Asdasdas
Asdasdas
Anda kebetulan sedang berdinas jaga di laboratorium di sebuah rumah sakit tipe B.seorang
anggota polis membawa sebuah botol ukuran 2 liter yang disebut sebagai botol dari sebuah alat
suction curret milik seorang dokter di kota anda. Masalahnya adalah bahwa dokter tersebut
disangka telah melakukan pengguguran kandungan yang illegal dan di dalam botol tersebut
terdapat campuran darah dan jaringan hasil sucion. Polis menerangkan dalam surat
permintaannya, bahwa darah dan jaringan dalam botol berasal dari 3 perempuan yang saat ini
sedang diperiksa ke bagian kebidanan di rumah sakit anda. Penyidik membutuhkan pemeriksaan
laboratorium yang dapat menjelaskan apakah benar telah terjadi pengguguran kandungan dan
apakah benar ketiga perempuan yang sedang diperiksa di kebidanan adalah perempuan yang
kandungannya digugurkan oleh dokter tersebut. Hasil pemeriksaan tersebut penting agar dapat
dilanjutkan ke proses hukum terhadap dokter tersebut.
PENDAHULUAN
Kasus di atas berkisahkan tentang sebuah botol berisi 2 liter campuran darah dan hasil
suction yang diduga merupakan hasil dari pengguguran kandungan 3 orang wanita yang
dilakukan oleh seorang dokter. Pengertian pengguguran kandungan menurut hokum ialah
tindakan menghentikan kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran tanpa melihat
usia kandungannya. Juga tidak dipersoalkan , apakah dengan pengguguran kehamilan tersebut
lahir bayi hidup atau mati. Yang dianggap penting adalah bahwa sewaktu pengguguran
kehamilan dilakukan , kandungan tersebut masih hidup. Pengertian pengguguran kandungan
menurut hokum tentu saja berbeda dengan pengertian abortus menurut kedokteran yaitu adanya
factor sengaja dan tidak adanya factor usia kehamilan.
Kita mengetahui bahwa abortus menurut pengertian keodkteran terbagi ke dalam:1
A. Abortus spontan
B. Abortus provokatus yang terbagi kepada dua: terauputik dan kriminalis.
Abortus provokatus kriminalis sajalah yang termasuk ke dalam lingkup pengertian pengguguran
kandungan menurut hokum.
Dikenal 2 macam indikasi abortus terapeuikus yaitu indikasi ibu ( kepentingan medic si
wanita hamil) dan indikasi anak ( kepentingan medic si janin) namun kedua macam indikasi
tersebut belum menerangkan secara tuntas tentang batasan derajat resiko ibu atau anak yang
dapat digolongkan ke dalam cakupan indikasi.bahkan kemudian muncul pula indikasi etis yaitu
pada kehamilan akibat suatu tindakan perkosaan dan tindakan yang sejenis.penggunaan indikasi
social sama sekali tidak dibenarkan.
ANAMNESIS.
Anamnesis dapat dilakukan
pengguguran kandungan dan anamnesis terhadap ketiga wanita yang dicurigai melakukan
pengguguran kandungan. Anamnesis merupakan suatu yang tidak dapat dilihat atau ditemukan
oleh dokter sehingga bukan pemeriksaan yang objektif, sehingga tidak dimasukkan dalam visum
et repertum. Anamnesis dibuat terpisah dan dilampirkan dengan visum et repertum dengan judul
keterangan yang diperoleh dari pelaku. Dengan mengambil anamnesis , dokter meminta
pelaku menceritakan apa yang berlaku segala sesuatu dan untuk memastikan botol hasil suction
itu merupakan miliknya atau orang lain, dan sekiranya pelaku wanita itu
mengaku, maka
ditanyakan apakah tujuan dia melakukan pengguguran kandungan. Dokter yang terlibat juga
ditanyakan , apakah dia benar melakukan pengguguran kandungan dan tujuannya apakah untuk
keselamatan ibu atau merupakan tindakan pidana. Walau bagaimana pun, dari keterangan pelaku
bias sahaja tidak mendapat 100 persen benar,maka di perlukan tindakan lanjut dengan melakukan
pemriksaan penunjang dari hasil suction tersebut.
Abortus provokatus kriminalis sering terjadi pada kehamilan yang tidak dikehendaki. Ada
beberapa alasan wanita tidak menginginkan kehamilannya: 7
Wanita bersangkutan.
Dokter atau tenaga medis lain (demi keuntungan atau demi rasa simpati).
