Anda di halaman 1dari 23

PENILAIAN ASPEK AFEKTIF DALAM

PEMBELAJARAN KIMIA
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Individu
Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Kimia
Dosen Pengampu:
Dr. Eli Rohaeti

Disusun oleh:
JOHNSEN HARTA
14728251009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
SEMESTER GASAL 2015/2016

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
DAFTAR ISI......................................................................................i
DAFTAR TABEL...............................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................iii
PENILAIAN ASPEK AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN KIMIA.............1
A. Pendahuluan...............................................................................1
B. Deskripsi Tujuan Afektif................................................................2
C. Tingkatan dalam Ranah Afektif.......................................................4
D. Metode Pengukuran Pencapaian Tujuan Afektif...................................7
E. Jenis Penilaian Afektif dalam Pembelajaran........................................9
1. Instrumen Sikap........................................................................9
2. Instrumen Minat......................................................................10
3. Instrumen Konsep Diri..............................................................10
4. Instrumen Nilai.......................................................................10
5. Instrumen Moral......................................................................11
F. Contoh-contoh Format Skala Sikap.................................................11
1. Skala Likert............................................................................11
2. Skala Guttman........................................................................13
3. Semantic Differensial................................................................15
4. Rating Scale...........................................................................17
5. Skala Thurstone.......................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................20

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kata-kata Kerja Operasional Ranah Afektif (Sikap)...................................6


Tabel 2 Kisi-kisi Instrumen Minat Siswa terhadap Pelajaran Kimia Menggunakan
Skala Likert...............................................................................................11
YTabel 3. Instrumen Pengukuran Minat Siswa terhadap Pelajaran Kimia
Menggunakan Skala Likert dalam Bentuk Checklist .............................11
YTabel 4. Lembar Observasi Sikap Siswa dalam Diskusi.....................................12
YTabel 5. Kisi-kisi Instrumen Penilaian Afektif Praktikum Larutan penyangga. .13
YTabel 6. Instrumen Penilaian Diri Praktikum Larutan Penyangga......................14
YTabel 7. Kisi-kisi Penilaian Afektif Pembelajaran Titrasi Asam-Basa................15
YTabel 8. Tindakan esponsif terhadap Pembelajaran Titrasi Asam-Basa
Menggunakan Virtual-Lab......................................................................15
Tabel 9. Kisi-kisi Penilaian Afektif Pembelajaran Laju Reaksi.............................16
YTabel 10. Lembar Pengamatan Sikap dalam Praktikum Kimia di Laboratorium
................................................................................................................................17

DAFTAR GAMBAR
Gambar

Halam

Gambar 1. Hirarki Ranah Afektif.............................................................................6


Y

PENILAIAN ASPEK AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN KIMIA

A. Pendahuluan
Indikator keberhasilan proses pembelajaran kimia dapat dilihat dari
penguasaan atau kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik terhadap
content materi yang diajarkan. Penguasaan peserta didik terhadap setiap
materi ajar dinilai dengan mempertimbangkan ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik. Penguasaan ini merupakan tingkat kemampuan peserta didik
terhadap pembelajaran kimia yang berlangsung, oleh sebab itu seorang
pendidik perlu melakukan penilaian hasil belajar untuk ketiga ranah tersebut.
Dettmer (Subali, 2012) menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat
kemampuan peserta didik dalam proses pembelajaran, pendidik harus
merumuskan tujuan pembelajaran yang berkaitan dengan pengetahuan
(kognitif), perasaan (afektif) dan keterampilan (psikomotorik). Ketiga ranah
tersebut berhubungan satu sama lain.
Kunandar (2013: 100) menjelaskan bahwa ranah afektif merupakan
ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai, sehingga penilaian tentang
kompetensi sikap merupakan penilaian yang dilakukan guru untuk mengukur
tingkat pencapaian kompetensi sikap dari peserta didik. Peserta didik yang
tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai
keberhasilan belajar secara optimal, sedangkan peserta didik yang berminat
dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran
yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu membangkitkan
minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan.
Selain itu, ikatan emosional juga diperlukan untuk membangun semangat
kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan
sebagainya.
Berdasarkan standar kompetensi lulusan, penilaian untuk ranah afektif
pada jenjang SMA memiliki kualifikasi kemampuan yang diharapkan yaitu,
memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia,
berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri
sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia (Depdikbud, 2013). Petunjuk
teknis penyusunan perangkat penilaian afektif untuk tingkat SMA secara

rinci menginformasikan bahwa aspek afektif yang dominan pada mata


pelajaran sains seperti Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi dapat meliputi
ketelitian, ketekunan, dan kemampuan memecahkan masalah secara logis dan
sistematis (Direktorat Pembinaan SMA, 2010).
Kebanyakan penelitian mengenai penilaian afektif dalam pendidikan
kimia masih terbatas, diduga karena masih ditemukannya kesulitan untuk
menilai komponen afektif tersebut. Dengan demikian, sebagai satuan
pendidikan, sekolah perlu memperhatikan ranah afektif dalam merancang
program pembelajaran dan sebagai pendidik harus memperhatikan rancangan
proses pembelajaran kimia yang bermakna bagi peserta didik sehingga
diperoleh hasil belajar yang memuaskan.

