Anda di halaman 1dari 7

II.

4 Pemeriksaan
Setiap pasangan infertil harus diperlakukan secara satu kesatuan. Itu berarti, kalau
istri saja sedangkan suaminya tidak mau diperiksa, maka pasangan itu tidak diperiksa.
Adapun syarat-syarat pemeriksaan pasangan infertil adalah sebagai berikut:8
1

Istri yang berumur antara 20-30 tahun baru akan diperiksa setelah berusaha untuk
mendapatkan anak selama 12 bulan. Pemeriksaan dapat dilakukan lebih dini apabila:

Pernah mengalami keguguran berulang

Diketahui mengidap kelanan endokrin

Pernah mengalami peradangan rongga panggul atau rongga perut

Pernah mengalami bedah ginekologik

Istri yang berumur antara 31-35 tahun dapat diperiksa pada kesempatan pertama pasangan
itu datang ke dokter.

Istri pasangan infertil yang berumur antara 36-40 tahun hanya dilakukan pemeriksaan
infertilitas kalau belum punya anak dari perkawinan ini.

Pemeriksaan infertiitas tidak dilakukan pada pasangan infertil yang salah satu anggota
pasangannya mengidap penyakit yang dapat membahayakan kesehatan istri dan anaknya.

Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk menemukan bukti kelainan yang dapat

menyebabkan menyebabkan infertilitas. Pada pemeriksaan fisik pasangan wanita, perhatian


khusus harus diberikan untuk mengidentifikasi tanda-tanda kelebihan androgen, yaitu
hirsutisme, kebotakan, dan jerawat. Ukuran dan mobilitas organ reproduksi dan adanya nodul
endometriosis dapat dinilai selama pemeriksaan bimanual. Jika ada kecurigaan infeksi PMS,
spesimen serviks dapat diperiksa untuk dikultur. Pada pemeriksaan terhadap pasangan lakilaki, defisiensi androgen harus dicari, seperti rambut tubuh berkurang, dan ginekomastia.
Pada pemeriksaan genital, yang harus dinilai adalah OUE untuk menyingkirkan adanya

epispadia atau hipospadia, yang dapat mengganggu deposisi sperma di vagina. Oleh karena
tubulus seminiferus menyusun sekitar 80% sampai 85% dari seluruh massa testis, maka
evaluasi ukuran testis dengan orchidometer Prader dapat memberikan penilaian global
mengenai fungsi testis. Pemeriksaan pada skrotum untuk menyingkirkan varikokel harus
dilakukan dengan posisi pasien berdiri dan kemudian dilakukan manuver Valsava. Selain itu,
tanda-tanda peradangan epididimis seperti penebalan epididimis atau nyeri tekan dapat
ditemukan pada palpasi skrotum.9
2

Pemeriksaan infertilitas
Pemeriksaan fisik dari pasangan subur dapat mengidentifikasi penyebab yang

berpotensi dapat menyebabkan infertilitas yang kemudian dapat dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut dengan tes laboratorium khusus atau studi pencitraan. Pada pasangan infertil,
pendekatan diagnosa secara sistematis diperlukan untuk evaluasi diagnostik infertilitas.9
a

Faktor Pria: Analisis Semen

Setiap laiki-laki dalam semua pasangan infertil harus menjalani analisis air mani, terlepas
dari riwayat kesuburannya. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, penyebab infertilitas
pria banyak sekali, termasuk eksposur terhadap obat, racun, penyalahgunaan zat, trauma
testis, infeksi, dan riwayat operasi sebelumnya. Sedikitnya 2 atau 3 spesimen yang diambil
dalam interval 1-2 bulan direkomendasikan untuk analisis semen. Jika mereka berbeda
secara nyata dalam karakteristik fisik, spesimen tambahan harus diambil lagi. Spesimen
umumnya diperoleh dengan masturbasi dan dimasukkan ke dalam wadah steril, tetapi juga
dapat diperoleh melalui hubungan seksual dengan menggunakan kondom khusus.
Pengumpulan spesimen dilakukan setelah berpuasa hubungan seksual (abstinensia) selama 35 hari. Abstinensia yang terlalu lama sebelum pengambilan spesimen akan menyebabkan
bertambahnya volume semen namun berkurang motilitas spermanya. Setelah diambil,

spesimen harus disimpan dalam suhu ruangan dan diperiksa oleh laboratorium maksimal
dalam 1 jam kemudian.9
Pemeriksaan dasar pada analisis semen antara lain volume semen, konsentrasi sperma,
motilitas sperma, viskositas, aglutinasi dan morfologinya sesuai yang sudah ditetapkan oleh
WHO. Meskipun analisis semen adalah landasan utama dalam pemeriksaan infertilitas,
namun pemeriksaan ini adalah prediktor yang relatif buruk untuk menilai kesuburan kecuali
parameter semen sudah sangat abnormal.9