Orang lain yang bukan tenaga medis (misalnya dukun)
Pemeriksaan toksikologi dilakukan untuk mengetahui adanya obat/zat yang dapat mengakibatkan
abortus. Perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap hasil usaha penghentian kehamilan,
misalnya yang berupa IUFD-kematian janin di dalam rahim dan pemeriksaan mikroskopis
terhadap sis-sisa jaringan. 1
Temuan autopsy pada korban meninggal tergantung pada cara melakukan abortus serta
interval waktu antara tindakan abortus dan kematian.Abortus yang dilakukan oleh ahli yang
trampil mungkin tidak meninggalkan bekas dan bila telah berlangsung satu hari atau lebih, maka
komplikasi yang timbul atau penyakit yang menyertai mungkin mengaburkan tanda-tanda
abortus criminal.Lagi pula selalu terdapat kemungkinan bahwa abortus dilakukan sendiri oleh
wanita bersangkutan.Pada pemeriksaan jenazah, Teare(1964)
menganjurkan pembukaan
abdomen sebagai langkah pertama dalam autopsy bila ada kecurigaan akan abortus kriminalis
sebagai penyebab kematian korban.Pemeriksaan luar dilakukan seperti biasa sedangkan pada
pembedahan jenazah, bila didapatkan cairan dalam rongga perut, atau kecurigaan lain, lakukan
pemeriksaan toksikologi. 1
Uterus diperiksa apakah ada pembesaran, krepitasi , luka atau perforasi. Lakukan pula tes
emboli udara pada vena kava inferior dan jantung.Periksa alat-alat genitalia interna apakah pucat,
mengalami kongesti atau memar. Uterus diiris mendatar dengan jarak irisan 1 cm untuk
mendeteksi perdarahan yang berasal dari bawah. 1
Ambil darah dari jantung (segera setelah tes emboli) untuk pemeriksaan toksikologi. Ambil urin
untuk tes kehamilan / toksikologi dan pemeriksaan organ-organ lain dilakukan seperti biasa.
Pemeriksaan mikroskopis meliputi adanya sel trofoblas yang merupakan tanda kehamilan,
kerusakan jaringan yang merupakan jejas/tanda usaha penghentian kehamilan. Ditemukan sel
radang PMN menunjukkan intravitalitas.
Tentukan pula umur janin atau usia kehamilan, karena sekalipun undang-undang tidak
permasalahkan usia kehamilan, namun penentuan usia kehamilan kadang kala diperlukan oleh
penyidik dalam rangka penyidikan perkara secara keseluruhan.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil Sucction
Pemeriksaan Darah
Di antara berbagai cairan tubuh, darah merupakan yang paling penting karena merupakan cairan
biologik dengan sifat-sifat potensial lebih spesifik untuk golongan manusia tertentu. Tujuan
utama pemeriksaan darah forensik sebenarnya adalah untuk membantu identifikasi pemilik darah
tersebut, dengan membandingkan bercak darah yang ditemukan di Tempat Kejadian Perkara
(TKP) pada objek-objek tertentu seperti lantai, meja, kursi, karpet, senjata dan pakaian yang
dilumuri dengan darah korban atau darah tersangka pelaku kejahatan. Hasil pemeriksaan
laboratorium tersebut penting untuk menunjang atau menyingkirkan keterlibatan seseorang
dengan TKP. Walaupun dengan uji yang modern dan dengan peralatan yang canggih sekalipun,
masih sulit untuk memastikan bahwa darah tersebut berasal dari individu tertentu. 2
Dari bercak yang dicurigai harus dibuktikan bahwa bercak tersebut benar darah, darah dari
manusia atau hewan, golongan darahnya bila darah tersebut berasal dari manusia, dan sama ada
darah tersebut merupakan darah menstruasi atau bukan. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut, harus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium sebagai berikut : 2
(1). Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologi sel-sel darah merah. Cara ini tidak dapat
dilakukan bila telah terjadi kerusakan pada sel-sel darah tersebut. Darah yang masih basah atau
baru mengering ditaruh pada kaca objek dan ditambahkan 1 tetes larutan garam faal, kemudian
ditutup dengan kaca penutup. Cara lain adalah dengan membuat sediaan apus dengan pewarnaan
Wright atau Giemsa. Dari kedua sediaan tersebut, dapat dilihat bentuk dan inti sel darah merah.
Pemeriksaan mikroskopik terhadap kedua sediaan tersebut hanya dapat menentukan kelas dan
bukan spesies darah tersebut. Kelas mamalia mempunyai sel darah merah berbentuk cakram dan
tidak berinti, sedangkan kelas-kelas lainnya berbentuk oval/elips dan berinti. Dari kelas mamalia,
genus Cannelidae(golongan unta) merupakan perkecualian dengan sel darah merah berbentuk
oval/elips tetapi tidak berinti. 4
Keuntungan sediaan apus dibandingkan dengan sediaan tanpa pewarnaan adalah dapat
terlihatnya sel-sel lekosit berinti banyak. Bila terlihat drum stick dalam jumlah lebih dari 0,05%,
dapatlah dipastikan bahwa darah tersebut berasal dari seorang wanita.
ditambahkan lagi dengan alkali encer(NaOH atau KOH) akan terbentuk hemokhromogen
berwarna merah jingga dengan dua pita absorpsi yang menempati daerah kuning yaitu pada
panjang gelombang 56 dan daerah perbatasan dengan hijau yaitu pada panjang gelombang 52.
