Greetty Permatahati
102015148
Email : greetty.2015fk148@civitas.ukrida.ac.id
Abstrak
Abstract
Infertility is the inability to conceive to give birth to a live baby after a year of regular
intercourse and not using any contraception / after deciding to have a child. The type of
infertility is divided into two, namely primary infertility and secondary infertility. Many
factors affect the incidence of infertility both primary and secondary in terms of men, women,
or other factors. In terms of female problems in the cervix, tuba, ovary, vagina, uterus and
ovulation disorders. In terms of male problems such as coitus factors, ejaculation, work and
other factors can cause infertility incidence. Factors of age and lifestyle are also not spared
from secondary infertility causes. Consultation to obstetricians is very important for couples
who have not obtained a child after a minimum of one year of marriage.
Key words: Infertility, reproduction, ovulation
1
Pendahuluan
Infertilitas merupakan kondisi yang umum ditemukan dan dapat disebabkan oleh
faktor perempuan, laki-laki, maupun keduanya. Infertilitas dapat juga tidak diketahui
penyebabnya yang dikenal dengan istilah infertilitas idiopatik. Masalah infertilitas dapat
memberikan dampak besar bagi pasangan suami-istri yang mengalaminya, selain
menyebabkan masalah medis, infertilitas juga dapat menyebabkan masalah ekonomi maupun
psikologis. Secara garis besar, pasangan yang mengalami infertilitas akan menjalani proses
panjang dari evaluasi dan pengobatan, dimana proses ini dapat menjadi beban fisik dan
psikologis bagi pasangan infertilitas.1
Penyebab infertilitas dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu 33,3% masalah terkait pada
wanita, 33,3% pada pria dan 33,3% disebabkan oleh faktor kombinasi (Stright, 2005).
Penyebab dari pihak wanita diantaranya masalah vagina yaitu vaginitis, masalah di serviks
yaitu servisitis, uterus, tuba dan masalah di ovarium yaitu kista ovarium. Penyebab dari pihak
pria diantaranya spermatogenesis abnormal, kelainan anatomi, ejakulasian retrograde, stress,
infeksi menular, asupan alkohol dan nikotin berlebih, faktor pekerjaan serta ketidakmampuan
sperma melakukan penetrasi ke sel telur.1,2
Anamnesis
Anamnesis masih merupakan cara terbaik untuk mencari penyebab infertilitas pada
wanita. Faktor-faktor penting yang berkaitan dengan infertilitas yang harus ditanyakan
kepada pasien adalah mengenai usia pasien, riwayat kehamilan sebelumnya, panjang siklus
haid, riwayat penyakit sebelumnya dan sekarang, riwayat operasi, frekuensi koitus dan waktu
koitus. Perlu juga diketahui pola hidup dari pasien mengenai alkohol, merokok dan stress.
Hal ini semua dapat mempengaruhi terjadinya infertilitas.1
Pemeriksaan Infertilitas
Gangguan ovulasi terjadi pada sekitar 15% pasangan infertilitas dan menyumbang sekitar
40% infertilitas pada perempuan. Pemeriksaan infertilitas yang dapat dilakukan diantaranya:
2
1. Pemeriksaan ovulasi 1,2
- Perempuan yang memiliki siklus haid teratur dan telah mengalami infertilitas selama 1
tahun, dianjurkan untuk mengkonfirmasi terjadinya ovulasi dengan cara mengukur kadar
progesteron serum fase luteal madya (hari ke 21-28)
- Pemeriksaan kadar progesteron serum perlu dilakukan pada perempuan yang memiliki
siklus haid panjang (oligomenorea). Pemeriksaan dilakukan pada akhir siklus (hari ke 2835)
dan dapat diulang tiap minggu sampai siklus haid berikutnya terjadi
- Perempuan dengan siklus haid yang tidak teratur disarankan untuk melakukan pemeriksaan
darah untuk mengukur kadar hormon gonadotropin (FSH dan LH).
- Pemeriksaan kadar hormon prolaktin dapat dilakukan untuk melihat apakah ada gangguan
ovulasi, galaktorea, atau tumor hipofisis
- Pemeriksaan fungsi tiroid pada pasien dengan infertilitas hanya dilakukan jika pasien
memiliki gejala
- Biopsi endometrium untuk mengevaluasi fase luteal sebagai bagian dari pemeriksaan
infertilitas tidak direkomendasikan karena tidak terdapat bukti bahwa pemeriksaan ini akan
meningkatkan kehamilan.
