Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

Pleura adalah membra tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan
parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan
ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran
serosa yang membungkus parenkim paru disebut pleura viseralis, sedangkan
membran serosa yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan mediastinum disebut
pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga
pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua
pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru.
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura
melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh saluran
limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi. Apabila antara
produksi dan reabsorpsinya

tidak

seimbang

(produksinya

meningkat

atau

reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura.


Efusi pleura maligna kini telah menjadi suatu permasalahan klinis yang umum
terjadi pada penderita kanker.Efusi pleura maligna dapat disebabkan oleh hampir
semua jenis keganasan, dimana peyebab tersering adalah kanker paru.
Efusi pleura maligna dapat menimbulkan gejala awal pada kanker yang belum
terdiagnosa, atau sebagai komplikasi lebih lanjut pada pasien yang telah didiagnosa
mengidap kanker, ataupun sebagai manifestasi pertama kekambuhan kanker sesudah
menjalani pengobatan.Bila dijumpai diagnosis Efusi pleura maligna berarti
menandakan buruknya prognosis. Penderita kanker yang disertai Efusi pleura maligna
memiliki daya tahan hidup rata-rata kurang dari 6 bulan sejak terdiagnosa sebagai
Efusi pleura maligna.Oleh karena itu semakin cepat suatu efusi pleura tersebut dapat
dibedakan apakah ganas atau jinak tentunya akan sangat membantu dalam
menentukan penatalaksanaan yang tepat terhadap penyakit yang mendasarinya dan
turut meningkatkan prognosis.
Diagnosis Efusi pleura maligna ditegakkan bila didapatkan sel ganas dari
pemeriksaan sitologi cairan pleura atau biopsi pleura.Namun sensitivitas pemeriksaan
sitologi cairan pleura hanya berkisar 40-70%.Sedangkan sensitivitas tindakan biopsi

pleura tertutup jauh lebih rendah sekitar 50-60%.Secara umum pemeriksaan sitologi
tidak berhasil mendeteksi kasus Efusi pleura maligna sekitar 40-50%.
Ketika sitologi dan biopsi hasilnya negatif maka tindakan yang lebih invasive
mulai dipertimbangkan yaitu melakukan biopsi ulangan, torakoskopi maupun
torakotomi terbatas.Pemeriksaan biopsi ulangan kemungkinan hanya meningkatkan
sensitivitas sebesar 7-13%.Sedangkan torakoskopi jauh lebih berhasil dengan
sensitivitas berkisar 90-95%, namun prosedur ini menjumpai banyak kendala seperti
tingginya dana yang dibutuhkan, dan lebih sulit untuk dilakukan dengan
mempertimbangkan tampilan status pasien, serta keterbatasan alat.Dengan demikian
meskipun telah melalui prosedur invasif rutin seperti torakoskopi, ternyata 10-20%
pasien dengan Efusi pleura maligna masih belum dapat terdiagnosa.

I.

EFUSI PLEURA

II.1. DEFINISI
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan melebihi volume normal dalam rongga
pleura dan menimbulkan gangguan jika cairan yang diproduksi oleh pleura parietal
dan viseral tidak mampu diserap oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah
mikropleura visceral atau sebaliknya yaitu apabila produksi cairan melebihi
kemampuan penyerapan.

Efusi pleura maligna didefinisikan sebagai efusi yang terjadi berhubungan


dengan keganasan yang dibuktikan dengan penemuan sel ganas pada pemeriksaan
sitologi cairan pleura atau biopsi pleura.Kenyataannya sel ganas tidak dapat
ditemukan pada sekitar 25% kasus efusi pleura yang berhubungan dengan penyakit
keganasan, sehingga jika hanya menggunakan definisi di atas dapat terjadi kekeliruan
pada kasus dengan sitologi / histologi negatif.Pada kasus efusi pleura bila tidak
ditemukan sel ganas pada cairan atau hasil biopsy pleura tetapi ditemukan kanker
primer di paru atau organ lain, Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran
Respirasi FKUI dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) memasukkannya
sebagai Efusi pleura maligna. Pada beberapa kasus, diagnosis Efusi pleura maligna
didasarkan pada sifat keganasan secara klinis, yaitu cairan eksudat yang
serohemoragik/ hemoragik, berulang, masif, tidak respons terhadap antiinfeksi atau
sangat produktif meskipun telah dilakukan torakosentesis untuk mengurangi volume
cairan intrapleura.
II.2. EPIDEMIOLOGI
Di Negara barat penyebab paling sering terjadinya efusi pleura transudatif
antara lain oleh karena penyakit gagal jantung kiri, emboli paru, dan sirosis hepatis,
sedangkan penyebab efusi pleura eksudatif disebabkan oleh pneumonia bakteri,
keganasan (Ca paru, Ca mamma, dan lymphoma merupakan 75 % penyebab efusi
pleura oleh karena kanker), dan infeksi virus. Di Negara berkembang termasuk
Indonesia Tuberkulosis paru merupakan penyebab paling sering dari efusi pleura.
II.3. ETIOLOGI
Pada keadaan normal ruangan interpleura terisi sedikit cairan untuk sekedar
melicinkan permukaan kedua pleura parietalis dan viseralis yang saling bergerak
karena pernapasan. Cairan disaring keluar pleura parietalis yang bertekanan tinggi
dan di serap oleh sirkulasi di pleura viseralis yang bertekanan rendah. Di samping
sirkulasi dalam pembuluh darah, pembuluh limfe pada lapisan subepitelial pleura

