Anda di halaman 1dari 26

PANDUAN PRAKTEK KLINIK

KRISIS TIROID
KSM PENYAKIT DALAM
No.Dokumen
No.Revisi

Halaman

RSUP DR.M.DJAMIL
PADANG
Tanggal terbit/
Revisi
PANDUAN
PRAKTEK KLINIK

Pengertian

Anamnesis
Pemeriksaan Fisik

Ditetapkan Direktur Utama

Direktur Utama
dr. Irayanti, Sp.M
NIP: 196201231989012001
Keadaan emergensi dalam bidang penyakit dalam /
endokrinologi, terkait dengan kelebihan hormon tiroid yang
sudah tidak dapat dikompensasi lagi oleh tubuh yang
disebabkan peningkatan hormon T3 dan T4 terutama yang
dalam bentuk bebas (free) didalam darah, yang terjadi
relative cepat dan tinggi. Keadaan ini hanya dapat terjadi
pada penderita hipertiroid atau dikenal hipertiroid
sebelumnya. Faktor pencetusnya dapat berupa tindakan
operasi atau anestesi (surgical storm), dapat juga oleh halhal lain seperti penghentian obat tiba-tiba, radioterapi,
infeksi, trauma, partus, eklampsia, dan lain-lain (medical
storm).
Demam, merupakan gejala yang khas biasanya demam
tinggi, kulit lembab, licin, hangat, kemerahan. Sesak nafas,
mual muntah, gelisah, gangguan mental dan penurunan
kesadaran.
Gejala dan tanda khas hipertiroidisme, karena Graves
atau yang lain
Sistem saraf pusat terganggu : delirium, koma
Demam tinggi sampai 400C
Takikardia sampai 130-200 x/m
Sering fibrilasi atrial dengan respons ventrikular cepat
Dapat memperlihatkan gagal jantung kongestif
Dapat ditemukan ikterus
laboratorium : TSHs sangat rendah, T 4 / FT4 / T3 tinggi,
anemia normositik normokrom, limfositosis relatif,
hiperglikemia, peningkatan enzim transaminase hati,
azotemia prerenal
EKG : sinus takikardia atau fibrilasi atrial dengan
respons ventrikular cepat
Tekanan darah, mulanya normal kemudian turun sampai
shock
Gangguan kardiovaskuler, takikardi, atrium fibrilasi, bisa
terjadi block, dekompensasio kordis kiri akut (tandatanda edem paru)
Gangguan gastrointestinal, seperti nausea, vomitus atau
diare

Pemeriksaan
Penunjang

Kriteria Diagnosis

Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding

Terapi

Lama Perawatan
Prognosis
Tingkat Evidens

Gangguan mental atau neurologi, seperti gelisah,


psikosis, penurunan kesadaran sampai koma, tremor
hebat sampai kejang-kejang.
Gejala penyakit penyerta/presipitasi
Laboratorium : TSHs, T4 atau FT4, T3 atau FT3, TSH Rab,
kadar leukosit (bila timbul infeksi pada awal pemakaian
anti tiroid)
Sidik tiroid / thyroid scan : terutama membedakan
penyakit Plummer dari Penyakit Graves dengan
komponen nodosa
EKG
Foto toraks
USG Tiroid
Berdasarkan gejala klinis yang ditemukan (Index wayne,
wartofsky, new castle).
Diagnosis segera ditegakkan tanpa harus menunggu
hasil laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium yang terpenting : TSH, T3 dan
FT4.
Monitoring pemeriksaan elektrolit, urea, kreatinin, faal
hepar.
Krisis tiroid
1. Perawatan suportif :

Kompres dingin, antipiretik (asetaminofen)

Memperbaiki gangguan keseimbangan cairan


dan elektrolik : infus dextrose 5% dan NaCI 0,9%

Mengatasi gagal jantung : O2, diuretik, digitalis


2. Antigonis aktivitas hormon tiroid :

Blokade produksi hormon tiroid : PTU dosis 300


mg tiap 4-6 jam PO.
Alternatif : Meltimazol 20-30 mg tiap 4 jam PO. Pada
keadaan sangat berat : dapat per NGT, PTU 6001.000 mg atau metimazol 60-100 mg

Blokade ekskresi hormon tiroid : Solutio Lugol


(saturated solution of potassium iodida) 8 tetes
setiap 6 jam

Penyekat : Propanol 60 mg tiap 6 jam PO, dosis


disesuaikan respon (target : frekuensi jantung <90
x/m)

Glukokortikoid : Hipdrokortison 100-500 mg IV tiap


12 jam

Bila
refrakter
terhadap
terapi
diatas
:
plasmaferesis, dialisis peritoneal
- Pengobatan terhadap faktor presipitasi : antibiotik,
dll.
7
Hari
Prognosis
sangat
dipengaruhi
oleh
kecepatan
penatalaksanaan.
I