(3). Pemeriksaan Serologik
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan spesies dan golongan darah. Untuk itu dibutuhkan
antisera terhadap protein manusia (anti human globulin) serta terhadap protein hewan dan juga
antisera terhadap golongan darah tertentu. Prinsip pemeriksaan adalah suatu reaksi antara antigen
(bercak darah) dengan antibodi (antiserum) yang merupakan reaksi presipitasi atau reaksi
aglutinasi.
Penentuan Spesies
Lakukan ekstraksi bercak atau darah kering dengan larutan garam faal. Dianjurkan untuk
memakai 1cm2 bercak atau 1g darah kering tetapi tidak melebihi separuh bahan yang tersedia.
Cara-cara yang dapat dipergunakan adalah :
Reaksi Cincin (reaksi presipitin dalam tabung)
Ke dalam tabung reaksi kecil dimasukkan serum anti globulin manusia dan keatasnya dituangkan
ekstrak darah perlahan-lahan melalui tepi tabung. Biarkan pada temperatur ruang kurang lebih
1.5 jam. Hasil positif tampak sebagai cincin presipitasi yang keruh pada perbatasan kedua cairan.
Reaksi Presipitasi dalam Agar
Gelas obyek dibersihkan dengan spiritus sampai bebas lemak, dilapisi dengan selapis tipis agar
buffer. Setelah agak mengeras, dibuat lubang pada agar dengan diameter kurang lebih 2mm,
yang dikelilingi oleh lubang-lubang sejenis. Masukkan serum anti-globulin manusia ke lubang di
tengah dan ekstrak darah dengan berbagai derajat pengenceran di lubang-lubang sekitarnya.
Letakkan gelas obyek ini dalam ruang lembab (moist chamber) pada temperatur ruang selama
satu malam. Hasil positif memberikan presipitum jernih pada perbatasan lubang tengah dan tepi
lubang.
Penentuan Golongan Darah
Diantara sistem-sistem golongan darah, yang paling lama bertahan adalah antigen dari sistem
golongan darah ABO. Darah yang telah mengering dapat berada dalam pelbagai tahap kesegaran.
a. Bercak dengan sel darah merah masih utuh.
b. Bercak dengan sel darah merah sudah rusak tetapi dengan aglutinin dan antigen yang
masih dapat di deteksi
c. Sel darah merah sudah rusak dengan jenis antigen yang masih dapat dideteksi namun
sudah terjadi kerusakan aglutinin.
d. Sel darah merah sudah rusak dengan antigen dan agglutinin yang juga sudah tidak dapat
dideteksi.
Cara yang biasa dilakukan adalah cara absoropsi elusi dengan prosedur sebagai berikut :
1) 2-3 helai benang mengandung bercak kering difiksasi dengan metal alcohol selama 15
menit. Benang diangkat dan dibiarkan mengering. Selanjutnya dialakukan penguraian
benang terbebut menjadi serat-serat halus dengan menggunakan 2 buah jarum.
2) Lakukan juga pada benang yang tidak mengandung bercak darah untuk sebagai control
negative.
3) Serat benang dimasukkan kedalam 2 tabung reaksi. Ke dalam tabung pertama diteteskan
serum anti-A dan pada tabung kedua diberi anti-B hingga serabut benang tersebut
terendam seluruhnya. Kemudian tabung-tabung tersebut disimpan dalam lemari
pendingin dengan suhu 4 derajat selsius selama satu malam.
4) Kemudian lakukan pencucian dengan menggunakan larutan garam faal dingin (4oC)
sebanyak 5-6 kali, lalu tambahkan 2 tetes suspensi 2 % sel indicator, pusing dengan
kecepatan 1000 RPM selama 1 menit. Bila tidak terjadi aglutinasi, cuci sekali lagi dan
kemudian tambahkan 1-2 tetes garam faal. Panaskan pada suhu 56oC selama 10 menit
dan pindahkan eluat pada tabung lain. Tambahkan satu tetes suspense sel indicator ke
dalam masing-masing tabung, biarkan selama 5 menit pada kecepatan 1000 RPM.
5) Pembacaan hasil dilakukan secara makroskopik. Bila terjadi aglutinasi berarti darah
mengandung antigen yang sesuai dengan antigen sel indikator.
Bila didapatkan sel darah merah dalam keadaan utuh, penentuan golongan darah dapat dilakukan
secara langsung seperti pada penentuan golongan darah orang hidup, yaitu dengan meneteskan 1
tetes antiserum ke atas 1 tetes darah dan dilihat terjadinya aglutinasi. Aglutinasi yang terjadi pada
suatu antiserum merupakan golongan darah bercak yang diperiksa, contoh bila terjadi aglutinasi
pada antiserum A maka golongan darah bercak darah tersebut adalah A.
Pemeriksaan golongan darah juga dapat membantu mengatasi kasus paternitas. Hal ini
berdasarkan Hukum Mendel yang mengatakan bahwa antigen tidak mungkin muncul pada anak,
jika antigen tersebut tidak terdapat pada salah satu atau kedua orang tuanya. Orang tua yang
homozigotik pasti meneruskan gen untuk antigen tersebut kepada anaknya. (Anak dengan
golongan darah O tidak mungkin mempunyai orang tua yang bergolongan darah AB).
