Anda di halaman 1dari 10

TINJAUAN PUSTAKA

Infertilitas Primer

Johanes Mayolus Davy Putra

10-2010-197

D9

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Johanes_davy@yahoo.com

Pendahuluan

Pada kasus kali ini didapati Sepasang suami istri datang ke poliklinik RS dengan
keluhan belum mempunyai anak walaupun mereka sudah menikah hampir 2 tahun. Sang
istri menarkhe pada umur 13 tahun, dan didapati usia istri 29 tahun dan suami 31 tahun
mereka mengaku tidak pernah menggunakan kontrasepsi, dan siklus mens 28-35 hari dari
3-4 bulan, menggunakan hingga 2-3 pembalut, darah tidak banyak, dismenore

Maka dari itu, pembahasan tinjuan pustaka kali ini mengambil tema infertilitas,
dimana kedepannya akan membahas mulai dari klasifikasi infertilitas, hingga bagaimana
cara penatalaksanaan dan penanggulangan infertilitas

1
Anamnesis

Pada awal pertemuan, penting sekali untuk memperoleh data apakah pasangan
suami istri atau salah satunya memiliki kebiasaan merokok atau minum, minuman
beralkohol. Perlu juga diketahui apakah pasutri atau salah satunya menjalani terapi
khusus seperti antihipertensi, kortikosteroid, dan sitostatika.
Jika pada wanita, siklus haid merupakan variabel yang sangat penting. Dapat
dikatakan siklus haid normal jika berada dalam kisaran 21-35 hari. Sebagian besar
perempuan dengan siklus haid yang normal akan menunjukan siklus haid yang berovulasi.
Perlu juga diperoleh informasi apakah keluhan nyeri haid setiap bulannya dan perlu
dikaitkan dengan adanya penurunan aktivitas fisik saat haid akibat nyeri atau terdapat
penggunaan obat penghilang nyeri saat haid terjadi.
Perlu dilakukan anamnesis terkait dengan frekuensi senggama yang dilakukan
selama ini. Akibat sulitnya menentukan saat ovulasi secara tepat, maka dianjurkan bagi
pasutri untuk melakukan senggama secara teratur dengan frekuensi 2-3 kali per minggu.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada pasutri dengan masalah infertilitas
adalah pengukuran tinggi badan, penilaian berat badan, dan pengukuran lingkar pinggang.
Perempuan dengan indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 25kg/m2termasuk dalam
kelompok kriteria berat badan lebih. Hal ini memiliki kaitan erat dengan sindrom
metabolik.
Adanya pertumbuhan rambut abnormal seperti kumis, jenggot, jambang, bulu dada
yang lebat, bulu kaki yang lebat dan sebagainya (hirsutisme) atau pertumbuhan jerawat
yang banyak dan tidak normal pada perempuan, seringkali terikat dengan kondisi
hiperandrogenisme, baik klinis maupun biokimiawi.
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pasangan infertil
catatan rutin tekanan darah, denyut nadi, dan suhu (jika ada) yang diperlukan.
tinggi ukuran dan berat untuk menghitung indeks massa tubuh, dan mengukur
rentang lengan saat ditunjukkan.

