Anda di halaman 1dari 28

Sari Kepustakaan IV

ACC Supervisor

dr. Siti Taqwa F. Lubis

Dr. Mardianto, SpPD-KEMD

INTOKSIKASI ALKOHOL AKUT DAN PENATALAKSANAAN


DI INTENSIVE CARE UNIT
Siti Taqwa F. Lubis, Mardianto
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran USU/ RS H. Adam Malik Medan
PENDAHULUAN
Tingginya kecurigaan terhadap suatu intoksikasi diperlukan dalam praktik critical care
medicine. Manifestasi intoksikasi yang tidak jelas menjadi tantangan bagi para dokter, terutama
pada pasien dengan perubahan status mental atau ketika tidak dijumpai adanya riwayat
intoksikasi. Pengenalan dari sindroma toksik spesifik dapat membantu, tetapi gejala sering tidak
spesifik atau tersembunyi oleh kondisi yang lain (misalnya penyaki tertentu). 1
Sejak tahun 1983, The American Association of Poison Central Centers mengumpulkan
data dari Toxic Exposure Surveillance System. Dari 2000 laporan setiap tahunnya, 63 pusat
keracunan melaporkan 2.168.248 kasus keracunan pada manusia yang disebabkan pemaparan zat
toksik. Kurang dari 5% dari kasus tersebut merupakan efek samping dari makanan dan obat
obatan (alkohol). 1
Alkohol merupakan obat yang paling sering digunakan di seluruh dunia, dan apabila
digunakan secara berlebihan dapat memberikan efek merusak, hampir pada semua sistem organ.
Riwayat penyalahgunaan alkohol sering terjadi, 10% diantaranya memerlukan perawatan di
intensive care unit (ICU). 2 Di beberapa rumah sakit di Amerika Serikat, hampir 40 %
penyalahgunaan alkohol dirawat di ICU, dan berhubungan dengan meningkatnya mortalitas dua
kali lipat. 2,3 Karena aktifitas sistemiknya, alkohol meningkatkan kerentanan terhadap penyakit
atau secara langsung menyebabkan gangguan yang dapat terlihat pada critically ill. 2 Efek dari
penggunaan alkohol berlebihan mengakibatkan meningkatnya risiko perawatan rumah sakit dan
presdiposisi berbagai kondisi sebagai akibat perawatan ICU yaitu acute respiratory distress
syndrome, syok sepsis dan infeksi nosokomial. 3

DEFENISI
Ada dua bentuk berat dari penyalahgunaan alkohol, yaitu alcohol dependence
(alcoholism) dan alcohol abuse (harmful use). Alcohol dependence ditandai dengan kecanduan
alkohol, ketidakmampuan untuk memberhentikan minum alkohol, terjadinya withdrawal
symptom setelah memberhentikan minum (ketergantungan secara fisik) dan toleransi. Alcohol
abuse adalah apabila alkohol dapat menyebabkan gangguan fisik dan psikologis yang khas dalam
waktu 12 bulan. 2
Intoksikasi alkohol akut (DSM-IV) adalah apabila seseorang meminum alkohol dalam
waktu singkat, dan menimbulkan efek seperti perubahan tingkah laku, perubahan tanda vital dan
risiko untuk gangguan kesehatan dan kematian. 2
Seseorang dikatakan menderita intoksikasi alkohol apabila jumlah dari alkohol yang
dikonsumsinya mengakibatkan abnormalitas fisik dan tingkah laku. Dengan kata lain, terjadi
gangguan pada kemampuan fisik dan mental seseorang. Tanda lain dari gangguan fisik dan
mental adalah kadar alkohol yang dapat diukur dalam darah. 2
ETIOLOGI
Alkohol merupakan isitilah umum untuk etanol, dimana sebagian besar alkohol
diproduksi melalui fermentasi dari beberapa bahan makanan, yang paling sering barley, hops,
dan anggur. Beberapa tipe alkohol lain yang sering dijumpai seperti metanol (pembersih kaca),
isopropil alkohol (rubbing alcohol) dan etilen glikol (automobile antifreeze solution); yang
mempunyai tingkat racun yang tinggi apabila tertelan walaupun dengan jumlah kecil. 4
Ada beberapa jenis alkohol yang dapat menyebabkan intoksikasi, yaitu etanol yang sering
menyebabkan asidosis alkoholik, intoksikasi metanol, etilen glikol, dietilen glikol, propilen
glikol dan ispropanol. 4,5

Tabel 1. Intoksikasi alkohol tersering

Dikutip dari: Toxic alcohol ingestion: clinical features, diagnosis and management 5
PATOFISIOLOGI
Metanol, isopropanol dan propilen glikol diabsorbsi melalui kulit normal, sebaliknya
etilen glikol dan dietilen glikol diabsorbsi hanya sejumlah kecil setelah menembus kulit. Inhalasi
metanol atau absorpsi topikal dari etilen glikol, propilen glikol, isopropanol dan etilen glikol
dapat menyebabkan intoksikasi, tetapi kebanyakan intoksikasi terjadi setelah meminum atau
menelan secara oral, atau pada kasus propilen glikol setelah pemberian intravena. 5,6
Volume distribusi, waktu paruh, dan rute eliminasi alkohol setelah meminum secara oral
terlihat pada tabel 2. Metanol, etilen glikol, dietilen glikol, propilen glikol, etanol dan
3

isopropanol secara cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan. Sekali diabsorbsi, mereka memiliki
volume distribusi yang sama dengan cairan tubuh dengan konsentrasi puncak di darah
berlangsung dalam waktu 30-60 menit. Berikutnya mereka dimetabolisme di liver dan diekskresi
oleh ginjal. 5,7
Tabel 2. Volume distribusi, rute eliminasi dari alkohol

Dikutip dari: Toxic alcohol ingestion: clinical features, diagnosis and management 5
Gambar 1. Metabolic pathway dari etanol, metanol dan etilen glikol

Dikutip dari: Toxic alcohol ingestion: clinical features, diagnosis and management 5
4

Oksidasi alkohol pertama kali dikatalisasi oleh enzim hati alkohol dehidrogenase (ADH),
proses ini merupakan tahap kritis pada biotransformasi. Metanol dimetabolisme menjadi
formaldehid, etilen glikol menjadi glikoaldehid, propilen glikol menjadi laktaldehid, isopropanol
menjadi aseton dan etanol menjadi asetaldehid. 5,7
Gambar 2. Metabolic pathway dari isopropanol, dietilen glikol dan propilen glikol

Dikutip dari: Toxic alcohol ingestion: clinical features, diagnosis and management 5

DIAGNOSIS
Efek Konsumsi Alkohol
Blood Alcohol Concentration (BAC) merupakan panduan untuk mengetahui kadar dari
intkosikasi alkohol. Blood Alcohol Concentration menunjukkan jumlah alkohol di peredaran
darah dalam gram alkohol per 100 ml darah. BAC 0,05 mengandung arti seseorang memiliki
kadar 0,05 gram alkohol per 100 ml darah (atau BAC 0,05% = 11 mmol/L.

