Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

HUKUM DAN HAM


Kebebasan antar Umat Beragama

OLEH:
WAYAN NUGRAHA ADI SANJAYA
(1303005250)
RUTH JULIANA SIHOMBING
(1303005253)
REDITIYA ABHI PAWITRAM
(1303005297)
I WAYAN WARDIMAN DINATA (1303005298)
INDRA BAYU MULYADI
(1303005303)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN.................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang1
1.2 Rumusan masalah..3
1.3 Tujuan penulisan3
1.4 Manfaat penulisan.3
BAB II ISI
2.1 Pengertian hak kebebasan beragama.......5
2.2 Dasar Hukum kebebasan beragama....7
2.3 Upaya penyelesaian kasus tentang kebebasan beragama..8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.10
3.2 Saran...10
DAFTAR

PUSTAKA11

ii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan.
Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang
bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh
manusia semata mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian
negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat
lain, atau Negara lain. HAM juga merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan
setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1
UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak
dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dan
martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau
berhubungan dengan sesama manusia.
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketidaktegasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam
menyelesaikan kasus GKI Yasmin dipertanyakan. Para jemaat gereja tersebut tidak dapat
beribadah di gereja mereka sendiri selama tiga tahun. Hal ini tentu saja dapat menjadi preseden
buruk bagi Presiden dalam menyelesaikan persoalan konflik antarumat beragama di Indonesia.
"Jika presiden tidak mengambil alih kasus ini, jangan kaget jika kasus serupa akan terulang di
daerah lain," kata Juru Bicara GKI Yasmi Bona Sigalingging kepada wartawan saat menggelar
ibadat di depan Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (1/9/2013).

Sementara proses hukum berlangsung, Satpol PP Kota Bogor menyegel GKI Yasmin pada
tanggal 10 April 2010 sebagai pelaksanaan perintah Wali Kota. [3] Walikota Bogor menyediakan
Gedung Harmoni sebagai pengganti gedung gereja jemaat GKI Yasmin yang disegel. Namun,
semenjak keputusan MA keluar, mereka mengadakan peribadatan di trotoar hingga badan jalan
K.H. Abdullah bin Nuh sehingga mengganggu pengguna jalan serta melanggar Peraturan Daerah
Kota Bogor No. 8 Tahun 2006 tentang Ketertiban Umum.
Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu,selain ada hak asasi manusia, ada juga
kewajiban asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi terlaksana atau
tegaknya hak asasi manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak Asasi Manusia, kita wajib untuk
memperhatikan, menghormati, dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain.
Kesadaran akan hak asasi manusia , harga diri , harkat dan martabat kemanusiaannya, diawali
sejak manusia ada di muka bumi. Hal itu disebabkan oleh hak hak kemanusiaan yang sudah
ada sejak manusia itu dilahirkan dan merupakan hak kodrati yang melekat pada diri manusia.
Sejarah mencatat berbagai peristiwa besar di dunia ini sebagai suatu usaha untuk menegakkan
hak asasi manusia.
Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights,
United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak
yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai
manusia.
John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan
Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa Hak
Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia
UU No 39 Tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hokum, pemerintah dan setiap
orang demi kerhormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
2

Sehingga dapat kita simpulkan bahwa Hak Asasi Manusia itu merupakan suatu hak dasar
yang dimiliki oleh setiap manusia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat
dipisahkan dari diri manusia kemudian hak tersebut juga harus dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan dan harkat martabat.
B.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami cari permasalahannya:
1. Apakah yang dimaksud dari Hak kebebasan beragama tersebut ?
2. Apa yang menjadi dasar hukum setiap manusia bebas memeluk agama masing-masing?
3. Bagaimana upaya penyelesaian kasus antara pihak-pihak yang terkait?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui hak-hak dalam kebebasan beragama
2. Untuk mengetahui dasar hukum yang memikat tentang kebebasan beragama
3. Untuk mengetahui upaya penyelesaian dalam kasus kebebasan beragama
D. Manfaat Penulisan
1. Melalui makalah ini, diharapkan menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa dan
merupakan kesempatan untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dibangku kuliah
dengan kenyataan yang ada dimasyarakat