Komplikasi medis yang dapat timbul pada ibu 3
Perforasi
Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan
terjadinya perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke ligamentum
latum, atau ke kandung kencing. Oleh sebab itu, letak uterus harus ditetapkan lebih dahulu
dengan seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks tidak boleh digunakan tekanan
berlebihan. Kerokan kuret dimasukkan dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret ke luar
dapat dilakukan dengan tekanan yang lebih besar. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan
peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi
dengan seksama dengan mengamati keadaan umum, nadi, tekanan darah, kenaikan suhu,
turunnya hemoglobin, dan keadaan perut bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda
bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi percobaan dengan segera. Luka pada serviks uteri
Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul sobekan pada serviks
uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum, maka akibat yang segera
timbul ialah perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat
jangka panjang ialah kemungkinan timbulnya incompetent cerviks. Pelekatan pada kavum uteri
Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-sisa hasil konsepsi harus
dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat
mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya
kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila pada suatu tempat tersebut dirasakan bahwa
jaringan tidak begitu lembut lagi. Perdarahan Kerokan pada kehamilan yang sudah agak tua atau
pada mola hidatidosa terdapat bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya
10
dilakukan transfusi darah dan sesudah itu, dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan vagina.
Infeksi Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya infeksi sangat besar.
Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga
menyebabkan kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan abortus kriminalis antara lain infeksi
pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi kehamilan lagi. [sunting] Lainlain Komplikasi yang dapat timbul dengan segera pada pemberian NaCl hipertonik adalah
apabila larutan garam masuk ke dalam rongga peritoneum atau ke dalam pembuluh darah dan
menimbulkan gejala-gejala konvulsi, penghentian kerja jantung, penghentian pernapasan, atau
hipofibrinogenemia. Sedangkan komplikasi yang dapat ditimbulkan pada pemberian
prostaglandin antara lain panas, rasa enek, muntah, dan diare. Komplikasi yang Dapat Timbul
Pada Janin: Sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu ingin mengakhiri kehamilan,
maka nasib janin pada kasus abortus provokatus kriminalis sebagian besar meninggal. Kalaupun
bisa hidup, itu berarti tindakan abortus gagal dilakukan dan janin kemungkinan besar mengalami
cacat fisik. 3
Luka pada serviks uteri
Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul sobekan pada serviks
uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum, maka akibat yang segera
timbul ialah perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat
jangka panjang ialah kemungkinan timbulnya incompetent cerviks.
Pelekatan pada kavum uteri
Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-sisa hasil konsepsi harus
dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat
mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya
kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila pada suatu tempat tersebut dirasakan bahwa
jaringan tidak begitu lembut lagi.
Perdarahan
11
Kerokan pada kehamilan yang sudah agak tua atau pada mola hidatidosa terdapat bahaya
perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya dilakukan transfusi darah dan sesudah itu,
dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan vagina.
Infeksi
Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya infeksi sangat besar. Infeksi
kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga menyebabkan
kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan abortus kriminalis antara lain infeksi pada saluran telur.
Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi kehamilan lagi.
Lain-lain
Komplikasi yang dapat timbul dengan segera pada pemberian NaCl hipertonik adalah apabila
larutan garam masuk ke dalam rongga peritoneum atau ke dalam pembuluh darah dan
menimbulkan gejala-gejala konvulsi, penghentian kerja jantung, penghentian pernapasan, atau
hipofibrinogenemia. Sedangkan komplikasi yang dapat ditimbulkan pada pemberian
prostaglandin antara lain panas, rasa enek, muntah, dan diare.
Komplikasi yang Dapat Timbul Pada Janin: Sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu
ingin mengakhiri kehamilan, maka nasib janin pada kasus abortus provokatus kriminalis
sebagian besar meninggal. Kalaupun bisa hidup, itu berarti tindakan abortus gagal dilakukan dan
janin kemungkinan besar mengalami cacat fisik.
Metode hisapan sering digunakan pada aborsi yang merupakan cara yang ilegal secara medis
walaupun dilakukan oleh tenaga medis. Tabung suntik yang besar dilekatkan pada ujung kateter
yang dapat dilakukan penghisapan yang berakibat ruptur dari chorionic sac dan mengakibatkan
abortus. Cara ini aman asalkan metode aseptic dijalankan, jika penghisapan tidak lengkap dan
masih ada sisa dari hasil konsepsi maka dapat mengakibatkan infeksi.
