Anda di halaman 1dari 10

Pokok Doa | Link | Peta Situs

Email:

Password:

Home
Tentang Kami

Regional

Surabaya

Malang

Jember

Banyuwangi

Mataram

Kediri

Jayapura

Komponen Pelayanan
o

Siswa

Mahasiswa

Alumni

Departemen
o

Pembinaan

Konseling

Literatur

SDM

Beasiswa

PI dan Misi

Litbang dan Bank Data

Multimedia dan TI

Referensi
o

Berita

Artikel

Buku

Login

Lupa Password?

Video & Audio

Buletin Disciples & Berita Kota

Lomba Menulis Mahasiswa

User

ECOLOGY REDEEMED: TEOLOGI KRISTEN DAN KRISIS LINGKUNGAN


HIDUP
oleh Ferry Y. Mamahit: 03-07-2009, Dibaca: 1286 kali

YESUS HE WE ATI K
01-04-2011, Dibaca: 8
Ku sop ngei Y
Yesus he we a
MURID YANG RAD
28-03-2011, Dibaca: 1
Tulisan dalam
membuat And
Liputan Seminar Sem
28-03-2011, Dibaca: 1
Pada tahun 20
PENDAHULUAN
mengadakan k
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) baru saja mengadakan hajatan besar, UN Climate Laporan Pelayanan D
28-03-2011, Dibaca: 2
Change Conference 2007 di Bali pada 3-14 Desember 2007. Ini adalah sebuah
Berikut ini ad
Ayonda yang
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tentang perubahan iklim, dengan isu utama
Lihat Semua Berita >
perubahan iklim akibat pemanasan global (global warming). Di akhir acara, sebagian

negara bersedia meratifikasi kebijakan yang telah dibuat, tetapi sebagian yang lain, Sejauh Mana Perkant
khususnya negara-negara maju penghasil polutan tertinggi, enggan melakukannya oleh Triawan Wicakso
Green Gospel: Dimen
karena belum cocok dengan jumlah minimum persentase emisi yang ditentukan. oleh Iwan Catur Wibo
Kini, hiruk pikuk konferensi ini sudah berakhir dan menyisakan sebuah pertanyaan,Salib Sebagai Tanda (
oleh Himawan Teguh
so what gitu lho? Apa kelanjutan semua ini?
Karakter Kepemimpin
oleh Charles Christan
Hidup sebagai Murid
Bagi orang Kristen di Indonesia, yang hidup dalam dwi-kewarganegaraan (Indonesia oleh Victor Kurniawa
dan Kerajaan Sorga), mengusahakan pelestarian, penyelamatan atau apa pun yang Murid yang Radikal:

berkaitan dengan lingkungan hidup (ekologi) adalah suatu keharusan dan bukanoleh Daniel Adhi Sury
Pelayanan Siswa dan
pilihan. Krisis ekologis seperti ini terus mendesak orang Kristen untuk mengambil
oleh Ferawati Insyabe
tindakan konkret dan praktis. Masalahnya, apakah usaha ini telah ditopang oleh usaha LEPAS DARI JERAT
oleh Susana Barus: 07
berteologi yang benar? Sebab, bukankah praktik hidup yang benar (orthopraxy)
Lihat Semua Artikel >
seharusnya lahir dari ajaran yang benar (orthodoxy)? Tulisan singkat ini adalah
usaha untuk menjelaskan dasar teologis bagi praksis mengatasi krisis lingkungan hidup
yang sedang terjadi sekarang ini.
PENCIPTAAN (CREATION) LINGKUNGAN HIDUP