Tingkat
Rekomendasi
Penelaah Kritis
Indikator Medis

Kepustakaan

Nama
Jabatan

A
Dr.dr. Eva Decroli, SpPD,KEMD-FINASIM
1.Djokomoeljanto R. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme dan
Hipertiroidisme. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III, edisi V, Jakarta; 2009: hal.2006-2008.
2. Samual A, Pandelaki K. Hipertiroidisme. In : Waspadji S,
et al. Eds. Buka Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.p 766-72.
3. Jameson JL, Weetman AP. Disorders of the Thyroid Gland.
In Braunwald E. Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL,
Jameson JL, Harrissons Principles of Internal Medicine. 15 th
ed. New York : McGraw-Hill : 2001.p. 2080-84
4. Suyono S. Subekti I. Krisis Tiroid. Dalam Prosiding
Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta 15-16 April 2000 : 78-82
5. Suyono S. Subekti I. Patogenesis dan Gambaran Klinis
Penyakit Graves. Makalah Jakarta Endocrinology Meeting
2003. Jakarta. 18 Oktober 2003
6. Waspadji S.
Pengelolaan Medis Penyakit Graves.
Makalah Jakarta Endocrinology Meeting 2003. Jakarta. 18
Oktober 2003.
Dibuat Oleh
Ditinjau/
Disahkan oleh
disetujui oleh
Dr.dr.Eva
Dr.dr.H.Joserizal
dr.HAM.Hanif,
Decroli, SpPDSaruji, SpOG(K)
SpPD-KKV, MARS
KEMD
Ketua Komite Medik
Direktur Medik
dan Keperawatan

Tanda Tangan
Bagian /Unit
Seksi SPO, Kebijakan
dan Document Control

Jumlah

Personel

Tanda
Tangan

Tanggal

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


DIABETES MELITUS TIPE 1
KSM PENYAKIT DALAM
No.Dokumen
No.Revisi

Halaman

RSUP DR.M.DJAMIL
PADANG
Tanggal terbit/
Revisi
PANDUAN
PRAKTEK KLINIK

Pengertian

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan
Penunjang

Kriteria Diagnosis
Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding

Terapi

Lama Perawatan
Prognosis
Tingkat Evidens
Tingkat
Rekomendasi

Ditetapkan Direktur Utama

Direktur Utama
dr. Irayanti, Sp.M
NIP: 196201231989012001
Suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena destruksi sel beta,
umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik
autoimun dan idiopatik.
Poliuria, polidipsia, poligafia, BB menurun.
Riwayat keluarga dengan DM
Riwayat tumbuh kembang
Pengukuran TB, BB, Lingkar pinggang
Pengukuran TD
Pemeriksaan funduscopi
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan ekstrimitas atas dan bawah
Pemeriksaan kulit
HOMA IR
C-Peptide
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan
glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl sudah cukup
menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dl dengan
adanya keluhan klasik.
Diabetes melitus tipe 1
MODY
Non Farmakologis :
Edukasi
Terapi gizi
Latihan jasmani
Farmakologis : Insulin
Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah
(premixed insulin)
Rawat Jalan
Dubia
I
A

Penelaah Kritis
Indikator Medis
Kepustakaan

Nama
Jabatan

Dr.dr. Eva Decroli, SpPD,KEMD-FINASIM


1. PERKENI 2011, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.
2. PERKENI 2011, Terapi Insulin pada pasien Diabetes
Melitus.
Dibuat Oleh
Ditinjau/
Disahkan oleh
disetujui oleh
Dr.dr.Eva
Dr.dr.H.Joserizal
dr.HAM.Hanif,
Decroli, SpPDSaruji, SpOG(K)
SpPD-KKV, MARS
KEMD
Ketua Komite Medik
Direktur Medik
dan Keperawatan

Tanda Tangan
Bagian /Unit
Seksi SPO, Kebijakan
dan Document Control

Jumlah

Personel

Tanda
Tangan

Tanggal

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


DIABETES MELITUS TIPE 2
KSM PENYAKIT DALAM
No.Dokumen
No.Revisi

Halaman

RSUP DR.M.DJAMIL
PADANG
Tanggal terbit/
Revisi
PANDUAN
PRAKTEK KLINIK

Pengertian

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan
Penunjang

Kriteria Diagnosis

Ditetapkan Direktur Utama

Direktur Utama
dr. Irayanti, Sp.M
NIP: 196201231989012001
Suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Bervariasi, mulai yang
dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai dominan defek sekresi insulin disertai resistensi
insulin.
Gejala poliuria, polidipsia, polifagia, BB menurun
Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu, meliputi GD, A1c
Pola makan, status nutrisi
Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya
Pengobatan yang sedang dijalani
Riwayat komplikasi akut (Ketoasidosis diabetik,
hiperosmolar hiperglikemia dan hipoglikemia)
Riwayat infeksi sebelumnya
Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik.
Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung
koroner, obesitas, riwayat penyakit keluarga
Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan dan status
ekonomi.
Penggunaan kontrasepsi dan kehamilan.
Pengukuran TB, BB, Lingkar pinggang
Pengukuran TD
Pemeriksaan funduscopi
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan ekstrimitas atas dan bawah
Pemeriksaan kulit
Glukosa darah puasa (GDP) dan 2 jam post prandial
(GD2jpp)
A1c
Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL,
trigliserida)
Kreatinin serum
Albuminuria
Keton, sedimen, dan protein dalam urin
Elektrokardiogram
Rontgen dada
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan
glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl sudah cukup
menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dl dengan

Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding

Terapi

Lama Perawatan
Prognosis
Tingkat Evidens
Tingkat
Rekomendasi
Penelaah Kritis
Indikator Medis

Kepustakaan

Nama

adanya keluhan klasik.


3. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Diabetes melitus tipe 2
Hiperglikemia reaktif, toleransi glukosa terganggu (TGT),
glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
a. Obat Hipoglikemik Oral
Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonil
urea dan glinid
Peningkat sensitivitas terhadap insulin : metformin
dan tiazolidindion
Penghambat glukoneogenesis
Penghambat absorbsi glukosa : penghambat
glukosidase alfa
DPP IV inhibitor
b. Insulin
Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah
(premixed insulin)
Rawat Jalan
Dubia
I
A
Dr.dr. Eva Decroli, SpPD,KEMD-FINASIM

1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe


2 di Indonesia. 2011.
2. PERKENI. Petunjuk Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2.
2011.
3. The Expert Comminitte on The Diagnosis and
Classification of Diabetes Mellitus. Report of The Expert
Committee on The Diagnosis and Classification of
Diabetes Mellitus. Diabetes Care. Jan 2003 : 26(Suppl.
I) : S5-20.
4. Suyono S. Type 2 Diabetes Mellitus is a -Cell
Dysfunction. Prosiding Jakarta Diabetes Meeting 2002 :
The Recent Management in Diabetes and its
Compliocations : From Molecular to Clinic. Jakarta, 2-3
Nov 2002. Simposium Current Treatment in Internal
Medicine 2000. Jakarta, 11-12 November 2000 : 185-99.
Dibuat Oleh
Ditinjau/
Disahkan oleh
disetujui oleh
Dr.dr.Eva
Dr.dr.H.Joserizal
dr.HAM.Hanif,
Decroli, SpPDSaruji, SpOG(K)
SpPD-KKV, MARS
KEMD

Jabatan

Ketua Komite Medik

Direktur Medik
dan Keperawatan

Tanda Tangan
Bagian /Unit
Seksi SPO, Kebijakan
dan Document Control

Jumlah

Personel

Tanda
Tangan

Tanggal

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


DIABETES MELITUS TIPE LAIN
KSM PENYAKIT DALAM
No.Dokumen
No.Revisi
Halaman
RSUP DR.M.DJAMIL
PADANG
Tanggal terbit/
Revisi
PANDUAN
PRAKTEK KLINIK

Pengertian

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan
Penunjang

Ditetapkan Direktur Utama

Direktur Utama
dr. Irayanti, Sp.M
NIP: 196201231989012001
Suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya, yang disebabkan oleh
Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM.
Gejala poliuria, polidipsia, polifagia, BB menurun
Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu, meliputi GD, A1c
Pola makan, status nutrisi
Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya
Pengobatan yang sedang dijalani
Riwayat infeksi sebelumnya
Riwayat keganasan pankreas
Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung
koroner, obesitas, riwayat penyakit keluarga
Pegukuran TB, BB, Lingkar pinggang.
Pengukuran TD dan ABI (Ankle brachial index)
Pemeriksaan funduscopi
Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
Pemeriksaan jantung
Evaluasi nadi
Pemeriksaan ekstrimitas atas dan bawah termasuk jari
Pemeriksaan kulit
Glukosa darah puasa (GDP) dan 2 jam post prandial
(GD2jpp)
A1c
Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL,
trigliserida)
Kreatinin serum
Albuminuria
Keton, sedimen, dan protein dalam urin
Elektrokardiogram
Rontgen sentrasi pankreas
CT scan Abdomen

Kriteria Diagnosis

Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding

Terapi

Lama Perawatan
Prognosis
Tingkat Evidens
Tingkat
Rekomendasi
Penelaah Kritis
Indikator Medis
Kepustakaan

Nama
Jabatan

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan


glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl sudah cukup
menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dl dengan
adanya keluhan klasik.
3. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Diabetes melitus tipe lain
Diabetes Melitus tipe 2
Hiperglikemia reaktif
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
a. Obat Hipoglikemik Oral
Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonil
urea dan glinid
Peningkat sensitivitas terhadap insulin : metformin
dan tiazolidindion
Penghambat glukoneogenesis
Penghambat absorbsi glukosa : penghambat
glukosidase alfa
DPP IV inhibitor
b. Insulin
Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah
(premixed insulin)
Dubia
I
A
Dr.dr. Eva Decroli, SpPD,KEMD-FINASIM

1. Suyono S. Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi V, Jakarta; 2009,
hal.1873-1879.
Dibuat Oleh
Ditinjau/
Disahkan oleh
disetujui oleh
Dr.dr.Eva
Dr.dr.H.Joserizal
dr.HAM.Hanif,
Decroli, SpPDSaruji, SpOG(K)
SpPD-KKV, MARS
KEMD
Ketua Komite Medik
Direktur Medik
dan Keperawatan

Tanda Tangan
Bagian /Unit
Seksi SPO, Kebijakan

Jumlah

Personel

Tanda
Tangan

Tanggal

dan Document Control

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


DIABETES MELITUS GESTASIONAL
KSM PENYAKIT DALAM
No.Dokumen
No.Revisi
Halaman
RSUP DR.M.DJAMIL
PADANG
Tanggal terbit/
Revisi
PANDUAN
PRAKTEK KLINIK