parietalis dan viseralis mempunyai peranan dalam proses penyerapan cairan pleura
tersebut. Sehingga mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya efusi pleura pada
umumnya ialah kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan onkotik pada
sirkulasi kapiler, penurunan tekanan kavum pleura, kenaikan permeabilitas kapiler
dan penurunan aliran limfe dari rongga pleura.
Berikut adalah beberapa etiologi efusi pleura maligna :
A. Kanker paru paru
Penyebab tersering efusi pleura maligna.
Tipe adenokarsinoma yang tersering
B. Kanker payudara
Penyebab tersering kedua setelah kamker paru paru
Interval penyebaran tumor primer dengan efusi pleura 2-20 tahun
C. Limfoma
Penyebab tersering ketiga
Interval penyebaran penyakit Hodgkin sampai efusi pleura 2 tahun, untuk
non-hodgkin 7 tahun
II.4. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi Efusi pleura ganas belum jelas benar tetapi berkembang beberapa
hipotesis untuk menjelaskan mekanisme Efusi pleura ganas itu. Akumulasi efusi di
rongga pleura terjadi akibat peningkatan permeabiliti pembuluh darah karena reaksi
inflamasi yang ditimbulkan oleh infiltrasi sel kanker pada pleura parietal dan atau
viseral. Suatu penelitian mengatakan setelah meneliti 55 kasus postmortem tumor

pleura. Ditemukan tumor di pleura visceral pada 51 kasus sedangkan di pleura


parietal pada 31 kasus. Hanya pada kasus tumor dengan perluasan langsung, tumor
ditemukan pada pleura parietal tetapi tidak pada viseral. Berdasarkan hasil itu
disimpulkan bahwa implikasi sel ganas di pleura viseral terjadi akibat emboli tumor
ke paru sedangkan pada pleura parietal adalah akibat kelanjutan proses yang terjadi di
pleura viseral. Mekanisme lain yang mungkin adalah invasi langsung tumor yang
berdekatan dengan pleura, obstruksi pada kelenjar limfe, penyebaran hematogen atau
tumor primer pleura (mesotelioma). Gangguan penyerapan cairan oleh pembuluh
limfe pada pleura parietal akibat deposit sel kanker itu menjadi penyebab akumulasi
cairan di rongga pleura. Teori lain menyebutkan terjadi peningkatan permeabiliti yang
disebabkan oleh gangguan fungsi beberapa sitokin antara lain tumor necrosing factor (TNF-), tumor growth factor- (TGF-) dan vascular endothelial growth factor
(VEGF). Penulis lain mengaitkan Efusi pleura maligna dengan gangguan
metabolisme, menyebabkan hipoproteinemia dan penurunan tekanan osmotik yang
memudahkan perembesan cairan ke rongga pleura.
II.5. GEJALA KLINIS
Pada anamnesis kecuali gejala klinis seperti sesak napas yang berkaitan dengan
volume cairan atau keluhan lain maka riwayat perjalanan klinis yang mengarah ke
penyakit keganasan rongga toraks dan organ luar toraks lain harus dapat digali secara
baik, sistematik dan tepat. Faktor risiko untuk penyakit keganasan lain yang dipunyai
pasien dapat memperkuat analisis, misalnya laki laki usia lebih dari 40 tahun dan
perokok atau perempuan dengan riwayat pernah dikemoterapi untuk kanker payudara.
Kebanyakan kasus Efusi pleura maligna simptomatis meskipun sekitar 15% datang
tanpa gejala, terutama pasien dengan volume cairan kurang dari 500ml.7-19 Sesak
napas adalah gejala tersering pada kasus Efusi pleura maligna terutama jika volume
cairan sangat banyak.20-22 Sesak napas terjadi karena refleks neurogenik paru dan
dinding dada karena penurunan keteregangan (compliance) paru, penurunan volume

paru ipsilateral, pendorongan mediastinum ke arah kontralateral dan penekanan


diafragma ipsilateral.
Gejala lain adalah nyeri dada sebagai akibat reaksi inflamasi pada pleura
parietal, batuk batuk darah, anoreksia dan berat badan turun.
II.