BAB II
ISI
Negara Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai jumlah penduduk
terbanyak di dunia. Dengan banyaknya jumlah penduduk tersebut, tidak menutup kemungkinan
jika Indonesia merupakan negara dengan tingkat kemajemukkan yang sangat besar, terlebih lagi

dalam urusan memilih kepercayaan. Selain itu, warga negara Indonesia juga dikenalkan dengan
sikap saling toleransi yang sudah dipelajari dari sejak kecil hingga dewasa.
Namun akhir-akhir ini, sikap toleransi yang selama ini menjadi kebanggaan Indonesia kini
telah mulai menghilang sedikit demi sedikit. Hal tersebut dapat terlihat ketika banyak sekali aksiaksi yang mengintimidasi kelompok-kelompok yang mereka sebut sebagai aliran sesat.
Kebebasan beragama adalah prinsip yang mendukung kebebasan individu atau masyarakat,
untuk menerapkan agama atau kepercayaan dalam ruang pribadi atau umum. Kebebasan
beragama termasuk kebebasan untuk mengubah agama dan tidak menurut setiap agama.
Dalam negara yang mengamalkan kebebasan beragama, agama-agama lain bebas dilakukan
dan ia tidak menghukum atau menindas pengikut kepercayaan lain yang berbeda dari agama
resmi. Kebebasan memeluk agama di indonesia sudah dijamin dalam konstitusi yang tercantum
dalam Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 :
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan
dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di
wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan
meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak
untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga
menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk
agama.

Akan tetapi, hak asasi tersebut bukannya tanpa pembatasan. Dalam Pasal 28J ayat (1) UUD
1945 diatur bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain. Pasal 28J ayat (2) UUD
1945 selanjutnya mengatur bahwa pelaksanaan hak tersebut wajib tunduk pada pembatasanpembatasan dalam undang-undang. Jadi, hak asasi manusia tersebut dalam pelaksanaannya tetap
patuh pada pembatasan-pembatasan yang diatur dalam undang-undang.
1.1 Apakah yang dimaksud dari Hak kebebasan beragama tersebut ?
4

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1948 menyatakan setiap orang berhak atas
kebebasan agama (Pasal 18). Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik mengakui hak
kebebasan beragama dan berkeyakinan (Pasal 18). Definisi hak kebebasan beragama secara
formal terdapat dalam DUHAM, tepatnya dalam Pasal 18 yang berbunyi:
Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, keinsafan batin dan agama, dalam hak ini
termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan
agama atau kepercayaannya dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan
menepatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat
umum maupun yang tersendiri.
Pasal tersebut menjelaskan mengenai hak kebebasan beragama yang terdiri dari hak untuk
beragama, hak untuk berganti agama, hak untuk mengamalkan agama dengan cara
mengajarkannya, melakukannya baik secara sendiri ataupun kelompok dan di tempat umum atau
tempat pribadi.
Pada tahun 1993 Komite HAM PBB dan sebuah badan independen yang terdiri dari 18 orang
ahli menjelaskan agama atau keyakinan sebagai : Theistic, non-theistic and atheistic belief, as
well as the right not to profess any religion or belief. Definisi tersebut telah menjelaskan bahwa
agama atau keyakinan dapat berbentuk ketuhanan, non ketuhanan, tidak bertuhan dan tidak
mengakui sama sekali agama atau keyakinan tertentu
Di AS pemahaman mengenai freedom of religion, baik dalam arti positif maupun negatif
seperti diungkapkan Sir Alfred Denning bahwa kebebasan beragama berarti bebas untuk
beribadah atau tidak beribadah, meyakini adanya Tuhan atau mengabaikannya, beragama Kristen
atau agama lain atau bahkan tidak beragama (Azhary, 2004, dalam Triyanto, 2008).
Pengertian kebebasan beragama seperti yang ada dalam deklarasi umum PBB tentu saja bersifat
sangat liberal, dan nampak didominasi budaya Barat. Ini berbeda dengan konsep kebebasan
beragama dan berkeyakinan di Indonesia mengandung konotasi positif. Artinya, tidak ada tempat
bagi ateisme atau propaganda antiagama di Indonesia. Itu juga yang menjadi penyebab, mengapa
dalam pengambilan keputusan mengenai DUHAM, khususnya pasal mengenai kebebasan
beragama, utusan Arab Saudi di PBB bersikap abstain. Karena menurut hukum Islam, orang
yang keluar dari agama Islam, atau tidak bertuhan berarti murtad atau kafir.
Sebagai reaksi terhadap Deklarasi Umum HAM yang dianggap tidak sesuai dengan
ajaran Islam, maka Organisasi Konferensi Islam (OKI), pada akhirnya,tahun 1990, membuat
sebuah deklarasi HAM yang berlandaskan hukum Islam. Deklarasi tersebut dikenal dengan nama
Cairo Declaration ( Deklarasi Kairo/DK). DK bejumlah 30 pasal yang mengatur HAM, baik
5

