diperhatikan,perhitungan
luas
penampang,
PENDAHULUAN
Pekerjaan galian timbunan dilakukan apabila alinyemen vertikal dan horisontal dan
penomoran stasion telah pasti.
Paling sederhana pada pekerjaan galian dan timbunan adalah apabila jumlah bahan
untuk penimbunan diambil seluruhnya dari daerah galian, pada jalur proyek yang
sama, tanpa kekurangan atau kelbihan atau dibuang walau pengaruh kembang susut
sudah diperhitungkan. Penentuan titik-titik perlu ditentukan sebagai titik imbang yang
menentukan antara daerah galian dan timbunan. Namun kadangkala jenis tanah ikut
dipertimbangkan dalam menentukan penggunaannya sebagai timbunan.
10.2.
Pengertian faktor kembang susut pada tanah, dapat dijelaskan dengan ilustrasi
berikut(Ditjen BM, 1997). Misal suatu tanah galian di tempat sumber asal kita sebut
Vo, kemudian tanah tersebut diangkut dan ditumpuk dengan jumlah yang sama ke
tempat penimbunan dengan volume V1. Dapat kita ketahui bahwa V1 > Vo, karena
pengaruh faktor kembang tanah yaitu f1 = V1/Vo seperti tabel berikut ini untuk
setiap jenis tanah.
Tabel 1. faktor kembang tanah
Jenis Bahan
Pasir bersih atau kerikil
Top soil
Kepasiran, kelempungan
Tanah biasa baik
Lempung dengan pasir dan kerikil
Lempung lepas dan bersinar
Lempung kering, bergumpal dan kasar dengan batu
Batu lunak
Batu keras
Faktor kembang
1,05% -1,5%
1,1% -1,25%
1,1% -1,35%
1,2% -1,45%
1,25% -1,55%
1,3% -1,6%
1,35% -1,7%
1,4% -1,85%
1,5% -2,0%
tanah atau f2 = V2/V1. Kemudian kita dapat tentukan faktor hasil yaitu f3 = V2/Vo ,
seperti tabel di bawah ini.
Tabel 2. Faktor hasil
Bahan
Faktor hasil
(kepadatan 95% kepadatan kering AASHO
180)
0,8 0,9
0,8 0,9
0,85 0,95
1,10 1,20
Pasir
Laterit
Pasir kelempungan
Batu pecah (berasal dari batu
keras)
Faktor hasil dapat ditentukan ketika mulai bekerja dengan jalan membagi volume
bahan setelah pemadatan dengan volume yang sudah ditentukan dalam jumlah yang
sama di tempat sumber.
Faktor hasil, akan dipakai untuk mengkoreksi hasil volume yang kita dapat dari
gambar profil, pada saat menghitung mass diagram. Pada literatur yang lain
(H.Saodang,2004), koreksi dilakukan dengan menambahkan 15% penyusutan
terhadap volume timbunan teoritis.
10.3.
B\
Dalam bentuk trase jalan di daerah timbunan dapat dilihat pada penampang berikut:
10.4.
Perhitungan volume tanah antara dua stasion dilakukan dengan metoda luas ujung
rangkap, yaitu dengan mengambil rata-rata luas dua ujung penampang dan
mengalikan dengan jarak kedua stasion. Perhatikan rumus berikut:
Volume = A1 + A2 x jarak A1-A2
2
Perhitungan tersebut dilakukan pada semua titik stasion yang ada pada rancangan
trase jalan seperti timbunan berikut :
A1
A2
D1
A3
D2
A4
D3
A5
D4
10.5.
DIAGRAM MASSA
Selanjutnya bila volume antar stasion telah diketahui, dapat dibuat suatu
Mass
Pada absis ditempatkan posisi stasion, dan pada ordinat adalah volume tanah. Skala
absis diagram massa, sama dengan skala 4ertical4l profil memanjang jalan. Gambar
dibawah (Hamirhan Saodang, 2004) dapat dijelaskan sebagai berikut:
Perbedaan tinggi antara dua posisi garis 4ertical pada diagram massa (misalnya
FF-GG) adalah jumlah volume tanah yang dipindahkan.
Pada lengkungan cembung pada diagram, menunjukkan haul maju pada profil
dan lengkungan cekung merupakan haul mundur
10.6.
CONTOH SOAL
Terdapat gambar potongan melintang dari suatu timbunan seperti berikut ini.
PENYELESAIAN:
Titik E
Titik D = Titik H
= Titik G
Panjang TS :
Kemiringan lereng 2/3 dan panjang TS = panjang UD,sehingga :
tangen sudut UCD
= UD/UC
3/2
= UD/(279,35 275,30)
UD
= 1,5 x 4,05
= 6,07 m
TS
= 6,07 m
Analog perhitungan TS,
Tangent sudut HIV
= HV/VI
3/2
= HV/(279,35 274,80)
HV
= 1,5 x 4,55
= 6,82 m
IK
= 6,82 m
Menentukan luas masing-masing bagian
Luas CDST
Luas DSQE
Luas EFOQ
Luas FOMG
Luas GMKH
LuasHKI
Luas
= Luas EFOQ
= 16,45 m2
= Luas DSQE
= 9,18 m2
= 4,55 + 6,82 = 17,5 m2
2
= (2,82+2,0+7,00+2,00+6,07) x (275,30 274,80)
2
= 5,97 m2
Luas penampang A1
= 78,10 + 80,15 x 11
2
= 870,375 m3