DIAGNOSIS

III.1. PEMERIKSAAN KLINIS


Pemeriksaan fisis bukan hanya berguna untuk menentukan lokasi dan perkiraan
volume cairan saja, tetapi untuk menemukan kelainan lain di tubuh penderita,
misalnya tumor di daerah leher, supraklavikula, aksila, payudara, dinding dada,
intraabdomen atau pembesaran prostat pada laki-laki. Dengan pemeriksaan yang teliti
juga dapat memprediksi kegawatan, misalnya tandatanda sindrom vena kava superior
(SVCS), karena penekanan oleh tumor. Tanda-tanda yang dapat ditemukan antara lain
edema pada wajah dan lengan kanan disertai peningkatan tekanan vena jugularis dan
tampak venektasi di dada. Masalah SVCS sering terjadi pada tumor paru dan
mediastinum yang kadang membutuhkan penatalaksanaan segera meskipun diagnosis
pasti belum dapat ditegakkan.
III.2. PENCITRAAN
Foto toraks posteroanterior (PA) dibutuhkan untuk menyokong dugaan efusi
pleura pada pemeriksaan fisis dan jika volume cairan tidak terlalu banyak dibutuhkan
foto toraks lateral untuk menentukan lokasi cairan secara lebih tepat. Rerata volume
paru kebanyakan kasus Efusi pleura maligna adalah 500-2000ml. Etiologi keganasan
harus dipikirkan bila didapatkan volume efusi pleura sangat banyak dan
dikategorikan masif atau pada foto toraks meskipun jumlah cairan massif tetapi tidak
terlihat pendorongan mediastinum.Pada kasus dengan jumlah cairan sedikit atau
penyulit lain, USG toraks sangat membantu untuk memastikan cairan dan sekaligus
memberikan penanda (marker) lokasi untuk torakosentesis dan biopsi pleura. Pada
Efusi pleura maligna dengan volume cairan sedikit dan tidak terlihat pada foto toraks
dapat dideteksi dengan CT-scan toraks dan sekaligus dapat melihat kelainan di

parenkim paru serta mediastinum dan pembesaran kelenjar getah bening.Magnetic


resonance imaging (MRI) tidak terlalu dibutuhkan kecuali untuk evaluasi keterlibatan
dinding dada atau ekstensi transdiafragmatik pada kasus mesotelioma dan prediksi
untuk pembedahan.Positron emission tomography (PET) scan selalu positif pada
Efusi pleura maligna tetapi peran utamanya adalah untuk evaluasi stadium lanjut
mesotelioma ganas
III.3.

TORAKOSINTESIS,

BIOPSI

PLEURA

DAN

PEMERIKSAAN

PATOLOGI
ANATOMI
Diagnosis pasti Efusi pleura maligna adalah dengan penemuan sel ganas pada
cairan pleura (sitologi) atau jaringan pleura (histologi patologi). Jumlah cairan pleura
yang dibutuhkan untuk mendapatkan sel ganas pada Efusi pleura maligna, hasil
akurat masih bervariasi. Salah satu penelitian menyebutkan kepositifan sitologi
berdasarkan volume cairan yang diperiksa (0,2-10ml, 15-80ml, 100-775ml dan 8002800ml) dan sensitivity untuk masing-masing kelompok adalah 53.9%, 52%, 46,9%
dan 63,3%. Mereka juga mendapatkan persentase hasil positif dipengaruhi asal tumor,
51,6% pasien dengan tumor intratoraks primer dan 48% pada kasus metastasis tumor.
Akurasi hasil sitologi ini dapat ditingkatkan dengan melakukan torakosentesis ulang.
Meskipun terlihat sederhana prosedur punksi dan biopsi pleura harus dilakukan oleh
dokter yang telah mempunyai kompetensi untuk itu, mengingat risiko ringan hingga
fatal yang dapat saja terjadi.
III.4. TUMOR MARKER PADA CAIRAN PLEURA
Nilai tumor dapat diukur dari cairan pleura di dalam karsinoembriogenik
antigen CEA. Dalam pada itu 30-40% dari pasien dengan malignan efusi pleura
empunyai cairan pleura 10ng/cc dan jarang sekali mempunyai sifat malignan pleura
akan tetapi kebanyakan pasien dengan CEA juga mempunyai sifat meningkatkan
CEA elevasi dan juga mempunyai sifat positif cairan pleura sitologi. Penampilan dari
pengukuran tidak direkomendasikan. Akan tetapi tumor telah dapat dievaluasi apabila