2
Melakukan pemeriksaan mata untuk membangun kehadiran exophthalmos, yang
dapat dikaitkan dengan hipertiroidisme.
Kehadiran epicanthus, implantasi bawah telinga dan garis rambut, dan leher
berselaput dapat dikaitkan dengan kelainan chromosomic.
Eevaluasi kelenjar tiroid untuk menyingkirkan pembesaran kelenjar tiroid atau nodul.
Melakukan pemeriksaan payudara untuk mengevaluasi perkembangan payudara dan
untuk mencari massa atau sekret yang abnormal, terutama galaktorea. Ambil
kesempatan untuk mendidik pasien tentang pemeriksaan payudara sendiri selama
hari-hari awal siklus menstruasi mereka.
Pemeriksaan abdomen harus diarahkan untuk kehadiran massa yang abnormal di
tingkat hypogastrium.
Pemeriksaan ginekologi menyeluruh harus mencakup evaluasi distribusi rambut,
ukuran klitoris, kelenjar Bartholin, labia majora dan minora, dan setiap kondiloma
akuminata atau lesi lain yang bisa menunjukkan adanya penyakit kelamin.
Pemeriksaan mukosa vagina dapat menunjukkan kekurangan estrogen atau adanya
infeksi. Evaluasi serviks harus mencakup tes Papanicolaou dan budaya untuk gonore,
klamidia, Ureaplasma urealyticum, dan Mycoplasma hominis.
Pemeriksaan bimanual harus dilakukan untuk menetapkan arah serviks dan ukuran
dan posisi rahim untuk mengecualikan kehadiran fibroid rahim, massa adneksa, nyeri
tekan, atau nodul panggul indikasi infeksi atau endometriosis.
Pemeriksaan ekstremitas yang penting untuk menyingkirkan malformasi, seperti
sesak jari keempat atau valgus Cubitus, yang dapat dikaitkan dengan kelainan
kromosom dan cacat bawaan lainnya. Periksa kulit untuk membangun kehadiran
jerawat, hipertrikosis, dan hirsutisme.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dasar untuk mendeteksi atau mengonfirmasi adanya ovulasi dalam
sebuah siklus haid adalah penilaian kadar progesteron pada fase luteal media, yaitu
kurang dari 7 hari sebelum perkiraan datangnya haid. Adanya ovulasi dapat ditentukan
jika kadar progesteron fase luteal media dijumpai lebih besar dari 9,4 mg/ml (30 nmol/l).
Penilaian kadar progesteron pada fase luteal media menjadi tidak memiliki nilai
diagnostik yang baik jika terdapat siklus haid yang tidak normal seperti siklus haid yang

3
jarang (lebih dari 35 hari), atau siklus haid yang terlalu sering (kurang dari 21 hari).
Pemeriksaan kadar thyroid stimulating hormone (TSH) dan prolaktin hanya
dilakukan jika terdapat indikasi berupa siklus yang tidak berovulasi, terdapat keluhan
galatore atau terdapat kelainan fisik atau gejala klinik yang sesuaidengan kelainan pada
kelenjar tiroid
Pemeriksaan kadar luteinizing hormon (LH) dan follicles stimulazing hormone
(FSH) dilakukan pada fase proliferasi awal (hari 3-5) terutama jika dipertimbangkan
terdapat peningkatan nisbah LH/FSH pada kasus sindron ovarium polikistik (SOPK). Jika
dijumpai adanya tanya klinis hiperandrogenisme, seperti hirsutisme atau anke yang
banyak, maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar testosteron atau pemeriksaan free
androgen indeks (FAI), Pada perempuan kadar FAI normal jika dijumpai lebih rendah
dari 7.
Pemeriksaan analisis sperma sangat penting dilakukan pada awal pasutri dengan
masalah infertilitas, karena dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa faktor lelaki
turut memberikan kontribusi sebesar 40% terhadap kejadian infertilita.
Beberapa syarat yang harus diperhatikan agar menjamin hasil analisis sperma yang
baik adalah sebagai berikut:
Lakukan abstinesia (pantangan senggama) selama 2-3 hari.
Keluarkan sperma dengan cara masturbasi dan hindari dengan cara senggama
terputus
Hindari penggunaan pelumas pada saat masturbasi
Hindari penggunaan kondom untuk menampung sperma
Gunakan tabung dengan mulut yang lebar sebagai tempat penampung sperma
Tabung sperma haarus dilengkapi dengan nama jelas, tanggal, dan waktu
pengumpulan sperma, metode pengeluaran sperma yang dilakukan (masturbasi
atau senggama terputus).
Kirimkan sampel secepat mungkin ke laboratorium sperma.
Hindari paparan temperatur yang terlampau tinggi (> 38o) atau terlalu rendah
(<15o) atau menempelkannya ke tubuh sehingga sesuai dengan suhu tubuh.
Kriteria yang digunakan untuk menilai normalitas analisis sperma adalah kriteria
normal berdasarkan kriteria World Health Organization (WHO). Hasil dari analisis

4
sperma tersebut menggunakan terminologi khusus yang diharapkan dapat menjelaskan
kualitas sperma berdasarkan kensentrasi, mortalitas dan morfologi sperma.
Kriteria Nilai rujukan normal