Pengertian

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan
Penunjang

Ditetapkan Direktur Utama

Direktur Utama
dr. Irayanti, Sp.M
NIP: 196201231989012001
Suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya, yang terjadi selama
kehamilan.
Gejala poliuria, polidipsia, polifagia, BB menurun
Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu, meliputi GD, A1c
Pola makan, status nutrisi
Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung
koroner, obesitas.
Riwayat DM dalam keluarga
Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu pada kehamilan
sebelumnya.
Riwayat keguguran
Riwayat bayi meninggal tanpa sebab yang jelas
Riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan
Riwayat melahirkan bayi 4000 gram.
Riwayat preeklamsia
Polihidramnion
Pegukuran TB, BB, Lingkar pinggang.
Pengukuran TD dan ABI (Ankle brachial index)
Pemeriksaan funduscopi
Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
Pemeriksaan jantung
Evaluasi nadi
Pemeriksaan ekstrimitas atas dan bawah termasuk jari
Pemeriksaan kulit
Glukosa darah puasa (GDP) dan 2 jam post prandial
(GD2jpp)
A1c
Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL,
trigliserida)
Kreatinin serum
Albuminuria

Keton, sedimen, dan protein dalam urin


Elektrokardiogram

Kriteria Diagnosis

Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding

Terapi

Lama Perawatan
Prognosis
Tingkat Evidens
Tingkat
Rekomendasi
Penelaah Kritis
Indikator Medis
Kepustakaan

Nama
Jabatan

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan


glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl sudah cukup
menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dl dengan
adanya keluhan klasik.
3. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Diabetes melitus gestasional (DMG)
Diabetes Melitus tipe 2
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis : Insulin
Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah
(premixed insulin)
Dubia
I
A
Dr.dr. Eva Decroli, SpPD,KEMD-FINASIM

1. Adam J MF dan Purnamasari D. Diabetes Melitus


Gestasional. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III,
Edisi V, Jakarta; 2009, hal.1952-1956.
Dibuat Oleh
Ditinjau/
Disahkan oleh
disetujui oleh
Dr.dr.Eva
Dr.dr.H.Joserizal
dr.HAM.Hanif,
Decroli, SpPDSaruji, SpOG(K)
SpPD-KKV, MARS
KEMD
Ketua Komite Medik
Direktur Medik
dan Keperawatan

Tanda Tangan
Bagian /Unit
Seksi SPO, Kebijakan
dan Document Control

Jumlah

Personel

Tanda
Tangan

Tanggal

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)
KSM PENYAKIT DALAM
No.Dokumen
No.Revisi
Halaman
RSUP DR.M.DJAMIL
PADANG
Tanggal terbit/
Revisi
PANDUAN
PRAKTEK KLINIK

Pengertian

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan
Penunjang

Kriteria Diagnosis

Ditetapkan Direktur Utama

Direktur Utama
dr. Irayanti, Sp.M
NIP: 196201231989012001

Kondisi dekompensasi metabolik akibat defesiensi


insulin absolut atau relatif dan merupakan komplikasi
akut diabetes mellitus yang serius. Gambaran klinis
utama
ketoasidosis
diabetikum
(KAD)
adalah
hiperglikemia, ketosis dan asidosis metabolik.

Faktor pencetus : infeksi, infark miokard akut,


pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid,
penghentian atau pengurangan dosis insulin
Keluhan poliuri, polidipsi
Riwayat berhenti menyuntik insulin
Demam / infeksi
Muntah
Nyeri perut
Kesadaran : kompos mentis, delirium, koma
Pernafasan cepat dan dalam (kussmaul)
Dehidrasi (turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering)
Dapat disertai syok hipovolemik.
Pernafasan Kussmaul
Turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering
Hipovolemia sampai syok
Penurunan kesadaran mulai dari apatis, delirium, sampai
koma)
Pemeriksaan cito : gula darah, elektrolik, ureum, kreatinin,
aseton darah, urin rutin, analisis gas darah, EKG
Pemantauan :
Gula darah : tiap jam
Na+, K+, CI : tiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya
sesuai keadaan.
Analisis gas darah : bila pH < 7 saat masuk diperiksa
setiap 6 jam s/d pH > 7,1.
Selanjutnya setiap hari sampai stabil.
Pemeriksaan lain (sesuai indikasi) : kultur darah, kultur
urin, kultur pus.
1. Kadar glukosa > 250 mg%
2. pH <7,35
3. HCO3 rendah
4. Anion gap yang tinggi
5. Keton serum positif

Diagnosis Kerja

Diagnosis Banding

Terapi

Ketoasidosis diabetikum (KAD)


Ketosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotok I
hyperglycemic hyperosmolar state, ensefalopi uremikum,
asidosis uremikum, minum alkohol, ketosis alkoholik, ketosis
hipoglikemia, ketosis starvasi, asidosi laktat, asidosis
hiperkloremik, kelebihan salisilat, drug-induced acidosis,
ensefalopi karena infeksi, trauma kapitis.
1. Penggantian cairan tubuh dan garam yang hilang
2. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan
glukoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin
3. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD
4. Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari
pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.
Akses IV 2 jalur, slah satunya dicabang dengan 3 way :
Cairan :

NaCI 0,9% diberikan 1-2 L pada 1 jam


pertama, lalu 1 L pada ja, kedua, lalu 0,5 L pada
jam ketiga dan keempat, dan 0,25 L pada jam
kelima dan keenam, selanjutnya sesuia kebutuhan.

Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam


sekitar 5 L.