mempunyai kekuatan CA 15-3, CA 19-9, neuron spesifik enolase dan sialil statespesifik terutama pada embrionik antigen. Untuk semua ini malignan efusi
mempunyai level lebih tinggi dari benigna efusi tetapi cukup untuk tes walaupun
sebenarnya tidak cukup untuk mendiagnosa.
III.5. BRONKOSKOPI
Jika dengan pencitraan tidak ditemukan tumor primer intratoraks makaperlu
dilakukan bronkoskopi. Dengan menggunakan bronkoskop dapat dilihat

tanda

keganasan (mukosa infiltratif atau tumor primer) pada lumen bronkus atau penekanan
dinding bronkus oleh massa sentral di rongga toraks. Dengan menggunakan
bronkoskop light imaging fluorescence endoscopy (LIFE) bahkan dapat dideteksi lesi
praneoplastik. Penting diingat sebaiknya bronkoskopi dilakukan setelah usaha
pengurangan volume cairan pleura telah dilakukan dengan maksimal sehingga
observasi intrabronkus dapat maksimal dan tidak terganggu dengan obstruksi
kompresi akibat tekanan efusi pleura yang massif.
III.

PENATALAKSAAAN
Penatalaksanaan Efusi pleura maligna harus segera dilakukan sebagai terapi

paliatif setelah diagnosis dapat ditegakkan. Tujuan utama penatalaksanaan segera ini
adalah untuk mengatasi keluhan akibat volume cairan dan meningkatkan kualiti hidup
penderita.Pada pedoman penatalaksanaan Karsinoma paru bukan sel kecil menurut
PDPI, Efusi pleura maligna dengan cairan masif yang menimbulkan gejala klinis
sehingga mengganggu kualiti hidup penderita maka dapat dilakukan torakosentesis
berulang atau jika perlu dengan pemasangan water sealed drainage (WSD).Pada
kasus-kasus tertentu harus dilakukan pleurodesis yaitu dengan memasukkan bahan
tertentu ke rongga pleura. Intervensi bedah dilakukan jika semua usaha telah
dilakukan dan gagal. Pada Efusi pleura maligna yang tidak masif dan gejala klinis
ringan terapi khusus tidak dibutuhkan. Efek terapi diharapkan timbul dari pemberian
kemoterapi yang menjadi pilihan terapi kanker paru. Pilihan kemoterapi berdasarkan
jenis sel kanker paru (KPKBSK atau KPKSK), stage penyakit dan tampilan pasien.

Kemoterapi adalah pilihan terapi dengan tujuan paliatif untuk KPKSK dan KPKBSK
stage IIIB dan IV. Jika Efusi pleura maligna disebabkan tumor lain di luar paru maka
penatalaksanaan Efusi pleura maligna hanya untuk mengatasi masalah klinis di paru
yang ditimbulkan. Tindakan yang dilakukan sama dengan penatalaksanaan Efusi
pleura maligna massif pada kanker paru. Sedangkan jika Efusi pleura maligna dengan
klinis ringan terapi berdasarkan tumor primer penyebab.
Volume cairan yang harus dikeluarkan saat torakosentesis pada Efusi pleura
maligna massif tidak baku untuk semua kasus, untuk memutuskan jumlah cairan yang
akan dikeluarkan penting diperhatikan reaksi tubuh pasien, umumnya tidak
dianjurkan mengeluarkan > 1.500 ml satu kali punksi untuk mencegah terjadi syok
karena hipovolemik mendadak dan atau reaksi pemutaran organ mediastinum
(jantung). Pengosongan dalam jumlah banyak dan tiba-tiba juga dapat menyebabkan
terjadi peningkatan permeabiliti kapiler sehingga menyebabkan edema paru
reekspansi.Demikian juga pada kondisi jika harus dilakukan pemasangan WSD, pada
awalnya dilakukan pengaliran secara bertahap dengan jumlah 100-300 ml per 4 jam
sampai terjadi produksi harian yang stabil pada posisi WSD terpasang dan aliran tetap
terbuka. Rekomendasi dari BTS tentang torakosentesis pada Efusi pleura maligna;
melakukan punksi berulang untuk mengatasi sesak napas dan WSD hanya dianjurkan
bila direncanakan akan dilakukan pleurodesis untuk mencegah terjadi rekurensi.Pada
kondisi cairan yang terus diproduksi dilakukan usaha untuk mengurangi produksi
cairan dengan target sel tumor yang ada di rongga pleura (kemoterapi intrapleura).
Biasanya dilakukan setelah volume cairan yang diproduksi sudah tidak terlalu banyak
(< 400 ml/hari). Jenis obat yang sering digunakan untuk tujuan itu adalah bleomisin
dengan dosis 45-60 mg/kali atau adriamisin 45 mg/kali.
Kemoteapi intrapleura dan pleurodesis adalah terapi paliatif pada kasus Efusi
pleura maligna dengan keluhan (simptomatik) dan atau berulang. Kemoterapi
intrapleura pada dasarnya istilah yang tidak terlalu tepat karena mekanisme kerjanya
tidak sama dengan kemoterapi sistemik yaitu membunuh sel kanker melalui proses
apoptosis. Pemberian obat antikanker intrapleura mengharapkan terjadi penyumbatan