Tujuan dari merobek kantong kehamilan adalah jika kantong kehamilan sudah rusak maka secara
otomatis janin akan dikeluarkan oleh kontraksi uterus. Ini juga dapat mengakibatkan dilatasi
saluran cerviks, yang dapat mengakhiri kehamilan. Semua alat dapat digunakan dari pembuka
12
operasi sampai jari-jari dari ban sepeda. Paramedis yang melakukan abortus suka menggunakan
kateter yang kaku. Jika digunakan oleh dokter maupun suster, yang melakukan mempunyai
pengetahuan anatomi dan menggunakan alat yang steril maka resikonya semakin kecil. Akan
tetapi orang awam tidak mengetahui hubungan antara uterus dan vagina. Alat sering digunakan
dengan cara didorong ke belakang yang orang awam percayai bahwa keadaan cerviks di depan
vagina. Permukaan dari vagina dapat menjadi rusak dan alat mungkin masuk ke usus bahkan
hepar. Penetrasi dari bawah atau tengah vagina dapat juga terjadi perforasi. Jika cerviks dimasuki
oleh alat, maka cerviks dapat ruptur dan alat mungkin masuk lewat samping. Permukaan luar
dapat cedera dengan pengulangan, usaha yang ceroboh yang berusaha mengeluarkan benda yang
terlalu tebal ke saluran yang tidak membuka. Jika sukses melewati saluran dari uterus, mungkin
langsung didorong ke fundus, yang akan merusak peritoneal cavity. Bahaya dari penggunaan alat
adalah pendarahan dan infeksi. Perforasi dari dinding vagina atau uterus dapat menyebabkan
pendarahan, yang mungkin diakibatkan dari luar atau dalam. Sepsis dapat terjadi akibat
penggunaan alat yang tidak steril atau kuman berasal dari vagina dan kulit. Bahaya yang lebih
ringan(termasuk penggunaan jarum suntik) adalah cervical shock. Ini dapat membuat dilatasi
cerviks, dalam keadaaan pasien yang tidak dibius, alat mungkin menyebabkan vagal refleks,
yang melalui sistem saraf parasimpatis, yang dapat mengakibatkan cardiac arrest. Ini merupakan
mekanisme yang berpotensi menimbulkan ketakutan yang dapat terjadi pada orang yang
melakukan abortus kriminalis. Kekerasan Kimiawi / Obat-obatan atau Bahan-bahan yang
Bekerja Pada Uterus Berbagai macam zat yang digunakan baik secara lokal maupun melalui
mulut telah banyak digunakan untuk menggugurkan kandungan. Beberapa zat mempunyai efek
yang baik sedangkan beberapa lainnya berbahaya. Zat yang digunakan secara lokal contohnya
fenol dan lysol, merkuri klorida, potassium permagnat, arsenik, formaldehid, dan asam oxalat.
Semua mempunyai bahaya sendiri, baik dari korosi lokal maupun efek sistemik jika diserap.
Pseudomembran yang nekrotik mungkin berasal dari vagina dan kerusakan cerviks mungkin
terjadi. Potasium permangat adalah zat yang muncul selama perang yang terakhir dan
berlangsung beberapa tahun, 650 kasus dilaporkan hingga tahun 1959, yang parah hanya
beberapa. Ini dapat menyebabkan nekrosis pada vagina jika diserap yang dapat mempunyai efek
sistemik yang fatal termasuk kerusakan ginjal. Permanganat dapat menyebabkan pendarahan
vagina dari nekrosis, yang mana dapat membahayakan janin.
13
INTERPRETASI PEMERIKSAAN.
Daripada jalur pemeriksaan yang dilakukan bermula dengan anamnesis terhadap dokter
dan 3 wanita yang terlibat dalam kasus pengguguran bayi sehingga pemeriksaan penunjang,
untuk mengenakan tindakan pidana haruslah mendapatkan bukti-bukti yang kukuh. Daripada
anamnesis mungkin agak sukar untuk mendapatkan pengakuan daripada pelaku yang terlibat.
Maka dengan itu penting untuk kita memeriksa barang bukti yaitu hasil suction yang dijumpai.
Hasil suction itu dapat dilakukan dengan memeriksa DNA dan darah si pelaku. Dengan dunia
modern , serba canggih maka walaupun hasil suction itu bercampur-campur antara 3 wanita,
dunia kedokteran dapat memisahkan
pemeriksaan fisik dan ginekologi dapat dilakukan dari ketiga-tiga wanita itu dengan melihat
tanda-tanda kehamilan dan pasca aborsi. Dengan itu dapat menyokong kasus pengguguran
kandungan criminal.
ASPEK HUKUM 1
14
15
Dari bukti-bukti yang dipakai oleh hakim dalam keputusannya harus dapat disimpulkan bahwa
wanita itu mengandung kandungan yang hidup dan bahwa terdakwa mempunyai niat dengan
snegaja hendak menyebabkan pengguguran dan kematian.
Pasal 349 KUHP.
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal
346 ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam
pasal 347 dan 348 maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga
dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam kejahatan dilakukan.