B. Deskripsi Tujuan Afektif


Mardapi (2012: 140-141) menyatakan kemampuan afektif bukan
sebagai potensi peserta didik, tetapi ditentukan oleh pengalaman peserta didik
dalam berinteraksi dengan lingkungan. Kemampuan afektif meliputi minat
perilaku, etika, moral dan sebagainya yang menentukan keberhasilan
seseorang berinteraksi dengan lingkungan.
Hall (2011) menekankan bahwa aspek afektif sangat penting untuk
diselidiki dan tidak terpisahkan dari aspek kognitif. Sikap positif siswa telah
dikaitkan dengan keberhasilan akademis dan ketekunan (Freedman, 1997).
Alat penilaian yang mengukur komponen afektif dari pengalaman siswa
memberikan informasi yang unik mengenai efektivitas pendekatan tertentu
dalam pengajaran dan pengembangan sikap siswa positif terhadap
pembelajaran kimia.
Lima karakteristik dari ranah afektif dalam pembelajaran kimia yang
dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Sikap

Secara umum, sikap dapat didefinisikan sebagai kecenderungan


untuk berpikir, merasa, atau bertindak secara positif atau negatif terhadap
obyek di lingkungan kita (Eagly & Chaiken, 1993). Istilah sikap dapat
didefinisikan sebagai suatu kecenderungan evaluatif yang dapat memiliki
pengaruh pada keyakinan, mempengaruhi, dan perilaku (Albarracin,

Johnson, Zanna, & Kumkale, 2005). Kimia dapat menggabungkan suatu


kegiatan penyelidikan, guru dapat mengamati perilaku siswa. Jika siswa
memiliki sikap positif terhadap kegiatan pembelajaran, guru dapat
mengamati perilaku mereka melalui upaya dalam melakukan kegiatan
yang diwajibkan, siswa sangat antusias selama kegiatan berlangsung, dan
atau siswa dapat menghabiskan waktu untuk membaca buku teks guna
merumuskan hipotesis mereka dalam kegiatan ini. Siswa dengan karakter
yang positif terhadap ilmu pengetahuan menunjukkan peningkatan
perhatian terhadap instruksi yang diberikan oleh guru dan berpartisipasi
dengan minat yang lebih besar dalam setiap kegiatan bernuansa sains
(Germann, 1988).
2. Minat

Getzel (Mardapi, 2008: 106) menyatakan bahwa minat merupakan


suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong
seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan
keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Hal penting dalam
minat adalah intensitasnya, secara umum minat termasuk karakteristik
afektif yang memiliki intensitas tinggi. Rahayu (2015) mengungkapkan
bahwa dalam pembelajaran kimia kegiatan berbasis inquiry, siswa diminta
untuk melaporkan hasil kuesioner dan menunjukkan persepsi positif,
misalnya keterlibatan dan kompetensi mereka dalam melakukan kegiatan
penyelidikan, respon terhadap lingkungan belajar dan harapan positif
siswa terhadap hasil belajar kimia.
3. Konsep Diri

Smith (Mardapi, 2012: 148) menjelaskan bahwa konsep diri


merupakan suatu evaluasi yang dilakukan subjek didik terhadap
kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas
konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Konsep diri ini
penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan
mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri dapat dipilih alternatif

karir yang tepat bagi peserta didik. Konsep diri juga merupakan gambaran
tentang diri seseorang yang dirasakan sendiri, disertai dengan evaluasi diri
(Pajares & Schunk, 2001). Konstruk konsep diri ini sangatlah penting dan
berguna dalam menjelaskan dan memprediksi cara siswa untuk bertindak
(Bong & Skaalvik, 2003). Selanjutnya, Bauer (2005) mengungkapkan
bahwa siswa yang mengisi self report dalam pembelajaran kimia
menuliskan bahwa siswa tersebut antusias dalam belajar dan menganggap
kimia sebagai suatu mata pelajaran yang menarik dan menantang.
4. Nilai

Tyler (Mardapi, 2012:147) mendefinisikan nilai sebagai suatu


objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam
mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Target nilai cenderung menjadi
ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah
nilai dapat positif dan dapat negatif.
Lebih lanjut, Rokeach (Mardapi, 2012: 147) menambahkan bahwa
nilai sebagai suatu keyakinan yang dalam tentang perbuatan, tindakan atau
perilaku yang dianggap baik dan jelek. Sikap mengacu pada suatu
organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi
sedangkan suatu nilai mengacu pada keyakinan sederhana.
5. Moral

Rahayu (2015) menjelaskan bahwa moral berkaitan dengan


perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan
terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Moral berkaitan dengan
prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.

