Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN KASUS & REFERAT


Agustus 2015

ODS KONJUNGTIVITIS

OLEH :
Noor Syahanim binti Ismail
C 111 10 847
Pembimbing:
dr. A. Ratna Mayasari
Supervisor:
dr. Marlyanti N.Akib, Sp.M (K), M.Kes
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

LAPORAN KASUS
KONJUNGTIVITIS
IDENTITAS PASIEN
Nama

: RP

No. Reg

: 720959

Umur

: 26 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: PNS

Alamat

: Dusun Bara Jl Baru Kab Buru Maluku

Tanggal pemeriksaan : 2 Agustus 2015


DIAGNOSIS : ODS konjungtivitis
I. ANAMNESIS
Keluhan Utama: merah dikedua mata
Autoanamnesis: Dialami sejak 1 hari yang lalu setelah memakai bulu mata
palsu. Air mata berlebih ada, gatal ada kadang-kadang, nyeri ada, kotoran mata
ada minimal, penglihatan menurun tidak ada, silau tidak ada. Riwayat
penggunaan kacamata sebelumnya ada sejak SMP. Riwayat pengobatan
sebelumnya tidak ada. Riwayat trauma tidak ada.
II. PEMERIKSAAN FISIS
A. STATUS GENERALIS
Status generalis : Sakit sedang, gizi baik, compos mentis (E4M6V5)
Status vitalis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi

: 80 kali/menit

Pernapasan

: 16 kali/menit

Suhu

: 36,5 C

B. INSPEKSI
Inspeksi
Palpebra
Apparatus

OD
Edema tidak ada
Lakrimasi ada

Lakrimalis
Silia
Konjungtiva

Sekret ada
Sekret ada
Hiperemis ada, injectio Hiperemis

Bola mata
Mekanisme muscular
Kornea
Bilik mata depan
Iris
Pupil

ada,

konjungtiva
Normal, intak

injectio konjungtiva
Normal, intak

Jernih, kesan normal


Kesan normal
Coklat, kripte ada
Bulat, sentral, refleks

Jernih, kesan normal


Kesan normal
Coklat, kripte ada
Bulat, sentral, refleks

cahaya
Lensa

OS
Edema tidak ada
Lakrimasi ada

ada,

RAPD cahaya ada, RAPD

tidak ada
Jernih

tidak ada
Jernih

C. PALPASI
Pemeriksaan
Tensi okuler
Nyeri tekan
Massa tumor
Glandula pre-

OD
Tn
(-)
(-)
Tidak ada pembesaran

aurikuler
D. VISUS
VOD : 20/30
VOS : 20/60
G. PENYINARAN OBLIK
3

OS
Tn
(-)
(-)
Tidak ada pembesaran

Penyinaran optik
Konjungtiva

OD
Hiperemis

OS
ada, Hiperemis

Kornea
Bilik mata depan
Iris
Pupil
lensa

injectio konjungtiva
Jernih, kesan normal
Kesan normal
Coklat, kripte (+)
Bulat, sentral, RC (+)
jernih

ada,

injectio konjungtiva
Jernih, kesan normal
Kesan normal
Coklat, kripte (+)
Bulat, sentral, RC (+)
jernih

K. SLIT LAMP
SLOD : Konjungtiva hiperemis ada, injectio konjungtiva, kornea jernih
fluorescen (-). Bilik mata depan kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil
bulat sentral, reflex cahaya langsung (+), lensa jernih.
SLOS : Konjungtiva hiperemis ada,injection konjungtiva, kornea jernih
fluorescen (-),bilik mata depan kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil
bulat sentral, reflex cahaya (+), lensa jernih.

Gambar 1: foto klinis


III.RESUME
Seorang perempuan umur 26 tahun datang ke unit gawat darurat RSWS dengan
keluhan mata merah pada kedua mata dialami sejak 1 hari yang lalu, setelah memakai
bulu mata palsu. Air mata berlebih ada, gatal ada, nyeri ada, kotoran mata ada,
penglihatan menurun tidak ada, silau tidak.ada. Riwayat penggunaan kacamata
sebelumnya ada sejak SMP.
4

Dari pemeriksaan fisis didapatkan status generalis dalam batas normal. Dari
inspeksi didapatkan OD palpebral udem tidak ada (-), sekret silia ada (+), konjungtiva
hiperemis ada (+), injectio konjungtiva. OS palpebral tidak udem (-), konjungtiva
hiperemis ada (+), injectio konjungtiva, sekret silia ada (+). Dari pemeriksaan visus
didapatkan VOD 20/30, VOS 20/60. Dari pemeriksaan slit lamp didapatkan SLOD :
kornea jernih, fluorescen (-), struktur lain dalam batas normal. SLOS : kornea jernih,
fluorescen (-), struktur lain dalam batas normal.