- Pemeriksaan histeroskopi tidak dianjurkan apabila tidak terdapat indikasi, karena efektifitas
pembedahan sebagai terapi kelainan uterus untuk meningkatkan angka kehamilan belum
dapat ditegakkan.
3
3. Penilaian kelainan tuba2
- Perempuan yang tidak memiliki riwayat penyakit radang panggul (PID), kehamilan ektopik
atau endometriosis, disarankan untuk melakukan histerosalpingografi (HSG) untuk melihat
adanya oklusi tuba. Pemeriksaan ini tidak invasif dan lebih efisien dibandingkan laparaskopi.
- Tindakan laparoskopi kromotubasi untuk menilai patensi tuba, dianjurkan untuk dilakukan
pada perempuan yang diketahui memiliki riwayat penyakit radang panggul.
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada laki-laki penting untuk mengidentifikasi adanya penyakit tertentu
yang berhubungan dengan infertilitas. Penampilan umum harus diperhatikan, meliputi tanda-
tanda kekurangan rambut pada tubuh atau ginekomastia yang menunjukkan adanya defisiensi
androgen. Tinggi badan, berat badan, IMT, dan tekanan darah harus diketahui. Palpasi
skrotum saat pasien berdiri diperlukan untuk menentukan ukuran dan konsistensi testis.
Apabila skrotum tidak terpalpasi pada salah satu sisi, pemeriksaan inguinal harus dilakukan.
Orkidometer dapat digunakan untuk mengukur volume testis. Ukuran ratarata testis orang
dewasa yang dianggap normal adalah 20 ml. Konsistensi testis dapat dibagi menjadi kenyal,
lunak, dan keras. Konsistensi normal adalah konsistensi yang kenyal. Testis yang lunak dan
kecil dapat mengindikasikan spermatogenesis yang terganggu. Palpasi epididimis diperlukan
untuk melihat adanya distensi atau indurasi. Varikokel sering ditemukan pada sisi sebelah kiri
dan berhubungan dengan atrofi testis kiri. Adanya perbedaan ukuran testis dan sensasi
seperti meraba “sekantung ulat” pada tes valsava merupakan tanda-tanda kemungkinan
adanya varikokel.2,3
2. Analisis Sperma
Penapisan antibodi antisperma tidak dianjurkan karena tidak ada bukti pengobatan yang
dapat meningkatkan fertilitas. Jika pemeriksaan analisis sperma dikatakan abnormal,
4
pemeriksaan ulang untuk konfirmasi sebaiknya dilakukan. Analisis sperma ulang untuk
mengkonfirmasi pemeriksaan sperma yang abnormal, dapat dilakukan 3 bulan pasca
pemeriksaan sebelumnya sehingga proses siklus pembentukan spermatozoa dapat terjadi
secara sempurna. Namun jika ditemukan azoospermia atau oligozoospermia berat
pemeriksaan untuk konfirmasi harus dilakukan secepatnya.2,3
Pemeriksaan fungsi endokrinologi dilakukan pada pasien dengan konsentrasi sperma < 10
juta/ml. Bila secara klinik ditemukan bahwa pasien menderita kelainan endokrinologi, pada
kelainan ini sebaiknya dilakukan pemeriksaan hormon testosteron dan FSH serum - Penilaian
antibodi antisperma merupakan bagaian standar analisis semen. Menurut kriteria WHO,
pemeriksaan ini dilakukan dengan pemeriksaan imunologi atau dengan cara melihat reaksi
antiglobulin. Namun saat ini pemeriksaan antibodi antisperma tidak direkomendasikan untuk
dilakukan sebagai penapisan awal karena tidak ada terapi khusus yang efektif untuk
mengatasi masalah ini.2,3
5
Azospermia Tidak didapatkan sel sperma di dalam ejakulat
Aspermia Tidak teradpat ejakulat
Kristospermia Jumlah sperma sangat sedikit yang dijumpai setelah
Dalam tatalaksana infertilitas perbandingan antara biaya yang dikeluarkan dan efektifitas
pemeriksaan sangat penting dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan klinik. National
Institute for Health and Clinical Excellence in the UK and the American Society of
Reproductive Medicine merekomendasikan pemeriksaan yang penting sebagai berikut :
analisis semen, penilaian ovulasi dan evaluasi patensi tuba dengan histerosalpingografi atau
laparoskopi. Peran HSG atau laparoskopi terus menjadi perdebatan, laparoskopi perlu
dipertimbangkan pada kecurigaan adanya endometriosis berat, perlekatan organ pelvis atau
kondisi penyakit pada tuba.3
Histeroskopi
Histeroskopi meruapakan baku emas dalam pemeriksaan yang mengevaluasi kavum uteri.