C. Tingkatan dalam Ranah Afektif


Krathwohl (1961) menyatakan ada lima tingkatan dalam penilaian
afektif yaitu receiving (attending), responding, valuing, organization, dan
characterization.
Receiving merupakan keinginan peserta didik untuk memperhatikan
suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku,
8

dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada


fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik
mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama,
dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang
diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.
Responding merupakan suatu partisipasi aktif peserta didik, sebagai
bagian dari perilakunya. Pada tingkatan ini, peserta didik tidak saja
memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran
pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi
respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada
kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil
dan kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya senang membaca buku,
senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan
kerapian, dan sebagainya.
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang
menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai
dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan
keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis
pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada
tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai
dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan
sebagai sikap dan apresiasi.
Organization merupakan suatu hubungan antara nilai satu dengan nilai
lain dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem
nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa
konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan
filsafat hidup.
Characterization merupakan suatu tingkatan yang dimiliki peserta
didik dalam usaha mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga
terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan
pribadi, emosi, dan sosial.

Gambar. 1
Hirarki Ranah Afektif (Krathwohl, 1961)

Kata kerja operasional yang biasanya digunakan untuk menyusun


instrumen ranah afektif disajikan dalam Tabel 1.
Tabel.1
Kata-kata Kerja Operasional Ranah Afektif (sikap)
Menerima
Merespon
Menilai
Mengelola
Memilih
Menjawab
Mengasumsikan Menganut
Mempertanyakan Membantu
Meyakini
Mengubah
Mengikuti
Mengajukan
Meyakinkan
Menata
Memberi
Mengkompromika Memperjelas
Mengklasifikasika
Mensuport
n
Memprakarsai n
Menganut
Menyenangi
Mengimani
Mengkombinasika
Mematuhi
Menyambut
Menggabungkan n
Meminati
Mendukung
Mengundang
Mempertahankan
menyenangi
Menyetujui
Mengusulkan membangunan
Menampilkan
Menekankan
Membentuk opini
Melaporkan
menyumbang Memadukan
Memilih
Mengelola
Menolak/menerima
Menegosiasi
Merembuk

Menghayati
Mengubah
perilaku
Menyikapi
Memengaruhi
Mengkualifikasikan
Melayani
Menunjukkan
Membuktikan
Memecahkan
menyelesaikan

(adaptasi dari Kunandar , 2013: 115)

D. Metode Pengukuran Pencapaian Tujuan Afektif


Andersen (Direktorat Pembinaan SMA, 2010: 48) menyatakan bahwa
terdapat dua metode untuk mengukur ranah afektif yaitu observasi dan laporan
diri. Metode observasi didasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif
dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan atau reaksi
psikologi. Metode laporan diri diasumsikan bahwa yang mengetahui keadaan
afektif seseorang adalah dirinya sendiri, namun hal ini menuntut kejujuran
dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri.
Sesuai metode pengukuran diatas, maka pengukuran hasil belajar
ranah afektif dapat dilakukan instrumen non-tes karena bertujuan mengukur
perubahan tingkah laku peserta didik. Informasi hasil belajar peserta didik
(ranah afektif) memerlukan instrumen yang tepat (berkualitas). Sudaryono &
Rahayu (2013) berpendapat bahwa instrumen non tes merupakan alat ukur
yang berfungsi mengukur kemampuan peserta didik secara langsung terhadap
tugas-tugas yang riil, selanjutnya kelebihannya lebih bersifat komprehensif.
Pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan hanya dengan
menggunakan pertanyaan yang bersifat penguasaan, tetapi dibutuhkan
informasi yang nyata sehingga perlu model pengukuran yang tepat. Model
tersebut dapat berupa observasi terhadap aktivitas peserta didik selama berada
10

