Anda di halaman 1dari 19

MATERI KELOMPOK 2

A. TEORI DAN MODEL PEMERIKSAAN

Menurut Mahendra (2017), Fertilitas diartikan sebagai kemampuan

seorang wanita untuk menghasilkan kelahiran hidup merupakan salah satu faktor

penambah jumlah penduduk disamping migrasi masuk, tingkat kelahiran dimasa

lalu mempengaruhi tingginya tingkat fertilitas masa kini. Fertilitas merupakan

hasil reproduksi nyata dari seorang atau sekelompok wanita, sedangkan dalam

pengertian demografi menyatakan banyaknya bayi yang lahir hidup.

Fertilitas (kesuburan) adalah dapat bekerjanya secara optimal dari organ-

organ reproduksi baik dari pihak pria maupun wanita sehingga dapat melakukan

fungsi fertilitas dengan baik. Sedangkan Infertilitas atau ketidaksuburan

merupakan ketidakmampuan pasangan usia subur (PUS) untuk memperoleh

keturunan setelah rutin melakukan hubungan seksual secara teratur dan benar

tanpa perlindungan kontrasepsi lebih dari satu tahun. Infertilitas dapat disebabkan

dari pihak pria, wanita, dan kedua belah pihak (Rahmadiani, 2021).

Adapun definisi fertilitas menurut para ahli, antara lain;

a. Definisi fertilitas adalah bagian dari sistem yang dikaji secara kompleks

baik dalam disipilin ilmu sosial, biologi, dan interaksi sosialnya dengan faktor

lingkungan dimana seseorang berada (Suandi, 2010).

b. Menurut WHO, fertilitas yaitu terdapatnya kelahiran bayi yang dihitung

berdasarkan pada lama dikandungan dan saat memulainya kehidupan.

Fertilitas mengacu pada kemampuan individu atau pasangan untuk

mencapai kehamilan secara alami. Ini mencerminkan kemampuan reproduksi

41
42

seseorang dalam menghasilkan keturunan. Fertilitas pada wanita terkait dengan

kemampuan indung telur untuk melepaskan sel telur yang kemudian dapat dibuahi

oleh sperma, sedangkan fertilitas pada pria terkait dengan kemampuan sperma

untuk membuahi sel telur. Fertilitas juga melibatkan faktor-faktor seperti fungsi

hormonal yang normal, integritas saluran reproduksi, dan kondisi kesehatan

umum yang memungkinkan terjadinya kehamilan.

Mantra (2003) juga menjelaskan bahwa seorang perempuan yang secara

biologis subur (fecund) tidak selalu melahirkan anak-anak yang banyak, misalnya

dia mengatur fertilitas dengan abstinensi atau menggunakan alat-alat kontrasepsi.

Kemampuan biologis seorang perempuan unuk melahirkan sangat sulit untuk

diukur. Ahli demografi hanya menggunakan pengukuran terhadap kelahiran hidup

(live birth). Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan

pengukuran mortalitas, karena seorang perempuan hanya meninggal satu kali,

tetapi ia dapat melahirkan lebih dari seorang bayi. Disamping itu seorang yang

meninggal pada hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu orang tersebut tidak

mempunyai resiko kematian lagi Sebaliknya seorang perempuan yang telah

melahirkan seorang anak tidak berarti resiko melahirkan dari perempuan tersebut

menurun.

Model pemeriksaan fertilitas melibatkan berbagai metode dan pendekatan

untuk memahami dan menganalisis kesuburan pada individu.

1. Model Siklus Menstruasi: Model ini berfokus pada pemantauan siklus

menstruasi untuk memahami fase-fase ovarium dan uterus dalam

kaitannya dengan kesuburan. Pendekatan ini melibatkan pengamatan dan


43

analisis perubahan hormon, suhu basal tubuh, serta karakteristik lendir

serviks selama siklus menstruasi.

2. Model Ovulasi: Model ini berfokus pada identifikasi waktu ovulasi atau

pelepasan telur dari indung telur. Metode yang digunakan termasuk

penggunaan tes ovulasi, pemantauan suhu basal tubuh, serta pemeriksaan

lendir serviks.

