Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Eritroderma merupakan keradangan kulit yang sangat luas mengenai
lebih dari 90% atau lebih pada permukaan kulit yang biasanya disertai skuama
yang berlangsung dalam beberapa hari sampai minggu. Bila eritemanya antara 5090% dinamakan pre-eritroderma. Dahulu eritroderma dibagi menjadi eritroderma
primer dan eritroderma sekunder. Eritroderma primer adalah eritroderma yang
tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), dan eritroderma sekunder adalah
eritroderma yang disebabkan oleh penyakit kulit lain atau penyakit sistemik.
Beberapa pendapat sekarang mengatakan bahwa semua eritroderma ada
penyebabnya oleh karena itu eritroderma selalu dianggap sekunder. Pada
eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas karena bercampur dengan
hiperpigmentasi (Djuanda, 2007).
Skuama merupakan lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit.
Skuama mulai dari halus sampai kasar. Pada eritroderma, skuama tidak selalu
terdapat, misalnya eritroderma karena alergi obat sistemik, pada mulanya tidak
disertai skuama, skuama kemudian timbul pada stadium penyembuhan (Djuanda,
2007).
2.2 Etiologi
Eritroderma dapat disebabkan oleh karena alergi obat secara sistemik,
perluasan penyakit kulit dan penyakit sistemik termasuk keganasan. Penyakit kulit
yang dapat menimbulkan eritroderma diantaranya adalah psoriasis, dermatitis
seboroik, alergi obat, CTCL atau sindrom Sezary (Siregar, 2004).

a. Eritroderma disebabkan alergi obat secara sistemik


Keadaan ini sering ditemukan pada orang dewasa muda. Obat yang dapat
menyebabkan eritroderma adalah arsenik organik, emas, merkuri,
penisilin, barbiturate, namun pada beberapa masyarakat eritroderma terjadi
lebih tinggi karena pengobatan sendiri dan pengobatan secara tradisional.
Waktu mulainya obat ke dalam tubuh hingga timbul penyakit bervariasi,
dapat segera sampai 2 minggu. Gambaran klinis biasanya muncul eritema
yang bersifat universal. Bila ada obat yang masuk lebih dari satu, diduga
sebagai penyebabnya ialah obat yang paling sering menyebabkan alergi
(Djuanda, 2007).

Gambar 2.1 Drugs Implicated in Exfoliative Dermatitis (Kels-Grant, 2001).


b. Eritroderma yang disebabkan oleh perluasan penyakit kulit
Eritroderma oleh karena psoriasis merupakan eritroderma yang paling
banyak ditemukan, eritroderma karena psoriasis dapat disebabkan oleh 2
kemungkinan yaitu, karena penyakit psoriasisnya atau karena pengobatan
psoriasis yang terlalu kuat (Djuanda, 2007).
Dermatitis seboroik dapat juga dapat menyebabkan eritroderma yang juga
dikenal sebagai penyakit Leiner. Ptiriasis rubra pilaris yang berlangsung
selama beberapa minggu dapat pula menjadi eritroderma. Selain itu

penyakit kulit yang dapat menyebabkan eritroderma adalah pemfigus


foliaseus, dermatitis atopik, dan liken planus (Hierarchical, 2012).
c. Eritroderma akibat penyakit sistemik
Berbagai penyakit atau kelainan dalam termasuk infeksi fokal dapat
memberikan kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi setiap kasus
eritroderma yang tidak termasuk akibat alergi obat dan akibat perluasan
penyakit kulit harus dicari penyebabnya, yang berarti perlu pemeriksaan
menyeluruh (termasuk pemeriksaan laboratorium dan foto toraks), untuk
melihat adanya infeksi penyakit pada alat dalam dan infeksi fokal. Ada
kalanya terdapat leukositosis namun tidak ditemukan penyebabnya, jadi
terdapat infeksi bacterial yang tersembunyi (occult infection) yang perlu
diobati. Harus lebih diperhatikan komplikasi sistemik akibat eritroderma
seperti hipotermia, edema perifer, dan kehilangan cairan dan albumin,
dengan takikardia dan kelainan jantung harus mendapatkan perawatan
yang serius. Pada eritroderma kronik dapat mengakibatkan kakesia,
alopesia, palmoplantar keratoderma, kelainan pada kuku dan ektropion
(Djuanda, 2007).
Penyakit Kulit
Dermatitis Atopik
Dermatitis Kontak
Dermatofitosis
Leiner disease
Liken Planus
Mikosis Fungoides
Pemfigus Foliaceus
Ptiriasis Rubra
Psoriasis
Sindrom Reiter
Dermatitis Seboroik