IV. DIAGNOSIS
ODS Konjungtivitis
V. TERAPI
Cendo polydex EDMD 4 dd 1 gtt ODS
Natrium diclofenat 50mg/12jam/oral
VI. PROGNOSIS
Qua ad vitam

: Bonam

Qua ad visam

: Bonam

Qua ad sanationam

: Bonam et dubia

Qua ad Cosmeticam

: Bonam

VII.

DISKUSI
Pasien ini didiagnosa dengan konjungtivitis akit berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisis (pemeriksaan oftalmologis). Dari anamnesis didapatkan ada


keluhan mata merah pada kedua mata yang dialami sejak 1 hari yang lalu setelah
memakai bulu mata palsu. Air mata berlebih ada, gatal ada kadang-kadang, nyeri
ada, kotoran mata ada, penglihatan menurun tidak ada, silau tidak ada. Keluhan mata

merah harus dibedakan antara merah pada palpebral dan daerah sekitar mata atau
merah pada bola mata. Merah pada bola mata dapat disebabkan oleh pendarahan
subkonjungtiva atau kongesti vascular pada konjungtiva, sklera atau episklera
(jaringan ikat antara sklera dan konjungtiva). Kongesti ini dapat disebabkan radang di
permukaan liar, seperti konjungtivitis dan keratitis, atau radang intraokular,seperti
iritis dan glaukoma akut.Kelainan warna, selain kemerahan, bisa berupa ikterik dan
bintik-bintik hiperpigmentasi pada iris atau permukaan luar mata. Nyeri mata bisa
periokular, okular, retrobulbar atau tidak jelas lokasinya. Banyak keluhan non spesifik
seperti mata lelah, mata tertarik, mata tertekan, rasa penuh, dan sakit
kepala tertentu tidak jelas lokasinya. Penyebab keluhan tersebut mungkin meliputi
lelah akibat akomodasi mata atau fusi binokular, atau rasa tidak nyaman alih (referred
discomfort) akibat ketegangan atau kelelahan otot-otot nonokular. Rasa tidak nyaman
yang superfisial biasanya akibat kelainan di permukaan mata seperti gatal yang
muncul sebagai gejala primer sering kali merupakan tanda adanya alergi.
Pada pasien ini juga didapatkan hiperlakrimasi. Hiperlakrimasi primer jarang
terjadi

dan

harus

dibedakan

dari

berair-mata

akibat

obstruksi

duktulus

ekskretoriusnya. Hipersekresi sekunder mungkin bersifat psikogenik atau sebagai


refleks akibat iritasi epitel permukaan atau retina. Hipersekresi dapat dihentikan
dengan menghambat saraf untuk sekresi air mata di ganglion sphenopalatinum..
Sekret mata sering tidak spesifik untuk diagnostik. Sekret yang mengering dan krusta
pada bulu mata bisa muncul secara akut pada konjungtivitis atau menahun pada
blefaritis.
Terapi yang diberikan yaitu cendo polydex EDMD 4 dd 1 gtt ODS. Isinya
polydex itu Setiap ml mengandung neomycin sulfate setara dengan neomycin base
3,5 mg, polymixin b sulfate 10000iu dan dexamethason sodium phosphate 1 mg,
merupakan antibiotik dari golongan aminoglikosida. Terdapat 2 teori mengenai cara
kerja aminoglikosida. Pertama aminoglikosida adalah inhibitor sintesis protein.
Akumulasi protein terhasil yang abnormal ini menghentikan translasi DNA. Pada

penelitian yang baru, menunjukkan tempat kerja aminoglikosida itu pada membran
luar bakteri. Molekul antibiotik kation membentuk fisura dan pori-pori pada sel
membrane luar, menyebabkan kebocoran dari isi intrasel dan memperbanyak uptake
antibiotik. Kerja yang cepat pada sel membrane ini yang berperan dalam aktivitas
bakterisidal. Golongan aminoglikosida sangat efektif pada bakteri gram negatif.
Dexamethasone pula adalah dari golongan adrenokortikoid yang berperan sebagai
agen anti inflamasi. Natrium diklofenak merupakan obat anti-inflamasi golongan
non-steroid yang non-selektif. Ia diindikasi untuk menghilangkan rasa nyeri pada
pasien ini. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat konversi asam
arakidonat ke prostaglandin oleh enzim siklo oksigenase. Ini menyebabkan
prostaglandin tidak terbentuk. Prostaglandin adalah salah satu dari mediator-mediator
inflamasi.4