Saat ini ada


<a href="http://www6
perkantasjatim">View

Kekristenan memahami alam atau lingkungan hidup sebagai sesuatu yang positif. Ini
Materi seminar...
sejalan dengan pernyataan Alkitab sendiri yang mengatakan bahwa alam semesta, yang Daud, 2011-04-04 1
Allah telah ciptakan selama enam hari (hexaemeron) ini, adalah baik adanya (Kej 1). CD KNM 2010...
Admin, 2011-02-24
Kata baik di sini secara luas menyangkut sesuatu yang baik, menyenangkan, atau Apa sudah terima?..
menyukakan secara ekonomis, praktis, materi, moral, dan teknis-filosofis (Bowling Angie, 2011-02-24
Sola Scriptura Akad
1980:345). Ini berarti bahwa kebaikan ciptaan Allah selalu harus dipahami dalam Akhung, 2011-01-1
SEMINAR AKADEM
perspektif yang utuh, bukan hanya kuantitasnya tetapi juga kualitasnya.
silvi, 2011-01-16 20
For TEAM MIKA...
Kebaikan alam yang seperti ini tampak nyata, pertama, dalam keteraturannya Israel, 2011-01-14 0
Merry Christmas &
(ordinatio), di mana alam semesta ini ada dan hidup di dalam hukum-hukum yang Akhung, 2011-01-0
menggerakkan sekaligus membatasinya. Ini dapat terjadi karena Sang Logos (Firman)@SAM...
Admin, 2010-09-01
Allah yang kreatif dan berkuasa terus menerus menopang apa yang telah dijadikan olehTHANKS...
Allah (Ibr. 1:3) pada saat penciptaannya, sehingga terjadi keselarasan di dalam ciptaan- SAM, 2010-08-31 1
Kesannn...
Nya ini; dan kedua, dalam kegunaannya (intentio), di mana semua ciptaan Allah ini, Patrick, 2010-08-30
sebagai suatu ekosistem, memainkan fungsinya dengan tepat dalam sebuah desain
besar ciptaan ini. Jadi, baik keteraturan maupun kegunaan, keduanya adalah bagian
integral dari aktivitas Allah (opera dei).
Secara teologis, ciptaan ini baik karena diciptakan dengan tujuan yang tertinggi (the
ultimate purpose), untuk diri Allah sendiri. Ciptaan ini dijadikan dari dan untuk Allah,
untuk kesenangan sekaligus kemuliaan-Nya (dalam hubungannya dengan Kristus, baca
Kol. 1:16). Nilai dari seluruh ciptaan (termasuk lingkungan hidup!) ini selalu harus
berada dalam kaitannya dengan Sang Pencipta. John Calvin, salah satu reformator
Protestan, menegaskan bahwa, dari perspektif ilahi, ciptaandalam hal ini alam
semestaadalah sebuah panggung kemuliaan Allah, di mana melaluinya, Ia

merefleksikan kemuliaan-Nya sendiri (Schreiner 1995:65-66). Karena itu, alam atau


lingkungan hidup seharusnya dilihat sebagai sesuatu yang sakral (Gilkey 1993:109141) karena ia ada dan diciptakan oleh dan untuk Sang Pencipta.
PERUSAKAN (DECREATION) LINGKUNGAN HIDUP
Sayangnya, kondisi ideal dan sakral di atas tidak bertahan lama. Sekarang, alam atau
lingkungan hidup tidak hanya dilihat sebagai sesuatu yang positif tetapi juga sesuatu
yang negatif. Lingkungan hidup sepertinya memiliki wajah ganda, di satu sisi, ia
berwajah baik, karena masih dapat mewujudkan fungsinya bagi kebaikan atau
kemaslahatan manusia. Di sisi lain, ia berwajah buruk, karena tidak dapat lagi
melayani kepentingan manusia, karena sudah diperas habis-habisan (dieksploitasi), dan
akhirnya hal ini justru membawa bencana bagi manusia. Singkatnya, ia telah menjadi
berkat maupun kutuk bagi manusia.
Hal ini terlihat cukup jelas tampak dalam narasi kitab Kejadian (1-11), di mana
tanah, yang secara simbolis-teologis dipahami sebagai bagian dari ciptaan ini,
menjadi terkutuk (Kej. 3:17), karena manusia harus bersusah payah (toil atau
pain [BDB:781] yang berkaitan dengan konteks penderitaan) mencari rezeki dari
tanah ini. Bencana tidak berakhir di sini, sebab hal itu berlanjut dalam bentuk
hukuman ilahi atas manusia dan lingkungan hidupnya, di mana Allah mendatangkan
air bah yang telah membinasakan apa saja yang hidup (Kej 7:21-23). Suatu kontras
yang sangat tajam antara penciptaan (creation) dan penghancuran (decreation).
Penghancuran (juga dapat disebut perusakan) lingkungan hidup tidak terjadi dengan
sendirinya. Ia menjadi rusak dan negatif karena pengaruh dosa manusia. Pada saat
manusia pertama (Adam dan Hawa) jatuh ke dalam dosa, lingkungan hidup juga
mengalami dampak kejatuhan itu. Pemberontakan manusia melawan Allah telah
merusak aspek-aspek amanat ilahi yang diembannya, termasuk amanat ekologis. Dosa
manusia memiliki efek domino yang kuat, di mana akibatnya telah menyentuh dan
memengaruhi ciptaan-ciptaan Allah yang lain, termasuk lingkungan hidup (Kaiser
[1996]:10-11) itu sendiri. Sebagai antitesis, dosa manusia telah merusak keberadaan
dan maksud penciptaan lingkungan hidup ini. Rusaknya seluruh tatanan ciptaan ini
(decreation) berakibat pada satu hal, terjadinya desakralisasi lingkungan hidup.