Penyakit Sistemik
Mikosis Fungoides
Hodgkin disease
Limfoma
Leukimia Akut
Leukimia Kronis
Multipel Mieloma
CA Paru
CA Rektum
CA Tuba Falopii
Dermatitis
Papuloskuamosa pada
AIDS

Obat-obatan
Sulfonamide
Antimalaria
Penicillin
Sefalosporin
Arsen
Merkuri
Barbiturat
Aspirin
Kodein
Diphenhidantoin
Yodium

Dermatitis Statis
Isoniazid
Tabel 2.1 Proses yang Berkaitan dengan Timbulnya Eritroderma (McGraw, 2001)

2.3 Epidemiologi
Insidens eritroderma sangat bervariasi. Penyakit ini dapat mengenai pria
ataupun wanita, namun paling sering pada pria dengan rasio 2 : 1 sampai 4 : 1,
dengan onset usia rata-rata > 40 tahun, meskipun eritroderma dapat terjadi pada
semua usia. Insiden eritroderma makin bertambah. Penyebab utamanya adalah
psoriasis. Hal tersebut seiring dengan meningkatnya insiden psoriasis (Djuanda,
2007).
Penyakit kulit yang sedang diderita memegang peranan lebih dari
setengah kasus dari eritroderma. Identifikasi psoriasis mendasari penyakit kulit
lebih dari seperempat kasus. Didapatkan laporan bahwa terdapat 87 dari 160 kasus
adalah psoriasis berat. Anak-anak bisa menderita eritroderma diakibatkan alergi
terhadap obat. Alergi terhadap obat bisa karena pengobatan yang dilakukan sendiri
ataupun penggunaan obat secara tradisional (McGraw, 2001).
2.4 Pathogenesis
Mekanisme terjadinya eritroderma belum diketahui dengan jelas.
Pathogenesis

eritroderma

berkaitan

dengan

pathogenesis

penyakit

yang

mendasarinya, dermatosis yang sudah ada sebelumnya berkembang menjadi


eritroderma. Penelitian terbaru imunopathogenesis infeksi yang dimediasi toksin
menunjukkan

bahwa

lokus

pathogenesitas

staphylococcus

mengkodekan

superantigen. Lokus-lokus tersebut mengandung gen yang mengkodekan toksin


dari toxic shock syndrome dan staphylococcus scalded-skin syndrome. Kolonisasi
Staphylococcus aureus atau antigen lain merupakan teori yang mungkin saja
seperti toxic shock syndrome toxin-1, merupakan peranan pada pathogenesis
eritroderma. Pasien-pasien dengan eritroderma biasanya mempunyai kolonisasi

Staphylococcus aureus sekitar 83% dan pada kulit sekitar 17%, bagaimanapun
juga hanya ada 1 dari 6 pasien memiliki toksin Staphylococcus aureus yang positif
(McGraw, 2001).
Reaksi tubuh terhadap suatu agen dalam tubuh (baik itu obat-obatan,
perluasan penyakit kulit dan penyakit sistemik) adalah berupa pelebaran
pembuluh darah kapiler (eritema) yang generalisata. Eritema berarti terjadi
pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat
sehingga kehilangan panas bertambah, akibatnya pasien merasa dingin dan
menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung, juga dapat terjadi
hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang meningkat
dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat, kehilangan panas juga
meningkat. Pengaturan suhu terganggu. Kehilangan panas menyebabkan
hipermetabolisme kompensata dan peningkatan laju metabolisme basal (Freederg,
1996).
2
Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gr/ m

permukaan kulit dalam

sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein Hipoproteinemia dengan


albumin dan peningkatan relatif globulin terutama gammaglobulin merupakan
kelainan yang khas. Edema juga sering terjadi, kemungkinan terjadi karena
pergeseran cairan ke ruang ekstravaskuler (Wasitaatmadja, 2007).
Eritroderma akut dan kronis dapat mengganggu mitosis rambut dan kuku
berupa kerontokan rambut dan kuku berupa kerontokan rambut yang difus dan
kehilangan kuku. Pada eritroderma yang berlangsung berbulan-bulan dapat terjadi
perburukan keadaan umum yang progresif (Champion, 1992).
2.5 Manifestasi Klinis