Tabel 3. Korelasi antara BAC dan gangguan motor/perilaku

Dikutip dari: The Drugs


Manifestasi Klinis
Efek dari alkohol bervariasi tergantung individual. Hal ini yang menyebabkan tanda dan
gejala intoksikasi dapat berbeda pada setiap orang. Beberapa faktor yang menyebabkan variasi
dalam tanda dan gejala intoksikasi: 4
- Riwayat meminum alkohol sebelumnya
- Penggunaan obat obatan secara bersamaan
- Kondisi medis
- Bau alkohol dari pernafasan
6

Skala efek
Konsentrasi alkohol dalam darah
Tabel 4. Standar minuman yang sepadan

Dikutip dari: The Drugs


Intoksikasi etanol, etilen glikol, dietilen glikol, propilen glikol dan ketoasidosis alkoholik
dapat menyebabkan hiperosmolalitas dan asidosis metabolik. Intoksikasi isopropanol biasanya
berhubungan dengan hiperosmolal saja. Metanol memberikan efek peningkatan serum osmolal
yang lebih hebat, diikuti oleh etanol, isopropanol, etilen glikol, propilen glikol dan dietilen
glikol. 4
Serum osmolalitas normal 285-290 mOsm/L. osmolalitas dapat dihitung dengan
persamaan: Serum osmolalitas (mOsm/L) = 2 x Na+ + blood urea nitrogen (mg/dL)/2,8 +
7

glukosa (mg/dL)/18. Osmolal gap (Osm) dapat ditentukan dengan mengurangi calculated
serum osmolality dari measured serum osmolality (Osm = Measured osmolality Calculated
osmolality). Osmolal gap dapat ditemukan pada beberapa gangguan lain yang dianggap sebagai
diagnosis banding dari intoksikasi terkait alkohol, seperti ketoasidosis, asidosis laktat, gagal
ginjal, dan pasien critically ill dengan hiponatremia, tetapi osmolal gap nya adalah 15-20
mOsm/L. Osmolal gap > 20 mOsm/L menunjukkan akumulasi salah satu jenis alkohol pada
darah, tetapi tidak ditemukannya peningkatan osmolal gap tidak menyingkirkan intoksikasi
terkait alkohol. 5,8
Gambar 3. Gangguan yang terjadi pada pasien critically ill sebagai akibat alcohol abuse
atau dependence

Dikutip dari: Alcohol Abuse in the Critically Ill Patient 2


PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum pada pasien intokikasi alkohol akut 9
1. Pasien agresif. Pasien harus ditenangkan dan mengoreksi persepsinya terhadap realitas.
Dapat diberikan sedatif (misalnya Diazepam IV 10-20 mg atau Droperidol IV 5 mg) untuk
melindungi pasien terhadap bahaya trauma. Tetapi pemberian ini harus hati hati, karena
8

2.
3.

dapat menyebabkan progresi dari intokikasi alkohol akut menjadi lebih berrat, seperti
berubahnya derajat kesadaran, hipotensi dan depresi nafas.
Depresi pernafasan. Memerlukan tindakan intervensi terapeutik segera seperti pemasangan
intubasi dan ventilator
Koma alkoholik. Monitor ketat depresi pernafasan, hipoksia, aritmia jantung, hipotensi.
Koreksi gangguan metabolik, cairan dan elektrolit. Pemberian suplementasi dan antidotum
Gambar 4. Penatalaksanaan intoksikasi alkohol di ICU

Dikutip dari: Alcohol related emergency: A new look at an old problem 10


Pemberian etanol atau fomepizole untuk mengurangi metabolisme dari alkohol
merupakan bagian dari terapi. Walaupun etanol tidak pernah disetujui oleh Food and Drug
Administration untuk tujuan tersebut, tetapi masih digunakan pada penatalaksanaan intoksikasi
metanol dan etilen glikol untuk beberapa tahun. Etanol memiliki afinitas 10-20 kali yang lebih
kuat untuk ADH daripada alkohol lain, pada konsentrasi darah 100 mg/dL, dapat menghambat
ADH. Etanol akan dibersihkan selama dialisis, sehingga dosis harus ditingkatkan selama dialisis.
5,9

Fomepizole (4-metilpirazol)/Antizol memiliki afinitas 500-1000 kali lebih kuat untuk


ADH dibandingkan dengan etanol dan dapat secara sempurna menginhibisi ADH pada
konsentrasi serum yang lebih rendah. Walaupun lebih efektif bila diberikan secara oral, tetapi
hanya tersedia dalam bentuk intravena. Fomepizole dibersihkan selama dialisis, dosis harus
ditingkatkan pada pasien yang menjalani hemodialisis. 5,7,11,12
Semua alkohol memiliki berat molekul rendah, hanya sedikit atau tidak berikatan dengan
protein, dan memiliki volume distribusi yang rendah, sehingga dengan mudah dibersihkan
dengan dialisis. Dialisis juga dapat membersihkan anion asam organik, seperti formate, glikolat,
dan glioksalat. Hemodialisis intermiten merupakan metode yang sangat efesien yang secara cepat
dapat mengurangi kadar alkohol darah atau membersihkan anion asam organik, walaupun
continuous renal replacement therapy (CRRT) dapat juga digunakan. Dialisis peritoneal jarang
digunakan oleh karena klirens yang rendah dari alkohol atau anion asam organik. 5,10,14
Tabel 5. Prinsip umum penatalaksanaan intoksikasi alkohol (metanol, etilen glikol dan etilen
glikol)

Dikutip dari: Toxic alcohol ingestion: clinical features, diagnosis and management 5
Penatalaksanaan asidosis metabolik dengan basa direkomendasikan oleh beberapa ahli.
Pemberian basa untuk meningkatkan ekskresi format dan glikolat melalui ginjal. Basa dapat
diberikan secara intravena atau via dialisis. 5
Folic acid meningkatkan metabolisme formate. Piridoksin dan tiamin meningkatkan
konversi glioksilat menjadi glisin, dan asam gliolik menjadi -hidroxy--ketoadipate. Semuanya
direkomendasikan untuk penatalaksanaan intoksikasi alkohol. 5