Prinsipnya, ada korelasi timbal balik antara manusia yang telah jatuh ke dalam dosa
dan krisis lingkungan hidup. Manusia, yang tadinya diciptakan sebagai penguasapenatalayan atas ciptaan Allah yang lain (Deanne-Drummond 1999:21), setelah jatuh
ke dalam dosa, berubah menjadi penguasa-perusak sesama ciptaan. Mandat ekologis
untuk menaklukkan (mengelola?) secara bertanggungjawab bumi dan segala isinya ini
(Kej. 1:28-30) telah terdistorsi menjadi suatu penaklukan yang biadab dan tidak
bertanggungjawab. Celakanya, pengelolaan lingkungan hidupdalam bentuk sumber
daya alamdengan gaya seperti ini dianggap sah dan benar, padahal yang terjadi
adalah suatu manipulasi dan instrumentalisasi lingkungan alam sebagai sumber
untuk memenuhi kepentingan (tepatnya, keserakahan!) manusia saja (Breshears
2000:296). Akibatnya, lingkungan hidup menjadi rusak setelah dieksploitasi yang
besar-besaran (secara massive!) untuk memuaskan ketamakan dan kepentingan
manusia yang berdosa itu sendiri.
PENEBUSAN (REDEMPTION) LINGKUNGAN HIDUP
Sebagai Sang Pencipta, Allah bertanggungjawab atas seluruh ciptaan-Nya. Ketika
menciptakan manusia dan alam semesta ini, Ia telah menetapkan di dalam rancanganNya yang kekal bagaimana akhir keberadaan seluruh ciptaan ini. Ia mengetahui akhir
dari awalnya, dan Ia akan menggenapi apa yang menjadi maksud-Nya bagi ciptaan ini
untuk kebaikan-Nya sendiri (Grudem 1994:332). Meski rancangan ini coba digagalkan
oleh manusia berdosa yang memberontak kepada-Nyayang juga berakibat pada
kerusakan lingkungan hidupIa telah menetapkan satu-satunya cara atau jalan keluar
bagaimana seluruh ciptaan ini dapat diselamatkan, yaitu melalui cara penebusan
(redemption).
Uniknya, penebusan yang membawa keselamatan bagi seluruh ciptaan diusung
langsung oleh Allah sendiri, di dalam Anak-Nya, Yesus Kristus. Keselamatan melalui
usaha penebusan ini dinyatakan di dalam dan melalui; dan ditetapkan di atas dasar
hidup, kematian dan kebangkitan Yesus Kristus (McGrath 1994:275). Kristus adalah
satu-satunya jalan bagi penebusan yang utuh atas seluruh ciptaan ini. Menurut para
sarjana Alkitab, teks alkitabiah, seperti Roma 8:19-23, telah dipakai untuk mendukung
konsep ini (Bray 1998; Moo 2000; Schreiner 2003). Melalui penebusan Kristus, relasi
antar sesama ciptaan yang sudah ditransformasi ke dalam hubungan yang lebih
harmonis. Ini dilakukan Kristus pertama-tama, dan terutama, melalui penebusan