Meskipun Fayez melaporkan pemeriksaan HSG sama akuratnya dengan histeroskopi dalam
hal diagnosis. Peran histeroskopi dalam pemeriksaan infertilitas adalah untuk mendeteksi
kelaianan kavum uteri yang dapat mengganggu proses implantasi dan kehamilan serta untuk
mengevaluasi manfaat modalitas terapi dalam memperbaiki endometrium. Histeroskopi
memiliki keunggulan dalam mendiagnosis kelainan intra uterin yang sangat kecil
dibandingkan pemeriksaan HSG dan USG transvaginal. Banyak studi membuktikan bahwa
uterus dan endometrium perlu dinilai sejak awal pada pasien infertilitas.3,5
Laparoskopi
Tindakan laparoskopi diagnostik dapat dilakukan pada pasien infertilitas idiopatik yang
dicurigai mengalami patologi pelvis yang menghambat kehamilan. Tindakan ini dilakukan
untuk mengevaluasi rongga abdomino-pelvis sekaligus memutuskan langkah penanganan
selanjutnya.5
Studi menunjukkan bila hasil HSG normal, tindakan laparoskopi tidak perlu dilakukan
Laparoskopi diagnostik dapat dipertimbangkan bila hingga beberapa siklus stimulasi ovarium
dan inseminasi intra uterin pasien tidak mendapatkan kehamilan.5
6
Mengacu pada American Society of Reproductive Medicine (ASRM), laparoskopi
diagnostik hanya dilakukan bila dijumpai bukti atau kecurigaan kuat adanya endometriosis
pelvis, perlengketan genitalia interna atau oklusi tuba. Tindakan laparoskopi diagnostik
pada pasien infertilitas idiopatik tidak dianjurkan bila tidak dijumpai faktor risiko patologi
pelvis yang berhubungan dengan infertilitas. Kebanyakan pasien akan hamil setelah
menjalani beberapa siklus stimulasi ovarium.5
Working Diagnosis
Infertilitas
Jenis infertilitas
Jenis infertilitas ada dua yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder. Infertilitas
primer adalah jika istri belum pernah hamil walaupun bersanggama tanpa usaha kontrasepsi
dan dihadapkan pada kepada kemungkinan kehamilan selama dua belas bulan. Infertilitas
sekunder adalah jika istri pernah hamil, namun kemudian tidak terjadi kehamilan lagi
walaupun bersanggama tanpa usaha kontrasepsi dan dihadapkan kepada kemungkinan
kehamilan selama dua belas bulan.3
Masalah pada infertilitas sekunder sangat berhubungan dengan masalah pada pasangan
dengan infertilitas primer. Sebagian besar pasangan dengan infertilitas sekunder menemukan
penyebab masalah kemandulan sekunder tersebut, dari kombinasi berbagai faktor meliputi :3
1. Usia Faktor
usia sangat berpengaruh pada kesuburan seorang wanita. Selama wanita tersebut masih
dalam masa reproduksi yang berarti mengalami haid yang teratur, kemungkinan masih bisa
hamil. Akan tetapi seiring dengan bertambahnya usia maka kemampuan indung telur untuk
menghasilkan sel telur akan mengalami penurunan. Penelitian menunjukkan bahwa potensi
7
wanita untuk hamil akan menurun setelah usia 25 tahun dan menurun drastis setelah usia
diatas 38 tahun.3 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Center for Health
Statistics menunjukkan bahwa wanita subur berusia dibawah 25 tahun memiliki kemungkinan
hamil 96% dalam setahun, usia 25 – 34 tahun menurun menjadi 86% dan 78% pada usia 35 –
44 tahun. Pada pria dengan bertambahnya usia juga menyebabkan penurunan kesuburan.
