Anda di halaman 1dari 7

1.

Prestasi
Prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam
setiap perikatan. Prestasi sama dengan objek perikatan. Dalam hukum
perdata, kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta
kekayaan debitur. Dalam pasal 1131 dan 1132 KUHPer dinyatakan
bahwa semua harta kekayaan debitur baik bergerak maupun tidak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi
jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur. Tetapi jaminan
umum ini dapat dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda tertentu
yang ditetapkan dalam perjanjian antara pihak-pihak. Salah satu unsur
dari suatu perikatan adalah adanya suatu isi atau tujuan perikatan,
yakni suatu prestasi yang terdiri dari 3 wujud yang terdapat pada Pasal
1234 KUHPer, yaitu Memberikan sesuatu, Berbuat sesuatu, dan Tidak
berbuat sesuatu.
a. Memberikan Sesuatu
Pasal 1235 KUHPer menyebutkan: Dalam tiap-tiap perikatan untuk
memberikan sesuatu adalah termaktub kewajiban si berutang untuk
menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya
sebagai seorang bapak rumah yang baik, sampai pada saat
penyerahan. Contoh : dalam jual beli, Debitur harus membayar
harga

suatu

barang

yang

diperjanjikan

dan

kreditur

harus

menyerahkan barang. Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa


dalam suatu perikatan, pengertian memberi sesuatu mencakup
pula

kewajiban

untuk

menyerahkan

barangnya

dan

untuk

memeliharanya hingga waktu penyerahannya. Istilah memberikan


sesuatu sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 1235 KUHPer
dapat mempunyai dua pengertian, yaitu:
Penyerahan kekuasaan belaka atas barang yang menjadi obyek
perjanjian.
Penyerahan hak milik atas barang yang menjadi obyek perjanjian,
yang dinamakan penyerahan yuridis.
b. Berbuat Sesuatu
Berbuat sesuatu adalah melakukan suatu perbuatan yang telah
ditetapkan dalam perjanjian. Sedangkan tidak berbuat sesuatu
adalah tidak melakukan sesuatu perbuatan sebagaimana juga yang
telah ditetapkan dalam perjanjian, manakala para pihak telah

menunaikan prestasinya maka perjanjian tersebut akan berjalan


sebagaimana mestinya tanpa menimbulkan persoalan. Namun
kadangkala ditemui bahwa debitur tidak bersedia melakukan atau
menolak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah ditentukan
dalam

perjanjian.

contoh

membangun

rumah

gedung,

mengosongkan rumah.
c. Tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian tindak akan mendirikan
suatu bangunan, perjanjian tidak akan menggunakan merek dagang
tertentu.
Prestasi dalam suatu perikatan harus memenuhi syarat-syarat:
a. Suatu prestasi harus merupakan suatu prestasi yang tertentu, atau
sedikitnya dapat ditentukan jenisnya, tanpa adaya ketentuan sulit
untuk menentukan apakah debetur telah memenuhi prestasi atau
belum.
b. Prestasi harus dihubungkan dengan suatu kepentingan. Tanpa
suatu kepentingan orang tidak dapat mengadakan tuntutan.
c. Prestasi harus diperbolehkan oleh Undang-Undang, kesusilaan dan
ketertiban umum.
d. Prestasi harus mungkin dilaksanakan.

Sifat Prestasi
Sifat-sifat prestasi adalah sebagai berikut :
a. Harus sudah tertentu dan dapat ditentukan. Jika prestasi tidak tertentu
atau tidak ditentukan mengakibatkan perikatan batal (vernietigbaar).
b. Harus mungkin, artinya prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur secara
wajar dengan segala usahanya. Jika tidak demikian perikatan batal.
c. Harus diperbolehkan (halal), artinya tidak dilarang oleh undangundang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
Jika prestasi itu tidak halal, perikatan batal.
d. Harus ada manfaat bagi kreditur, artinya kreditur dapat menggunakan,
menikmati, dan mengambil hasilnya. Jika tidak demikian, perikatan
dapat dibatalkan.
e. Terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika prestasi
terdiri dari satu perbuatan dilakukan lebih dari satu, mengakibatkan
pembatalan perikatan.