di sekolah, interaksi antar-peserta didik, antar peserta didik-pendidik, antar


peserta didik dengan tenaga kependidikan yang lainnya. Pengukuran dengan
model observasi selain membutuhkan kemampuan individual pendidik juga
membutuhkan waktu yang relatif lama karena harus mengamati setiap peserta
didik. Model lain dapat dilakukan dengan menggunakan skala pengukuran
sikap yang tepat.
Fernandes (1984) mengelompokkan model pertanyaan sikap atas dua
kelompok, yaitu model survei dan model skala. Model survei merujuk pada
pertanyaan jajak pendapat (pooling) dan dicontohkannya dengan model
Gallup Pool, sedangkan model skala dimaksudkan untuk mengetahui sikap
individu atas persoalan yang dihadapinya. Selain itu pengembangan model
skala ini dapat dilakukan melalui The Judging Group dan The direct Response
of Ageerement or disagreement with attitude statements.
Azwar (1988) mengistilahkan The Judging Group sebagai Judgement
Method yaitu pengembangan skala sikap yang berdasarkan pada nilai atau
bobot pernyataan pada keputusan sekelompok orang yang merupakan
kelompok pengira (Judging Group). Kelompok pengira ini diminta untuk
memberi perkiraan derajat favourable satu pernyataan menurut kontinum
psikologis, bukan memberikan persetujuan atau ketidak setujuan secara
pribadi. Hasil perkiraan ini kemudian digunakan untuk menetapkan skala nilai
dari pernyataan (Fernandes, 1984). Skala sikap yang dikembangkan
berdasarkan model ini antara lain adalah: metode perbandingan-perbandingan
(Method of Paired-comparasions), metode interval tampak searah (Method of
Equal-apperaring intervals), meode interval berurutan (Method of successive
intervals).
Model yang lain seperti response method, merupakan metode
pengembangan skala sikap yang tidak memerlukan kelompok pengira. Nilai
skala akan diperoleh dari respon atau jawaban kelompok peserta yang
menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan. Jawaban setuju yang
dipilih menandakan dukungan atas pernyataan, sedangkan jawaban tidak
setuju menunjukkan penolakan atas pernyataan.

11

Azwar (1988) menambahkan bahwa metode kombinasi antara judment


method dan respon method, contoh untuk metode ini adalah teknik
diskriminasi skala, teknik beda semantik (semantic deifferential technique).

E. Jenis Penilaian Afektif dalam Pembelajaran


Berdasarkan karakteristik dari ranah afektif maka terdapat lima macam
pengukuran pencapaian tujuan afektif di sekolah yaitu pengukuran sikap,
minat, percaya diri, nilai dan moral (Mardapi, 2008: 110).

Berikut ini

penjelasan beberapa instrumen pengukuran ranah afektif.


1. Instrumen Sikap

Secara konseptual, sikap dapat

mengacu pada kecenderungan

merespon secara konsisten baik menyukai atau tidak menyukai suatu


objek. Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap
suatu objek, misalnya kegiatan sekolah. Sikap ini bisa positif bisa negatif.
Secara operasional, sikap merupakan perasaan positif atau negatif terhadap
suatu objek. Objek ini bisa berupa kegiatan atau mata pelajaran. Cara yang
mudah untuk mengetahui sikap siswa dapat melalui kuisioner
2. Instrumen Minat

Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang


minat siswa terhadap suatu mata pelajaran yang selanjutnya digunakan
untuk meningkatkan minat siswa terhadap suatu mata pelajaran. Secara
konseptual, minat didefinisikan sebagai watak yang tersusun melalui
pengalaman

yang

mendorong

individu

mencari

objek,

aktivitas,

pengertian, keterampilan untuk tujuan perhatian atau penguasaan. Secara


operasional, minat merupakan keingintahuan seseorang tentang keadaan
suatu objek. Indikator minat misalnya minat terhadap Kimia. Minat yang
baik akan didukung oleh motivasi yang berupa suatu keadaan internal
yang membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku siswa dan
ini penting karena siswa tidak bisa belajar kecuali mereka termotivasi
(Palmer, 2009). Para peneliti harus mempelajari motivasi untuk
menjelaskan tujuan siswa belajar kimia, intensif usaha belajar, proses

12

belajar,

dan

emosional

siswa

dalam

memahami

kebermaknaan

pembelajaran kimia. (Glynn & Koballa, 2006).


3. Instrumen Konsep Diri

Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan


kelemahan diri sendiri. Informasi kekuatan dan kelemahan siswa
digunakan utuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh oleh
siswa. Hal ini berdasarkan informasi karakteristik siswa yang diperoleh
dari hasil pengukuran. Secara konseptual, konsep diri dapat dipandang
sebagai suatu persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri yang
menyangkut keunggulan dan kelemahannya. Secara operasional, konsep
diri didefinisikan sebagai pernyataan tentang kemampuan diri sendiri yang
menyangkut mata pelajaran.
4. Instrumen Nilai

Nilai seseorang pada dasarnya terungkap melalui bagaimana ia


berbuat atau keinginan berbuat. Nilai berkaitan dengan keyakinan, sikap
dan aktivitas atau tindakan seseorang. Tindakan merupakan refleksi dari
nilai yang dianutnya. Secara konseptual, nilai dianggap sebagai keyakinan
yang dalam terhadap suatu pendapat, kegiatan atau suatu objek. Sedangkan
secara operasional, nilai diartikan sebagai keyakinan seseorang tentang
keadaan suatu objek atau kegiatan. Instrumen nilai bertujuan
mengungkapkan nilai atau keyakinan peserta didik. informasi yang
diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan negatif. Jenis
instrumen yang dapat mengukur nilai peserta didik misalnya kuisioner.
Rokeach (1973) mengusulkan 18 nilai yang perlu dibahas dalam
pendidikan kimia yang meliputi ambisius, berwawasan luas (berpikiran
terbuka), potensial (kompeten dan efektif), bersih (rapi dan rapi),
membantu (bekerja untuk kesejahteraan orang lain), jujur (tulus dan
amanah), imajinatif (berani dan peduli), independen (mandiri), intelektual
(cerdas dan reflektif), logis (konsisten dan rasional), bertanggung jawab
(dapat diandalkan), dan mampu mengendalikan diri (disiplin diri).