manusia. Penebusan manusia akan berdampak secara positif pada lingkungan


hidupnya karena melaluinya akan terjadi transformasi secara utuh bagi semua ciptaan
yang lain (Dyrness [1991]:42; Plantinga 2002:96).
Namun, ada hal yang penting dan harus selalu diingat bahwa penebusan yang
dilakukan oleh Kristus ini selalu berfokus pada manusia. Ini dapat dipahami dalam
konteks hukum moral. Sebagai gambar dan rupa Allah sekaligus representasi Allah di
tengah ciptaan lain (Dailey [1992]:1-13), manusia adalah satu-satunya mahluk ciptaan
yang memiliki kapasitas moral untuk bertanggungjawab atas kejatuhan dirinya ke
dalam dosa dan kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkannya. Karena manusia
adalah aktor antagonis utama (biang kerok) atas kerusakan tatanan penciptaan Allah,
maka ia adalah satu-satunya yang harus menanggapi karya penebusan Kristus itu
dengan benar dan tepat, bukan lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup, termasuk
benda-benda anorganik, tanaman, dan binatang, tidak dapat melakukan hal itu karena
mereka tidak memiliki kapasitas untuk menanggapi karya penebusan Kristus (Oden
1898:375).
Karena kerusakan lingkungan hidup disebabkan oleh ulah manusia yang telah jatuh ke
dalam dosa, maka penebusannya pun bergantung pada penebusan manusia itu.
Artinya, untuk menyelamatkan lingkungan hidup, maka manusia harus lebih dulu
diselamatkan baik dari dosa spiritual (moral) maupun dosa ecological-nya. Ketika
manusia ditebus dari dosa-dosa yang seperti ini, maka citra Allah di dalam dirinya akan
dipulihkan. Penebusan manusia adalah kunci bagi penebusan ciptaan, sebab, sebagai
mahkota ciptaan Allah dan penguasa-penatalayan, ia sangat berperan dalam
mewujudkan keutuhan ciptaan. Akibatnya, tanggung jawab manusia terhadap Allah,
sesama manusia dan lingkungan hidupnya, juga akan ikut diperbarui dan dipulihkan
(Mamahit

[2007]:11).

Dengan

demikian,

manusia

akan

menjadi

lebih

bertanggungjawab dalam mengelola bumi dan segala isinya, sesuai dengan disain
aslinya sebagai penguasa-penatalayan.
PENCIPTAAN KEMBALI (RECREATION) LINGKUNGAN HIDUP
Dengan dipulihkannya tanggung jawab manusia melalui penebusan (redemption) yang
dikerjakan oleh Kristus, maka akan terjadi penciptaan kembali (recreation) atas
lingkungan hidup. Artinya, penebusan ini akan berdampak langsung pada penciptaan

kembali (recreation) lingkungan hidup. Pola seperti ini, sesungguhnya dapat dilihat
dari narasi Nuh (air bah), setelah penghancuran bumi dan segala isinya, Allah
menciptakan kembali bumi dan isinya menjadi baru (Kej 9:8-17). Selanjutnya, di
sepanjang Perjanjian Lama (PL), negeri atau tanah yang terancam hilang, akhirnya
diberikan kembali dalam keadaan baru kepada umat Allah. Konsep ini terus berlanjut
sampai Perjanjian Baru (PB), di mana Kristus hadir dan membawa pembaruan kembali
ciptaan-Nya (recreation). Penciptaan kembali ini seharusnya dilihat dalam kerangka
perjanjian (covenant) yang Allah buat antara diri-Nya dan manusia, yang kemudian
dimateraikan dengan menaruh busur-Nya (pelangi?) sebagai tanda perjanjian antara
Allah dan segala mahluk hidup yang ada di bumi.
Penciptaan kembali adalah hasil akhir dalam seluruh skema penyelamatan Allah atas
seluruh ciptaan-Nya. Ini adalah sebuah realita di mana anugerah Allah akhirnya akan
menyentuh seluruh ciptaan-Nya. Meski manusia adalah target utama penebusan Allah,
dan keselamatan itu dimulai dari manusia, Allah tidak ingin keselamatan itu hanya
eksklusif dialami olehnya. Ia ingin agar manusia juga membagikan anugerah-Nya
bersama kepada ciptaan yang lain, menebus masyarakat, dunia binatang, dan bahkan
bumi itu sendiri (Witmmer 2004:188). Proses bergeraknya kekuatan anugerah dari
titik manusia ke titik-titik ciptaan Allah yang lain akan terus berlangsung di sepanjang
sejarah manusia dan bumi ini sampai menuju akhir sejarah itu.
Akhirnya, dalam perspektif eskatologis, garis penebusan manusia dan lingkungan
hidupnya akan bersinggungan dengan garis kekekalan di akhir zaman. Alkitab
menyaksikan akan ada saat di mana semua mahluk akan masuk ke dalam
kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah (Rm 8:19-22) di dalam langit dan bumi
yang baru (Why 21:1-8). Keadaan ini akan terjadi ketika Allah akan mengarahkan
seluruh ciptaan ini kepada suatu pemenuhan akhir (a final fufillment), kebangkitan
kemanusiaan yang tertebus dan kemerdekaan semua ciptaan. Dasar dari pengharapan
ini adalah karena kebangkitan Kristus adalah buah pertama dari kemerdekaan ini
(WEF 1993). Puncak dari pengharapan eskatologis ini tidak akan terjadi di dalam
bumi yang sekarang, tetapi sebagaimana visi kenabian PL dan pengharapan eskatologis
PB, akan menemui penggenapannya di dalam realitas langit dan bumi yang baru, yaitu
Eden yang telah ditebus (Deswanto 2006:109) atau ecology redeemed.