2. Wanprestasi
Menurut J Satrio, wanprestasi adalah suatu keadaan di mana
debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana
mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya. Menurut
Yahya Harahap, wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak
tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya.
Sehingga

menimbulkan

keharusan

bagi

pihak

debitur

untuk

memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan


adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat
menuntut pembatalan perjanjian.
Menurut kamus Hukum, Wanprestasi berarti kelalaian, kealpaan,
cidera janji, tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian. Dengan
demikian,

Wanprestasi

adalah

suatu

sikap

dimana

seseorang

(debitur/yang berutang) tidak memenuhi atau lalai melaksanakan


kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat
antara kreditur dengan debitur.
Dalam restatement of the law of contracts (Amerika Serikat),
Wanprestasi atau breach of contracts dibedakan menjadi dua macam,
yaitu;
a. Total breachs Artinya pelaksanaan kontrak tidak mungkin
dilaksanakan, sedangkan
b. Partial breachs Artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin
untuk dilaksanakan.
Seorang debitur yang dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi ada 4
macam, yaitu :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat; atau
4. Melakuakan sesuatu yang menurut kontrak tidak boleh
dilakukannya.

Mulai terjadinya Wanprestasi


Pada umumnya, suatu wanprestasi baru terjadi jika debitur dinyatakan
telah lalai untuk memenuhi prestasinya, atau dengan kata lain, wanprestasi
ada kalau debitur tidak dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan
wanprestasi itu di luar kesalahannya atau karena keadaan memaksa.
Apabila dalam pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan tenggang
waktunya,
maka
seorang
kreditur
dipandang
perlu
untuk
memperingatkan/menegur debitur agar ia memenuhi kewajibannya.
Teguran ini disebut dengan sommatie (Somasi). Somasi itu minimal telah
dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditur atau Juru sita. Apabila somasi
itu tidak diindahkannya, maka kreditur berhak membawa persoalan itu ke
pengadilan. Dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitur
wanprestasi atau tidak.

Akibat Adanya Wanprestasi


Ada empat akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut.
1. Perikatan tetap ada.
2. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH
Perdata).
3. Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul
setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau
kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak
dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa.
4. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat
membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi
dengan menggunakan pasal 1266 KUH Perdata.
Akibat dari wanprestasi itu dapat menimbulkan kerugian bagi
kreditur dan biasanya dapat dikenakan sanksi berupa bayar ganti
kerugian dan bunga (Pasal 1243 KUHPer), pembatalan kontrak yang
disertai pembayaran ganti kerugian (pasal 1267 KUHPer), peralihan
risiko kepada debitur (Pasal 1237 KUHPer), maupun membayar biaya
perkara di pengadilan (Pasal 181 ayat 1 HIR). Contohnya seorang debitur
(si berutang) dituduh melakukan perbuatan melawan hukum, lalai atau
secara sengaja tidak melaksanakan sesuai bunyi yang telah disepakati

dalam kontrak. Jika terbukti, maka debitur harus mengganti kerugian


(termasuk ganti kerugian, bunga, biaya perkaranya).

Pembelaan Debitur yang Melakukan Wanprestasi


Seorang debitur yang dituduh lalai dan dimintakan supaya kepadanya
diberikan hukuman atas kelalaiannya, ia dapat membela dirinya dengan
mengajukan beberapa macam alasan untuk membebaskan dirinya dari
hukuman-hukuman itu. Pembelaan tersebut ada 3 macam, yaitu:
1. Menyatakan adanya keadaan memaksa (overmacht).
2. Menyatakan bahwa kreditur lalai.
3. Menyatakan bahwa kreditur telah melepaskan haknya.