REFERAT
KONJUNGTIVITIS
I.

DEFINISI
Konjungtivitis

adalah

peradangan

konjungtiva

yang

ditandai

oleh

dilatasivaskular, infiltrasi selular dan eksudasi, atau Radang pada selaput lendir
yangmenutupi belakang kelopak dan bola mata.1
Konjungtivitis di bedakan menjadi akut dan kronis. Konjungtivitis akut
onsetnya tiba-tiba dan pada mulanya unilateral dengan inflamasi pada mata kedua
dalam

jangka

waktu

minggu.

Manakala

perlangsungannya lebih dari 3-4 minggu.1

untuk

konjungtivitis

kronis

II.

ANATOMI
Konjungtiva merupakan

lapisan

terluar

dari

mata

yang

terdiri

dari

membranmukosa tipis yang melapisi kelopak mata, kemudian melengkung melapisi


permukaan bola mata dan berakhir pada daerah transparan pada mata yaitu kornea.
Secara anatomi, konjungtiva dibagi atas 2 bagian yaitu konjungtiva palpebra dan
konjungtiva bulbaris. Namun, secara letak areanya, konjungtiva dibagi menjadi 6 area
yaitu area marginal, tarsal, orbital, forniks, bulbar dan limbal.Konjungtiva
bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan
dengan epitel kornea pada limbus.Pada konjungtiva palpebra,terdapat dua lapisan
epithelium dan menebal secara bertahap dari forniks ke limbusdengan membentuk
epithelium berlapis tanpa keratinisasi pada daerah marginal kornea. Konjungtiva
palpebralis terdiri dari epitel berlapis tanpa keratinisasi yanglebih tipis. Dibawah

epitel tersebut terdapat lapisan adenoid yang terdiri dari jaringanikat longgar yang
terdiri dari leukosit. Konjungtiva palpebralis melekat kuat padatarsus, sedangkan
bagian bulbar bergerak secara bebas pada sklera kecuali yang dekat pada daerah
kornea.1,2

Berikut adalah gambaran anatomi dari mata dan palpebral

10

Bagian dari konjungtiva dan glandula konjungtiva3

Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.
Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena
konjungtiva

yang

umumnya

mengikut

pola

arterinya

membentuk

jaringjaringvaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva


tersusundalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan
pembuluhlimfe palpebra hingga membentuk pleksus limfatikus yang banyak.3

11

Aliran darah ke konjungtiva3

Zona sirkumkornea pada konjungtiva disuplai oleh cabang dari nervus siliaris
panjang yang mensuplai kornea. Konjungtiva yang lain disuplai oleh cabang dari
lakrimal, intratroklear, suprtroklear, supraorbital dan nervus frontalis.3
Secara histologis, konjungtiva terdiri atas 3 lapisan yaitu lapisan epitel,
lapisan adenois dan lapisan fibrous.3
1. Epitelium. Lapisan sel epitelium di konjungtiva berbeda di setiap ona dan bagian
seperti berikut:3
a. Konjungtiva marginal mempunyai 5 lapisan sel skuamosa bertingkat.
b. Konjungtiva tarsal mempunayi 2 lapisan epitel. Lapisan superfisial terdiri
dari sel silinder dan lapisan dalam teriri dari sel rata.
c. Konjungtiva forniks dan bulbar mempunyai 3 lapis epitel. Lapisan
superfisial terdiri atas sel silinder, lapisan tengah terdiri atas sel polyhedral
dan lapisan dalam terdiri atas sel kuboidal.
d. Konjungtiva limbus mempunyai 5 ke 6 lapis epitel skuamosa berlapis.
2. Lapisan adenoid. Juga dikenali sebagai lapisan limfoid dan mempunyai jaringan
ikat retikulum yang halus di dalam anyaman yang diduduki limfosit. Lapisan ini
berkembang baik di bagian forniks. Ia tidak wujud ketika lahir tetapi berkembang