PENUTUP
Dalam perspektif teologi Kristen, memahami lingkungan hidup dan semua krisis yang
terdapat di dalamnya tidak dapat dilepaskan dari gambaran yang besar dan utuh
tentang hubungan-hubungan eksistensial antara Allah, Sang Pencipta, dan ciptaan-Nya,
contohnya dengan melihat trialektika Allah-manusia-bumi. Allah yang independen,
manusia dan bumi yang dependen terhadap Allah sekaligus interdependen antara
keduanya (Mamahit [2007]:9). Juga, yang tidak kalah penting, isu lingkungan hidup
ini tidak dapat dilepaskan dari ketetapan sejarah keselamatan (salvation history) atau
sejarah penebusan, di mana sejarah telah, sedang dan akan bergerak dalam pola
penciptaan-penghancuran-penebusan-penciptaan

kembali

(creation-decreation-

redemption-recreation). Seluruh ciptaan, yang di dalamnya temasuk manusia dan


lingkungan hidup, ada dalam seluruh diskursus sejarah penebusan ini.
Beberapa implikasi dari pemahaman ini adalah, pertama, krisis lingkungan hidup harus
dilihat sebagai masalah atau isu teologis (spiritual dan moral), sebab lingkungan hidup
berkaitan erat dengan Allah, Sang Pencipta, dan tugas/tanggungjawab manusia, sang
penguasa-penatalayan. Manusia yang telah berdosa kepada dan terpisah dari Allah
serta tidak lagi bertanggungjawab atas kodrat dan amanat ekologis yang diterimanya;
kedua, krisis lingkungan hidup dan penyelamatannya dari kehancuran harus diletakkan
dalam kerangka penebusan manusia. Penebusan manusia oleh Kristus akan berdampak
pada penebusan ciptaan yang lain, termasuk lingkungan hidup itu sendiri; dan
akhirnya, ketiga, usaha-usaha mengatasi krisis lingkungan hidup atau penyelamatannya
dari kehancuran harus diletakkan dalam kerangka misi Kristen, usaha penebusan
seluruh umat manusia yang berdosa. Melalui pemulihan hubungan dengan Allah,
manusia (yang sudah tertebus dari dosanya) akan memiliki pemulihan hubungan yang
benar dengan sesama dan lingkungan hidupnya.
Usaha-usaha PBB (seperti UN Climate Change Conference di atas), Green Peace (atau
WALHI di tingkat lokal!), World Wild Foundation, Al Gore dengan filmnya An
Incovenient Truth, Pertemuan-pertemuan Earth Summit, Festival Go Green! atau apa
pundengan

motivasinya

masing-masingyang

mencoba

mengatasi

krisis

lingkungan hidup patut diacungi jempol, dihargai dan didukung. Namun, bagi orang
Kristen, apa saja yang dilakukan untuk mengatasi krisis lingkungan hidup harus
dilakukan secara konkret dan konsisten dengan motivasi etis dan dasar teologis yang