3. Model Pemeriksaan Semen: Model ini digunakan untuk menganalisis

kualitas dan jumlah sperma pada pria. Pemeriksaan semen melibatkan

analisis parameter seperti jumlah sperma, gerakan sperma (motilitas),

bentuk sperma (morfologi), serta analisis kualitatif lainnya.

4. Model Pemeriksaan Saluran Tuba: Model ini digunakan untuk

mengevaluasi kelancaran saluran tuba falopi pada wanita. Metode yang

digunakan termasuk histerosalpingografi (HSG), histerosonografi, atau

pemeriksaan laparoskopi.

5. Model Pemeriksaan Hormon: Model ini melibatkan pengukuran kadar

hormon tertentu dalam darah atau urine untuk mengevaluasi fungsi

hormonal dan keseimbangan hormonal pada individu. Contoh pemeriksaan

hormon yang umum dilakukan termasuk pengukuran kadar hormon

luteinizing (LH), hormon folikel-stimulasi (FSH), estrogen, progesteron,

dan hormon tiroid.

Teori dan model pemeriksaan fertilitas dapat bervariasi tergantung pada

kebutuhan dan tujuan pemeriksaan. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan oleh

tenaga medis yang terlatih dalam bidang reproduksi atau kesuburan, dan
44

interpretasi hasilnya sering melibatkan analisis yang holistik dan komprehensif

untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang kesuburan individu.

B. Analisa pemeriksaan, penilaian hasil pemeriksaan, pemeriksaan

semen, lembaran kurva, temperatur basal, instruksi pemeriksaan

hasil, pemeriksaan mukul serviks, test fern, uji pasca coitus

1. Analisis Pemeriksaan Fertilitas:

a) Pemeriksaan pada perempuan

Gangguan ovulasi terjadi pada sekitar 15% pasangan infertilitas dan

menyumbang sekitar 40% infertilitas pada perempuan. Pemeriksaan

infertilitas yang dapat dilakukan diantaranya

1) Pemeriksaan ovulasi

 Frekuensi dan keteraturan menstuasi harus ditanyakan kepada

seorang perempuan.

 Perempuan yang mempunyai siklus dan frekuensi haid yang

teratur setiap bulannya, kemungkinan mengalami ovulasi

(Rekomendasi B)

 Perempuan yang memiliki siklus haid teratur dan telah

mengalami infertilitas selama 1 tahun, dianjurkan untuk

mengkonfirmasi terjadinya ovulasi dengan cara mengukur

kadar progesteron serum fase luteal madya (hari ke 21-28)

(Rekomendasi B)

 Pemeriksaan kadar progesteron serum perlu dilakukan pada

perempuan yang memiliki siklus haid panjang (oligomenorea).


45

Pemeriksaan dilakukan pada akhir siklus (hari ke 28- 35) dan

dapat diulang tiap minggu sampai siklus haid berikutnya

terjadi - Pengukuran temperatur basal tubuh tidak

direkomendasikan untuk mengkonfirmasi terjadinya ovulasi

(Rekomendasi B)

 Perempuan dengan siklus haid yang tidak teratur disarankan

untuk melakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar

hormon gonadotropin (FSH dan LH).

 Pemeriksaan kadar hormon prolaktin dapat dilakukan untuk

melihat apakah ada gangguan ovulasi, galaktorea, atau tumor

hipofisis (Rekomendasi C)

 Penilaian cadangan ovarium menggunakan inhibin B tidak

direkomendasikan (Rekomendasi C)

 Pemeriksaan fungsi tiroid pada pasien dengan infertilitas

hanya dilakukan jika pasien memiliki gejala (Rekomendasi C)

 Biopsi endometrium untuk mengevaluasi fase luteal sebagai

bagian dari pemeriksaan infertilitas tidak direkomendasikan

karena tidak terdapat bukti bahwa pemeriksaan ini akan

meningkatkan kehamilan. (Rekomendasi B)