12

setelah 3-4 bulan kehidupan. Hal ini menyebabkan inflamasi konjungtiva pada
bayi tidak menyebabkan reaksi folikuler.
3. Lapisan fibrosa. Terdiri dari anyaman kolagen dan jaringan elastis. Ia lebih tebal
dar lapisan adenoid kecuali pada region konjungtiva tarsal dimana struktur ini
paling tipis. Lapisan ini mempunyai pembuluh darahdan serabut saraf. Ia melekat
dengan kapsula Tenons yang terletak di bawahnya pada regio konjungtiva bulbar.

Struktur mikroskopik konjungtiva menunjukkan 3 lapisan (A) dan susunan sel epitel pada region
yang berbeda di konjungtiva (B)3

Fungsi

dari

konjungtiva

adalah

memproduksi

air

mata,

menyediakankebutuhan oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan

13

melindungi mata,dengan mekanisme pertahanan nonspesifik yang berupa barier


epitel, akt ivitaslakrimasi, dan menyuplai darah. Selain itu, terdapat pertahanan
spesifik berupaekanisme imunologis seperti sel mast, leukosit, adanya jaringan
limfoid pada mukosatersebut dan antibodi dalam bentuk IgA.3
Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi menjadi dua kelompok
besar yaitu:3
1. Penghasil musina.
a) Sel goblet ; terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada
daerahinferonasal.
b) Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva
tarsalissuperior dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis
inferior.
c) Kelenjar Manz ; mengelilingi daerah limbus
2. Kelenjar aksesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar Krause
dankelenjar Wolfring. Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria.
III.

ETIOLOGI

Penyebab konjungtivitis bisa dibagi atas 2 kelompok besar:


1. Infeksi
Bakteri
Virus
Parasite
Mikotik
2. Non infeksi
Disebabkan iritasi persisten (seperti kurangnya lapisan air mata atau

kelainan refraktif yang tidak dikoreksi)


Allergi
Toksik (disebabkan iritan seperti asap,debu dan lain-lain)
Hasil dari kelainan lain (seperti sindroma Stevens-Johnson)
14

IV.

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang penting untuk konjungtivitis adalah sensasi benda
asing, rasa seperti terbakar, rasa penuh di bola mata, gatal dan fotofobia.2
i.
Hiperemia
Adalah gejala klinis yang paling sering pada konjungtivitis akut.
Kemerahan paling kentara pada fornix dan semakin menghilang
menghampiri

limbus

disebabkan

dilatasi

pembuluh

darah

di

konjungtiva bagian posterior. Warna merah terang menandakan


konjungtivitis bakteri, warna putih menandakan konjungtivitis alergik.
Hiperemia dengan infiltrate sel menandakan iritasi disebabkan kausa
fisik seperti udara, sinar matahari, asap dan lain-lain tetapi kadangkadang bisa terjadi pada penyakit yang disebabkan instabilitas
vaskuler (eg : acne rosacea)

15

ii.

Lakrimasi (epifora)
Sering kentara pada konjungtivitis, air mata disebabkan sensasi benda
asing , atau rasa terbakar dan rasa gatal. Transudasi ringan bisa
disebabkan kapiler yang hiperemis dan hal ini akan menyebabkan
lakrimasi bertambah. sekresi air mata yang sedikit dan pertambahan

iii.

serabur mukosa menandakan keratokonjungtivitis sikka.


Eksudasi
Eksudasi adalah gejala yang terdapat pada semua tipe konjungtivitis.
Eksudasi terlihat berkeping dan tidak mempunyai bentuk pada kasus
konjungtivitis bakteri dan bertali pada konjungtivitis alergik. Kelopak
mata kelihatan matte ketika bangun dari tidur pada semua tipe
konjungtivitis, dan jika eksudasi banyak dan kedua kelopak mata

iv.

melengket, konjungtivitis mungking disebabkan bakteri atau klamidia.


Pseudoptosis
Pseudoptosis adalah kelopak mata atas yang jatuh disebabkan infiltrasi
pada otot Mller. Kondisi ini disebabkan berbagai tipe konjungtivitis

v.

seperti trakoma dan konjungtivitis epidemik.