Jika Na+ > 155 mEq/L ganti cairan dengan


NaCI 0,45%

Jika GD < 200 mg/dL ganti cairan dengan


Dextrose 5%
Insulin (reguler insulin = RI) :
Diberikan setelah 2 jam dehidrasi cairan
RI bolus 180 mU/kgBB IV, dilanjutkan :
RI drip 90 mU/kgBB/jam dalam NaCI 0,9%
Jika GD < 200 mg/dL : kecepatan dikurangi RI drip
45 mU/kgBB/jam dalam NaCI 0,9%
Jika Gd stabil 200-300 mg/dL selama 12 jam RI drip
1-2 U/jam IV, disertai sliding scale setiap 6 jam :
GD

RI
(mg/dL)
(unit,
subkutan)
< 200
0
200 250
5
250 300
10
300 350
15
> 350
20
Jika kadar GD ada yang < 100 mg/dL : drip RI
dihentikan
Setelah sliding scale tiap 6 jam dapat diperhitungkan
kebutuhan insulin sehari dibagi 3 dosis sehari
subkutan, sebelum makan (bila pasien sudah makan)
Kalium
Kalium (K CI) drip dimulai bersamaan dengan drip RI,
dengan dosis 50 mEq / 6 jam. Syarat : tidak ada

gagal ginjal, tidak ditemukan gelombang T yang


lancip dan tinggi pada EKG, dan jumlah urin cukup
adekuat.
Bila kadar K+ pada pemeriksaan elektrolik kedua :
< 3,5

drip KCI 75 mEq/6 jam


30 4,5
drip KCI 50 mEq/6
jam
4,5 6,0

drip KCI 25 mEq/6 jam


> 6,0

drip dihentikan
Bila sudah sadar, diberikan K+ oral selama seminggu
Natrium bikarbonat
Drip
100 mEq bila pH
< 7,0 disertai KCI 26
mEq drip
50 mEq bila pH
7,0 7,1 disertai KCI 13
mEq drip
Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemi
yang mengancam.
Tata laksana umum :
O2 bila PO2 < 80 mmHg
Antibiotika adekuat

Heparin : bila ada DIC ayau hiperosmolar ( >


380
mOsm/L
).
Terapi
disesuaikan
dengan
pemantauan klinis.

Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi


pernafasan, temperatur setiap jam,

Kesadaran setiap jam,

Keadaan hidrasi (turgor, lidah) setiap jam,

Produksi urin setiap jam, balans cairan,

Cairan infus yang masuk setiap jam


Dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan
penunjang)
Lama Perawatan
Prognosis
Tingkat Evidens
Tingkat
Rekomendasi
Penelaah Kritis
Indikator Medis
Kepustakaan

7 Hari
Dubia
I
A
Dr.dr. Eva Decroli, SpPD,KEMD-FINASIM
1.

PERKENI.
Petunjuk
Praktis
Pengelolaan
Diabetes Mellitus Tipe 2. 2011.
2.
Waspadji S. Kegawatan pada Diabetes Mellitus.
In : Prosiding Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan
di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, 15-16 April 2000
: 83-8
3.
Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. In :
Prosiding Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di
Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, 15-16 April 2000 :
89-96
4.
Kitabchi AE. Umpierrez GE. Murphy MB. Barrett

Nama
Jabatan

EJ. Kreisberg RA. Malone JL, et al. Management of


Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes.
Diabetes Care. Jan 2001 : 24 (I) : 131-51.
Dibuat Oleh
Ditinjau/
Disahkan oleh
disetujui oleh
Dr.dr.Eva
Dr.dr.H.Joserizal
dr.HAM.Hanif,
Decroli, SpPDSaruji, SpOG(K)
SpPD-KKV, MARS
KEMD
Ketua Komite Medik
Direktur Medik
dan Keperawatan

Tanda Tangan
Bagian /Unit

Jumlah

Personel

Tanda
Tangan

Tanggal

Seksi SPO, Kebijakan


dan Document Control

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


KOMA HIPEROSMOLAR HIPERGLIKEMIK NON KETOTIK
(KHHNK)
KSM PENYAKIT DALAM
No.Dokumen
No.Revisi
Halaman
RSUP DR.M.DJAMIL
PADANG
Tanggal terbit/
Revisi
PANDUAN
PRAKTEK KLINIK

Pengertian

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Ditetapkan Direktur Utama

Direktur Utama
dr. Irayanti, Sp.M
NIP: 196201231989012001
Suatu komplikasi akut atau emergensi di bagian penyakit
dalam yang ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar
tanpa disertai adanya ketosis.
Poliuria, polidipsia
Rasa lemah
Gangguan pengluhatan
Kaki kejang
Mual muntah
Dehidrasi
Keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis,
kejang atau koma.
Penurunan kesadaran
Tanda-tanda dehidrasi berat : Turgor yang buruk, mukosa
pipi yang kering, mata cekung, lidah dan bibir kering.
Perabaan ekstrimitas yang dingin
Denyut nadi yang cepat dan lemah
Hipovolemia sampai syok

Pemeriksaan
Penunjang

Kriteria Diagnosis

Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding

Terapi

Lama Perawatan
Prognosis
Tingkat Evidens
Tingkat
Rekomendasi
Penelaah Kritis
Indikator Medis
Kepustakaan