46

Tabel 1

Pemeriksaan untuk melihat ovulasi dan cadangan ovarium

Ovulasi Cadangan Ovarium

 Riwayat menstruasi  Kadar AMH

 Progesteron serum  Hitung folikel antral

 Ultrasonografi transvaginal  FSH dan estradiol hari ke-3

 Temperatur basal

 LH urin

 Biopsi Endometrium

Untuk pemeriksaan cadangan ovarium, parameter yang dapat digunakan

adalah AMH dan folikel antral basal (FAB). Berikut nilai AMH dan FAB yang

dapat digunakan:

1. Hiper-responder (FAB > 20 folikel / AMH > 4.6 ng/ml

2. Normo-responder (FAB > 6-8 folikel / AMH 1.2 - 4.6 ng/ml)

3. Poor-responder (FAB < 6-8 folikel / AMH < 1.2 ng/ml)

2) Pemeriksaan Chlamydia trachomatis

 Sebelum dilakukan pemeriksaan uterus, pemeriksaan untuk

Chlamydia trachomatis sebaiknya dilakukan dengan teknik yang

sensitif (Rekomendasi B)

 Jika tes Chlamydia trachomatis positif, perempuan dan pasangan

seksualnya sebaiknya dirujuk untuk mendapatkan pengobatan

(Rekomendasi C)
47

 Antibiotika profilaksis sebaiknya dipertimbangkan sebelum

melakukan periksa dalam jika pemeriksaan awal Chlamydia

trachomatis belum dilakukan

b) Pemeriksaan pada Laki-Laki

Penanganan kasus infertilitas pada laki-laki meliputi:

1) Anamnesis

Anamnesis ditujukan untuk mengidentifikasi faktor risiko dan

kebiasaan hidup pasien yang dapat secara bermakna mempengaruhi

fertilitas pria. Anamnesis meliputi: 1) riwayat medis dan riwayat

operasi sebelumnya, 2) riwayat penggunaan obat-obatan (dengan

atau tanpa resep) dan alergi, 3) gaya hidup dan riwayat gangguan

sistemik, 4) riwayat penggunaan alat kontrasepsi; dan 5) riwayat

infeksi sebelumnya, misalnya penyakit menular seksual dan infeksi

saluran nafas.

2) Pemeriksaan Fisik

 Pemeriksaan fisik pada laki-laki penting untuk mengidentifikasi

adanya penyakit tertentu yang berhubungan dengan infertilitas.

Penampilan umum harus diperhatikan, meliputi tanda-tanda

kekurangan rambut pada tubuh atau ginekomastia yang

menunjukkan adanya defisiensi androgen. Tinggi badan, berat

badan, IMT, dan tekanan darah harus diketahui.

 Palpasi skrotum saat pasien berdiri diperlukan untuk menentukan

ukuran dan konsistensi testis. Apabila skrotum tidak terpalpasi


48

pada salah satu sisi, pemeriksaan inguinal harus dilakukan.

Orkidometer dapat digunakan untuk mengukur volume testis.

Ukuran ratarata testis orang dewasa yang dianggap normal adalah

20 ml.

 Konsistensi testis dapat dibagi menjadi kenyal, lunak, dan keras.

Konsistensi normal adalah konsistensi yang kenyal. Testis yang

lunak dan kecil dapat mengindikasikan spermatogenesis yang

terganggu.

 Palpasi epididimis diperlukan untuk melihat adanya distensi atau

indurasi. Varikokel sering ditemukan pada sisi sebelah kiri dan

berhubungan dengan atrofi testis kiri. Adanya perbedaan ukuran

testis dan sensasi seperti meraba “sekantung ulat” pada tes valsava

merupakan tanda-tanda kemungkinan adanya varikokel.

 Pemeriksaan kemungkinan kelainan pada penis dan prostat juga

harus dilakukan. Kelainan pada penis seperti mikropenis atau

hipospadia dapat mengganggu proses transportasi sperma mencapai

bagian proksimal vagina. Pemeriksaan colok dubur dapat

mengidentifikasi pembesaran prostat dan vesikula seminalis.

2. Penilaian Hasil Pemeriksaan:

a. Penilaian kelainan uterus

Pemeriksaan histeroskopi tidak dianjurkan apabila tidak terdapat

indikasi, karena efektifitas pembedahan sebagai terapi kelainan uterus


49

untuk meningkatkan angka kehamilan belum dapat ditegakkan.