13

5. Instrumen Moral

Moral didefinisikan sebagai pendapat, tindakan yang dianggap baik


dan yang dianggap tidak baik. Beberapa indikator dari instrumen moral
antara lain memegang janji, membantu orang lain, menghormati orang
lain, jujur dan sebagainya. Instrumen yang dapat mengukur moral subjek
didik, misalnya skala sikap (skala Likert).

F. Contoh-contoh Format Skala Sikap


Berdasarkan bentuk instrumen dan pernyataan yang dikembangkan
dalam instrumen, dikenal beberapa bentuk skala sikap yang umum digunakan
dalam pengukuran bidang pendidikan, yaitu skala Likert, skala Guttman, skala
Semantic Differensial, Rating scale, dan skala Thurstone. Berikut akan
dijelaskan secara ringkas masing-masing bentuk skala pengukuran dalam
penenitian.
1

Skala Likert
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang atau sekelompok orang mengenai suatu gejala atau
fenomena pendidikan (Riduwan, 2010: 12). Item atau butir soal dalam
skala Likert berupa pernyataan yaitu pernyataan positif untuk mengukur
sikap positif, dan pernyataan negative untuk mengukur sikap negative
objek sikap.
Skor pernyataan positif dimulai dari 1 untuk sangat tidak setuju
(STS), 2 untuk tidak setuju (TS), 3 untuk ragu-ragu (R), 4 untuk setuju (S),
dan 5 untuk sangat setuju (SS). Skor pernyataan negative dimulai dari 1
untuk sangat setuju (SS), 2 untuk setuju (S), 3 untuk ragu-ragu (R), 4
untuk tidak setuju (TS), dan 5 untuk sangat tidak setuju (STS). Beberapa
peneliti menghilangkan option Ragu-ragu dalam instrumen penelitian
agar memudahkan peneliti melihat sikap siswa yang sesungguhnya.
Tabel 2.
Kisi-kisi Instrumen Minat Siswa terhadap Pelajaran Kimia
Menggunakan Skala Likert
Skala

Pernyataan

P. Positif

P. Negatif

Sangat setuju/ Sangat Puas/ sangat tinggi/sangat penting/sangat baik.

Setuju/Puas/Tinggi/Penting/Baik

14

Netral/cukup puas/cukup tinggi/cukup penting/cukup baik.

Tidak setuju/kurang puas/rendah/kurang penting/kurang baik/buruk

Sangat tidak setuju/tidak puas/rendah sekali/tidak penting/tidak


baik/buruk sekali

Tabel 3.
Instrumen Pengukuran Minat Siswa terhadap Pelajaran Kimia
Menggunakan Skala Likert dalam Bentuk Checklist
No

Alternatif Jawaban

Pernyataan

STS

Saya senang mengikuti pelajaran kimia

Saya merasa rugi bila tidak mengikuti pelajaran kimia

Saya merasa pelajaran kimia bermanfaat

Saya berusaha menyerahkan tugas tepat waktu

Saya berusaha memahami pelajaran kimia

Saya bertanya kepada pendidik bila ada yang tidak


jelas

Saya mengerjakan soal-soal latihan kimia dirumah

Saya mendiskusikan materi pelajaran kimia dengan


teman sekelas

TS

SS

Tabel 4.
Lembar Observasi Sikap Siswa dalam Diskusi
Kategori
No

Pernyataan

Memberi ide, usul


dan saran dalam
kelompok

Santun
dalam
menyampaikan
pendapat

Baik

Cukup

keterangan
Kurang
B = Baik
C = Cukup
K = Kurang

15

Menyimak
atau
memperhatikan
teman
yang
menyampaikan
pendapat

Bauer (2005) mengungkapkan bahwa penerapan 40 item skala


likert pada pembelajaran kimia sangat baik untuk mengukur potensi self
concept siswa. Karakteristik psikometri ini dinilai penting untuk
membangun dan menilai komponen afektif siswa.
6. Skala Guttman