Mula-mula timbul bercak eritema yang dapat meluas ke seluruh tubuh


dalam waktu 12-48 jam. Eritema yang sudah menyebar keseluruh permukaan kulit
dapat disebut sebagai red man syndrome. Deskuamasi yang difus dimulai dari
daerah lipatan, kemudian menyeluruh. Dapat juga mengenai membran mukosa,
terutama yang disebabkan oleh obat. Bila kulit kepala sudah terkena, dapat terjadi
alopesia, perubahan kuku, dan kuku dapat terlepas. Dapat terjadi limfadenopati
dan hepatomegali. Skuama timbul setelah 2-6 hari, sering mulai di daerah lipatan.
Skuama merupakan lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit. Skuama
berkonsistensi mulai dari halus sampai kasar. Skuamanya besar pada keadaan
akut, dan kecil pada keadaan kronis. Warnanya bervariasi dari putih sampai
kuning. Pada eritroderma, skuama tidak selalu terdapat misalnya eritroderma
karena alergi obat sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama, skuam kemudian
timbula pada stadium penyembuhan (Utama, 2007). Pada eritroderma kulit
menjadi merah terang, panas, kering dan kalau diraba terasa tebal. Pasien juga
mengeluh kedinginan. Pengendalian regulasi suhu tubuh menjadi hilang, sehingga
sebagai kompensasi terhadap kehilangan panas tubuh, sekujur tubuh pasien
menggigil untuk dapat menimbulkan panas metabolik (Harahap, 2008).

Gambar 2.2 Eritema disertai Skuama (McGraw, 2001).

Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit seringkali pada psoriasis dan


dermatitis seboroik bayi. Psoriasis dapat menjadi eritroderma karena dua hal yaitu
karena penyakitnya sendiri atau karena pengobatan yang terlalu kuat. Psoriasis
yang menjadi eritroderma tanda khasnya akan menghilang. Pada eritroderma et
causa psoriasi, merupakan eritroderma yang disebabkan oleh penyakit psoriasis
atau pengobatan yaitu kortikosteroid sistemik, steroid topikal, komplikasi
fototerapi, stress emosional yang berat, penyakit terdahulunya misalnya infeksi
(Siregar, 2004).

Gambar 2.3 Eritroderma Psoriasis (McGraw, 2001).


Dermatitis seboroik pada bayi (penyakit Leiner) terjadi pada usia
penderita berkisar 4-20 minggu. Kelainan berupa skuama berminyak dan
kekuningan di kepala. Eritema dapat pada seluruh tubuh disertai skuama yang
kasar (Siregar, 2004).

10

Gambar 2.4 Dermatitis Seboroik pada Bayi (Leiner Syndrome) (Fartasch, 1999).
Ptiriasis rubra pilaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat
pula menjadi eritroderma. Mula-mula terdapat skuama moderat pada kulit kepala
diikuti perluasan ke dahi dan telinga; pada saat ini akan menyerupai gambaran
dermatitis seboroik. Kemudian timbul hiperkeratosis palmoplantaris yang jelas.
Berangsur-angsur menjadi papul folikularis di sekeliling tangan dan menyebar ke
kulit berambut (Siregar, 2004).

Gambar 2.5 Ptiriasis Rubra Pilaris (McGraw, 2001).


Pemfigus foliaseus bermula dengan vesikel atau bula berukuran kecil,
berdinding kendur yang kemudian pecah menjadi erosi dan eksudatif. Yang khas
adalah eritema menyeluruh yang disertai banyak skuama kasar, sedangkan bula
kendur hanya sedikit. Penderita mengeluh gatal dan badan menjadi bau busuk
(Siregar, 2004).

11

Gambar 2.6 Pemfigus Foliaseus (McGraw, 2001).