(Rekomendasi B)

Tabel 2

Beberapa metode yang dapat digunakan dalam penilaian uterus

HSG USG SIS HISTEROSKOPI

Sensitivitas dan Dapat mendeteksi PPV dan NPV Metode definitif

PPV rendah untuk patologi tinggi, untuk invasif

mendeteksi endometrium dan mendeteksi

patologi myometrium patologi intra

intrakavum uteri kavum uteri

b. Penilaian lendir serviks pasca senggama

 Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien dengan infertilitas

dibawah 3 tahun.

 Penilaian lendir serviks pasca senggama untuk menyelidiki masalah

fertilitas tidak dianjurkan karena tidak dapat meramalkan terjadinya

kehamilan. (Rekomendasi A)

c. Penilaian kelainan tuba

 Perempuan yang tidak memiliki riwayat penyakit radang panggul

(PID), kehamilan ektopik atau endometriosis, disarankan untuk

melakukan histerosalpingografi (HSG) untuk melihat adanya oklusi

tuba. Pemeriksaan ini tidak invasif dan lebih efisien dibandingkan

laparaskopi. (Rekomendasi B)
50

 Pemeriksaan oklusi tuba menggunakan sono-histerosalpingografi

dapat dipertimbangkan karena merupakan alternatif yang efektif

(Rekomendasi A)

 Tindakan laparoskopi kromotubasi untuk menilai patensi tuba,

dianjurkan untuk dilakukan pada perempuan yang diketahui

memiliki riwayat penyakit radang panggul, (Rekomendasi B)

3. Pemeriksaan Semen:

Salah satu penyebab infertilitas pada pria yaitu gangguan spermatogenesis.

Analisis sperma dapat mengungkapkan sperma normal atau tidak. Analisis sperma

merupakan prediktor yang sangat penting dalam menentukan fertilitas pria.

Sperma yang diperiksa merupakan sperma yang keluar dari pria yang tidak

melakukan senggama selama 3 hari. Pemeriksaan sperma dilaksanakan satu jam

setelah sperma keluar.

Analisis semen terdiri atas pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik.

Pemeriksaan makroskopik antara lain pemeriksaan warna, pengukuran volume,

dan pengukuran pH. Pemeriksaan mikroskopik antara lain penghitungan

konsentrasi, persentase abnormalitas, persentase motilitas, dan viabilitas

spermatozoa. Pengambilan spesimen segar dapat dilakukan dengan cara

masturbasi di laboratorium. World Health Organization (WHO) telah menetapkan

bahwa analisis semen digunakan sebagai standar pemeriksaan kualitas semen

seorang pria.

Analisa Semen menurut WHO adalah sebagai berikut:

 Volume >2cc
51

 pH >7,2

 jumlah >20 juta/cc

 total sperma >40 juta/ejakulat

 motilitas >50% (grade a dan b)

 morfologi 15% atau 30%

 leukosit < 1 juta Bila terdapat hasil abnormal, harus diulang dalam waktu

3 bulan atau dalam 3 minggu bila terdapat oligozoospermia berat Pemeriksaan

antibody antisperma tidak direkomendasikan

4. Lembaran Kurva Temperatur Basal

Suhu tubuh basal adalah suhu terendah yang dicapai oleh tubuh selama

istirahat atau dalam keadaan istirahat (tidur). Pengukuran suhu basal dilakukan

pada pagi hari segera setelah bangun tidur dan sebelum melakukan aktivitas

lainnya. Tujuan pencatatan suhu basal untuk mengetahui kapan terjadinya masa

subur/ovulasi. Suhu basal tubuh diukur dengan alat yang berupa termometer basal.

Termometer basal ini dapat digunakan secara oral, per vagina, atau melalui dubur

dan ditempatkan pada lokasi serta waktu yang sama selama 5 menit.