10

Gambar 5. Algoritme penatalaksanaan intoksikasi metanol dan etilen glikol di ICU

Dikutip dari: Current recommendations for Treatment of Severe Toxic Alcohol Poisonings 7
PROGNOSIS
Prognosis dari intoksikasi metanol biasanya buruk, ditandai dengan mortalitas yang
tinggi apabila intoksikasi tidak diobati atau pengobatan dimulai setelah muncul semua gejala.
Keseluruhan mortalitas pada 3 studi, lebih dari 400 pasien, bervariasi antara 8 dan 36% tetapi
meningkat menjadi 50-80% apabila konsentrasi serum bikarbonat < 10 meq/L dan/atau pH darah
< 7,1 saat terapi dimulai. 5
Mortalitas dari intoksikasi etilen glikol bervariasi, berkisar 1-22%. Mortalitas tinggi
dijumpai pada pasien dengan metabolik asidosis berat dan waktu yang lama antara pemaparan
dengan penatalaksanaan awal. Bila pH darah < 7,1 atau terapi awal > 10 jam setelah pemaparan.
Walaupun dosis letal dari etilen glikol yang dilaporkan 1,4-1,5 ml/kgBB, kematian pernah
dilaporkan dengan jumlah yang lebih rendah dan pernah dilaporkan pasien dapat bertahan
dengan jumlah yang lebih besar. Beratnya asidosis metabolik dan kadar glikolat dalam darah
merupakan tanda prognostik penting. Pasien dengan serum HCO3- 5 mEq/L, pH darah 7,1 atau
kadar glikolat serum 8-10 mmol/L; lebih mudah mendapatkan gagal ginjal akut atau kematian.5
Mortalitas pada intikosikasi isopropanol lebih rendah dibandingkan intoksikasi etilen
glikol dan metanol.5
11

Tabel 6. Epidemiologi, petunjuk diagnosis, faktor prognosis buruk dan rekomendasi untuk
penatalaksanaan toksik alkohol

Dikutip dari: Toxic alcohol ingestion: clinical features, diagnosis and management 5

ETANOL
Etanol ditemukan secara luas di masyarakat sebagai minuman keras separti bir komersial,
wine, liquor. Etanol juga ditemukan pada berbagai cologne, parfum, after-shaves, mouthwash,
rubbing alkohol, pewarna makanan, preparat farmasi (eliksir) dan berbagai produk lainnya. 5,11
Patofisiologi
Etanol bekerja melalui beberapa mekanisme. Etanol berikatan secara langsung dengan
reseptor asam gammaaminobutirat (GABA) pada susunan saraf pusat dan menyebabkan efek
12

sedatif sama seperti benzodiazepine, dimana mereka berikatan dengan resreptor GABA yang
sama. Etanol juga merupakan antagonis glutamate N-metil-D-aspartat (NMDA) pada susunan
saraf pusat. Etanol mempunyai efek langsung pada otot jantung, jaringan tiroid, dan jaringan
hati. 14
Mekanisme toksisitas
a. Depresi sistem saraf pusat adalah efek utama dari intoksikasi etanol akut. Etanol memiliki
efek tambahan dengan pemggunaan obat depresi sistem saraf pusat lainnya seperti
barbiturate, benzodiazepine, antidepresan, dan antipsikotik.
b. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh gangguan glukoneogenesis pada pasien dengan
cadangan glikogen kosong (terutama pada anak anak dan orang dengan malnutrisi berat)
c. Intoksikasi etanol dan alkoholik kronik merupakan presdiposisi pasien mendapatkan trauma,
exposure-induced hypothermia, dan sejumlah gangguan metabolik lain. 15
Dosis toksik
Volume distribusi etanol adalah 0.7 L/kg, atau sekitar 50 liter pada orang dewasa. Secara
umum, 0.,7 g//kg alkohol murni (berkisar 3-4 drinks) akan memproduksi 100 mg/dL (0,1 g/dL),
dianggap sebagai minuman yang legal pada berbagai negara.
a. Kadar 100 mg/dL dianggap cukup untuk menghambat glukoneogenesis dan menyebabkan
hipoglikemia, tetapi belum cukup untuk menyebabkan koma.
b. Kadar yang dapat menyebabkan koma dalam atau depresi pernafasan sangat bervariasi,
begantung pada derajat toleransi terhadap etanol secara individual. Walaupun kadar 300
mg/dL biasanya dapat menyebabkan koma pada peminum baru, peminum alkohol kronik
dapat tetap bangun pada kadar 500-600 mg/dL atau lebih. 15
Diagnosis
Diagnosis dari intoksikasi etanol, berdasarkan adanya riwayat meminum alkohol dan bau
alkohol, atau fetid odor dari asetaldehid dan produk metabolik lainnya. Adanya nistagmus,
ataksia, perubahan status mental. Penting diketahui etiologi lain yang dapat bersamaan atau mirip
dengan intoksikasi etanol seperti hipoglikemia, trauma kepala, hipotermia, meningitis atau
intoksikasi dengan obat atau racun lainnya. 15
a. Manifestasi klinik:
- Intoksikasi ringan - sedang: euphoria, inkoordinasi ringan, ataksia, nistagmus, gangguan
dalam mengambil keputusan dan gerak reflex. Berkurangnya inhibisi sosial, menimbulkan
keributan atau kelakuan agresif. Dapat terjadi hipoglikemia.
- Intoksikasi dalam: koma, depresi pernafasan dan aspirasi pneumonia dapat terjadi. Pupil
biasanya kecil dan sering terjadi penurunan dari temperatur, tekanan darah dan nadi.
Rabdomiolisis dapat terjadi akibat dari imobilisasi yang lama pada alas yang keras. 15
13

b. Laboratorium
- Pemeriksaan kadar etanol dalam darah.
- Kadar etanol < 300 mg/dL pada pasien yang koma, harus dicari penyebab alternatif lain.
- Apabila pemeriksaan kadar etanol tidak tersedia, konsentrasi etanol dapat diperkirakan
dengan menghitung osmolal gap.
- Pemeriksaan laboratorium lainnya seperti kadar gula darah, elektrolit, BUN, kreatinin,
fungsi hati, magnesium, analisa gas darah atau oksimetri, foto toraks (apabila terdapat
sangakaan terhadap aspirasi). 15
Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan gawat darurat dan suportif
- Jaga jalan nafas untuk mencegah aspirasi, intubasi dan ventilasi apabila diperlukan
- Berikan glukosa dan tiamin, dan penatalaksanaan koma dan kejang apabila terjadi
- Koreksi hipotermia dengan penghangat secara bertahap
- Kebanyakan pasien menunjukkan perbaikan dalam 4-6 jam
b. Obat spesifik dan antidotum. Sampai saat ini belum ada ditemukan secara komersial
antagonis reseptor etanol spesifik, tetapi ada laporan yang menunjukkan perbaikan setelah
pemberian naloxone 2-5 mg IV.
c. Dekontaminasi. Karena etanol cepat diabsorbsi, emesis atau kumbah lambung tidak
dianjurkan kecuali substansi yang tertelan terjadi dalam waktu beberapa menit dari
munculnya gejala atau dicurigai memakan obat yang lain secara bersamaan. Dilakukan
kumbah lambung apabila baru meminum (dalam 30-45 menit) dan jumlah yang diminum
banyak. Arang aktif tidak efesien mengadsorpsi etanol tetapi dapat diberikan, terutama
apabila diminum bersamaan dengan toksin yang lain.
d. Meningkatkan eliminasi. Eliminasi normal berkisar 20-30 mg/dL/jam. Hemodialisis efesien
untuk membersihkan etanol, tetapi meningkatkan pembersihan jarang dibutuhkan, karena
terapi suportif biasanya cukup bermanfaat. Hemoperfusi dan diuresis kuat tidak efektif. 15
METANOL
Metanol digunakan secara luas sebagai produksi industrial dan juga terdapat pada cairan
pembersih wiper, antifreeze, dan bahan bakar model pesawat terbang. Metanol (wood alkohol)
merupakan komposisi utama pada berbagai pelarut, cairan pembersih kaca mobil, cairan
duplikat, dan pembersih cat. Terkadang oleh peminum alkohol, metanol digunakan sebagai
pengganti etanol. Walaupun efek utama dari metanol dapat memabukkan, produk metaboliknya
dapat menyebabkan asidosis metabolik, kebutaan, dan kematian setelah periode laten 6-30 jam.
5,16,17