ASPEK MEDIKOLEGAL 1
Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara, maupun Etik
Kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan pengguguran
kandungan (abortus provokatus). Bahkan sejak awal seseorang yang akan menjalani profesi
dokter secara resmi disumpah dengan Sumpah Dokter Indonesia yang didasarkan atas Deklarasi
Jenewa yang isinya menyempurnakan Sumpah Hippokrates, di mana ia akan menyatakan diri
untuk menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan. Dari aspek etika, Ikatan
Dokter Indonesia telah merumuskannya dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia mengenai
kewajiban umum, pasal
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk
insani. Pada pelaksanaannya, apabila ada dokter yang melakukan pelanggaran, maka penegakan
implementasi etik akan dilakukan secara berjenjang dimulai dari panitia etik di masing-masing
RS hingga Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK). Sanksi tertinggi dari pelanggaran
etik ini berupa "pengucilan" anggota dari profesi tersebut dari kelompoknya. Sanksi administratif
tertinggi adalah pemecatan anggota profesi dari komunitasnya.
Ditinjau dari aspek hukum, pelarangan abortus justru tidak bersifat mutlak. Abortus
buatan atau abortus provokatus dapat digolongkan ke dalam dua golongan yakni: 1. Abortus
buatan legal Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang
16
dibenarkan oleh undang-undang. Populer juga disebut dengan abortus provocatus therapeticus,
karena alasan yang sangat mendasar untuk melakukannya adalah untuk menyelamatkan nyawa
ibu. Abortus atas indikasi medik ini diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan:
PASAL 15:
1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya,
dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) hanya dapat dilakukan:
Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli
Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya
. 3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pada penjelasan UU no 23 tahun 1992 pasal 15 dinyatakan sebagai berikut:
Ayat (1) : Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun,
dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma
kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau
janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu
Ayat (2)
17
Butir a : Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil
tindakan medis tertentu sebab tanpa tindakan medis tertentu itu,ibu hamil dan janinnya
terancam bahaya maut.
Butir b : Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga
yang memiliki keahlian dan wewenang untuk melakukannya yaitu seorang dokter ahli
kandungan seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan.
Butir c : Hak utama untuk memberikan persetujuan ada ibu hamil yang bersangkutan
kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya ,dapat
diminta dari semua atau keluarganya.
Butir d : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan
peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan ditunjuk oleh pemerintah.
Ayat (3) : Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanan dari pasal ini dijabarkan antara lain
mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya,tenaga kesehatan
mempunyai keahlian dan wewenang bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk. 2.
Abortus Provocatus Criminalis ( Abortus buatan illegal ) Yaitu pengguguran kandungan yang
tujuannya selain untuk menyelamatkan atau menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang
tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang.
Abortus golongan ini sering juga disebut dengan abortus provocatus criminalis karena di
dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan. Beberapa pasal yang mengatur abortus
provocatus dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP):
PASAL 299 ;
1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati,
dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat
digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak
empat pulu ribu rupiah.
18
2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan
tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat,
pidananya dapat ditambah sepertiga. 3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam
menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian.
PASAL 535
Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk menggugurkan
kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara
terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat,
sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat
ditarik kesimpulan :
1. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain, diancam
hukuman empat tahun.
2. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa persetujuan ibu
hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil itu mati diancam 15 tahun .
3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu
hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang dokter, bidan
atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk
praktek dapat dicabut. Meskipun dalam KUHP tidak terdapat satu pasal pun yang
memperbolehkan seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk
menyelamatkan jiwa ibu, dalam prakteknya dokter yang melakukannya tidak dihukum bila ia
dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan tersebut diterima oleh hakim (Pasal 48).
Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:
19
PASAL 80
Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana
dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
20
sehingga masyarakat semakin tidak toleran terhadap layanan yang tidak sempurna, dan (d)
provokasi oleh ahli hukum dan oleh tenaga kesehatan sendiri.
Etik Profesi Kedokteran
Etik profesi kedokteran mulai dikenal sejak 1800 tahun sebelum Masehi dalam bentuk
Code of Hammurabi dan Code of Hittites, yang penegakannya dilaksanakan oleh penguasa pada
waktu itu. Selanjutnya etik kedokteran muncul dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk sumpah
dokter yang bunyinya bermacam-macam, tetapi yang paling banyak dikenal adalah sumpah
Hippocrates yang hidup sekitar 460-370 tahun SM. Sumpah tersebut berisikan kewajibankewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap, atau semacam code of conduct bagi dokter.
World Medical Association dalam Deklarasi Geneva pada tahun 1968 menelorkan
sumpah dokter (dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode Etik Kedokteran
Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap
sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran Indonesia dibuat
dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran Internasional
Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsipprinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat
keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu
keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam
perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman
bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman
dalam melakukan penelitian di bidang medis.
Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan
memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter, seperti
autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan hak
membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya), beneficence (melakukan
tindakan untuk kebaikan pasien), non maleficence (tidak melakukan perbuatan yang
memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap altruisme (pengabdian
profesi).
21
Pendidikan etik kedokteran, yang mengajarkan tentang etik profesi dan prinsip moral
kedokteran, dianjurkan dimulai dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran, dengan
memberikan lebih ke arah tools dalam membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan, dan
lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu (clinical ethics),
sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari pembuatan
keputusan medis sehari-hari. Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum tentu dapat
mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para seniornya
bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan.
IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian pelaksanaan
etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang, serta lembaga
MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah dan cabang. Selain itu,
di tingkat sarana kesehatan (rumah sakit) didirikan Komite Medis dengan Panitia Etik di
dalamnya, yang akan mengawasi pelaksanaan etik dan standar profesi di rumah sakit. Bahkan di
tingkat perhimpunan rumah sakit didirikan pula Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit
(Makersi).
Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar hanya akan
membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi dapat
dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih berat
seperti kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat kurang kompeten) dan
pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK setelah dalam
rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi) kedokteran.
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa
melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik
Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung-jawaban (etik dan disiplin profesi)nya.
Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas, profesionalisme dan
keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi satu-satunya majelis profesi yang menyidangkan
kasus dugaan pelanggaran etik dan/atau disiplin profesi di kalangan kedokteran. Di kemudian
hari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), lembaga yang dimandatkan
22
untuk didirikan oleh UU No 29 / 2004, akan menjadi majelis yang menyidangkan dugaan
pelanggaran disiplin profesi kedokteran.
MKDKI bertujuan menegakkan disiplin dokter / dokter gigi dalam penyelenggaraan
praktik kedokteran. Domain atau yurisdiksi MKDKI adalah disiplin profesi, yaitu
permasalahan yang timbul sebagai akibat dari pelanggaran seorang profesional atas peraturan
internal profesinya, yang menyimpangi apa yang diharapkan akan dilakukan oleh orang
(profesional) dengan pengetahuan dan ketrampilan yang rata-rata. Dalam hal MKDKI dalam
sidangnya menemukan adanya pelanggaran etika, maka MKDKI akan meneruskan kasus
tersebut kepada MKEK.
Proses persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan terpisah dari proses persidangan
gugatan perdata atau tuntutan pidana oleh karena domain dan jurisdiksinya berbeda. Persidangan
etik dan disiplin profesi dilakukan oleh MKEK IDI, sedangkan gugatan perdata dan tuntutan
pidana dilaksanakan di lembaga pengadilan di lingkungan peradilan umum. Dokter tersangka
pelaku pelanggaran standar profesi (kasus kelalaian medik) dapat diperiksa oleh MKEK, dapat
pula diperiksa di pengadilan tanpa adanya keharusan saling berhubungan di antara keduanya.
Seseorang yang telah diputus melanggar etik oleh MKEK belum tentu dinyatakan bersalah oleh
pengadilan, demikian pula sebaliknya.
Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan anggota)
bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagai penuntut.
Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakan sistem pembuktian sebagaimana
lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian tetap berupaya
melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian yang lazim.
Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang memperoleh :
1.
Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung dari pihak-pihak terkait
(pengadu, teradu, pihak lain yang terkait) dan peer-group / para ahli di bidangnya yang
dibutuhkan
2.
Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk berbagai ijasah/ brevet
dan pengalaman, bukti keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin Praktek
Tenaga Medis, Perijinan rumah sakit tempat kejadian, bukti hubungan dokter dengan
23
rumah sakit, hospital bylaws, SOP dan SPM setempat, rekam medis, dan surat-surat lain
yang berkaitan dengan kasusnya.
Majelis etik ataupun disiplin umumnya tidak memiliki syarat-syarat bukti seketat pada
hukum pidana ataupun perdata. Bars Disciplinary Tribunal Regulation, misalnya, membolehkan
adanya bukti yang bersifat hearsay dan bukti tentang perilaku teradu di masa lampau. Cara
pemberian keterangan juga ada yang mengharuskan didahului dengan pengangkatan sumpah,
tetapi ada pula yang tidak mengharuskannya. Di Australia, saksi tidak perlu disumpah pada
informal hearing, tetapi harus disumpah pada formal hearing (jenis persidangan yang lebih
tinggi daripada yang informal) Sedangkan bukti berupa dokumen umumnya disahkan dengan
tandatangan dan/atau stempel institusi terkait, dan pada bukti keterangan diakhiri dengan
pernyataan kebenaran keterangan dan tandatangan (affidavit).
Dalam persidangan majelis etik dan disiplin, putusan diambil berdasarkan bukti-bukti
yang dianggap cukup kuat. Memang bukti-bukti tersebut tidak harus memiliki standard of proof
seperti pada hukum acara pidana, yaitu setinggi beyond reasonable doubt, namun juga tidak
serendah pada hukum acara perdata, yaitu preponderance of evidence. Pada beyond reasonable
doubt tingkat kepastiannya dianggap melebihi 90%, sedangkan pada preponderance of evidence
dianggap cukup bila telah 51% ke atas. Banyak ahli menyatakan bahwa tingkat kepastian pada
perkara etik dan disiplin bergantung kepada sifat masalah yang diajukan. Semakin serius dugaan
pelanggaran yang dilakukan semakin tinggi tingkat kepastian yang dibutuhkan.