Dermatitis atopik dimulai dengan eritema, papul-papul, vesikel sampai
erosi dan likenifikasi. Penderita tampak gelisah, gatal dan sakit berat.

Gambar 2.7 Dermatitis Atopik (McGraw, 2001).


Liken planus paling sering ditemukan pada ekstremitas superior, seperti
kulit kepala, kuku, genitalia dan membran mukosa. Liken planus (leichen dalam
bahasa Yunani berarti pohon lumut, planus dalam bahasa Latin berarti datar)
merupakan suatu kelainan yang unik, suatu penyakit inflamasi yang berefek ke
kulit, membran mukosa, kuku dan rambut. Lesi yang tampak pada liechen planuslike atau dermatitis lichenoid tampak seperti ketombe, beralur halus, kotoran yang
kering dari tumbuh-tumbuhan simbiosis yang dikenal sebagai liken. Walaupun

12

morfologik ini mungkin sulit dibandingkan, liken planus merupakan suatu


kesatuan yang khusus dengan bentuk papul lichenoid yang menunjukkan warna
dan morfologik yang khusus, berkembang dilokasi yang khas dan pola
perkembangan karakteristik yang nyata. Liken planus memiliki karakteristik
tersendiri yaitu berupa papul flat-miring yang berwarna keunguan dengan
predileksinya pada badan dan permukaan fleksor. Etiologi pasti dari LP masih
belum diketahui, tetapi itu mungkin dihubungkan dengan penyakit sistemik
lainnya seperti diabetes mellitus, penyakit kolagen, infeksi kuman virus dan stress
emosional (Ismail, 2014).

Gambar 2.8 Liken Planus (McGraw, 2001).


Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan, yang tidak
termasuk golongan akibat alergi dan akibat perluasan penyakit kulit, harus dicari
penyebabnya dan diperiksa secara menyeluruh, termasuk dengan pemeriksaan
laboratorium dan foto toraks. Termasuk dalam golongan ini adalah sindrom
Sezary.
Sindrom Sezary
Penyakit ini termasuk limfoma. Penyebabnya belum diketahui, diduga
berhubungan dengan infeksi virus HTLV-V (Human T-Cell Lymphotropic Virus)

13

dan dimasukkan ke dalam CTCL (Cutaneus T-Cell Lymphoma). Yang diserang


adalah orang dewasa, mulanya penyakit pada pria rata-rata berusia 64 tahun,
sedangkan pada wanita berusia 53 tahun. Sindrom ini ditandai dengan eritema
berwarna merah membara yang universal disertai skuama dan rasa sangat gatal.
Selain itu terdapat infiltrat pada kulit dan edema. Pada sepertiga hingga setengah
pada

pasien

didapati

splenomegali,

limfadenopati

superfisial,

alopesia,

hiperpigmentasi, hiperkeratosis palmaris et plantaris, serta kuku yang distrofik


(Djuanda, 2007).

Gambar 2.9 Sindrom Sezary (McGraw, 2001).


2.6 Pemeriksaan Penunjang
2.6.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan
peningkatan gammaglobulin, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase akut
meningkat, leukositosis, maupun anemia ringan (McGraw, 2001).
2.6.2 Pemeriksaan Histopatologi

14

Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat


membantu mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan 50%
kasus, biopsi kulit dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung berat
dan durasi proses inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis dan parakeratosis
menonjol, terjadi edema. Pada stadium kronis, akantosis dan perpanjangan rete
ridge lebih dominan (Djuanda, 2007).
Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin
pleomorfik, dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik, seperti
bandlike limfoid infiltrate di dermis-epidermis, dengan sel cerebriform
mononuclear atipikal dan Pautriers microabscesses. Pada pasien dengan Sindrom
Sezary ditemukan limfosit atipik yang disebut sel Sezary. Biopsi pada kulit juga
memberi kelainan yang agak khas, yakni terdapat infiltrat pada dermis bagian atas
dan terdapatnya sel Sezary. Disebut sindrom Sezary, jika jumlah sel Sezary yang
beredar 1000/mm3 atau lebih atau melebihi 10% sel-sel yang beredar. Bila jumlah
sel tersebut di bawah 1000/mm3 dinamai sindrom pre-Sezary (Djuanda, 2007).
Pemeriksaan immunofenotipe infiltrate limfoid juga mungkin sulit
menyelesaikan permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya memperlihatkan
gambaran sel T matang pada eritroderma jinak maupun ganas. Pada psoriasis
papilomatosis dan gambaran clubbing lapisan papiler dapat terlihat, dan pada
pemfigus foliaseus, akantosis superfisial juga ditemukan. Pada eritroderma
ikhtisioform dan ptiriasis rubra pilaris, biopsi diulang dari tempat-tempat yang
dipilih dengan cermat dapat memperlihatkan gambaran khasnya (Djuanda, 2007).
2.7 Diagnosis Eritroderma