Epidemiologi
Intoksikasi metanol di Amerika Serikat jarang dijumpai, berkisar 1000-2000 kasus setiap
tahun (kira kira 1% dari semua keracunan). Biasanya sebagai akibat tidak sengaja terminum dari
14

produk yang mengandung metanol atau sebagai metode untuk bunuh diri, atau sebagai pengganti
etanol yang digunakan oleh peminum alkohol. 5
Mekanisme toksisitas
Metanol tidak berwarna dan hanya sedikit berbau. Metanol secara perlahan
dimetabolisme oleh alkohol dehidrogenase menjadi formaldehid dan selanjutnya oleh aldehid
dehidrogenase menjadi formic acid (formate). Etanol dan metanol berkompetisi untuk enzim
alkohol dehidrogenase, pilihan enzim tersebut untuk memetabolisme bentuk etanol, merupakan
dasar terapi etanol pada keracunan metanol. 5,16
Asidosis metabolik dan gangguan penglihatan terjadi akibat dari metabolit metanol.
Formate dapat menyebabkan kerusakan pada optic disk, dan asidosis metabolik secara langsung
berhubungan dengan konsentrasi formate dalam darah. 5,16,17
Dosis toksis
Dosis fatal metanol yang diminum berkisar 30-240 mL (20-150 g). Dosis toksik
minimum berkisar 100 mg/kg. Peningkatan kadar metanol dalam darah pernah dilaporkan setelah
pemaparan hebat pada kulit dan inhalasi berlebihan. Rekomendasi ACGIH merekomendasikan
workplace exposure limit (TLV-TWA) untuk inhalasi adalah 200 ppm dalam waktu rata rata 8
jam, dan kadar yang dianggap berbahanya untuk kehidupan atau kesehatan adalah 25.000 ppm. 15
Di literatur lain disebutkan jumlah metanol yang dapat menyebabkan toksisitas berkisar 15-500
ml dari larutan 40% sampai 60-600 ml dari metanol murni. 16
Diagnosis
Diagnosis berdasarkan klinis, gejala dan laboratorium karena kadar metanol dalam darah
sangat jarang ditemukan. Perhitungan dari osmolal dan anion gap dapat digunakan untuk
memperkirakan kadar metanol dan untuk memprediksi keparahan berdasarkan dari zat yang
diminum. 16
a. Manifestasi klinik
Onset dan beratnya abnormalitas klinis dan laboratorium bergantung pada banyaknya formic
acid yang terbentuk. Periode laten dari mulai terminumnya metanol sampai terjadi
manifestasi toksisitas adalah 12-24 jam. 20
- Gangguan penglihatan seperti berkurangnya ketajaman visual, fotofobia dan pandangan
kabur merupakan gejala yang paling sering dijumpai intoksikasi alkohol. Pemeriksaan
funduskopi menunjukkan hiperemis disk optik, venous engorgement, atau papiledema.
- Nyeri abdomen
- Abnormalitas neurologis: bingung, stupor dan koma. Disfungsi neurologis berat
ditemukan pada pasien dengan asidosis metabolik berat.
- Nekrosis putaminal, ditandai dengan adanya rigiditas, tremor, masked face, dan
monotonous speech. Hal ini berhubungan berkurangnya aliran ke otak dan/atau
akumulasi formic acid pada putamen.
15

Asidemia (terutama pH 7,2) menunjukkan gejala pernafasan kussmaul, gangguan


fungsi jantung dan hipotensi.
Osmolal gap meningkat, osmolal gap 10 msom/L konsisten dengan konsentrasi toksik
metanol.
Setelah periode laten sampai 30 jam, terjadi anion gap asidosis metabolik berat, gangguan
penglihatan, kebutaan, kejang, koma, dan kematian mungkin dapat terjadi.
Periode laten menjadi lebih lama apabila metanol diminum bersamaan dengan etanol.
5,16,17

b. Laboratorium
Kadar metanol dalam darah diukur dengan menggunakan gas kromatografi. Kadar
metanol serum > 20 mg/dL sudah dianggap toksik dan kadar > 40 mg/dL dianggap
sangat berbahaya. Kadar metanol yang rendah atau tidak terdeteksi tidak menyingkirkan
intoksikasi.
Apabila tidak tersedia pengukuran metanol, makan dapat digunakan osmolal gap serum
sebagai pengganti.
Osmolalitas darah dapat meningkat atau normal. Konsentrasi metanol 50 mg/dL akan
meningkatkan osmolalitas darah sekitar 15 mOsm/L.
Anion gap tinggi asidosis metabolik (pH darah 6,8 -7,3), sebagai akibat akumulasi
formate.
- Asidosis laktat, sebagai akibat gangguan respirasi sel yang disebabkan oleh formate atau
meningkatnya pembentukan NADH selama metabolisme metanol.
- Hiperkloremik asidosis metabolik
- Pemeriksaan laboratorium lain yang diperlukan seperti elektrolit, kadar gula darah, BUN,
kreatinin, serum osmolalitas dan osmolar gap, analisa gas darah, kadar etanol dan laktat.
5,16

Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan emergensi dan suportif
- Jaga jalan nafas dan bantuan ventilasi apabila diperlukan
- Penatalaksanaan koma dan kejang apabila ditemukan
- Atasi asidosis metabolik dengan sodium bikarbonat intravena. Koreksi asidosis harus
berdasarkan analisa gas darah.
b. Obat spesifik dan antidotum
- Etanol. Mulai pemberian oral atau infus intrevena etanol untuk mensaturasi enzim
alkohol dehidrogenase dan mencegah pembentukan dari metabolit toksik metanol. Terapi
etanol diindikasikan pada pasien dengan: adanya riwayat meminum metanol, saat kadar
metanol darah tidak bisa didapatkan segera dan osmolal gap > 5 mOsm/L; asidosis
metabolik dan osmolal gap > 5-10 mOsm/L yang tidak disebabkan oleh etanol;
konsentrasi metanol darah > 20 msosm/L.
16