Perkara yang dapat diputuskan di majelis ini sangat bervariasi jenisnya. Di MKEK IDI
Wilayah DKI Jakarta diputus perkara-perkara pelanggaran etik dan pelanggaran disiplin profesi,
yang disusun dalam beberapa tingkat berdasarkan derajat pelanggarannya. Di Australia
digunakan berbagai istilah seperti unacceptable conduct, unsatisfactory professional conduct,
unprofessional conduct, professional misconduct dan infamous conduct in professional respect.
Namun demikian tidak ada penjelasan yang mantap tentang istilah-istilah tersebut, meskipun
umumnya memasukkan dua istilah terakhir sebagai pelanggaran yang serius hingga dapat
dikenai sanksi skorsing ataupun pencabutan ijin praktik.
Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak dapat
dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam bentuk
permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan kesaksian ahli di
24
KEWAJIBAN UMUM
Pasal1
Setiap dokterharus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi
yang tertinggi.
Pasal3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu
yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya
diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.
Pasal6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan
teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan
keresahan masyarakat.
Pasal7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah
kebenarannya.
Pasal7a
25
diperiksa sendiri
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten
dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan
penghormatan atas martabat manusia.
Pasal7b Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan
berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau
kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien
Pasal7c
Seorang dokter harus menghorrnati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan
lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien
Pasal7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makluk insani.
Pasal8
Da Iam mel aku k an pek erj aan nya seo ran 9 do kter h aru s m em perh ati kan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik
dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
Pasal9
Setiap dokter dalam bskerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta
masyarakat, harussaling menghormati.
KESIMPULAN.
Sebagai seorang manusia yang berpegang kepada profesi kedokteran, kita diberi tanggungjawab
yang besar terhadap masyarakat dengan menggunakan ilmu sebaik mungkin untuk berbakti
kepada masyarakat. Ilmu yang dipelajari haruslah digunakan ke jalan yang benar . maka di sini
etika sebagai dokter amat berperan sehingga kita dapat berfikir secara kritis dan releven dalam
menangani kasus pasien. Tindakan tindakan pidana seperti pengguguran kandungan dengan
sebab criminal haruslah difikir secara beretika walaupun di sini hak pasien untuk menutup malu
26
dan ingin menggugurkan kandungan , kita harus fikir di aspek lain bahawa ini adalah suatu
tindakan pidana yang tidak harus dilakukan oleh seorang dokter. Maka komunikasi antara dokter
dan pasien amat penting karena di samping kita mengobati luaran pasien kita juga bias harus
mengobati jiwa dan fikiran pasien.
VISUM ET REPERTUM.
Visum et Repertum pengguguran kandungan ilegal contoh
Bahagian Ilmu Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran UKRIDA
Jl. Arjuna Utara, Jakarta Barat
Nomor : 3456-SK.III/2345/2-95.
27
Nama : NY N ---------------------------------------------------------------------------------------Jenis Kelamin : Perempuan -------------------------------------------------------------------------Umur : 23tahun ---------------------------------------------------------------------------------------Kebangsaan : Indonesia ------------------------------------------------------------------------------Agama : -------------------------------------------------------------------------------------------------Pekerjaan : ----------------------------------------------------------------------------------------------Alamat : ---------------------------------------------------------------------------------------------------
HASIL PEMERIKSAAN.
Pemeriksaan Luar
1. pelaku wanita -------------------------------------------------------------------------2. pelaku
wanita
berpakaian
seperti
berikut
pemeriksaan
ginekologi
------------------------------------------------------------------------Pemeriksaan Laboratorium
1. Penentuan
tipedarah
dari
hasil
suction
-----------------------------------------------------------------------------2. Penentuan
DNA
dari
hasil
suction
----------------------------------------------------------------------------Kesimpulan
Pada pelaku wanita tersebut terdapat tanda pasca aborsi dan kesan dari hasil kuratase.
Pemeriksaan lanjut menunjukkan tipe darah dan DNA hasil suction sesuai dengan DNA dan jenis
darah si pelaku.
Demikianlah saya uraikan dengan sebenar benarnya berdasarkan keilmuan saya yang sebaik
baiknya mengingat sumpah sesuai dengan KUHAP.
28
REFERENSI.
1. Peraturan undang-undangan bidang kedokteran. Pengguguran Kandungan, bahagian
kedokteran forensik, fakultas kedokteran universitas Indonesia, cetakan kedua, 1994. 201, p 159-164
2. Ilmu kedokteran forensik, bahagian kedokteran forensic. Pemeriksaan Laboratorium
Sederhana. fakultas kedokteran universitas Indonesia, cetakan kedua,1997. 179-85
3. Pemeriksaan
Kedokteran
Forensik
Klinik.
Diunduh
dari
laboratorium
forensic
sederhana.
Diunduh
dari
Testing:
An
Introduction
For
Non-Scientist.
29
dari
Diunduh
dari
URL
URL