Volume 2 ml atau lebih


Waktu likuefaksi Dalam 60 menit
pH 7,2 atau lebih
Konsentrasi sperma 20 juta per mililiter atau lebih
Jumlah sperma total 40 juta per mililiter atau lebih
Lurus cepat (gerakan yang progresif dalam 25 % atau lebih
60 menit setelah ejakulasi (1)
Jumlah antara lurus lambat (2) dan lurus 50 % atau lebih
cepat (1)
Morfologi normal 30% atau lebih
Vitalitas 75% atau lebih yang hidup
Lekosit Kurang dari 1 juta per mililiter

Dua atau tiga nilai analisis sperma diperlukan untuk menegakkan diagnosis
adanya analisis sperma yang normal. Namun, cukup banyak melakukan analisis sperma
tunggal jika pada pemeriksaan telah dijumpai hasil analisis sperma normal, karena
pemeriksaan analisis sperma yang ada merupakan metode pemeriksaan yang sangat
sensitif. Untuk mengurangi nilai positif palsu, maka pemeriksaan analisis sperma yang
berulang hanya dilakukan jika pemeriksaan analisis sperma yang pertama menunjukkan
hasil yang abnormal. Pemeriksaan amalisis sperma kedua dilakukan dalam kurun waktu
2-4 minggu.3

Differential Diagnosis
Infertilitas et causa kelainan genitalia wanita
Vagina
Kemampuan menyampaikan sperma ke dalam vagina sekitar serviks perlu untuk
fertilitas. Masalah vagina yang dapat menghambat penyampaian ini ialah adanya

5
sumbatan atau peradangan. Vaginitis karena Kandida albikans atau Trikomonas vaginalis
hebat dapat merupakan masalah.
Serviks
Infertilitas yang berhubungan dengan faktor serviks dapat disebabkan oleh
sumbatan kanalis servikalis, lendir serviks yang abnormal, malposisi dari serviks atau
kombinasinya. Terdapat berbagai kelainan anatomi serviks yang dapat berperan dalam
infertilitas, yaitu cacat bawaan (atresia), polip serviks, stenosis akibat trauma, peradangan
(servisitis menahun), dan inseminasi yang tidak adekuat. Pernah dipikirkan bahwa
vaginitis yang disebabkan oleh trikomonas vaginalis dan kandida albikans dapat
menghambat motilitas spermatozoa. Akan tetapi perubahan ph akibat vaginitis ternyata
tidak menghambat motilitasnya. Gnarpe dan Friberg memperoleh lebih banyak
T-Mikroplasma pada biakan lendir serviks istri infertil dari pada yang fertil, walaupun
laporan lainnya ternyata tidak demikian.4

Uterus
Spermatozoa dapat ditemukan dalam tuba fallopii manusia secepat 5 menit setelah
inseminasi. Kontraksi vagina dan uterus memegang peranan penting dalam transportasi
spermatozoa. Pada manusia, oksitosin tidak berpengaruh terhadap uterus yang tidak hamil
akan tetapi prostaglandin dalam sperma dapat membuat uterus berkontraksi secara
ritmik. Ternyata, prostaglandinlah yang memegang peranan penting dalam transportasi
spermatozoa ke dalam uterus dan melewati penyempitan pada batas uterus dengan tuba
itu. Uterus sangat sensitif terhadap prostaglandin pada akhir fase proliferasi dan
permulaan fase sekresi. Dengan demikian, kurangnya prostaglandin dalam air sperma
dapat merupakan masalah infertilitas.
Infertilitas et causa Gangguan Hormonal
Gangguan hormonal biasanya merupakan faktor utama penyebab
infertilitas/ketidaksuburan. Kelangsungan spermatogenesis dan fungsi organ lainnya
dipengaruhi oleh hormon gonadotropin, kadar FSH & LH yang meningkat, gagal testis
primer, sindrom klinifelter, dan sertoli cell failure. Produksi sperma laki-laki diatur oleh
hormone seksual pria. Apabila terjadi gangguan atau masalah hormonal maka hormon
gonadotrofin akan turun dan produksi sperma pun juga akan menurun. Sperma yang sedikit
jumlahnya biasanya juga disebabkan karena kekurangan hormone testosterone. Prolaktin