Folic acid. Dapat meningkatkan konversi formate menjadi karbondioksida dan air. Dosis
yang dianjurkan 50 mg IVsetiap 4 jam.
- Fomepizole (4-methylpyrazole), menginhibisi alkohol dehidrogenase dan mencegah
metabolisme metanol.
c. Dekontaminasi. Dilakukan kumbah lambung. Arang aktif tidak menunjukkan adsorbsi
metanol secara efesien. Arang dapat memperlambat absorbsi apabila intoksasi secara oral.
d. Meningkatkan eliminasi. Hemodialisis secara cepat dapat membersihkan metanol (waktu
paruh berkurang menjadi 3-6 jam) dan formate. Indikasi untuk dialisis apabila dicurigai
keracunan metanol dengan asidosis metabolik, osmolal gap > 10 mOsm/L, pengukuran
konsentrasi metanol darah > 40 mg/dL. Dialisis harus diteruskan sampai konsentrasi metanol
< 20 mg/dL. Infus etanol harus ditingkatkan selama dialisis. 5,22,23
The American Academy Toxicology merekomendasikan penggunaan etanol atau
fomepizole untuk terapi intoksikasi metanol berdasarkan kriteria berikut: 7
- Konsentrasi metanol plasma > 20 mg/dL- Riwayat baru meminum metanol dengan osmolal gap serum > 10 mg/dL
- Kecurigaan klinis kuat dari keracunan metanol dengan sedikitnya dua dari berikut: pH
arteri < 7,3 , HCO3- < 20 mEq/L, dan osmolal gap > 20 mOsm/L
Tabel 7. Dosis etanol yang direkomendasikan untuk pengobatan intoksikasi metanol atau
etilen glikol

Dikutip dari: Toxic alcohol ingestion: clinical features, diagnosis and management 5
The American Academy Toxicology merekomendasikan hemodialisis dapat
dilakukan apabila dijumpai asidosis metabolik (pH darah 7,25-7,30), abnormalitas visual,
gagal ginjal, gangguan elektrolit yang tidak respons terhadap terapi konvensional dan/atau
konsentrasi metanol serum > 50 mg/dL. Hemodialisis dapat membersihakan metanol secara
cepat, mungkin dengan meningkatkan pembersihan formate, dan dapat menghasilkan basa
untuk mengkoreksi asidosis. Pemberian basa direkomendasikan untuk mengobati asidosis
metabolik dan meningkatkan pembersihan formate melalui ginjal. 21

17

Tabel 8. Dosis fomepizole yang direkomendasikan untuk pasien dengan intoksikasi metanol
dan etilen glikol

Dikutip dari: Toxic alcohol ingestion: clinical features, diagnosis and management 5
ETILEN GLIKOL
Etilen glikol digunakan secara luas pada produk industrial dan ditemukan pada
automobile coolants, heat transfer fluid, pembersih es. Etilen glikol tidak berwarna dan tidak
berbau, dan mempunyai rasa yang manis. 18 Etilen glikol merupakan komposisi utama (hampir
95%) antifreeze. Terkadang sengaja dikonsumsi oleh alkoholik sebagai pengganti alkohol dan
sering menarik perhatian anak anak karena rasanya yang manis. Intoksikasi oleh etilen gilkol
menyebakan mabuk dan gastritis, produk metaboliknya dapat menyebabkan asidosis metabolik,
gagal ginjal dan kematian. 5,18
Mekanisme tosksisitas
Etilen glikol dimetabolisme oleh alkohol dehidrogenase menjadi glikoaldehid, yang
kemudian dimetabolisme menjadi glikolik, glioksilik, dan asam oksalat. Asam tersebut
berhubungan dengan penumpukan asam laktat dan bertanggung jawab untuk anion gap asidosis
metabolik. Oksalat diendapkan dengan kalsium untuk membentuk kristal kalsium oksalat yang
tidak larut. Kerusakan jaringan disebabkan oleh deposisi luas dari kristal oksalat dan efek toksik
dari glikolik dan asam glioksilik. 18
Asidosis metabolik dan disfungsi organ sebagai akibat utama pembentukan glikolik dan
asam oksalat dari metabolisme etilen glikol. Akumulasi dari asam glikolik merupakan penyebab
utama asidosis metabolik, tetapi glikolat juga mengganggu resspirasi sel dan efek ini dapat
mempermudah terjadinya asidosis laktat pada beberapa pasien. Gagal ginjal akut, disfungsi
miokard, fungsi neurologis dan disfungsi pulmonal sebagai akibat deposisi oksalat dan kalsium
18

pada jantung, ginjal, otak dan paru paru. Deposisi dari kalsium oksalat pada jaringan juga dapat
menyebabkan hipokalsemia yang akan mendepresi fungsi jantung dan tekanan darah. 5
Dosis toksik
Rata rata dosis letal apabila diminum secara oral etilen glikol 95% adalah 1,5 mL/kg,
tetapi ada yang melaporkan pasien yang dapat bertahan hidup setelah meminum 2L dan
mendapatkan penatalaksanaan yang baik dalam satu jam setelah meminum zat tersebut. 18
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat meminum/tertelan antifreeze, gejala
khas, meningkatnya osmolal dan anion gap.15 Oksalat atau kristal hippurate dapat dijumpai pada
urine. Diagnosis intoksikasi etilen glikol tegak apabila terderteksi atau peningkatan kadar etilen
glikol yang ditentukan dengan gas kromatografi. 18
a. Manifestasi klinik
- Tanda dan gejala etilen glikol terdiri dari 3 tahap: Abnormalitas neurologis (tahap SSP)
yang terjadi 30 menit - 12 jam setelah meminum etilen glikol; tahap kardiopulmonal yang
terjadi 12-24 jam; tahap 3 terjadi 24-72 jam setelah meminum.
- Tanda dan gejala metabolik asidosis: pernafasan kussmaul, presdiposisi menjadi penyakit
jantung kongestif atau hipotensi sering ditemukan pada semua tahap dan biasanya terlihat
pada pasien dengan pH darah < 7,1-7,2.
- Dalam 3-4 jam pertama setelah terminum, pasien terlihat intoksikasi sama seperti etanol.
Osmolar gap meningkat, tetapi tidak dijumpai asidosis. Gastritis dengan muntah dapat
terjadi.
- Setelah 4-12 jam, tampak gejala intoksikasi yang disebabkan produk metabolik, dengan
anion gap asidosis, hiperventilasi, kejang, koma, gangguan konduksi jantung dan aritmia.
Gagal ginjal dapat terjadi tetapi biasanya reversibel. Edema paru dan edema otak sering
terjadi. Hipokalsemi dengan tetani pernah dilaporkan. 5,18,20
b. Laboratorium
- Kadar etilen glikol dalam darah > 50 mg/dL biasanya berhubungan dengan intoksikasi
serius, walaupun kadarnya yang rendah tidak dapat menyingkirkan intoksikasi.
Perhitungan dari osmolar gap dapat digunakan untuk memperkirakan kadar etilen glikol.
- Serum osmolalitas dapat normal atau meningkat dalam beberapa jam pertama setelah
terminum. Konsentrasi 50 mg/dL dalam serum akan meningkatkan osmolalitas serum 9
mOsm/L.
- Apabila etilen glikol dimetabolisme menjadi asam glikolik, asidosis metabolik dengan
anion gap tinggi akan terjadi.
- 4-8 jam setelah terminum etilen glikol, kristal kalsium oksalat dapat dijumpai pada urine.
- Hipokalsemia
- Laboratorium lain yang perlu diperiksa adalah elektrolit, kadar gula darah, BUN,
kreatinin, kalsium, fungsi hati, urinalisa, osmolalitas, analisa gas darah, EKG. 5,18
19

Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan emergensi dan suportif
- Pertahankan jalan nafas dan bantuan ventilasi apabila dibutuhkan. Berikan oksigen yang
cukup
- Atasi koma, kejang, aritmia jantung, dan asidosis metabolik apabila terjadi. Observasi
pasien beberapa jam untuk memonitor berkembangnya menjadi asidosis metabolik,
terutama bila simtomatis atau diketahui meminum bersamaan dengan etanol.
- Atasi hipokalsemia dengan kalsium glukonat intravena atau kalsium klorida.
b. Obat spesifik dan antidotum
- Pemberian etanol. Untuk mensaturasi enzim alkohol dehidrogenase dan mencegah
metabolisme dari etilen glikol menjadi metabolit toksik. Indikasi untuk terapi etanol
adalah: kadar etilen glikol > 20 mg/dL, riwayat terminum etilen glikol yang disertai
dengan osmolal gap > 5 mOsm/L, tidak ada laporan oleh etanol atau produk alkohol
lainnya. Anion gap asidosis disertai dengan adanya riwayat tertelan glikol atau adanya
kristaluri oksalat atau Woods lamp positif pada pemeriksaan urine.
- Pemberian piridoksin, folat, tiamin, diperlukan kofaktor untuk memetabolisme etilen
glikol yang dapat mengurangi toksisitas dengan meningkatkan metabolisme dari asam
glikoxilik menjadi metabolit nontoksik.
- Fomepizole, dapat menurunkan kadar glikolat serum dan terjadi perbaikan parameter
asam basa.
- Pemberian basa untuk asidosis metabolik dan mungkin dapat meningkatkan ekskresi urin
atau anion asam organik.
c. Dekontaminasi
Dilakukan kumbah lambung secepatnya apabila memungkinkan. Arang aktif tidak efesien
untuk mengadsorbsi glikol.
d. Meningkatkan eliminasi
Volume distribusi etilen glikol adalah 0,7-0,8 L/kg, hal ini membuat dengan mudah
meingkatkan prosedur eliminasi. Hemodialisis efesien untuk membersihkan etilen glikol dan
toksik metaboliknya, dan secara cepat mengkoreksi asidosis dan abnormalitas cairan dan
elektrolit. Indikasi untuk hemodialisis apabila dicurigai keraculnan etilen glikol dengan
osmolal gap > 10 msom/L tidak ada laporan yang disebabkan oleh etanol atau alkohol
lainnya, intoksikasi etilen glikol yang disertai dengan gagal ginjal, konsentrasi etilen glikol
dalam darah > 20-50 mg/dL. 5,18,22,23
The American Academy of Clnical Toxicology merekomendasikan etanol atau
fomepizol dapat diberikan apabila dijumpai kadar etilen glikol > 20 mg/dL atau adanya
riwayat meminum sejumlah etilen glikol yang berpotensial toksik dan osmolal serum > 10
mOsm/L atau riwayat atauu kecurigaan klinis kuat dari keracunan etilen glikol dan dua dari
abnormalitas berikut: pH arteri <7,3, konsentrasi bikarbonat serum < 20 mEq/L, osmolal gap
> 10 mOsm/L, dan dijumpainya kristal oksalat. 7
20

Gambar 6. Guidelines Pentalaksanaan intoksikasi etilen glikol dan metanol

Dikutip dari: Ethylene Glycol and Methanol Poisoning Treatment 24


ISOPROPANOL
Isopropanol digunakan secara luas sebagai pelarut, antiseptik, disinfektan dan sering
ditemukan di rumah sebagai larutan 70% (rubbing alkohol). Zat ini sering diminum oleh
alkoholik sebagi pengganti alkohol yang murah. Tidak seperti bahan pengganti alkohol lainnya
seperti metanol, etilen glikol, isopropanol tidak dimetabolisme menjadi asam organik toksisitas
tinggi. 19
Mekanisme toksisitas
Isopropanol merupakan depresan sistem saraf pusat yang poten, dan intoksikasi secara
tertelan atau inhalasi dapat menyebabkan koma dan respiratory arrest. Isopropanol
dimetabolisme menjadi aseton (dimetilketon), yang dapat menambah dan memperpanjang
depresi dari sistem saraf pusat. Dosis yang sangat besar dapat menyebabkan hipotensi sekunder