dalam bidang hak sipil dan politik juga hak ekonomi, sosial dan budaya. Salah satu hak yang
diatur dalam DK adalah hak kebebasan beragama.
Pembukaan Deklarasi Kairo berbunyi demikian:
Berkeinginan untuk memberikan sumbangan terhadap usaha-usaha umat manusia
dalam rangka menegakkan hak-hak asasi manusia, melindungi manusia dari pemerasan
dan penindasan, serta menyatakan kemerdekaan dan haknya untuk mendapatkan
kehidupan yang layak sesuai dengan syariat Islam. Bahwa hak-hak asasi dan
kemerdekaan universal dalam Islam merupakan bagian integral agama Islam dan bahwa
tak seorang pun pada dasarnya berhak untuk menggoyahkan baik keseluruhan maupun
sebagian atau melanggar atau mengabaikanya karena hak-hak asasi dan kemerdekaan
itu merupakan perintah suci mengikat yang termaktub dalam wahyu Allah SWT. yang
diturunkan melalui nabi-Nya yang terakhir.
Pasal 10 Deklarasi Kairo mengatur sebagai berikut:
Islam adalah agama yang murni ciptaan alam (Allah SWT). Islam melarang melakukan
paksaan dalam bentuk apapun atau untuk mengeksploitasi kemiskinan atau
ketidaktahuan seseorang untuk mengubah agamanya atau menjadi atheis.(lihat Eka A.
Aqimuddin, 2009).
Di Indonesia, kebebasan beragama dan berkeyakinan dijamin oleh Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945, yang menyatakan bahwa negara menjamin kebebasan beragama dan
berkepercayaan (Pasal 28E jo Pasal 29 ayat 1). Bahkan, dalam Pasal 28I UUD 1945 dinyatakan
bahwa kebebasan beragama tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Ketentuan itu masih
diperkuat lagi dalam Pasal 22 UU No 39/1999 tentang HAM. Setiap orang mempunyai
kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama.
Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaan atas
pilihannya sendiri. Setiap orang memiliki kebebasan, apakah secara individu atau di dalam
masyarakat, secara publik atau pribadi untuk memanifestasikan agama atau keyakinan di dalam
pengajaran dan peribadatannya.
Dalam serangkaian kasus kekerasan berbasis agama di Indonesia akhir-akhir ini, kita dapat
melakukan analisis berdasarkan pada ketentuan normatif yang berlaku, baik yang ada dalam
DUHAM, DK, UUD45, UU HAM maupun KUHP. Kasus-kasus tersebut di atas tadi
memperlihatkan bahwa berbagai ketentuan HAM maupun perundangan-undangan telah
dilanggar.
6

1.2 Apa yang menjadi dasar hukum setiap manusia bebas memeluk agama masingmasing?
Dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia ada pada konstitusi kita,
yaitu Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945):
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan
meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak
untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga
menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk
agama.
Akan tetapi, hak asasi tersebut bukannya tanpa pembatasan. Dalam Pasal 28J ayat (1) UUD
1945 diatur bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain. Pasal 28J ayat (2) UUD
1945 selanjutnya mengatur bahwa pelaksanaan hak tersebut wajib tunduk pada pembatasanpembatasan dalam undang-undang. Jadi, hak asasi manusia tersebut dalam pelaksanaannya tetap
patuh pada pembatasan-pembatasan yang diatur dalam undang-undang.

1.3 bagaimana upaya penyelesaian kasus antara pihak-pihak terkait?


dalam kasus GKI yasmin ini belum ditemukan cara penyelesaian atau belum ada
solusinya.Jadi menurut kelompok kami ada beberapa pilihan alternatif untuk menyelesaikan
sengketa ini seperti yang dijelaskan berdasarkan ketentuan pasal 1 angka (10) UU No.30 tahun
1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa,yakni :
(1) konslutasi
konsultasi adalah pertemuan dua pihak atau lebih untuk membahasa atau meminta
pertimbangan atas masalah sengketa yang sedang dihadapi untuk dapat dicarikan
penyelesiannya

secara

bersama-sama.1

akan

tetapi

konsultasi

tidak

langsung

menyelesaikan sengketa, melainkan baru pada tahap mepelajari posisi masingg-masing


sehingga dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan masing-masing pihak akan mudah
1

Hadimulyono,1997,mempertimbangkan ADR kajian alternatif penyelesaian sengketa diluar


pengadilan,Lembaga study dan advokasi masyarakat(LSAM),Jakarta,h.36.

untuk memasang target kedudukan dalam perundingan nantinya 2, didalam konsultasi


orang yang berpendapat bukan lah dari pihak yang sedang bersengkta melainkan kepada
orang yang dianggap tahu atau ahli dalam bidang yang sedang disengketakan.