Penurunan kesadaran mulai dari apatis, delirium, sampai


koma)
Glukosa darah puasa (GDP) dan 2 jam post prandial
(GD2jpp)
Osmolaritas
Bikarbonat
Analisis gas darah
Elektrolit (Na, K, Cl, fosfat)
Faal ginjal (ureum, BUN)
Keton serum
A1c
Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL,
trigliserida)
Albuminuria
Keton, sedimen, dan protein dalam urin
Elektrokardiogram
1. Glukosa plasma 600 mg/dl atau lebih
2. Osmolaritas serum 320 mOsm/kg atau lebih
3. Dehidrasi berat (biasanya 8-12L) dengan peningkatan
BUN
4. Ketonuria minimal, tidak ada ketonemia
5. Bikarbonat > 15 mEq/L
6. Perubahan dalam kesadaran.
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (KHHNK)
Penatalaksanaan KHHNK mirip dengan KAD, hanya cairan
yang diberikan adalah cairan hipotonis (1/2N, 2A). Secara
umum,
pemantauan
pasien
KHHNK
memerlukan
pemantauan
yang
lebih
cermat.
Beberapa
kasus
memerlukan perawatan intensif. Pemantauan kadar glukosa
darah harus ketat dan pemberian insulin harus lebih cermat
dan hati-hati. Respon penurunan glukosa darah lebih baik.
Walaupun demikian angka kematian lebih tinggi, karena
lebih banyak terjadi pada usia lanjut, yang tentu saja lebih
banyak disertai kelainan organ-organ lainnya.
Penatalakasanaan KHHNK meliputi lima pendekatan:
1. Rehidrasi intravena agresif
2. Penggantian elektrolit
3. Pemberian insulin intravena
4. Diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit
penyerta
5. Pencegahan
7 Hari
Dubia
I
A
Dr.dr. Eva Decroli, SpPD,KEMD-FINASIM

PB PAPDI. Panduan Pelayanan Klinik Perhimpunan Dokter


Spesialis Pemyakit Dalam Indonesia. Interna Publishing,
2009.
Dibuat Oleh
Ditinjau/
Disahkan oleh

Nama
Jabatan

disetujui oleh
Dr.dr.Eva
Dr.dr.H.Joserizal
Decroli, SpPDSaruji, SpOG(K)
KEMD
Ketua Komite Medik

dr.HAM.Hanif,
SpPD-KKV, MARS
Direktur Medik
dan Keperawatan

Tanda Tangan
Bagian /Unit
Seksi SPO, Kebijakan
dan Document Control

Jumlah

Personel

Tanda
Tangan

Tanggal

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


HIPOGLIKEMIA
KSM PENYAKIT DALAM
No.Dokumen
No.Revisi

Halaman

RSUP DR.M.DJAMIL
PADANG
Tanggal terbit/
Revisi
PANDUAN
PRAKTEK KLINIK

Pengertian

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan
Penunjang

Ditetapkan Direktur Utama

Direktur Utama
dr. Irayanti, Sp.M
NIP: 196201231989012001
Kadar glukosa darah < 60 mg/dL, atau kadar glukosa darah
< 80 mg/dL, dengan gejala klinis Hipoglikemia pada DM
terjadi karena :
Kelebihan obat / dosis obat : terutama insulin, atau obat
hipoglikemik oral
Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun :
gagal ginjal kronik, pasca persalinan
Asupan makan tidak adekuat : jumlah kalori atau waktu
makan tidak tepat
Kegiatan jasmani berlebihan.
Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik
oral : dosis terakhir, waktu pemakaian terakhir,
perubahan dosis.
Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi.
Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya.
Lama menderita DM, komplikasi DM
Penyakit penyerta : ginjal, hati, dll
Penggunaan obat sistemik lainnya : penghambat
adrenergik , dll.
Gejala dan tanda klinis :
Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun
Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit
bicara, kesulitan menghitung sementara
Stadium simpatik : keringat dingin pada muka, bibir atau
tangan gemetar
Stadium gangguan otak berat : tidak sadar, dengan atau
tanpa kejang.
Pemeriksaan fisik : pucat, diaphoresis, tekanan darah,
frekuensi denyut jantung, penurunan kesadaran, defisit
neurologik fokal transien
Trias Whipple untuk hipoglikemia secara umum :
Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia
Kadar glukosa plasma rendah
Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat
Kadar glukoma darah (GD), tes fungsi ginjal, tes fungsi hati,
C-peptide

Kriteria Diagnosis
Diagnosis Kerja

Diagnosis Banding

Terapi

Kadar glukosa darah < 60 mg/dL, atau kadar glukosa darah


< 80 mg/dL, dengan gejala klinis Hipoglikemia.
Hipoglikemia
Hipoglikemia karena :
Obat :
- (sering) : insulin, sulfonilurea, alkohol
- (kadang) : kinin, pentamidine
- (jarang) : salisilat, sulfonamid
Hiperinsulinisme endogen : insulinoma, kelainan sel
jenis lain, sekretagogue (sulfonilurea), autoimun, sekresi
insulin ektopik
Penyakit kritis : gagal hati, gagal ginjal, gagal jantung,
sepsis, starvasi dan inanisi
Defisiensi endokrin : kortisol, growth hormone, glukagon,
epinefrin
Tumor non-sel : sarkoma, tumor adrenokortikal,
hepatoma, leukemia, linfoma, melanoma
Pasca-prandial : reaktif (setelah operasi gaster),
diinduksi alkohol
Stadium permulaan (sadar)
Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau
sirop/permen gula murni (bukan pemanis pengganti gula
atau gula diet/gula diabetes) dan makanan yang
mengandung karbohidrat
Hentikan obat hipoglikemik sementara
Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL (bila sebelumnya
tidak sadar)
Cari penyebab
Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar +
curiga hipoglikemia) :
1. Diberikan larutan Dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon (=
50 mL) bolus intra vena,
2. Diberikan cairan Dekstrosa 10% per infus, 6 jam per kolf,
3. Periksa GD sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan
glukometer
Bila GDs < 50 mg/dL + bolus Dekstrosa 40% 50
mL IV
Bila GDs < 100 mg/dL + bolus Dekstrosa 40% 25
mL IV
4. Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa
40% :
Bila GDs < 50 mg/dL + bolus Dekstrosa 40% 50 mL IV
Bila GDs < 100 mg/dL + bolus Dekstrosa 40% 25 mL
IV
Bila GDs 100-200 mg/dL tanpa bolus Dekstrosa 40%
Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan menurunkan
kecepatan drip Dekstrosa 10%
5. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut,
pemantauan GDs setiap 2 jam, dengan protokol sesuai
diatas. Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan

Lama Perawatan
Prognosis
Tingkat Evidens
Tingkat
Rekomendasi
Penelaah Kritis
Indikator Medis

Kepustakaan

Nama
Jabatan

mengganti infus dengan Dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9%


6. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut,
pemantauan GDs setiap 4 jam, dengan protokol sesuai
diatas. Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan
mengganti infus dengan Dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9%
7. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut,
sliding scale setiap 6 jam :
GD

RI
(mg/dL)
(unit,
subkutan)
< 200
0
200 250
5
250 300
10
300 350
15
> 350
20
8. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan
pemberian antagonis insulin, seperti : adrenalin, kortison
dosis tinggi, atau glukagon 0,5 1 mg IV / IM (bila
penyebabnya insulin)
9. Bila pasien belum sadar, GDs sekitar 200 mg/dL :
hidrokortison 100 mg per 4 jam selama 12 jam atau
Deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg setiap 6
jam dan Manitol 1,5 2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam. Dicari
penyebab lain kesadaran menurun.
3 Hari
Dubia
I
A
Dr.dr. Eva Decroli, SpPD,KEMD-FINASIM
1. PERKENI, Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Mellitus
Tipe 2002. Waspadji S. Kegawatan pada Diabetes Melitus
Dalam Prosiding Simposium Penatalaksanaan
2. Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, 1516 April 2000. 83-3. Cryer PE Hypoglycemia In Braunwald E,
Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,
Harissons Principles of Internal Medicine. 15 th ed. New
York : McGraw-Hill : 2001.p. 2138-43.
Dibuat Oleh
Ditinjau/
Disahkan oleh
disetujui oleh
Dr.dr.Eva
Dr.dr.H.Joserizal
dr.HAM.Hanif,
Decroli, SpPDSaruji, SpOG(K)
SpPD-KKV, MARS
KEMD
Ketua Komite Medik
Direktur Medik
dan Keperawatan

Tanda Tangan
Bagian /Unit
Seksi SPO, Kebijakan

Jumlah

Personel

Tanda
Tangan

Tanggal

dan Document Control

PANDUAN PRAKTEK KLINIK


STRUMA NODOSA NON TOKSIK
KSM PENYAKIT DALAM
No.Dokumen
No.Revisi
Halaman
RSUP DR.M.DJAMIL
PADANG
Tanggal terbit/
Revisi
PANDUAN
PRAKTEK KLINIK

Pengertian

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Ditetapkan Direktur Utama

Direktur Utama
dr. Irayanti, Sp.M
NIP: 196201231989012001
Pembesaran kelenjer tiroid yang teraba sebagai suatu
nodul,
tanpa
disertai
tanda-tanda
hipertiroidisme.
Berdasarkan jumlah nodul, dibagi :
Struma mononodosa non toksik
Struma multinodosa non toksik
Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif :
Nodul dingin
Nodul hangat
Nodul panas
Berdasarkan konsistensinya :
Nodul lunak
Nodul kistik
Nodul keras
Nodul sangat keras
Sejak kapan benjolan timbul
Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau
tetap
Cara membesarnya : cepat atau lambat
Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar
menjadi beberapa benjolan atau hanya pembesaran
leher saja
Riwayat keluarga
Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda
Perubahan suara
Gangguan menelan, sesak nafas
Penurunan berat badan
Keluhan tirotoksikosis
Umum
Lokal :
- nodul tunggal atau majemuk, atau difus
- nyeri tekan
- konsistensi
- permukaan
- perlekatan pada jaringan sekitarnya
- pendesakan atau pendorongan trakea
- pembesaran kelenjer getah bening regional
- pembertons sign