Hipertrofi papiler
Adalah reaksi konjungtivatidak spesifik yang terjadi disebabkan
konjungtiva melengket pada tarsus atau limbus oleh fibril halus.
Apabila kuncung kapiler yang membentuk bahan papilla (bersamaan
dengan elemen sel dan eksudat) telah sampai ke membrane basement
epitel, ia bercabang seperti jari-jari pada paying. Eksudasi yang
16

disebabkan imflamasi terkumpul di antara fibril, menyebabkan


konjungtiva bertumpuk. Pada penyakit nektotizing (eg:trakoma),
eksudasi bisa diganti oleh jaringan granulasi dan jaringan ikat.
Apabila ukuran papille kecil, konjungtiva kelihatan rata, seperti
beludru.

Konjungtiva papiler yang berwarna merah menandakan

penyakit disebabkan bakteri atau klamidida (eg, konjungtiva tarsal


yang berwarna merah beludru adalah karakteristik pada trakoma akut).
Dengan pertambah infiltrasi pada konjungtiva, giant papille terbentuk.
Juga dikenal sebgai cobblestone papille, pada konjungtivitis vernal
disebabkan penampakan yang bertumpuk, giant papille kelihatan
seperti poligon rata pada permukaan atasnya, berwarna seperti merah
susu. Pada upper tarsus, hal ini menandakan keratokonjungtivitis dan
giant papillary conjunvtivitis dengan sensitivitas lensa kontak; pada
lower tarsus ia menggambarkan keratokonjungtivitis atopic. Giant
papille juga bisa terlihat pada limbus, terutama pada daerah yang
sering terpapar apabila mata terbuka (antara jam 2 dan 4 dan jam 8 dan
10). Disini ia kelihatan seperti tumpukan gelatin yang bisa menutupi
kornea. Papilla limbus adalah karakteristik pada keratokonjungtivitis
vi.

tetapi jarang pada kertokonjungtivitis atopik.


Kemosis
Kemosis pada konjungtiva menandakan konjungtivitis alergik akut,
namun bisa juga terlihat pada konjungtivitis gonokokkal akut dan
meningokokkal, terutama pada konjungtivitis adenovirus. Kadangkadang kemosis bisa muncul sebelum adanya infiltrasi sel dan
eksudasi yang banyak.

17

vii.

Folikel
Folikel terlihat paling banyak pada kasus konjungtivitis virus dan pada
semua kasus konjungtivitis klamidia kecuali konjungtivitis neonatus
inklusi, pada sebagian kasus konjungtivitis parasit dan pada beberapa
kasus konjungtivitis toksik yang disebabkan oleh obat topical seperti
idoxuridine, dipivefrin, dan miotik. Folikel pada forniks inferior dan
pada margin tarsus mempunyai nilai diagnostik yang rendah, namun
jika ia berada pada tarsus (terutamanya pada upper tarsus),
konjungtivitis klamidia, virus dan toksik (disebabkan obat topikal)
seharusnya dicurigai.

18

viii.

Pseudomembran dan membran


Hasil dari proses eksudasi dan hanya sedikit berbeda. Pseudomembran
adalah koagulum pada permukaan epitel, dan jika diangkat epitel
masih kelihatan intak. Membrane adalah koagulum yang mengenai
keseluruhan epitel dan jika diangkat permukaan epitel akan berdarah.
Pseudomembran atau membrane bisa menyertai keratokonjungtivitis
epidemic, konjungtivtis primer yang disebabkan virus herpes
simpleks, onjungtivitis streptokokkus, difteria, dan lain-lain. Ia juga
bisa disebabkan oleh trauma kimia seperti trauma disebabkan alkali.

ix.

Konjungtivitis ligneous
Merupakan suatu bentuk konungtivitis yang aneh yang terjadi
disebabkan konjungtivitis membran yang rekuren. Ia terjadi bilateral
dan sering terlihat pad aanak-anak, terutama perempuan dan bisa
terkait

x.

dengan

penemuan

gejala

nasofaringitis dan vulvovaginitis.


Granuloma

19

sistemik

yang

laintermasuk

Granuloma pada konjungtiva sering mengenai stroma dan paling


xi.

sering dalam bentuk kalazia.