21

akibat vasodilatasi dan kemungkinan depresi miokard. Isopropanol juga mengiritasi saluran
pencernaan dan sering menimbulkan gastritis. 5,19
Dosis toksik
- Oral. Dosis toksik oral berkisar 05-1 mL/kg dari rubbing alkohol (70% isopropanol) tetapi
bervariasi berdasarkan dari toleransi individual dan adanya deperesan lain yang ikut
diminum. Kejadian fatal dapat terjadi apaabila meminum 240 mL, tetapi pasien yang
meminum sampai 1 L dapat sembuh dengan perawatan suportif.
- Inhalasi. Rekomendasi workplace limit (ACGIH TLH-TWA) untuk uap isopropanol adalah
400 ppm (980 mg/m3) dalam waktu 8 jam. Kadar udara yang dianggap berbahaya untuk
hidup atau kesehatan adalah 20.000 ppm.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa konsentrasi isopropanol > 150 mg/dL dapat
menyebabkan koma dan hipotensi dan kadar > 200 mg/dL dapat membahayakan kehidupan.
Hipotensi berat dengan koma dijumpai dengan kadar isopropanol serum > 400 mg/dL. 19
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat meminum dan meningkatnya osmolar
gap, tidak dijumpai asidosis yang berat dan adanya bau yang khas dari isopropanol dan atau
aseton. Trias dari parameter asam basa normal, hiperosmolalitas dan reaksi nitroprusside positif
pada urine atau dan/atau darah dapat menegakkan diagnosis.19
a. Manifestasi klinik
- Temuan klinik terjadi dalam waktu 30-60 menit setelah tertelan.
- Intoksikasi dapat menyebabkan mabuk, ataksia, stupor dan apabila jumlah yg diminum
cukup banyak dapat menyebabkan koma, hipotensi dan henti nafas.
- Karena terjadi iritasi lambung, nyeri perut dan muntah sering dijumpai dan hematemesis.
- Asidosis metabolik dapat terjadi, tapi biasanya ringan.
- Osmolal gap meningkat.
- Isoprapanol dimetabolisme menjadi aseton yang dapat menyebabkan depresi susunan
saraf pusat dan memberikan bau yang khas dari pernafasan. 5,19
b. Laboratorium
- Kadar dalam darah dapat diperkirakan dengan menghitung osmolal gap.
- Kadar isopropanol > 150 mg/dL biasanya dapat menyebabkan koma, tapi pasien dengan
kadar 560 mg/dL dapat bertahan hidup dengan perawatan suportif dan dialisis.
- Konsentrasi aseton serum dapat meningkat.
- Karena salah satu metabolit utama dari isopropanol adalah aseton, reaksi nitroprusside
dapat positif.
- Kreatinin serum dapat meningkat dengan adanya gagal ginjal.
- Laboratorium lain yang perlu diperiksa adalah alektrolit, kadar gula darah, BUN,
kreatinin, osmolalitas serum dan osmolar gap, analisa gas darah atau oksimetri. 5,19
22

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan emergensi dan suportif
- Pertahankan jalan nafas dan bantuan ventilasi apabila dibutuhkan. Berikan oksigen yang
cukup
- Atasi koma, hipotensi, hipoglikemia apabila terjadi.
- Pantau pasien simtomatik sekurangnya 6-12 jam
b. Obat spesifik dan antidotum.
Tidak ada antidotum spesifik. Terapi etanol tidak diindikasikan karena isopropanol tidak
memproduksi metabolit asam organik toksik.
c. Dekontaminasi
Karena isopropanol tidak diabsorbsi secara cepat setelah terminum, prosedur pengosongan
lambung dianggap tidak begitu berguna apabila jumlah yang terminum sedikit atau lebih dari
30 menit. Untuk meminum dalam jumlah besar: pemberian arang aktif dan obat pencahar,
jangan merangsang terjadinya muntah karena risiko terjadinya koma akan lebih cepat.
Walaupun adsorpsi isopropanol oleh arang aktif tidak begitu baik, tetapi 1 g arang dapat
mengikat 1 mL alkohol 70%. Kumbah lambung dapat dilakukan apabila meminum dengan
jumlah yang sangat banyak.
d. Meningkatkan eliminasi
Hemodialisis efektif untuk membersihkan isopropanol dan aseton tapi jarang dilakukan
karena sebagian besar pasien dapat ditatalaksana dengann perawatan suportif saja. Dialisis
diindikasikan apabila kadar isopropanol sangat tinggi (>500-600 mg/dL) atau apabila
hipotensi tidak respons terhadap cairan atau vasopressor. 19
KETOASIDOSIS ALKOHOLIK
Sindroma ketoasidosis alkoholik (AKA) jarang ditemukan pada pasien dengan
intoksikasi etanol akut, ditemukan < 10% pasien. Ketoasidosis alkoholik lebih sering dijumpai
pada pasien yang meminum alkohol jangka panjang dan penyakit hati, sindroma ini berkembang
setelah meminum dalam jumlah sangat besar, berhubungan dengan menurunnya asupan makanan
dan episode muntah, yang akhirnya dapat menjelaskan terjadinya alkalosis metabolik pada
beberapa pasien. Walaupun AKA sering terjadi pada pasien dengan kondisi komorbid tertentu,
tetapi mortalitasnya rendah. Pada suatu studi dari 74 pasien dengan AKA, hanya 1% yang
meninggal. 5
Patofisiologi
Walaupun oksidasi etanol pada hati menghasilkan aldehid, yang dikonversi menjadi
asetat dan asetil CoA, suatu prekusor dari badan keton, ketogenesis terutama diakibatkan
stimulasi dari lipolisis dan pembetukan asam lemak bebas dari kadar insulin yang rendah dan
meningkatnya kadar hormon kontraregulator seperti epinefrin, kortisol dan glukagon. Produksi
23

yang berlebihan dari asam asetoasetat dan asam - hidroksibutirat mendasari terjadinya asidosis
metabolik dengan meningkatkan pembentukan NADH dari - hidroksibutirat dibandingkan
dengan asetoasetat. Peningkatan NADH juga meningkatkan produksi asam laktat. 5,25
Diagnosis
Diagnosis AKA ditegakkan berdasarkan ditemukannya kadar etanol yang meningkat.
Adanya riwayat meminum alkohol dan tidak adanya stigmata dari diabetes dapat membuat
diagnosis AKA. 15
a. Manifestasi klinik
Karena gangguan ini sering terjadi pada pasien akoholik kronik dengan gangguan
pancreas dan liver akut dan kronik, sehingga susah membedakan manifestasi klinis antara
AKA dengan penyakit hati atau pankreas.
Nyeri perut, mual dan muntah, berubahnya status mental merupakan sering dijumpai.
Nyeri perut saat palpasi dan pembesaran dari liver dan terkadang limpa menggambarkan
adanya penyakit liver akut atau kronik. 5
b. Laboratorium
- Sering dijumpai asidosis metabolik, tapi lebih sering dijumpai gangguan asam basa
campuran, termasuk alkalosis respiratori dan alkalosis metabolik.
- Hiponatremia dan/atau hiperkalemia, dan hipofosfatemia.
- Serum osmolalitas biasanya normal. Serum osmolalitas dapat meningkat sebagai akibat
meningkatnya konsentrasi etanol atau keton dalam darah.
- Keton dalam cairan tubuh dapat dideteksi dengan reaksi nitroprusside, tes ini dapat
mendeteksi asaetoasetat tetapi tidak - hidroksibutirat.
- Kadar gula darah dapat rendah atau tinggi. Hipoglikemia berhubungan dengan kosonnya
cadangan glikogen dan berkurangnya glukoneogenesis. 5,25
Penatalaksanaan
Perbaikan dari AKA tejadi setelah pemberian dari dekstrosa dan/atau saline.
Direkomendasikan pemberian dekstrosa dan salinuntuk memperbaiki volume defisit dan
menyediakan glukosa untuk mencegah hipoglikmia. 5