15

Diagnosis eritroderma ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran


klinis, dan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan histopatologi dapat membantu
menentukan penyakit yang mendasarinya. Diagnosis yang akurat dari penyakit ini
merupakan suatu proses yang sistematis di mana dibutuhkan pengamatan yang
seksama, evaluasi serta pengetahuan tentang terminologi dermatologi, morfologi
serta diagnosa banding (Earlia et al, 2009).
Umumnya, diagnosis eritroderma ditegakkan bila ditemukan secara klinis
keradangan kulit yang eritematus disertai deskuamasi, yang meliputi daerah yang
luas hingga mencapai 90% atau lebih luas permukaan tubuh (Murtiastutik et al,
2009). Selain itu, diagnosis eritroderma juga bisa ditegakkan dengan biopsi
(Djuanda, 2007).
2.8 Diagnosis Banding
Ada beberapa diagnosis banding pada eritroderma:
1. Dermatitis atopik
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis yang terjadi di
lapisan epidermis dan dermis, sering berhubungan dengan riwayat atopik
pada keluarga atau penderita (asma bronkial, rhinitis alergi, konjungtivitis)
(Djuanda, 2007). Atopik terjadi di antara 15-25% populasi, berkembang
dari satu menjadi banyak kelainan dan memproduksi sirkulasi antibodi IgE
yang tinggi, lebih banyak karena alergi inhalasi. Dermatitis atopik adalah
penyakit kulit yang mungkin terjadi pada usia berapapun, tetapi biasanya
timbul sebelum usia 5 tahun. Biasanya ada tiga tahap, yaitu balita, anakanak, dan dewasa (Bandyopadhyay, 2012).
Dermatitis atopik merupakan salah satu penyebab eritroderma pada
orang dewasa di mana didapatkan gambaran klinisnya terdapat papul gatal

16

yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likhenifikasi distribusinya di


lipatan (fleksural), sedangkan pada gambaran histologi terdapat akantosis
ringan, spongiosis variabel, derma eosinofil dan parakeratosis (Siregar,
2004).

Gambar 2.10 Dermatitis Atopik (McGraw, 2001).


2. Psoriasis
Eritroderma psoriasis dapat disebabkan oleh karena pengobatan
topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas.
Ketika psoriasis menjadi eritroderma biasanya lesi yang khas untuk
psoriasis tidak tampak lagi karena dapat menghilang, plak-plak psoriasis
menyatu, eritema dan skuama tebal yang universal (Umar, 2012). Psoriasis
mungkin menjadi eritroderma dalam proses yang berlangsung lambat dan
tidak dapat dihambat. Faktor genetik berperan. Bila orangtuanya tidak
menderita psoriasis, resiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika salah
seorang orang tuanya menderita psoriasis, resikonya mencapai 34-39%
(Djuanda, 2007).
Psoriasis ditandai dengan adanya bercak-bercak, eritema berbatas
tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan disertai
fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Koebner (Djuanda, 2007).

17

Gambar 2.11 Psoriasis (McGraw, 2001).


3. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang kronis ditandai
dengan plak eritema yang sering terdapat pada daerah tubuh yang banyak
mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial,
belakang telinga, cuping hidung, ketiak, dada, antara skapula. Dermatitis
seboroik dapat terjadi pada semua umur, dan meningkat pada usia 40 tahun
(Barakbah, 2005). Biasanya lebih berat apabila terjadi pada laki-laki
dariapda wanita dan lebih sering pada orang-orang yang banyak memakan
lemak dan minum alkohol (Djuanda, 2007).
Biasanya kulit penderita tampak berminyak, dengan kuman
pityrosporum ovale yang hidup komensal di kulit berkembang lebih subur.
Pada kepala tampak eritema dan skuama halus sampai kasar (ketombe).
Kulit tampak berminyak dan menghasilkan skuama putih yang berminyak
pula. Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat. Dermatitis seboroik
dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat seperti pada
psoriasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan sitostisk
dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai faktor

18

predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat disebabkan oleh faktor


kelelahan, stress emosional, infeksi, atau defisiensi imun (Djuanda, 2007).

Gambar 2.12 Dermatitis Seboroik (McGraw, 2001).


2.9 Penatalaksanaan
Eritroderma golongan I, obat yang diduga menyebabkan eritroderma
segera dihentikan. Umumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid
(tappering off). Pada golongan I, yang disebabkan oleh alergi obat secara
sistemik, berikan dosis prednisone 3x10 mg atau dexamethasone 3x1 mg.
penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa hari sampai beberapa
minggu (Murtiastutik, 2009).
Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan
kortikosteroid. Dosis mula prednisone 3x10 mg sampai 15 mg sehari. Jika setelah
beberapa hari tidak ada perbaikan, dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak
perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Eritroderma karena psoriasis dapat
pula diobati dengan asetretin. Lama penyembuhan golongan II ini bervariasi,
mulai beberapa minggu hingga beberapa bulan, jadi tidak secepat seperti golongan
I oleh akibat alergi obat (Siregar, 2004).

19

Pada pengobatan dengan kortikosteroid jangka lama (long term), yakni


jika melebihi 1 bulan lebih baik digunakan metilprednisolon daripada prednison
dengan dosis ekuivalen karena efeknya lebih sedikit.
Pengobatan penyakit Leiner dengan kortikosteroid memberi hasil yang
baik. Dosis prednisone 3x1-2 mg sehari. Pada sindrom Sezary pengobatan terdiri
atas kortikosteroid (prednisone 30 mg sehari) atau metilprednisolon ekuivalen
dengan sitostatik, biasanya digunakan klorambusil dengan dosis 2-6 mg sehari.
Pada eritroderma kronis diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya
skuama mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit perlu pula diolesi
emolien untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema misalnya
dengan salep lanolin 10% atau krim urea 10% (Djuanda, 2007).
2.10

Komplikasi
1. Limphadenopati (60%)
2. Hepatomegali (20%)
3. Splenomegali (3%)
4. Gagal Jantung (Freederg, 1996).
Pasien dengan eritroderma yang luas dapat ditemukan tanda-tanda dari

ketidakseimbangan nitrogen, seperti edema, hipoalbuminemia, dan hilangnya


masa otot. Pada eritroderma yang kronik dapat mengakibatkan kakesia, alopesia,
palmoplantar keratoderma, kelainan pada kuku dan ektropion (Champion, 1992).
2.11 Prognosis
Prognosis

eritroderma

tergantung

pada

proses

penyakit

yang

mendasarinya. Kasus karena alergi obat dapat membaik setelah pemakaian obat
dihentikan dan diberi terapi yang sesuai. Penyembuhan golongan ini ialah yang
tercepat dibandingkan dengan golongan yang lain (Djuanda, 2007).

20

Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dengan


kortikosteroid

hanya

mengurangi

gejalanya,

pasien

akan

mengalami

ketergantungan kortikosteroid (corticosteroid dependence) (Djuanda, 2007).


Eritroderma disebabkan oleh dermatosa dapat diatasi dengan pengobatan,
tetapi mungkin akan timbul kekambuhan. Kasus idiopatik adalah kasus yang tidak
terduga, dapat bertahan dalam waktu yang lama, seringkali disertai dengan
kondisi yang lemah (Bandyopadhyay, 2012)
Sindrom Sezary prognosisnya buruk, pasien pria umumnya akan
meninggal setelah 5 tahun, sedangkan pasien wanita setelah 10 tahun. Kematian
disebabkan oleh infeksi atau penyakit berkembang menjadi mikosis fungoides
(Djuanda, 2007).

Anda mungkin juga menyukai