benar. Ekologi yang tertebus mensyaratkan tindakan penebusan Kristus dan manusia
yang tertebus. Semua umat tebusan Allah selayaknya turut menjaga lingkungan hidup
dan mengatasi krisis yang ada di dalamnya secara Kristen, sebab untuk itu orang
Kristen diciptakan dan dipanggil!
SUMBER ACUAN
Bowling, Andrew 1980. bwj. Theological wordbook of the Old Testament. Vol. 1.
Ed. Harris, RL, Archer Jr., GL, and Waltke, Bruce K. Chicago: Moody.
Bray, Gerald 1998. Romans. Downers Grove: InterVarsity.
Breashears, Gerry 2000. Ecology, ecological movement. Evangelical dictionariy of
world missions. Ed. Scott Moreau. Grand Rapids: Baker.
Brown, F, Driver, SR., and Briggs, CA 1962. A Hebrew-English lexicon of the Old
Testament. Oxford: Clarendon.
Dailey, Thomas F

[1992].

Creation theology: The dominion of biblical

anthropology. Irish Theological Quarterly 58.


Deanne-Drummond, Celia 1999. Ekologi dan teologi: Buku pegangan. Jakarta:
Gunung Mulia.
Deswanto, Yusuf 2006. Sebuah studi tentang ekologi berdasarkan etika Perjanjian
Lama dan relevansinya bagi panggilan gereja untuk konservasi alam/lingkungan
hidup. Skripsi M. Div., Seminari Alkitab Asia Tenggara.
Dyrness, William [1991]. Are we our planets keeper. Christianity today.
Gilkey, Langdon 1993. Nature, reality and the sacred: the nexus of science and
religion. Minneapolis: Fortress.
Grudem, Wayne 1994. Systematic theology: An introduction to biblical doctrine.
Grand Rapids: Zondervan.
Kaiser, Christopher B. [1996]. The integrity of creation: In searching of a meaning.
Perspective 11.
Mamahit, Ferry Y [2007]. Apa hubungan Porong dan Yerusalem? Menggagas suatu
ekoteologi Kristen. Veritas 8.
McGrath, Alister 1994. Christian theology: An introduction. Oxford: Blackwell.
Moo, Douglas J 2000. Romans. Grand Rapids: Zondervan.
Oden, Thomas C 1989. The word of life. San Francisco: Harper and Row.
Plantinga Jr., Cornelius 2002. Engaging Gods world. Grad Rapids: Eerdmans.
Schreiner, Susan E 1995. The theatre of his glory: Nature and natural order in the

thorught of John Calvin. Grand Rapids: Baker.


Schreiner, Thomas R 2003. Romans. Grand Rapids: Baker.
Witmmer, Michael E 2004. Heaven is a place on earth. Grand Rapids: Zondervan.
World

Evangelical

Fellowship

[1993].

Evangelical

Christianity

and

the

environtment. Transformation 9.
Topik Terkait :
Green Gospel: Dimensi Ekologis Panggilan Seorang Murid
ECOLOGY REDEEMED: THE STORY OF CREATION REVISITED
MYSTECO THEOLOGY: PENEBUSAN CIPTAAN DALAM YOHANES 1
KRISIS EKOLOGI & KEPEMIMPINAN KRISTEN: PEMIMPIN YANG TIDAK
TAHU DIRI (MENGANGGAP DIRI BERHAK) DAN RAKUS ADALAH SUMBER
MASALAH EKOLOGI DUNIA - KAJIAN KEJADIAN 13: 1-18; MATIUS 24: 3-714; MARKUS 13:3-8; LUKAS 4: 25; 21: 7-11
0 Komentar
Anda harus Login untuk memberi komentar
Perkantas Jawa Timur
Jalan Tenggilis Mejoyo KA 10-12 Surabaya 60292
Telp. (031) 8435582, 8413047 Fax. 8418639, e-mail: pktas.jatim@gmail.com
No. Rek. 8220176445 BCA Cab. Rungkut a/n Yayasan Perkantas
Copyright: Departemen Multimedia Perkantas Jawa Timur, 2010

Anda mungkin juga menyukai