24

Tabel 9. Penatalaksanaan Ketoasidosis Alkoholik

Dikutip dari: Alcoholic Ketoacidosis 25

25

KESIMPULAN
-

Intoksikasi terkait alkohol, yaitu metanol, etilen glikol, dietilen glikol, propilen glikol dan
alkoholik ketoasidosis (etanol) dapat dijumpai dengan asidosis metabolik anion gap tinggi
dan meningkatnya osmolal gap serum, sedangkan intoksikasi isopropanol hanya
menunjukkan hiperosmolar saja.
Efek dari semua substansi tersebut, kecuali untuk isopropanol dan mungkin ketoasidosis
alkoholik, terjadi akibat metabolitnya, yang dapat menyebabkan asidosis metabolik dan
disfungsi seluler.
Akumulasi alkohol dalam darah dapat menyebabkan peningkatan osmolalitas, dan akumulasi
dari metabolitnya yang dapat menyebabkan peningkatan anion gap dan berkurangnya
konsentrasi bikarbonat darah.
Ditemukannya abnormalitas klinis dan laboratorium yang terjadi secara bersamaan
merupakan petunjuk diagnostik yang penting, walaupun salah satunya dapat dijumpai,
berdasarkan waktu setelah pemaparan.
Asidosis metabolik, gagal ginjal akut dan penyakit neurologis dapat terjadi pada intoksikasi
alkohol.
Dialisis untuk membersihkan alkohol yang tidak dimetabolisme dan anion asam organik
dapat membantu pengobatan dari beberapa intoksikasi terkait alkohol.
Pemberian fomepizole atau etanol untuk menginhibisi alkohol dehidrogenase, suatu enzim
utama pada metabolisme alkohol, memberikan manfaat dalam pengobatan intoksikasi
metanol dan etilen glikol, juga pada dietilen glikol dan propilen glikol.
Sangat penting bagi seorang dokter untuk mempunyai kecurigaan tinggi terhadap suatu
intoksikasi terkait alkohol, apabila dijumpai asidosis metabolik anion gap tinggi, gagal ginjal
akut, atau penyakit neurologis yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya; sehingga
pengobatan dapat diberikan dini.

26

DAFTAR RUJUKAN

1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.
8.
9.

10.

11.
12.
13.
14.
15.

16.

Moklhlest B, Leiken J.B, Murray P, Corbridge T.C. Adult Toxicology in Critical Care. Part
I: General Approach to the Intoxicated Patient. Chest. 2003; 123: P577-592.
Moss M, Burnham E.L. Alcohol Abuse in the Critically Ill Patient. Lancet. 2006; 368: 223142.
Clark B.J, Moss M. Secondary Prevention in the Intensive Care Unit: Does ICU Admission
Represent a Teachable Moment? . Crit Care Med. 2011; 39(6):1500-1506.
Balentine J.R. Alcohol Intoxication. Available from: www.medscape.com
Kraut J.A, Kurtz I. Toxic Alcohol Ingestions: Clinical Features, Diagnosis and Management.
Clin J Am Soc Nephrol. 2008; 3: 208-225.
Etherington J.M. Emergency Management of Aacute Alcohol Problems. Part 2: AlkoholRelated Seizures, Delirium Tremens and Toxic Alkohol Ingestion. Canadian Family
Physician. 1996; 42: 2423-2431.
Megarbane B, Borron S.W, Baud F.J. Current Recommendations for Treatment of Severe
Toxic Alcohol Poisonings. Intensive Care Med. 2005; 31: 189-195.
Al-Sanouri I, Dikin M, Soubani A.O. Critical Care Aspects of Alcohol Abuse. Southern Med
J. 2005; 98(3): 372-381.
Addolorato G, Armuzzi A, Gasbarrrini. Pharmacological Approaches to the Management of
Alcohol Addiction. Europan Review for Medical and Pharmacological Sciences. 2002; 6:
89-97.
Colucciello S.A. Alcohol-Related Emergencies: A New Look At An Old Problem.
Emergency Medicine Practice: An Evidence-Based Approach to Emergency Medicine.
2001; 3 (9): 1-20.
Mokhlesi B, Leikin J.B, Murray P, Corbridge T.C.Adult Toxicology in Critical Care: Part II:
Specific Poisonings. Chest. 2003; 123: 897-922.
Betten D.P, Vohra R.B, Cook M.D, Matteucci M.J, Clark R.F. Antidote Use in the Critically
Ill Poisoned Patient. Journal of Intensive Care Medicine. 2006; 21: 255-277.
De Pont A.C. Extracorporeal Treatment of Intoxications. Current Opinion in Critical Care.
2007; 13: 668-673.
Brothers E. Ethanol Toxicity. Available from: www.medscape.com
Olson K.R. Ethanol. In: Anderson I.B, Benowitz N.L, Keamey T.E, Osterloh J.D, Woo O.F.
Poisoning & Drug Overdose. A Lange Clinical Medical Manual. United States of America.
1994. P160-161.
Anderson I.B. Methanol. In: Anderson I.B, Benowitz N.L, Keamey T.E, Osterloh J.D, Woo
O.F. Poisoning & Drug Overdose. A Lange Clinical Medical Manual. United States of
America. 1994. P215-217.
27

17. Johnson S. Organic Acidoses. In: Marino P.L. The ICU Book. Lippincott Williams &
Wilkins. Third Edition. 2007. P575-593.
18. Olson K.R. Isopropyl Alcohol. . In: Anderson I.B, Benowitz N.L, Keamey T.E, Osterloh
J.D, Woo O.F. Poisoning & Drug Overdose. A Lange Clinical Medical Manual. United
States of America. 1994. P193-195.
19. Anderson I.B. Ethylene Glycol and Other Glycol. . In: Anderson I.B, Benowitz N.L,
Keamey T.E, Osterloh J.D, Woo O.F. Poisoning & Drug Overdose. A Lange Clinical
Medical Manual. United States of America. 1994. P163-167.
20. Birnbaumer D. Poisonings and Ingestions. In: Bongard F.S, Sue D.Y, Vintch J.R. Current
Diagnosis and Treatment Critical Care. McGraw-Hill. Third Edition. United States of
America. 2008. P 752-787.
21. Levine M.D, Terabar A. Alcohol Toxicity. 2012. Available from: www.medscape.com
22. Henderson W.R, Brubacher J. Methanol and Ethylene Glycol Poisoning: A Case Study and
Review of Current Literature. Janvier. 2002;4: 34-40.
23. Abramson S, singh A.K. Treatment of the Alcohol Intoxications: Ethylene Glycol, Methanol
and Isopropanol. Current Opinion in Nephrology and Hypertension. 2000; 9; 695-701.
24. McGuire L.C, Cruickshank A.M, Munro P.T. Alcoholic Ketoacidosis. Emerg Med J. 2006;
23: 417-420.
25. McMahon D, Weant K, Winstead S. Ethylene Glycol and Methanol Poisoning Treatment.
UK Health Care. 2009; 6: 1-5.

28

Anda mungkin juga menyukai