(2) negosiasi
negosiasi adalah perundingan sebagai upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa
melalui proses pengadilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja
sama yang lebih haromonis dan kreatif .3
(3) penilaian ahli
penilaian ahli hampir sama dengan konsultasi namun dalam pendapat ahli pihak
konsultan memberikan pendapatnya secara rinci terhadap sengketa yang dimintakan
konsultasi,yangb dapat dipakai menyelesaiakan sengketa setidaknya dapat dijadikan
sebagai pegangan kekuatan untuk menentukan posisi tawar dalam melakukan
perundingan. penilian ahli hanya sebagai langkah awal untuk mempelajari kasus posisi
untuk mengarahkan kepada satu cara atau bentuk penyelesaian sengketa diluar
pengadilan;
(4) mediasi
menurut Joni Emirzone adalah upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan
kesepakatan bersama melalui mediator yang bersikap netral dan membuat keputusan atau
2

I ketut Hartadi dan I Dewa Nyoman Rai asmara putra,op.cit, h.12

joni emirzon,2012,hukum penyelesain sengketa arbitrase nasional indonesia dan


internasional,edisi ke 2 ,sinar grafika offset,Jakarta, h.24

kesimpulan bagi para pihak tetapi menunjang fasilitator untuk terlaksananya dialog antar
pihak dengan suasana keterbukaan,kejujuran dan tukar pendapat untuk tercapainya
mufakat.berdasarkan pengertian diatas peran pihak ketiga atau mediator sangat
memegang peranan penting dan menetukan dalam upaya menyelesaikan suatu
sengeta.dalam PERMA No.1 tahun 2008 ketentuan pasal 1 angka 6 menyatakan mediator
adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan dalam guna
mencari berbagai kemunkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus
atau memaksaan sebuah penyelesaian.seorang mediator harus tidak memiliki kepentingan
dengan perselisihan yang sedang terjadi , secara tidak diuntungkan atau dirugikan jika
sengketa dapat diselesaikan atau mediasi menemui jalan buntu (deadlock).

BAB III
PENUTUP
kesimpulan:
1. Definisi hak kebebasan beragama secara formal terdapat dalam DUHAM, tepatnya dalam
Pasal 18.Pasal tersebut menjelaskan mengenai hak kebebasan beragama yang terdiri dari hak
untuk beragama, hak untuk berganti agama, hak untuk mengamalkan agama dengan cara
mengajarkannya, melakukannya baik secara sendiri ataupun kelompok dan di tempat umum atau
tempat pribadi.
2. Dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia ada pada konstitusi kita, yaitu
Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 UUD 1945.Pasal 28E ayat (2) UUD 1945
juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu
dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi
manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.
3.keuntungan penyelesaian sengketa melalui mediasi adakah penyelesaian cepat terwujud
(quick),biaya murah (inexpensive),bersifat rahasia (confidential),bersifat fair dengan metode
kompromi,hubungan kedua belah pihak kooperatif dengn mediasi,hasil yang diacapai win-win
solution, tidak Emosioanal.
9

Saran:
seharusnya antar umat beragama meningkatkan sikap toleransi,sehingga dapat
membangun suatu pondasi yang kuat antar umat beragama agar terciptanya ketentraman bagi
umat beragama, disamping itu kita setiap umat umat beragama harus bisa menerima agama lain
dalam memeluk agamanya masing-masing sesuai keyakinan yang telah diatur dalam UU , dan
seharusnya dari pihak pemerintah juga memiliki sikap tegas dalam melindungi hak setiap umat
untuk memeluk agama sesuai kepercayaan dan keyakinannya masing-masing, Jadi dari itu semua
setiap umat beragama wajib menghormati antar umat beragama.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
J.G.Merrills,1986,penyelesain sengketa internasional,terjemahan achmad
fauzan,tarsito,bandung.h.54
Widnyana,I Made,2007,alternatif penyelesaian sengketa,indonesia business law center
(IBLC),Jakarta.h.67
Daftar peraturan perundang-undangan
Undang-Undang Republik Indonesia No.30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif
penyelesaian sengketa
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

10

11

12

Anda mungkin juga menyukai