Phlyctenules
Merupaka rekasi hipersensitivitas yang lambat terhadap antigen
mikroba seperti stafilokokkus dan mikrobakteri. Phlytenules pada
konjungtiva pada mulanya terdiri dari perivaskulitis dengan kapiler
yang ditutupi limfosit. Apabila ia berlangsung ke tahap ulserasi

xii.

konjungtiva, ulser bisa disertai infiltrasi leukosit polimorfonuklear.


Limfadenopati preaurikuler
Merupakan tanda penting konjungtivitis. Nodus preaurikuler yang
terlihat jelas seperti pada sindroma Parinauds okuloglandular dan
jarang pada keratokonjungtivits epidemic. Nodus preaurikuler
membesar terlihat pada konjungtivitis herpes simpleks virus,
keratokonjungtivitis epidemikdan konjungtivitis inklusi dan trakoma.
Limfe nodus preaurikuler yang kecil tetapi sedikit membesar bisa
terlihat pada kasus konjungtivitis hemoragik akut. Kadang-kadang
limfadenopati preaurikuler bisa terlihat pada anak-anak dengan infeksi
glandula meibomian.

V.

DIAGNOSIS

Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan konjungtivitis dan gambaran dan gejala
klinis bisa bervariasi antara individu. Hal ini menyebabkan sangat penting bagi dokter
untuk mengetahui gejala yang terkait dengan penyebabnya untuk membuat diagnosis
yang akurat, seperti tipe eksudasi, temuan pada konjungtiva dan limfe nodus
preaurikuler yang membengkak.
Tabel perbedaan penyebab dan gejala konjungtivitis:2
GEJAL
A ATAU
TEMUA
N
KLINIS

KONJUN
GTIVITIS
BAKTERI

KONJUN
GTIVITIS
KLAMIDI
AL

KONJUN
GTIVITIS
VIRUS

20

KONJUN
GTIVITIS
ALERGIK

KONJUN
GTIVITIS
TOKSIK

Gatal

++

Hiperem
ia (mata
merah)

++

pendarah +
an

Sekret

Purulent;
krusta
kekuninga
n

mukopurul berair
en

Putih
berurat,
kental

kemosis

++

++

Lakrima
si
(epifora)

++

folikel

++

papillae

Pseudom +
embran,
membra
n

Limfe
nodus
yang
memben
gkak

++

Pembent
ukan
pannus

Konkure
n
keratitis

21

Demam
atau
angina

Hasil
smear
sitologis

Granulosit
, bakteri

Inklusi
intrasitopl
asmik
pada sel
epitel,
leukosit,
sel
plasma,
limfosit

Limfosit,
monosit

Granulosit
eosinofilik
, limfosit

Sel epitel,
granulosit,
limfosit

++
parah
+
moderat
+
kadang-kadang
Jarang atau tidak ada
Untuk membuat diagnosis yang tepat,pemeriksaan ini harus dilakukan:2
1. Pemeriksaan slit lamp
Sifat dan luasnya injeksi vaskuler, secret dan pembengkakan konjungtiva dan
lain-lain bisa dievaluasi dengan menggunakan slit lamp.
2. Eversi palpebral
Dilakukan untuk memeriksa palpebra atas dan bawah untuk melihat ada
tidaknya folikel, papilla, membrane dan benda asing.
3. Apusan konjungtiva
Jika diagnosis tidak dapat ditegakkan atau kasus konjungtivitis yang diduga
disebabkan bakteri tidak membaik dengan pemberian antibiotic maka apusan
konjungtiva harus dilakukan untuk pemeriksaan mikrobiologi untuk
mengetahui patogen penyebab. Kapas lidi yang ditutup dengan tabung
pengiriman yang steril bisa didapatkan secara komersial; kit pemeriksaan
dengan kultur spesifik juga ada untuk mendeteksi klamidia.

22

4. Apusan epitel
Dilakukan untuk mendeteksi klamidia dan untuk mendeteksi pathogen dengan
lebih tepat. Penemuan sitologik memberi maklumat yang penting mengenai
etiologi dari konjungtivitis.
Konjungtivitis bakteri : granulosit dengan nucleus polimorfik dan

bakteri.
Konjungtivitis virus : limfosit dan monosit
Konjungtivitis klamidia(bentuk khas dari konjungtivitis bakteri) :
temuan berupa limfosit, sel plasma dan leukosit; intracytoplasmic

inclusion body pada sel epitel juga bisa ditemukan.