Tabel 1. Nilai normal analisis semen


Apabila hasil analisis semen abnormal pada pasangan laki-laki, maka perlu dilakukan
pemeriksaan lanjutan untuk memastikan penyebab infertilitasnya.9
Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakcocokan imunoligik antara suami dan istri
maka dapat dilakukan uji kontak air mani dengan lendir serviks (sperm cervical mucus
contact test (SCMC test)). Uji yang dikembangkan oleh Kramer dan Jager ini dapat
mempertunjukkan adanya antibodi lokal pada pria atau wanita. Menurut Kremer dan Jager,
pada ejakulat dengan autoimunisasi, gerakan maju spermatozoa akan berubah menjadi
terhenti, atau gemetar ditempat kalu bersinggungan dengan lendir serviks. Perangai gemetar
ditempat ini terjadi pula kalau air mani yang normal bersinggungan dengan lendir serviks dari
wanita yang serumnya mengandung antibodi terhadap spermatozoa suami. Uji ini sangat

berguna untuk menyelidiki adanya faktor imunologik apabila ternyata uji pasca senggama
(postcoital test) selalu negatif atau kurang baik, sedangkan kualitas air mani dan lendir
serviks normal. Perbandingan banyaknya spermatozoa yang gemetar ditempat, yang maju
pesat, dan yang tidak bergerak mungkin menentukan prognosis fertilitas pasangan itu.8
b

Faktor Ovulasi
Gangguan ovulas terdapat pada sekitar 15% dari seluruh pasangan infertil dan 40%

dari semua wanita infertil. Penyebab gangguan ovulasi ini bermacam-macam, antara lain
hipotiroidisme, hiperprolactinemia, PCOS, obesitas, faktor umur ibu. Untuk melihat
bagaimana fungsi ovulasi seorang wanita, riwayat menstruasi merupakan tanda yang akurat.
Wanita dengan siklus reguler antara 25-35 hari dan ada gejala premenstrual ternyata lebih
dari 95% bersifat ovulatoar. Untuk mngetahui terjadinya ovulasi ada beberapa tes sederhana
yang dapat dilakukan, seperti pengukuran serum progesteron dan pembuatan grafik suhu
basal tubuh.9
Tes serum progesteron merupakan tes yang murah dan banyak digunakan. Pada tes ini
memanfaatkan kenaikan serum progesteron setelah terjadi ovulasi. Spesimen darah diambil di
hari ke 21 pada siklus menstruasi reguler 28 hari. Adanya serum progesteron lebih dari 3
ng/ml menunjukkan telah teradi ovulasi. Namun tes ini sering terjadi negative palsu karena
perlu pengambilan spesimen darah pada waktu yang tepat.9
Pengukuran suhu basal tubuh digunakan untuk mengukur secara tidak langsung
kenaikan level hormon progesteron yang mempunyai efek termogenik. Peningkatan hormon
progesteron sete;ah terjadi ovulasi akan meningkatkan suhu basal tubuh 0,3 o-0,6o C yang
biasanya berlangsung selama 11-14 hari setelah ovulasi. Pengukuran suhu basal tubuh ini
dilakukan pada pagi hari setelah bangun tidur. Pengukuran pertama dilakukan pada hari
pertama menstruasi. Pemeriksaan ini akurat untuk memastikan adanya ovulasi namun kurang
akurat untuk memastikan waktu terjadinya ovulasi.9

Selain kedua tes diatas juga ada tes dengan menggunakan ovulation predictor kit. Alat
ini menggunakan enzim immunoassay untuk mendeteksi adanya peningkatan LH yang
diketahui merupakan pemacu terjadinya ovulasi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
menggunakan urin pasien untuk mendeteksi adanya LH, yang akan menghasilkan perubahan
warna pada indikator alat ini. Pemeriksaan dilakukan pertama kali pada hari ke sepuluh
setelah awal menstruasi dan diperiksa pada hari keberapa terjadi perubahan warna indikator
pada alat. Positif palsu dapat terjadi bila urin yang dipakai adalah urin pagi karena urin pagi
cenderung lebih pekat. Pada pemeriksaan ini juga bisa didapatkan LH pada urin yang
persisten selama satu bulan penuh, ini biasanya menunjang untuk dicurigai PCOS.9
3