pada vena atau limphe di pleura parietalis sehingga produksi cairan dapat berkurang.
Penggunaan obat antikanker (kemoterapi ) dengan prinsip pleurodesis dilakukan bila
paru sudah mengembang dan tidak ditemukan obstruksi bronkus atau fibrosis yang
luas, dan sebaiknya segera dilakukan setelah jumlah cairan minimal (<150 ml/ hari)
dan paru mengembang.Kemoterapi intrapleura diindikasikan untuk kanker paru
dengan masalah efusi pleura yang produktif setelah dilakukan punksi berulang atau
setelah pemasangan WSD. Penggunaan continous suction sebelum atau sesudah
tindakan masih pro dan kontra, tetapi apabila tetap digunakan sebaiknya dengan
volume besar dan tekanan rendah.Penggunaan antikanker misalnya bleomisin atau
adriamisin digunakan untuk kemoterapi intapleura lebih disukai karena prosedur lebih
sederhana, tinggi efektiviti dan ringan efek samping tetapi mahal harganya. Obat itu
juga dapat digunakan untuk pleurodesis. Dosis bleomisin atau adriamisin yang
direkomendasikan adalah 30-60 mg intrapleura perkali.Dosis yang sering digunakan
adalah 45 mg/kali dan dapat dilakukan hingga 3x dengan evaluasi 1 minggu.
Tindakan invasif atau bedah dapat dipikirkan jika setelah pemberian kemoterapi
intrapleura 3x belum memberi respons yang baik. Bahan lain yang juga sering
digunakan untuk pleudesis adalah tetrasiklin 500 mg/kali, doksisiklin 500 mg/kali
atau

minosiklin

300

mg/kali

diencerkan

dengan

50-100ml

cairan

salin

steril.Penggunaan bahan ini sedikit lebih rumit karena sifat iritan yang sering
menimbulkan syok akibat nyeri yang ditimbulkannya dan membutuhkan premedikasi,
antara lain anestetik intrapleura dan analgesik (pain killer) injeksi yang kuat. Talk
steril , metilprednisolon, povidon iodine dan sitokin (IL-2, IFN- dan TNF-) adalah
bahan yang juga dapat digunakan untuk pleurodesis meski masih dalam uji
klinis.Pada kasus gagal atau berulang maka pleurodesis dapat diulang,2 sampai 3 kali
dengan selang waktu 1 minggu.

IV.

DAFTAR PUSTAKA
1. American Thoracic Society. Management of malignant pleural effusions.
Am J Respir Crit Care Med 2000; 162: 1987-2001
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Kanker paru ( kanker paru karsino
bukan sel kecil). Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.; 2001.
3. Subagyo, Jusuf A, Hudoyo A. Efusi pleura ganas. J Respir Indo 1998; 18:
155-60.

4. Rab, Tabrani.Efusi pleura. Dalam: Buku Penyakit pleura, Balai Penerbit


Trans info media, Jakarta, 2010. Hal:142-166
5. Journal of respiratory diseases: Managing malignant pleural effusions.
Available

at:

htth://www.findarticles.com/p/articles/m_mOBSO/is_4_22/ai_74699692.

Anda mungkin juga menyukai