Konjungtivitis alergik : temuan berupa granulosit eosinofilik dan

limfosit.
Konjungtivitis mikotik (sangat jarang) : pewarnaan Giemsa atau Gram
memberi gambaran hifa.

5. Irigasi
Konjungtivitis kadang terjadi pada dakriosistitis yang asimptomatik atau
kanalikulitis hasil dari perluasan bakteri. Sistem lakrimasi bawah harus sering
di irigasi jika inflamasi yang terjadi secara berulang dan tidak mempan
dengan pengobatan untuk mengesahkan atau mennyingkirkan sebab inflamasi.
VI.

DIAGNOSA BANDING

23

Dry eye
Sering merupakan kondisi kronis pada orang dewasa, terjadi lebih banyak
pada perempuan dibandingkan laki-laki, sering bilateral dengan sekret
minimal atau eyelash matting: injeksi minimal; tidak ada sekret atau

limfadenopati.5
Blefaritis
Sering merupakan kondisi kronis pada orang dewasa; perempuan lebih
sering dari laki-laki; sering bilateral dengan sekret minimal atau eyelash
matting; injeksi minimal; tidak ada sekret atau limfadenopati; ada

disfungsi kelenjar meibomian, margin palpebral telangiektasis.5


Episkleritis
Sering terjadi unilateral; dengan injeksi segmental; tidak ada sekret atau
eyelid matting; rasa tidak nyaman yang minimal.5

VII.

PENANGANAN

Pengobatan pada kasus konjungtivitis tergantung dari penyebabnya.


1. Konjungtivitis bakteri
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada identifikasi agen
mikrobiologis. Sambil menunggu hasil pemeriksaan laboratorium, dokter dapat
memulai terapi topikal dengan antibiotik spektrum luas (misalnya, polimiksintrimethoprim). Dalam setiap konjungtivitis purulen di mana apusan Gram
menunjukkan gram negatif diplokokkus sugestif neisseria, terapi sistemik dan
topikal harus dimulai segera. Jika tidak ada keterlibatan kornea, dosis tunggal
intramuskular ceftriaxone, 1 g, biasanya sudah memadai. Jika ada keterlibatan
kornea, pemberian ceftriaxone selama 5 hari parenteral, 1-2 g sehari, diperlukan.1
Pada kasus konjungtivitis purulen dan mukopurulen, kantung konjungtiva
harus diirigasi dengan larutan garam yag secukupnya untuk menghapus sekresi

24

konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran penyakit, pasien dan keluarga harus


diinstruksikan untuk memberikan perhatian khusus terhadap kebersihan pribadi.1
2. Konjungtivitis klamidia
Perbaikan klinis yang mendakdak biasanya dapat dicapai dengan tetrasiklin,
1-1,5 g /hari secara oral dalam empat dosis terbagi selama 3-4 minggu;
doxycycline, 100 mg secara oral dua kali sehari selama 3 minggu; atau
eritromisin, 1 g / d oral dalam empat dosis terbagi selama 3-4 minggu.. Tetrasiklin
sistemik tidak harus diberikan kepada anak di bawah usia 7 tahun atau untuk
wanita hamil, karena tetrasiklin mengikat kalsium pada gigi yang sedang
berkembang dan tulang yang sedang tumbuh dan dapat menyebabkan perubahan
warna kekuningan kongenital dari gigi permanen dan tulang (misalnya, kelainan
klavikular ). Penelitian terbaru di negara-negara berkembang telah menunjukkan
bahwa azitromisin adalah pengobatan yang efektif untuk trakoma yang diberikan
secara oral sebagai 1-g dosis pada anak-anak. Karena efek samping yang minimal
dan kemudahan administrasi, antibiotik makrolida ini telah menjadi obat pilihan
untuk pengobatan massal.1
Salep topikal atau tetes, termasuk persiapan dari sulfonamid, tetrasiklin,
eritromisin, dan rifampisin, digunakan empat kali sehari selama 6 minggu, adalah
sama-sama efektif.1
Dari terapi waktu dimulai, efek maksimal biasanya tidak dicapai selama 10-12
minggu. Persistensi folikel pada tarsus atas untuk beberapa minggu setelah terapi
dimulai tidak boleh ditafsirkan sebagai bukti kegagalan terapi.1
Koreksi bedah pada bulu mata yang terputar ke dalam sangat penting untuk
mencegah jaringan parut dari akhir trakoma di negara berkembang. Operasi