Faktor Cervical
Infertilitas karena faktor srviks biasanya disebabkan oleh kelainan produksi mukus

atau adanya gangguan pada interaksi antara sel sperma dan mukus serviks. Secara tradisional,
hal ini dapat dideteksi dengan melakukan postcoital test (PCT). PCT dilakukan sekitar 2-3
hari sebelum ovulasi diprediksikan terjadi, kemudian pasangan yang dilakukan tes diminta
untuk melakukan hubungan seksual antara 2-12 jam sebelum tes. Setelah itu wanita
kemudian datang ke petugas medis, yang akan mengambil mukus serviksnya. Lendir
kemudian ditempatkan pada kaca slide dimana spinnbarkheitnya (stretchability) dinilai.
Jumlah sperma yang motil juga dihitung per bidang high power mikroskopis. Namun PCT ini
tidak direkomendasikan oleh American Society for Reproductive Medicine, karena 3 alasan,
yaitu:9
1

Tes ini tidak distandarisasikan, tidak sensitif, tidak spesifik, dan tidak prediktif.

Faktor serviks jarang ditemukan sebagai satu-satunya faktor yang menyebabkan


infertilitas.

Pengobatan secara kontemporer untuk mengobati infertilitas yang tidak dapat dijelaskan
dapat mengaburkan keterlibatan faktor serviks dalam infertilitas.

Faktor uterus dan tuba


Kelainan uterus seperti mioma submukosa dan polip endometrium dapat

menyebabkan infertilitas walaupun jarang terjadi. Namun untuk kelainan tuba merupakan
penyebab paling sering terjadinya infertilitas. Penyakit yang paling sering pada kelainan tuba
adalah pelvic inflammatory disease (PID) karena infeksi penyakit menular seksual yang
disebabkan bakteri Chlamydia trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae. Penyakit yang
melibatkan uterus dan tuba dapat dilihat dengan menggunakan histerosalfingogram (HSG).
HSG merupakan suatu studi pencitraan yang menggunakan pewarna radioopak untuk melihat
kavitas uterus dan tuba fallopi melalui fluoroskopi. Ada pula suatu data yang menyebutkan
bahwa fluoroskopi juga dapat berefek sebagai terapeutik pada infertilitas yang tak diketahui,
terutama bila menggunakan pewarna radioopak dengan bahan dasar minyak. Prosedur
pemeriksaan harus dilakukan kira-kira 2-3 hari setelah menstruasi berhenti untuk memastikan
bahwa pasien tidak dalam keadaan hamil dan untuk meminimalisasikan aliran balik darah
menstruasi.9
Risiko yang paling diperhatikan pada pemakaian HSG adalah adanya infeksi pelvis
iatrogenik, terutama pada wanita yang mempunyai riwayat PID. Pada wanita ini sebelum
dilakukan pemeriksaan HSG harus diperiksa laju endap darahnya terlebih dahulu, dan bila
didapatkan peningkatan maka pemeriksaan dengan HSG harus ditunda terlebih dahulu. Dan
bila LED nya normal, pemeriksaan HSG bisa dilakukan dengan memberikan antibiotik
profilaksis terlebih dahulu dengan doksisiklin selama 5 hari dengan dosis 2x100 mg/hari.9
Selain itu ada pula cara lain untuk memeriksa patensi tuba yaitu dengan pertubasi.
Pertubasi. Atau uji Rubin, bertujuan memeriksa patensi tuba dengan jalan meniupkan gas
CO2 melalui kanula atau kateter Foley yang dipasang pada kanalis servikalis. Apabila kanalis

servikouteri dan salah satu atau kedua tubanya paten, maka gas akan mengalir bebas ke
dalam kavn peritonei. Patensi tuba akan dinilai dari catatan tekanan aliran gas sewaktu
dilakukan peniupan. Insuflator apapun yang dipakai, kalau tekanan gasnya naik dan bertahan
sampai 200 mmHg, maka dikatakan ada sumbatan tuba, kalau naiknya hanya 80-100, salah
satu atau kedua tubanya dianggap paten. Tanda lain yang menyokong patensi tuba adalah
terdengarnya pada auskultasi suprasimfisis tiupan gas masuk ke dalam kavum peritonei
seperti bunyi jet atau nyeri bahusegera setelah pasien dipersilahkan duduk sehabis
pemeriksaan, akibat terjadinya pengumpulan gas di bawah difragma.8
5

Faktor peritoneum
Penyakit peritoneum seperti endometriosis dan adesi dapat ikut meberikan kontribusi

terhadap terjadinya infertilitas. Endometriosis ditemukan ada sekitar 25%-40% wanita yang
infertil, yang jumlahnya kira-kira 10 kali dari populasi umum. Dalam hal ini, laparoskopi bisa
dilakukan untuk mendeteksi penyebab infertilitas bila alat diagnostik lain gagal.9

Anda mungkin juga menyukai