Meskipun pria terus menerus memproduksi sperma sepanjang hidupnya, akan tetapi
morfologi sperma mereka mulai menurun. Penelitian mengungkapkan hanya sepertiga pria
yang berusia diatas 40 tahun mampu menghamili isterinya dalam waktu 6 bulan dibanding
pria yang berusia dibawah 25 tahun. Selain itu usia yang semakin tua juga mempengaruhi
kualitas sperma.3,6
2. Masalah reproduksi
Masalah pada system reproduksi dapat berkembang setelah kehamilan awal bahkan,
kehamilan sebelumnya kadang-kadang menyebabkan masalah reproduksi yang benar-benar
mengarah pada infertilitas sekunder, misalnya perempuan yang melahirkan dengan operasi
caesar, dapat menyebabkan jaringan parut yang mengarah pada penyumbatan tuba. Masalah
lain yang juga berperan dalam reproduksi yaitu ovulasi tidak teratur, gangguan pada kelenjar
pituitary dan penyumbatan saluran sperma. 3.Faktor gaya hidup Perubahan pada faktor gaya
hidup juga dapat berdampak pada kemampuan setiap pasangan untuk dapat menghamili atau
hamil lagi. Wanita dengan berat badan yang berlebihan sering mengalami gangguan ovulasi,
karena kelebihan berat badan dapat mempengaruhi estrogen dalam tubuh dan mengurangi
kemampuan untuk hamil. Pria yang berolah raga secara berlebihan juga dapat meningkatkan
suhu tubuh mereka,yang mempengaruhi perkembangan sperma dan penggunaan celana dalam
yang ketat juga mempengaruhi motilitas sperma.3,5,6
Epidemiologi
Diperkirakan 85-90% pasangan yang menikah dalam satu tahun pernikahannya akan
menjadi hamil, dimana 10-15 % pasangan tersebut akan mengalami kesulitan untuk menjadi
hamil dan mereka ini lah yang disebut sebagai pasangan infertil. Prevalensi infertilitas yang
tepat tidak diketahui dengan pasti, sangat bervariasi tergantung keadaan geografis, budaya
dan status sosial negara tersebut.1
Etiologi
1. Gaya hidup
8
Konsumsi Alkohol
Alkohol dikatakan dapat berdampak pada fungsi sel Leydig dengan mengurangi
sintesis testosteron dan menyebabkan kerusakan pada membran basalis. Konsumsi alkohol
yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hipotalamus dan hipofisis.
Konsumsi alkohol yang berlebihan pada laki-laki dapat menyebabkan penurunan kualitas
semen.3
Merokok
Berat badan
Perempuan yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 29, cenderung
memerlukan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan kehamilan. Tindakan menurunkan
berat badan pada perempuan yang memiliki IMT > 29 dan mengalami anovulasi akan
meningkatkan peluang untuk hamil. Sedangkan laki-laki yang memiliki IMT > 29 akan
mengalami gangguan fertilitas. Upaya meningkatkan berat badan pada perempuan yang
memiliki IMT < 19 serta mengalami gangguan haid akan meningkatkan kesempatan
terjadinya pembuahan.3,6
Olahraga
Stress
9
Perasaan cemas, rasa bersalah, dan depresi yang berlebihan dapat berhubungan
dengan infertilitas, namun belum didapatkan hasil penelitian yang adekuat. Teknik relaksasi
dapat mengurangi stress dan potensi terjadinya infertilitas. Berdasarkan studi yang dilakukan,
perempuan yang gagal hamil akan mengalami kenaikan tekanan darah dan denyut nadi,
karena stress dapat menyebabkan penyempitan aliran darah ke organ-organ panggul.3
Obat-Obatan
Obat-obat Herbal
Pekerjaan
2. Faktor Perempuan
Gangguan ovulasi
10
seperti SOPK, gangguan pada siklus haid, insufiensi ovarium primer Infertilitas yang
disebabkan oleh gangguan ovulasi dapat diklasifikasikan berdasarkan siklus haid, yaitu
amenore primer atau sekunder. Namun tidak semua pasien infertilitas dengan gangguan
ovulasi memiliki gejala klinis amenorea, beberapa diantaranya menunjukkan gejala
oligomenorea.7
Endometriosis merupakan penyakit kronik yang umum dijumpai. Gejala yang sering
ditemukan pada pasien dengan endometriosis adalah nyeri panggul, infertilitas dan
ditemukan pembesaran pada adneksa.3 Dari studi yang telah dilakukan, endometriosis
terdapat pada 25%-50% perempuan, dan 30% sampai 50% mengalami infertilitas. Hipotesis
yang menjelaskan endometriosis dapat menyebabkan infertilitas atau penurunan fekunditas
masih belum jelas, namun ada beberapa mekanisme pada endometriosis seperti terjadinya
perlekatan dan distrorsi anatomi panggul yang dapat mengakibatkan penurunan tingkat
kesuburan. Perlekatan pelvis pada endometriosis dapat mengganggu pelepasan oosit dari
ovarium serta menghambat penangkapan maupun transportasi oosit.8
Gangguan uterus
3. Faktor Laki-laki3
Infertilitas dapat juga disebabkan oleh faktor laki-laki, dan setidaknya sebesar 30-40%
dari infertilitas disebabkan oleh faktor laki-laki, sehingga pemeriksaan pada laki-laki penting
dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan infertilitas. Fertilitas laki-laki dapat menurun
akibat dari:
d. Kelainan endokrin
11
e. Kelainan genetik
f. Faktor imunologi
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghindari atau menurunkan faktor risiko
terjadinya infertilitas, diantaranya adalah:
1. Mengobati infeksi yang terjadi pada organ reproduksi. Diketahui bahwa infeksi yang
terjadi pada prostat maupun saluran sperma, dapat menyebabkan infertilitas pada laki-laki.