25

tersebut kadang-kadang dilakukan oleh dokter atau tenaga nonspesialis tambahan


yang terlatih khusus.1
3. Konjungtivitis inklusi
Pada anak-anak
Pemberian eritromisin oral 50 mg / kg / hari terbagi dalam empat dosis
selama minimal 14 hari. Obat oral diperlukan karena infeksi klamidia juga
melibatkan saluran pernafasan dan pencernaan. Antibiotik topikal (tetrasiklin,
eritromisin, sulfonamid) tidak berguna pada bayi baru lahir diobati dengan
eritromisin oral. Kedua orang tua harus ditangani dengan tetrasiklin oral atau
eritromisin untuk infeksi saluran genital mereka.1

Pada orang dewasa

Penyembuhan dapat dicapai dengan doxycycline, 100 mg secara oral dua kali
sehari selama 7 hari; eritromisin, 2 g / hari selama 7 hari, atau mungkin azitromisin
1 g dalam dosis tunggal. (Tetrasiklin sistemik tidak bisa diberikan kepada wanita
hamil atau anak di bawah usia 7 tahun, karena mereka menyebabkan masalah
epifisial pada janin atau menyebabkan kuning pada gigi anak). Pasangan seksual
pasien harus diperiksa dan diobati.1
Ketika salah satu dari rejimen terapi standar diikuti, kekambuhan jarang terjadi. Jika
tidak diobati, konjungtivitis inklusi harus diobati selama 3-9 bulan atau lebih. Durasi
rata-rata adalah 5 bulan.1
4. Konjungtivitis alergik
Obat yang digunakan untuk mengobati gejala dapat memberikan manfaat jangka
pendek tetapi merugikan jika penggunaan jangka panjang. Steroid topikal dan
sistemik, yang meredakan gatal, hanya sedikit mempengaruhi penyakit kornea, dan
efek samping mereka (glaukoma, katarak, dan komplikasi lain) bisa sangat merusak.
Kombinasi stabilizer-antihistamin sel mast yang lebih baru adalah agen profilaksis
dan terapi yang berguna dalam kasus sedang sampai berat. Vasokonstriktor, kompres

26

dingin, dan kompres es membantu, dan tidur (dan, jika mungkin, bekerja) dalam
dingin, kamar ber-AC dapat menjaga pasien cukup nyaman. Mungkin obat terbaik
dari semua adalah untuk pindah ke, iklim lembab dingin.1
Gejala-gejala akut pasien yang sangat fotofobik yang tidak dapat berfungsi baik
dapat dikurangi dengan pemberian steroid topikal atau sistemik yang singkat diikuti
oleh vasokonstriktor, cold packs, dan biasa menggunakan agen histamine-blocking
sebagai obat tetes mata. Obat anti-inflamasi nonsteroid, termasuk ketorolac dan
lodoxamide,

dapat

mengurangkam

gejala

secara

signifikan

tetapi

dapat

memperlambat reepitelisasi dari ulkus. Penggunaan steroid jangka panjang harus


dihindari. Studi klinis terbaru menunjukkan bahwa 2% tetes mata siklosporin topikal
efektif dalam kasus parah yang tidak responsif. 1
Desensitisasi terhadap serbuk sari rumput dan antigen lainnya belum terbukti
bermanfaat. 1

VIII.

REFERENSI

1. Sulivan JH. Conjunctivitis. In : Riordan-Eva P,Whitcher JP, editors. Vaughans


and Asburys General Ophthalmology.17th edition. United States.Mc-Graw
Hill Lange;2007.
2.

Lang GK, Lang GE. Conjunctivitis. In : Lang G,editor. Ophthalmology : A


pocket Textbook Atlas. 2nd edition. New York. Thieme;2006.p67-106

27

3. Khurana AK. Diseases of Conjunctiva. In : Khurana AK,editor.


Comprehensive Ophthalmology. 4th edition. New Delhi. New Age
International Limited Publishers;2007.p51-88
4. Bardal S, Waechter J, Martin D. Non-Steroidal Anti Inflammatory. In : Bardal
S, Waechter J, Martin D, editors. Applied Pahrmacology. Saunders Elsevier.
5. BMJ Best Practice : Acute conjunctivitis

28

Anda mungkin juga menyukai