Skala Guttman merupakan jenis skala yang menginginkan tipe


jawaban tegas, seperti jawaban benar - salah, ya - tidak, pernah - tidak
pernah, positif - negatif, tinggi - rendah, baik - buruk, dan seterusnya.
(Supratiknya, 2014: 193) menyatakan bahwa skala Guttman untuk
mengukur atribut psikologis tertentu dengan jawaban yang bersifat biner
atau dikotomis.
Skala Guttman dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda maupun
daftar checklist. Untuk jawaban positif seperti benar, ya, tinggi, baik, dan
semacamnya diberi skor 1; sedangkan untuk jawaban negatif seperti salah,
tidak, rendah, buruk, dan semacamnya diberi skor 0.
Skala gutman dapat digunakan oleh guru untuk melakukan
penilaian diri berdasarkan kriteria yang jelas dan objektif.

a. Kisi-kisi Instrumen

Tabel 5
Kisi-kisi Instrumen Penilaian Afektif Praktikum Larutan Penyangga
KD
Indikator
1.1 Menyadari adanya keteraturan
Menyadari adanya keteraturan
struktur partikel materi sebagai sifat larutan penyangga
wujud kebesaran Tuhan YME
sebagai wujud kebesaran
dan pengetahuan tentang struktur Tuhan YME
partikel materi sebagai hasil

16

Tujuan
Siswa menyadari adanya
keteraturan sifat larutan
penyangga sebagai wujud
kebesaran Tuhan YME

pemikiran kreatif manusia yang


kebenarannya bersifat tentatif.
2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah
Menunjukan sikap positif
(memiliki rasa ingin tahu,
(individu dan sosial) dalam
disiplin, jujur, objektif, terbuka, diskusi kelompok
mampu membedakan fakta dan
opini, ulet, teliti, bertanggung
jawab, kritis, kreatif, inovatif,
demokratis, komunikatif ) dalam
merancang dan melakukan
percobaan serta berdiskusi yang
diwujudkan dalam sikap seharihari.
Menunjukkan perilaku dan
1.2 Menunjukkan perilaku
kerjasama,santun, toleran, cinta sikap menerima, menghargai,
dan melaksanakan kejujuran,
damai dan peduli lingkungan
serta hemat dalam memanfaatkan ketelitian, disiplin dan
tanggung jawab
sumber daya alam.
1.3 Menunjukkan perilaku responsif,
dan proaktif serta bijaksana
sebagai wujud kemampuan
memecahkan masalah dan
membuat keputusan

Siswa menunjukan sikap


positip (individu dan sosial)
dalam diskusi kelompok

Siswa menunjukkan perilaku


dan sikap menerima,
menghargai, dan
melaksanakan kejujuran,
ketelitian, disiplin dan
tanggung jawab

(format mengacu pada Kurikulum 2013 untuk kimia)


b. Instrumen
Tabel 6
Instrumen Penilaian Diri
Praktikum Larutan Penyangga

No
1

2
3
4
5

Pernyataan

Tanggapan
Ya

Tidak

Saya
menyadari
bahwa
larutan
penyangga
merupakan
wujud
kemahakuasaan Tuhan YME
Saya senang belajar dilaboratorium
Data pengamatan praktikum boleh
dimanipulasi
Dalam kelompok praktikum harus ada
kerjasama
Data pengamatan diperoleh berdasarkan
prosedur kerja yang tepat

(format mengacu pada Kurikulum 2013 untuk kimia)


Keterangan:
Bila menjawab Ya pada pernyataan yang positif maka skor 1 dan Tidak
mendapat skor 0 atau sebaliknya.

17

7. Semantic Differensial

Riduwan (2010: 18) berpendapat bahwa skala diferensial semantik


skala pengukuran yang berisi serangkaian karakteristik bipolar (dua kutub)
misalnya panas dingin; menyenangkan membosankan; bagus jelak
dan sebagainya. Karakteristik bipolar tersebut mempunyai beberapa
dimensi dasar sikap seseorang (peserta didik) terhadap suatu objek, antara
lain:
a. Potensi: kekuatan atau atraksi fisik suatu objek
b. Evaluasi: hal-hal yang menguntungkan dan tidak menguntungkan suatu

objek
c. Aktivitas: tingkat gerakkan suatu objek
Data yang diperoleh melalui pengukuran dengan skala diferensial
Semantik merupakan data interval. Skala bentuk ini biasanya digunakan
untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang dimiliki seseorang
(peserta didik). Berikut contoh instrumen skala diferensial semantik
tentang Pembelajaran Laju Reaksi menggunakan Virtual Laboratorium.
a. Kisi-kisi Instrumen
Tabel 7
Kisi-kisi penilaian Afektif Pembelajaran Titrasi Asam-Basa
Kompetensi
Menyadari adanya keteraturan dari titrasi asam-basa sebagai wujud
kebesaran Tuhan YME dan pengetahuan tentang adanya keteraturan
tersebut sebagai hasil pemikiran kreatif manusia yang kebenarannya
bersifat tentatif.