3.Menghindari bahan-bahan yang menyebabkan penurunan kualitas dan jumlah dari sperma
dan sel telur seperti rokok dan alkohol
Penatalaksanaan
Pengobatan infertilitas pada pria terlebih dahulu ditujukan langsung pada etiologi
yang menyebabkannya. Pengobatan ini dapat meliputi terapi medis atau pembedahan, seperti
koreksi verikokel atau koreksi pada penyumbatan vas deferens. Teknik bantuan reproduksi
lebih sering dilakukan untuk menyelesaikan masalah-masalah sperma. Sperma dapat dicuci,
dikonsentrat dan diletakkan langsung pada rongga uterus dengan inseminasi buatan.9
Ketersediaan teknologi reproduksi secara luas telah merevolusi pengobatan
infertilitas, membuat kehamilan mungkin terjadi pada keadaan yang sebelumnya tidak dapat
diterapi. Terapi yang paling sering adalah IVF(In vitro fertilization), dimana oosit multiple
yang dipisahkan difertilisasi oleh spermatozoa didalam laboratorium. Embrio-embrio yang
dihasilkan ditumbuhkan di dalam laboratorium selama 2-5 hari, kemudian sekelompok
embrio dipilih dan dipindahkan kembali ke rongga uterus. IVF standar dapat dimodifikasi
melalui beberapa cara. Pada kasus infertilitas pria yang berat, sperma dapat disuntikkan
langsung ke dalam sitoplasma oosit untuk menimbulkan fertilisasi (injeksi sperma
intrasitplasma/intracytoplasmic sperm injection, ICSI). Sperma-sperma ini mungkin imotil.
Sperma tersebut dapat diambil langsung dari vas deferens, epididimis atau bahkan testis pada
pria dengan azoospermia obstruktif. Akhirnya, teknologi yang berkembang baru-baru ini
memeungkinkan pemeriksaan genetic pada embrio yang dihasilkan melalui IVF. Dengan
menggunakan diagnosis genetik praimplantasi (pre-implantation genetic diagnosis, PGD),
12
blastomer tunggal diangkat dari blastokista yang sedang berkembang. Blastomer ini dapat
diskrining untuk berbagai defek gen yang diturunkan atau jumlah kandungan kromosom.
Hasil skrining dapat digunakan untuk menyeleksi embrio-embrio yang akan dipindahkan
kembali ke uterus.9,10
Kesimpulan
Infertilitas bukan semata-mata disebabkan oleh faktor yang berasal dari wanita,
seperti infeksi vagina, disfungsi seksual, lingkungan vagina yang terlalu asam, kelainan
serviks, sumbatan di tuba falopii dan gangguan ovulasi. Faktor-faktor pada diri pria juga
dapat berperan, seperti faktor koitus, kelainan anatomi,spermatogenesis abnormal, masalah
ejakulasi, faktor pekerjaan, infeksi dan masalah interaktif.
Daftar Pustaka
13
9. Djuwantono T, Hartanto B,Wiryawan P. Step By Step Penanganan Endokrinologi
Reproduksi dan Fertilitas Dalam praktik Sehari-hari. Jakarta: Sagung; 2008. p. 187-
191.
10. Benson RC, Pernoll ML. Buku saku obstetri & ginekologi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta; 2009. p. 687.
14