6
meningkat juga menghambat pengeluaran hormon seks, yang berakibat terganggunya
proses pembentukan sperma
Infertilitas et causa Azoospermia
Infertilitas dapat terjadi dari sisi pria, wanita, maupun kedua-duanya(pasangan).
Disebut infertilitas pasangan bila terjadi penolakan sperma suami oleh istri sehingga
sperma tidak dapat bertemu dengan sel telur. Hal ini biasanya disebabkan oleh
ketidakseimbangan antigen atau antibodi pasangan tersebut.
Penyebab pada pria yaitu bisa dikarenakan azoospermia(tidak terdapat
spermatozoa), mungkin akibat spermatogenesis yang abnormal(perkembangan testis yang
abnormal; kriptokismus/terlambatnya turun;orchitis akibat parotitis;dan kerusakan duktus
spermatikus oleh infeksi misalnya gonorrhea).5
Etiologi
Faktor suami sebesar 25-40%, istri 40-55%, keduannya 10% dan idiopatik 10%.
Kelainan pada semen, gangguan ovulasi, cidera tuba, endometriosis, gangguan ineterasi
sperma-sekret serviks, gangguan imunologi, infeksi dan idiopatik.
Pre Kelainan pada hipotalamus
Testikuler o Defisiensi hormon gonadotropin yaitu LH, dan FSH

Kelainan pada hipofisis


o Insufisiensi hipofisis oleh karena tumor, radiasi, atau operasi
o Hiperprolaktinemia
o Hemokromatosis
o Substitusi / terapi hormon yang berlebihan

Testikuler o Anomali kromosom


o Anorkhismus bilateral
o Gonadotoksin: obat-obatan, radiasi
o Orchitis
o Trauma testis
o Penyakit sistemik: gagal ginjal, gagal hepar, anemi bulan sabit
o Kriptorkismus
o Varikokel

Pasca Gangguan transportasi sperma


Testikuler o Kelainan bawaan: vesikula seminalis atua vas deferens tidak terbentuk
yaitu pada keadaan congenital bilateral absent of the vas deferens
(CBAVD)
o Obstruksi vas deferens / epididimis akibat infeksi atau vasektomi
o Disfungsi ereksi, gangguan emisi, dan gangguan ejakulasi (ejakulasi

7
retrograd)

Kelainan fungsi dan motilitas sperma


o Kelainan bawaan ekor sperma
o Gangguan maturasi sperma
o Kelainan imunologik
o Infeksi

Servikal o Mucus Abnormalities

Uterus o Mullerian Abnormalities


o Endometritis

Ovarium o Amenrohea
o Oligomenorhea
o Turner syndrome

Peritoneal o Pelvic Inflamatory Disease


o Endometriosis

Epidemiologi
Prevalensi wanita yang didiagnosis dengan infertilitas, kira-kira
3%,dengan jangkauan 728%, tergantung pada usia seorang wanita. Namun, insidensi dari
infertilitas primer telah meningkat, bersamaan dengan penurunan insidensi infertilitas
sekunder, yang kemungkinan besar akibat perubahan sosial seperti penundaan
kehamilan. Data yang berasal dari National Survey of Family Growth tahun 1995
mengungkapkan bahwa 7% dari pasangan yang sudah menikah, di mana pasangan wanita
adalah usia reproduksi, tidak mendapatkan kehamilan setelah 12 bulan melakukan
hubungan seksual tanpa kontrasepsi. Selain itu, 15% dari wanita usia reproduksi
dilaporkantelah menerima pelayanan infertilitas dalam hidup mereka. Dalam beberapa
tahun terakhir, permintaan pelayanan infertilitas telah meningkat, terutama di
negara-negara Barat. Alasanutama hal ini adalah kecenderungan wanita untuk kehadiran
seorang anak karena karir pekerjaan.
Faktor-faktor lainnya, antara lain adanya peningkatan dan efektivitas berbagai metode
assisted reproductive technology (ART), kesadaran masyarakat yang semakintinggi
berkaitan dengan penanganan infertilitas, peningkatan jumlah infertilitas akibat faktor

8
tuba sebagai konsekuensi dari penyakit menular seksual, dan tersedianya alatkontrasepsi
yang efektif, dan peningkatan ketersediaan pelayanan aborsi.