3. Ganti Kerugian
Menurut pasal 1243 KUHPer, pengertian ganti kerugian perdata lebih
menitikberatkan pada ganti kerugian karena tidak terpenuhinya suatu
perikatan, yakni kewajiban debitur untuk mengganti kerugian kreditur
akibat kelalaian pihak debitur melakukan wanprestasi. Menurut ketentuan
pasal 1243 KUH Perdata, ganti kerugian karena tidak dipenuhinya suatu
perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan
lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau sesuatu yang
harus diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah
dilampaukannya. Yang dimaksud kerugian dalam pasal ini ialah kerugian
yang timbul karena debitur melakukan wanprestasi (lalai memenuhi
perikatan). Kerugian tersebut wajib diganti oleh debitur terhitung sejak ia
dinyatakan lalai.
Menurut M Yahya Harahap, kewajiban ganti-rugi tidak dengan
sendirinya timbul pada saat kelalaian. Ganti kerugian baru efektif menjadi
kemestian debitur, setelah debitur dinyatakan lalai yang dalam bahasa
belanda disebut dengan in gebrekke stelling atau in morastelling. Ganti
kerugian berdasarkan Pasal 1246 KUHPer terdiri atas :
1. Biaya, yaitu segala pengeluaran atau ongkos-ongkos yang nyata-nyata
telah dikeluarkan. Contohnya : jika seorang sutradara mengadakan suatu
perjanjian dengan pemain sandiwara untuk mengadakan suatu
pertunjukkan dan pemain tersebut tidak datang, sehingga pertunjukan

terpaksa dibatalkan, maka yang termasuk biaya adalah ongkos cetak


iklan, sewa gedung, sewa kursi dan lain-lain.
2. Kerugian yang sesungguhnya, yaitu kerugian karena kerusakan barangbarang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur.
Contohnya : rumah yang baru diserahkan oleh pemborong ambruk karena
salah konstruksinya, hingga merusak perabot rumah.
3. Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh atau diharapkan
oleh kreditur apabila debitur tidak lalai. Contohnya : bunga yang berjalan
selama piutang terlambat diserahkan (dilunasi), keuntungan yang tidak
diperoleh karena kelambatan penyerahan bendanya.
Sebab timbulnya ganti kerugian
Ada dua sebab timbulnya ganti kerugian, yaitu
a. Ganti kerugian karena wanprestasi
Ganti kerugian karena wanprestasi adalah suatu bentuk ganti
kerugian yang dibebankan kepada debitur yang tidak memenuhi isi
perjanjian yang telah dibuat antara kreditur dengan debitur. Ganti
rugi karena wanprestasi ini diatur dalam Buku III KUHPer, yang
dimulai dari Pasal 1243 s.d Pasal 1252 KUHPer.
b. Perbuatan melawan hukum.
Ganti kerugian karena perbuatan melawan hukum adalah suatu
bentuk ganti kerugian yang dibebankan kepada orang yang telah
menimbulkan kesalahan kepada pihak yang dirugikannya. Ganti
kerugian itu timbul karena adanya kesalahan, bukan karena adanya
perjanjian. Ganti kerugian karena perbuatan melawan hukum ini
diatur dalam Pasal 1365 KUHPer.
Batasan-batasan mengenai ganti kerugian
Kerugian yang harus dibayarkan oleh debitur kepada kreditur sebagai
akibat dari wanprestasi adalah sebagai berikut :
1. Kerugian yang dapat diduga ketika perjanjian dibuat. Menurut pasal
1247 KUHPer, debitur hanya diwajibkan membayar ganti kerugian yang
nyata telah atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu perjanjian
dibuat, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan
oleh tipu daya yang dilakukan olehnya.

2. Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi. Menurut Pasal 1248

KUHPer, jika tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan oleh tipu daya
debitur, pembayaran ganti kerugian sekedar mengenai kerugian yang
diderita oleh kreditur dan keuntungan yang hilang baginya, hanyalah
terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tidak
dipenuhinya perjanjian.

Anda mungkin juga menyukai