Pemeriksaan
Penunjang

Kriteria Diagnosis

Diagnosis Kerja

Diagnosis Banding

Terapi

Laboratirium : T4 atau fT4, T3, dan TSHs


Biosi aspirasi jarum halus (BAJAH)nodul tiroid :
- bila hasil laboratorium : non-toksik
- bila hasil lab. (awal) toksik, tatapi hasil scan : cold
nodule syarat : sudah menjadi eutiroid,
USG tiroid :
- pemantau kasus naodul yang tidak dioperasi
- pemandu pada BAJAH
sidik tiroid :
- bila klinis : ganas, tetapi hasil sitologi dengan BAJAH
(2 kali) : jinak,
- hasil sitologi dengan BAJAH : curiga ganas
petanda keganasan tiroid (bila ada riwayat keluarga
dengan
karsinoma
tiroid
medular,
diperiksakan
kalsitonin)
pemeriksaan antitroglobulin bila TSHs meningkat, curiga
penyakit Hashimoto.
Langkah diagnostik I : TSHs, FT4
Hasil : Non-toksik Langkah diagnostik II : BAJAH
nodul tiroid
Hasil :
A. Ganas
B. Curiga
C. Jinak
D. Tak cukup/sediaan tak representatif (dilanjutkan di kolom
terapi)
Struma Nodosa Non Toksik
Struma nodusa pada : Peningkatan kebutuhan terhadap
tiroksin pada masa pertumbuhan, pubertas, laktasi,
menstruasi, kehamilan, menopause, infeksi, stres, lain.
Tiroiditis akut
Tiroiditis subakut
Tiroiditis kronis : limfositik (Hashimoto), fibrous-invasif
(Riedel)
Simple goiter
Struma endemik
Kista tiroid, kista degenerasi
Adenoma
Karsinoma tiroid primer, metastatik
Limfoma
Sesuia hasil BAJAH, maka terapi :
A. Ganas
Operasi Tiroidektomi near-total
B. Curiga
Operasi dengan lebih dahulu melakukan potong baku
(VC) :
Bila hasil = Ganas Operasi Tiroidektomi near-total
Bila hasil = Jinak Operasi Lobektomi, atau
Tiroidektomi near-total.
Alternatif : Sidik tiroid. Bila hasil = cold nodule

Lama Perawatan
Prognosis
Tingkat Evidens
Tingkat
Rekomendasi
Penelaah Kritis
Indikator Medis
Kepustakaan

Observasi
C. Tak cukup/sediaan tak representatif
Jika nodul solid (saat BAJAH) : ulang BAJAH.
Bila klinis curiga ganas tinggi Operasi Lobektomi
Bila klinis curiga ganas rendah Observasi
Jika nodul kistik (saat BAJAH) : aspirasi.
Bila kista regresi Observasi
Bila kista rekurens, klinis curiga ganas rendah
Observasi
Bila kista rekurens, klinis curiga ganas tinggi
Operasi Lobektomi
D. Jinak
terapi dengan Levo-tiroksin (LT4) dosis subtoksis
Dosis diditrasi mulai 2 x 25 ug (3 hari)
Dilanjutkan 3 x 25 ug (3-4 hari)
Bila tidak ada efek samping atau tanda toksis : dosis
menjadi 2 x 100 ug sampai 4-6 minggu, kemudian
evaluasi TSH (target 0,1 0,3 ulU/L)
Supresi TSH dipertahankan selama 6 bulan
Evaluasi dengan USG : apakah nodul berhasil
mengecil atau tidak (berhasil bila mengecil > 50%
dari volume awal)
- Bila nodul mengecil atau tetap L-tiroksin
dihentikan dan diobservasi :
- Bila setelah struma itu membesar lagi, maka Ltiroksin dimulai lagi (target TSH 0,1 0,3 ulU/L)
Bila sesudah I-tiroksin dihentikan, struma tidak
berubah, diobservasi saja
- Bila nodul membesar dalam 6 bulan atau saat
terapi supresi obat dihentikan dan operasi
Tiroidektomi
dan
dilakukan
pemeriksaan
histopatologi hasil PA :
Jinak : terapi dengan L-tiroksin : target TSH 0,5-3,0
ulU/L
Ganas : terapi dengan L-tiroksin
- Individu dengan risiko ganas tinggi
Target TSH < 0,01 0,05 ulU/L
- Individu dengan risiko ganas rendah
Target TSH < 0,05 0,01 ulU/L
Rawat Jalan
Dubia
I
A
Dr.dr. Eva Decroli, SpPD,KEMD-FINASIM
1.

Kariadi SHKS. Struma Nodosa Non-Toksik In : Waspadji


S, et al , eds. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 3.
Jakarta. Balai Penerbit FKUI:.p. 757-65
2. Suyono S. Pendekatan Pasien dengan Struma. Dalam

Nama
Jabatan

Markum HMS. Sudoyo HAW, Effendy S, Setiati S. Gani


RA, Alwi I, eds. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah
Tahunan
Ilmu
Penyakit
Dalam
1997.
Jakarta.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam : 1997.p. 207-13
3. Subekti I. Struma Nodosa Non-Toksik (SNNT). In
Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryanto, Gani RA,
Mansjoer A, eds. Pedoman Diagnosis dan Terapi di
Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. Pusat Informasi
dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI : 1999.
187-9
4. Soebardi S. Pemeriksaan Diagnosis Nodul Tiroid.
Makalah Jakarta Endocrinology Meeting 2003. Jakarta,
18 Oktober 2003.
5. Jameson JL, Weetman AP. Disorders of the Thyroid
Gland.In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL,
Longo DL, Jameson JL, Harrisons Principles of Internal
Medicine. 15th ed. New York : McGraw-Hill : 2001.p.
2060-84.
Dibuat Oleh
Ditinjau/
Disahkan oleh
disetujui oleh
Dr.dr.Eva
Dr.dr.H.Joserizal
dr.HAM.Hanif,
Decroli, SpPDSaruji, SpOG(K)
SpPD-KKV, MARS
KEMD
Ketua Komite Medik
Direktur Medik
dan Keperawatan

Tanda Tangan
Bagian /Unit
Seksi SPO, Kebijakan
dan Document Control

Jumlah

Personel

Tanda
Tangan

Tanggal

Anda mungkin juga menyukai