Suhu normal tubuh sekitar 35,5-36 derajat Celsius. Pada waktu ovulasi,

suhu akan turun terlebih dahulu dan naik menjadi 37-38 derajat kemudian tidak

akan kembali pada suhu 35 derajat Celsius. Pada saat itulah terjadi masa

subur/ovulasi. Kondisi kenaikan suhu tubuh ini akan terjadi sekitar 3 - 4 hari,

kemudian akan turun kembali sekitar 2 derajat dan akhirnya kembali pada suhu

tubuh normal sebelum menstruasi. Hal ini terjadi karena produksi progesteron

menurun.
52

Apabila grafik (hasil catatan suhu tubuh) tidak terjadi kenaikan suhu

tubuh, kemungkinan tidak terjadi masa subur/ovulasi sehingga tidak terjadi

kenaikan suhu tubuh. Hal ini terjadi dikarenakan tidak adanya korpus luteum yang

memproduksi progesteron. Begitu sebaliknya, jika terjadi kenaikan suhu tubuh

dan terus berlangsung setelah masa ±subur/ovulasi kemungkinan terjadi

kehamilan. Karena, bila sel telur/ovum berhasil dibuahi, maka korpus luteum akan

terus memproduksi hormon progesterone, akibatnya suhu tubuh tetap tinggi.

Cara pengukuran suhu basal badan:

1. Suhu diukur segera setelah bangun tidur sebelum bangkit dari tempat

tidur dan melakukan aktivitas, serta dilakukan kurang lebih pada waktu

yang sama (± 1 jam).

2. Pengukuran suhu di tiga tempat, pada mulut, ujung termometer

diletakan di bawah lidah dengan bibir tertutup selama ± 5 menit. Pada

vagina, termometer dimasukkan dalam vagina secara perlahan (waktu

pencatatan ± 3 menit). Pada anus, ujung termometer di olesi terlebih

dahulu dengan jelly, dan dimasukkan ke dalam anus secara perlahan

(waktu pencatatan ± 3 menit).

3. Membuat grafik catatan suhu basal melalui sebuah titik pada lokasi

yang sesuai. Titik-titik kemudian dihubungkan untuk membuat sebuah


53

grafik. Jika terjadi lupa pengukuran, titik-titik tersebut tidak boleh

disambung. Untuk penggunaan termometer manual, jika air raksa

berhenti di dua angka, angka terendahlah yang dicatat. Prinsipnya,

menjelang ovulasi maka suhu basal turun. Kurang dari 24 jam sesudah

ovulasi suhu badan naik lagi lebih tinggi sampai terjadi haid. Kenaikan

tersebut adalah 0,4-0,60C dan membentuk gambaran kurva bifasik.

Pencatatan hasil pengukuran suhu basal tubuh harus dilakukan setiap

hari selama 3 bulan untuk melihat konsistensi siklus menstruasi. Bila

catatan memperlihatkan dalam sebulan suhu basal tidak pernah

mengalami kenaikan (tidak pernah sakit/demam) berarti pada kurun

waktu tersebut tidak terjadi ovulasi.

5. Instruksi Pemeriksaan Hasil:

Instruksi pemeriksaan hasil merupakan panduan atau petunjuk yang

diberikan kepada individu setelah pemeriksaan fertilitas dilakukan. Instruksi ini

menjelaskan hasil pemeriksaan dan memberikan penjelasan tentang makna atau

interpretasi dari hasil yang diperoleh. Instruksi tersebut juga dapat berisi saran

atau rekomendasi tindakan selanjutnya berdasarkan hasil pemeriksaan.

6. Pemeriksaan Mukus Serviks:

Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil sampel jaringan lendir serviks

menggunakan alat swab khusus, lalu diperiksa secara mikroskopik di

laboratorium. Sesudah ovulasi mukus serviks menjadi lebih kental dan lebih keruh

(Nakano F, 2015).
54

Pemeriksaan mukus serviks melibatkan pengamatan dan evaluasi

karakteristik lendir serviks selama siklus menstruasi. Perubahan lendir serviks

dapat memberikan petunjuk tentang tingkat kesuburan wanita. Selama periode

subur, lendir serviks menjadi lebih encer, elastis, dan licin, memudahkan

pergerakan sperma menuju sel telur. Pemeriksaan mukus serviks dapat membantu

dalam mengidentifikasi waktu ovulasi dan memberikan informasi tentang kualitas

lendir serviks yang berhubungan dengan kesuburan.