Penatalaksanaan
Pengobatan inferilitas pada wanita yang mengalami endometriosis perawatan
medis diarahkan menekan produksi estrogen oleh ovarium. modalitas yang berbeda dari
pengobatan yang tersedia. Tergantung pada agen terapi dan durasi pengobatan,
endometriosis dapat diobati dengan kontrasepsi oral, progestin, androgen, atau agonis
GnRH. progestin yang dapat digunakan dan dosis adalah Medroxyprogesterone acetate,
Megestrol asetat, Norethindrone asetat. Androgen yang digunakan adalah 17-etinil
turunan testosteron, Agonis GnRH yang digunakan adalah Leuprolide asetat, Nafarelin
asetat, dan Goserelin asetat.
Induksi ovulasi adalah pengobatan yang tepat untuk pasien subur yang memiliki
disfungsi dari aksis hipotalamus - hipofisis - ovarium . agen induksi ovulasi yang
digunakan meliputi clomiphene citrate , hMG , hCG , rekombinan FSH , dan LH
rekombinan .
Pengobatan infertilitas pada pria terlebih dahulu ditujukan langsung pada
etiologi yang menyebabkannya. Pengobatan ini dapat meliputi terapi medis atau
pembedahan, seperti koreksi verikokel atau koreksi pada penyumbatan vas deferens.
Teknik bantuan reproduksi lebih sering dilakukan untuk menyelesaikan masalah-masalah
sperma. Sperma dapat dicuci, dikonsentrat dan diletakkan langsung pada rongga uterus
dengan inseminasi buatan.7
Ketersediaan teknologi reproduksi secara luas telah merevolusi pengobatan
infertilitas, membuat kehamilan mungkin terjadi pada keadaan yang sebelumnya tidak
dapat diterapi. Terapi yang paling sering adalah IVF(In vitro fertilization), dimana oosit
multiple yang dipisahkan difertilisasi oleh spermatozoa didalam laboratorium.
Embrio-embrio yang dihasilkan ditumbuhkan di dalam laboratorium selama 2-5 hari,
kemudian sekelompok embrio dipilih dan dipindahkan kembali ke rongga uterus. IVF
standar dapat dimodifikasi melalui beberapa cara. Pada kasus infertilitas pria yang berat,
sperma dapat disuntikkan langsung ke dalam sitoplasma oosit untuk menimbulkan
fertilisasi (injeksi sperma intrasitplasma/intracytoplasmic sperm injection, ICSI).

9
Sperma-sperma ini mungkin imotil. Sperma tersebut dapat diambil langsung dari vas
deferens, epididimis atau bahkan testis pada pria dengan azoospermia obstruktif.
Akhirnya, teknologi yang berkembang baru-baru ini memeungkinkan pemeriksaan
genetic pada embrio yang dihasilkan melalui IVF. Dengan menggunakan diagnosis
genetik praimplantasi (pre-implantation genetic diagnosis, PGD), blastomer tunggal
diangkat dari blastokista yang sedang berkembang. Blastomer ini dapat diskrining untuk
berbagai defek gen yang diturunkan atau jumlah kandungan kromosom. Hasil skrining
dapat digunakan untuk menyeleksi embrio-embrio yang akan dipindahkan kembali ke
uterus.
Daftar Pustaka
1. Jonatahan Gleadle, At a glance Aanamnesis Dan Pemeriksan fisik. Penerbit
Erlangga Agustus 2005
2. Bickley LS, Szilagyi PG. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan
Bates. 8th ed. Penerbit Buku Kedokteran (EGC) cetakan pertama 2009: p
417-435

3. Kee J L. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostic. Alih bahasa, Sari


Kurniansih, et all; editor bahasa Indonesia, Ramona P.Kapoh .Edisi 6. Jakarta:
EGC. 2007. h.813-7
4. Heffner LJ, Schust DJ. At a glance sistem reproduksi. Jakarta: Erlangga; 2006
5. Djuwantono T, Hartanto B,Wiryawan P, Step By Step Penanganan Endokrinologi
Reproduksi dan Fertilitas Dalam praktik Sehari-hari.Jakarta. Sagung Seto 2012:
33-61
6. Baziad A. Endokrinologi Ginekologi, edisi kedua, Media Aesculapius, FK UI,
2008 ; 225-237.
7. Sumapraja, S. Infertilitas Dalam :Ilmu Kandungan Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.2008; 496-531.Rabe, Thomas, 2002. Buku Saku Ilmu
Kandungan, Hipokrate

10

Anda mungkin juga menyukai