Indikator

Menyadari

fenomena/konsep ti
asam-basa sebagai wujud kebes
Tuhan YME.

Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, disiplin, jujur,


objektif, terbuka, mampu membedakan fakta dan opini, ulet, teliti,
bertanggung jawab, kritis, kreatif, inovatif, demokratis, komunikatif)
dalam merancang dan melakukan percobaan serta berdiskusi yang
diwujudkan dalam sikap sehari-hari.

Memiliki rasa ingin tahu da


melakukan percobaan
Bertanggungjawab dalam melaku
percobaan dan diskusi kelompok
Membedakan fakta dan opini dari
reaksi

Menunjukkan perilaku responsif, dan proaktif serta bijaksana sebagai


wujud kemampuan memecahkan masalah dan membuat keputusan.

Bertindak responsif terhadap prakti


titrasi asam-basa secara virtual lab
Memiliki sikap terbuka mener
pendapat orang lain dalam dis
kelompok

(format mengacu pada Kurikulum 2013 untuk kimia)

18

b. Instrumen

Tabel 8
Tindakan Responsif terhadap Pembelajaran Titrasi Asam-Basa
Menggunakan Virtual Lab.

Membosankan
Menjemukan
Sulit
Malas bertanya
Tidak mau menerima
pendapat teman

....
....
....

....
....
....

....
....
....

....
....
....

5
....
....
....

....
....
....

....
....
....

.....

....

....

....

....

....

....

Menyenangkan
Menantang
Mudah
Selalu bertanya
Mau menerima pendapat
teman

c. Penskoran

Peserta didik yang mendapatkan skor 7, berarti persepsi


terhadap pembelajaran konsep laju reaksi dengan penggunaan virtual
laboratoriun adalah sangat positif; sedangkan responden yang
memberikan penilaian angka 1 persepsi tentang pembelajaran konsep
laju reaksi yang menggunakan virtual laboratoriun sangat negatif.
Kahveci (2015) mengemukakan lebih lanjut bahwa skala
semantik diferensial dapat mengukur secara efektif korelasi kuat antara
sikap dan prestasi siswa dalam pembelajaran kimia. Kondisi ini terlihat
dari score intelektual dan emosional 503 siswa SMA di Turki.
8. Rating Scale

Data-data yang diperoleh melalui tiga macam skala di atas adalah


data kualitatif yang dikuantitatifkan. Berbeda dengan rating scale, data
yang diperoleh adalah data kuantitatif (angka) yang kemudian ditafsirkan
dalam pengertian kualitatif, seperti halnya skala lainnya, dalam rating
scale responden akan memilih salah satu jawaban kuantitatif yang telah
disediakan.
Rating scale lebih fleksibel, tidak saja untuk mengukur sikap tetapi
dapat juga digunakan untuk mengukur persepsi responden terhadap
fenomena lingkungan, seperti skala untuk mengukur status sosial,
ekonomi, pengetahuan, kemampuan, dan lain-lain. Dalam rating scale,
yang paling penting adalah kemampuan menerjemahkan jawaban alternatif
yang dipilih responden, misalnya responden memilih jawaban angka 3,

19

tetapi angka 3 oleh orang tertentu belum tentu sama dengan angka 3 bagi
orang lain yang juga memiliki jawaban angka 3.
a. Kisi-kisi Instrumen
Tabel. 9
Kisi-kisi penilaian Afektif Pembelajaran Laju Reaksi
Kompetensi

Indikator

Menyadari adanya keteraturan dari laju reaksi, sebagai wujud


kebesaran Tuhan YME dan pengetahuan tentang adanya keteraturan
tersebut sebagai hasil pemikiran kreatif manusia yang kebenarannya
bersifat tentatif.

Menyadari fenomena/konsep laju reaks


sebagai wujud kebesaran Tuhan YME.

Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, disiplin, jujur,


objektif, terbuka, mampu membedakan fakta dan opini, ulet, teliti,
bertanggung jawab, kritis, kreatif, inovatif, demokratis, komunikatif)
dalam merancang dan melakukan percobaan serta berdiskusi yang
diwujudkan dalam sikap sehari-hari.

Memiliki rasa ingin tahu dalam


melakukan percobaan
Bertanggungjawab dalam melakuka
percobaan dan diskusi kelompok
Membedakan fakta dan opini dari laj
reaksi

Menunjukkan perilaku responsif, dan proaktif serta bijaksana sebagai


wujud kemampuan memecahkan masalah dan membuat keputusan.