7. Test Fern:

Pemeriksaan Fern (uji pakis) lendir serviks merupakan salah satu

parameter dalam evaluasi lendir serviks. Ferning adalah pembentukan struktur

seperti daun pakis mengacu pada derajat dan pola yang tampak jika lendir

dikeringkan di atas permukaan kaca objek. Pembentukan struktur daun pakis pada

lendir serviks salah satunya ditentukan oleh konsentrasi NaCl. Sepanjang siklus

menstruasi komponen tersebut merupakan garam dengan persentase tertinggi.

Kadar estrogen yang tinggi, biasanya sebelum ovulasi, sekret serviks akan

membentuk gambaran seperti daun pakis (ferning) yang disebabkan oleh

kristalisasi dari NaCl pada sekret serviks. Saat kadar Progesteron lebih dominan,

biasanya setelah terjadi ovulasi, sekret tidak membentuk gambaran daun pakis.

Biasanya, gambaran struktur ini akan hilang pada hari ke 22 siklus. Saat mulai

hilangnya/tidak terbentuk gambaran daun pakis menunjukkan saat terjadinya

ovulasi. Bila masih terlihat gambaran daun pakis, maka mungkin fungsi korpus

luteum kurang dari normal atau menunjukkan adanya anovulasi atau infertilitas.

(Ekawaty, 2017) Terdapatnya infeksi serviks atau darah pada saat pemeriksaan
55

fern akan menghambat kan pembentukan pola pakis yang sempurna.

Ditemukannya pola pakis yang sempurna selama pertengahan siklus menstruasi

menandakan aktivitas estrogen yang baik dan tidak terdapat infeksi serviks.

Fungsi pemeriksaan ferning test yaitu untuk menilai aktivitas estrogen,

untuk menentukan ovulasi atau anovulasi, menilai mukus serviks dan penetrasi

sperma, untuk menilai apakah terdapat insufisiensi progesterone pada plasenta,

memeriksa kebocoran amnion, evaluasi infertilitas dan menentukan kehamilan

awal. Yang dapat memengaruhi hasil tes yaitu kehamilan, konsumsi estrogen,

ketidakseimbangan hormon dan infeksi serviks (Suyud, 2019).

8. Uji Pasca Coitus:

Uji pasca coitus merupakan cara pemeriksaan yang sederhana tetapi dapat

memberi informasi tentang interaksi antara sperma dengan getah serviks. UPS

dilakukan 2 – 3 hari sebelum perkiraan ovulasi di mana “spinbarkeit” (getah

serviks) mencapai 5 cm atau lebih 20. Pengambilan getah serviks dari kanalis

endoserviks dilakukan setelah 2 – 12 jam senggama. Pemeriksaan dilakukan di

bawah mikroskop. UPS dikatakan positif, bila ditemukan paling sedikit 5 sperma

per lapangan pandang besar (LPB). UPS dapat memberikan gambaran tentang

kualitas sperma, fungsi getah serviks dan keramahan getah serviks terhadap

sperma.

Uji pasca coitus yang diperiksa meliputi:

1. Vagina pool semen sampel Pemeriksaan spermatozoa, apakah mati

dalam waktu 2 jam di dalam vagina dan periksa preparat basah dari

vaginal pool untuk memeriksa adanya spermatozoa.


56

2. Lendir serviks Pemeriksaan jumlah spermatozoa di bagian bawah

canalis cervicalis yang dinyatakan per ul, jumlah spermatozoa per x

400 HPF = 10 spermatozoa /20 ml lendir serviks atau sama dengan 500

spermatozoa /ul, motilitas spermatozoa di dalam lendir serviks di

rangking sebagai berikut: PR (progressive motility), NP (non

progressive motility), IM (Immotile Spermatozoa).

