peneliti harus
merumuskan sejumlah pertanyaan yang akan diajukan kepada sejumlah informan
yang telah ditentukan .
b. Life History, pendekatan ini menjadi persoalan umum bahwa data yang
dikumpulkan bersifat subjektif. Artinya data yang dikumpulkan lebih dekat
dengan pada knowledge daripada memory informan. Peneliti yang tidak mampu
memberikan perbedaan antara knowledge dan memory akan mengambil
kesimpulan yang salah dalam menganalisis data tersebut.

Legenda dan mitos yang diceritakan oleh informan termasuk knowledge, karena
pengetahuan akan hal itu di perolehnya (mungkin) melalui pewarisan budaya atau dari
keterangan orang lain. Akan tetapi jika mitos dan legenda itu membawa akibat pada perilaku
sosial, maka mitos itu telah berwujud menjadi memory. Check and recheck dan triangulasi
akan membantu peneliti untuk memilah data yang berkaitan dengan memory dan knowledge.
4. Yang Diingat, Dilupakan, Teringat dan Terlupakan
Selain mampu mengingat berbagai peristiwa yang dialaminya, dalam wawancara orang
selalu berusaha melupakan sejumlah peristiwa yang pernah dialaminya. Hal ini
dipengaruhi oleh, Pertama mengingat peristiwa yang dianggapnya penting bagi dirinya
sendiri dan melupakan hal yang dinilai tidak begitu berguna untuk dikenang. Kedua
mengingat atau melupakan suatu peristiwa tertentu dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan
seperti sosial dan politik.
Sejumlah data mungkin dilupakan informan, terutama karena tidak langsung berkaitan
dengan pengalaman pribadinya. Kalaupun ingat hanya pada hal-hal tertentu saja. Peneliti
harus dapat membangkitkan ingatan para informan agar dapat menceritakan peristiwa yang
dialaminya dengan lebih dalam. Setiap peneliti disarankan untuk mempersiapkan bahan
wawancara yang dapat dijadikan alat untuk membangkitkan ingatan informan atas peristiwa
yang telah terlupakan atau dilupakan dalam kehidupan mereka.
5. Bias Penelitian
Tingkat akurasi data yang diperoleh dari pendekatan life history tidak hanya tergantung
dari penjelasan dan keterangan dari informan, tetapi berasal dari keputusan-keputusan yang
telah diambil oleh peneliti. Keputusan itu menyangkut :
a. Memilih informan
Artinya yang diambil sebagai informan bukanlah orang yang memiliki memory atas
peristiwa yang diteliti tetapi mereka yang hanya memiliki knowledge atas peristiwa
tersebut.
b. Elite Bias
Peneliti cenderung mengumpulkan data dengan mewawancarai para elite setempat
dan menganggap data tersebut adalah data yang akurat dan berkualitas. Padahal data
yang di peroleh dari para elite tersebut didasarkan pada pendapat dan persepsi mereka
semata, bukan realitas dari keterlibatan mereka secara langsung dalam peristiwa yang
dikaji. Namun mereka diperlukan menjadi kunci untuk menemui informan yang
sebenarnya.
c. Male Bias
Artinya keterangan yang didapat dari laki-laki, dianggap sudah merupakan
keterangan yang akurat. Padahal para wanita lebih paham tentang dinamika yang
terjadi dalam masyarakat tersebut, terutama yang berkaitan dengan knowledge.

Anda mungkin juga menyukai