Bertindak responsif terhadap percobaa


laju reaksi secara virtual lab
Memiliki sikap terbuka menerim
pendapat orang lain dalam diskus
kelompok

b. Instrumen

Teliti

Disiplin

Kerjasama

Kejujuran

Tanggungjawab

AA

AB

AC

No

Nama Siswa

Keterangan : 1= sangat kurang; 2= kurang; 3= cukup; 4= baik; 5= amat baik

c. Penskoran

Skor =skor maks. tiap indikator indikator

20

29

Nilai

Objektif

Indikator
Sikap

Total skor

Keterbukaan

Tabel. 10
Lembar Pengamatan Sikap dalam Praktikum Kimia di Laboratorium

Konversi Nilai=

Skor total siswa


100
Skor maks

9. Skala Thurstone

Skala Thurstone merupakan jenis skala yang disusun dengan


memilih item/butir yang berbentuk skala interval. Setiap butir memiliki
kunci skor dan jika diurut, kunci skor menghasilkan nilai yang berjarak
sama. Skala Thurstone dibuat dalam bentuk sejumlah (40-50) pernyataan
yang relevan dengan variable yang hendak diukur kemudian sejumlah ahli
(20-40) orang menilai relevansi pernyataan itu dengan konten atau
konstruk yang hendak diukur.
Adapun contoh skala penilaian model Thurstone adalah seperti
gambar di bawah ini.
Nilai 1 pada skala di atas menyatakan sangat tidak relevan, sedangkan
nilai 11 menyatakan sangat relevan.

21

DAFTAR PUSTAKA
Albarracin, D., Johnson, B. T., Zanna, M. P., & Kumkale, G. T. (2005). Attitudes:
Introduction and scope. In D. Albarracin, B. T. Johnson, & M. P. Zanna
(Eds.), Handbook of attitudes (pp. 3 20). Mahwah, NJ: Lawrence
Erlbaum Associate, Inc.
Bauer, C. F. (2005). Beyond student attitudes: Chemistry self-concept inventory
for assessment of the affective component of student learning. Journal of
Chemical Education, 82(12), 1864 1870.
Bong, M., & Skaalvik, E. M. (2003). Academic self-concept and self-efcacy:
How different are they really? Educational Psychology Review, 15(1), 1
40.
Depdikbud. (2013). Standar Kompetensi Lulusan.
Direktorat Pembinaan SMA. (2010). Petunjuk Teknis Penyusunan Perangkat
Penilaian Afektif di SMA. Jakarta.
Eagly, A. H., & Chaiken, S. (1993). The psychology of attitudes. Fort Worth, TX:
Harcourt Brace Jovanovich.
Freedman, M. P. (1997). Relationship among laboratory instruction, attitude
toward science, and achievement in science knowledge. J. Res. Sci.
Teach., 34(4), 343357.
Germann, P. J. (1988). Development of the attitude toward science in school
assessment and its use to investigate the relationship between science
achievement and attitude toward science in school. Journal of Research in
Science Teaching, 25(8), 689703.
Glynn, S. M., & Koballa, T. R., Jr. (2006). Motivation to learn college science. In
J. J. Mintzes &W. H. Leonard (Eds.), Handbook of college science
teaching (pp. 2532). Arlington, VA: NSTA Press.
Kahveci, A. (2015). Assessing high school students' attitudes toward chemistry
with a shortened semantic differential. Chem. Educ. Res. Pract., 2015,16,
283-292
Krathwohl, D. R.; Bloom, B .S. & Masia, B. B. (1961) Taxonomy of Educational
Objectives, the classification of educational goals Handbook: Affective
DomainNew York: McKay
Kunandar. (2013). Penilaian Autentik (1 ed.). Jakarta: Rajawali Pers.

22

Mardapi, D. (2008). Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes. Yogyakarta:


Mitra Cendekia Press.
Mardapi, D. (2012). Pengukuran Penilaian & Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta:
Nuha Litera.
Pajares, F., & Schunk, D. (2001). Self-beliefs and school success: Self-efcacy,
self-concept, and school achievement. In R. Riding & S. Rayner (Eds.),
Perception (pp. 239266). London: Ablex.
Palmer, D. H. (2009). Student interest generated during an inquiry skills lesson.
Journal of Research in science Teaching, 46(2), 147165.
Rahayu, S. (2015). Evaluating Affective Dimension in Chemistry Education.
Springer-Verlag Berlin Heidelberg
Ramona A. Hall. (2011). Affective Assessment: The Missing Piece of the
Educational Reform Puzzle, Delta Kappa Gamma Bulletin: International
Journal for Professional Educators 77, 2 : 7.
Riduwan. (2010). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung:
Alfabeta.
Rokeach, M. (1973). The nature of human values. New York: Free Press.
Subali, B. (2012). Prinsip Asesmen & Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: UNY
Press.
Subali, B. (2014). Evaluasi Pembelajaran.
Sudaryono, Margono, G., & Rahayu, W. (2013). Pengembangan Instrumen
Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Supratiknya, A. (2014). Pengukuran Psikologis. Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma.

23

Anda mungkin juga menyukai