9. Mekanisme kerja dan analisa pemeriksaan laboratorium

Mekanisme kerja dan analisis pemeriksaan laboratorium mengenai

fertilitas melibatkan prosedur dan teknik yang digunakan untuk mengukur dan

menganalisis berbagai parameter yang berkaitan dengan kesuburan. Berikut

adalah beberapa contoh pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan dan

penjelasan mengenai mekanisme kerja serta analisisnya:

1. Analisis Hormon Reproduksi: Pemeriksaan ini melibatkan pengukuran kadar

hormon reproduksi tertentu dalam darah atau urine. Metode yang umum

digunakan adalah enzim immunoassay atau radioimmunoassay. Pemeriksaan ini

dilakukan untuk mengukur hormon seperti hormon luteinizing (LH), hormon

folikel-stimulasi (FSH), estrogen, progesteron, dan hormon tiroid. Mekanisme

kerjanya melibatkan penggunaan antibodi yang spesifik untuk mengikat hormon

target dalam sampel dan menghasilkan reaksi kimia yang dapat diukur. Analisis

hasil pemeriksaan melibatkan pembandingan kadar hormon dengan rentang nilai

referensi yang telah ditetapkan.

2. Analisis Pemeriksaan Semen: Pemeriksaan semen digunakan untuk

mengevaluasi kualitas dan jumlah sperma pada pria. Mekanisme kerjanya


57

melibatkan pengambilan dan analisis sampel semen yang diperoleh melalui

ejakulasi. Parameter yang dievaluasi meliputi jumlah sperma, gerakan sperma

(motilitas), bentuk sperma (morfologi), serta analisis kualitatif lainnya seperti pH

dan viskositas. Analisis pemeriksaan semen melibatkan penggunaan mikroskop

untuk mengamati dan menghitung sperma serta evaluasi berbagai karakteristik

fisik dan morfologisnya.

3. Pemeriksaan Pendarahan Uterus: Pemeriksaan ini melibatkan analisis terhadap

pendarahan uterus yang dilakukan melalui tes darah atau pemeriksaan

histopatologi. Tes darah dapat mengukur kadar hormon tertentu seperti estradiol,

progesteron, dan hormon anti-Mullerian (AMH). Pemeriksaan histopatologi

melibatkan pengambilan sampel jaringan uterus melalui biopsi endometrium atau

dilatasi dan kuretase (D&C). Sampel jaringan tersebut kemudian dianalisis secara

mikroskopis untuk melihat adanya perubahan patologis yang dapat mempengaruhi

kesuburan.

4. Tes Penyakit Menular Seksual (PMS): Pemeriksaan ini dilakukan untuk

mengidentifikasi infeksi atau penyakit menular seksual yang dapat mempengaruhi

kesuburan. Metode yang umum digunakan adalah tes serologi atau tes DNA untuk

mendeteksi adanya infeksi seperti klamidia, gonore, herpes, dan HIV. Mekanisme

kerja melibatkan pengambilan sampel darah atau sampel dari saluran reproduksi

yang kemudian dianalisis menggunakan teknik serologi atau metode PCR untuk

mendeteksi DNA patogen.

Mekanisme kerja dan analisis pemeriksaan laboratorium dapat bervariasi

tergantung pada jenis pemeriksaan yang dilakukan. Setiap pemeriksaan memiliki


58

prosedur dan teknik khusus yang sesuai dengan parameter yang ingin diukur.

Hasil dari pemeriksaan laboratorium kemudian diinterpretasikan oleh tenaga

medis yang terlatih untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang

kesuburan individu.
59

Sumber Referensi

Ekawaty, D. (2017). Pemeriksaaan Fern Test.

HIFERI, PERFITRI, IAUI, POGI. 2013. Konsensus Penanganan

Infertilitas.

Mahendra, A. (2017). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Fertilitas di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi & Keuangan, 223-242.

Mantra, Ida Bagoes. 2003. Demografi Umum. Edisi Kedua. Yogyakarta

Pustaka Pelajar.

Nakano F, B. R. (2015). Inssight into the role of cervical mucus and

vaginal pHin unexplained infertility. Medical Express Journal.

Suyud,F.(2019).Fern Test. Depkes.Org.

https://www.depkes.org/blog/ferntest/

Anda mungkin juga menyukai