Anda di halaman 1dari 72

Laporan Praktikum Budidaya kakao

PRAKTIKUM
BUDIDAYA KAKAO
(Theobroma cacao L)

Laporan

SRI RAHAYU AGUSTINA


12542111000839

SEKOLAH TINGGI PERTANIAN KUTAI TIMUR


SANGATTA
2014

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktikum Budidaya Tanaman Lada (Piper Nigrum L)

Disusun Oleh :
Sri Rahayu Agustina
12542111000839

Di Setujui dan Disahkan Oleh:

Dosen Pengampuh
Praktikum

Asisten

Mata Kuliah

Dian Triadiwarman, SP
SP

Mengetahui :
Ketua Program Studi Agroteknologi

Bahar,

La Sarido, SP. MP

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah swt , yang telah memberikan
ridha nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan praktikum Budidaya
Tanaman Kakao ini. Saya mengucapakan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah ikut berpartisipasi atas terbentuknya laporan yang sederhana ini.
Tentunya kepada:
1.

Bapak, Prof. Dr. ir. Juraemi, M.Si. selaku ketua STIPER Kutai Timur

2.

Bapak La Sarido, SP., MP., selaku ketua Program Studi Agroteknologi

3.
Bapak Dian Triadiwarman, SP. selaku dosen Pengampuh Mata Kuliah
Budidaya Tanaman Kakao
4.

Bapak Bahar, SP. Selaku Asisten Praktikum

5.
ini.

Rekan rekan yang telah membantu saya dalam melaksanakan praktikum

Laporan praktikum ini disusun untuk bisa mengetahui daya tumbuh benih kakao,
mengetahui kecepatan tumbuh benih, tinggi bibit yang akan dihitung secara
bertahap sejak hari setelah tanam serta jumlah daun setiap minggu setelah
tanamnya. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat saya harapkan, untuk
perbaikan penyusunan laporan lain di kedepannya.
Sangatta, 05 Desember 2014

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. v
BAB I

PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2. Tujuan Praktikum...................................................................... 3
1.3. Manfaat..................................................................................... 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 4
2.1. Tinjauan Umum Tanaman Kakao............................................. 4
2.1.1 Klasifikasi dan Botani Kakao............................................. 4
2.1.2. Morfologi.......................................................................... 6
2.2. Syarat Tumbuh..........................................................................

10
2.2.1. Curah Hujan......................................................................
10
2.2.2. Temperatur........................................................................
11
2.2.3. Sinar Matahari...................................................................
11
2.2.4. Tanah.................................................................................
12
2.3. Perkembangan Tanaman Kakao................................................
14

2.3.1. Periode Sebelum Kemerdekaan


Republik Indonesia............................................................
15
2.3.2. Periode Setelah Kemerdekaan
Republik Indonesia.............................................................
16
2.4. Pemeliharaan.............................................................................
18
2.4.1. Penyiraman........................................................................
18
2.4.2. Pemupukan........................................................................
18
2.4.3. Pengendalian Hama Penyakit.............................................
18
2.4.4. Pengendalian Gulma..........................................................
24
2.5. Panen..........................................................................................
25
2.6. Pasca Panen..............................................................................
27
BAB III

METODE PRAKTIKUM................................................................ 30
3.1. Waktu dan Tempat....................................................................

30
303.2. Alat dan Bahan........................................................................
30
3.2.1. Alat...................................................................................
30
3.2.2. Bahan................................................................................
30
3.3. Prosedur Praktikum..................................................................
30
3.4. Pelaksanaan Praktikum............................................................
31
3.4.1. Persiapan Lokasi...............................................................
31
3.4.2. Persiapan Media Tanam....................................................
31
3.4.3. Pengisian Polybag.............................................................
31

3.4.4. Persemaian........................................................................
31
3.4.5. Pemeliharaan.....................................................................
31
3.4.6. Pengendalian Hama dan Penyakit.....................................
32
3.5. Parameter Pengamatan..............................................................
32
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................... 33


4.1 Daya Tumbuh Benih..................................................................

33
4.2 Kecepatan Tumbuh Benih..........................................................
35
4.3 Tinggi Bibit................................................................................
36
4.4. Data Pengamatan Jumlah Daun.................................................
38
4.5. Proses Pencangkulan..................................................................
40
BAB V

PENUTUP........................................................................................ 41
5.1. Kesimpulan...............................................................................

41
5.2. Saran..........................................................................................
41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kakao secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tipe besar, yaitu Criollo
(Amerika Tengah dan Amerika Selatan) dan Forastero (Amazona dan Trinitario).
Tanaman kakao dapat diperbanyak dengan cara generativ ataupun vegetatif.
Kakao lindak umumnya diperbanyak dengan benih dari klon-klon induk yang
terpilih. Sedangkan kakao mulia umumnya diperbanyak secara vegetatif. Namun,
kakao lindak pun dewasa ini juga sering diperbanyak secara vegetatif untuk
meningkatkan mutu dan hasil. Budidaya kakao sangat ditentukan oleh
tersedianya benih dan bibit yang baik untuk menjamin tersedianya benih yang
bermutu, maka dewasa ini di Indonesia terdapat sekitar 10 produsen benih (F.X.
Susanto, 1994).
Tanaman kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang
peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional di Indonesia, khususnya
sebagai penyedia lapangan kerja, dan sumber pendapatan. Selain itu, kakao juga
berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan
agroindustri. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam mengusahakan
tanaman kakao adalah penggunaan bibit unggul dan bermutu. Tanaman kakao
merupakan tanaman tahunan, karena itu kesalahan dalam pemakaian bibit akan
berakibat buruk dalam pengusahaannya, walaupun diberi perlakuan kultur teknis
yang baik tidak akan memberikan hasil yang diinginkan, sehingga modal yang
dikeluarkan tidak akan kembali karena adanya kerugian dalam usaha tani. Untuk
menghindari masalah tersebut, perlu dilakukan cara pembibitan kakao yang
baik.
Pembibitan adalah suatu kegiatan untuk menghasilkan atau memproduksi bibit.
Kegiatan yang dilakukan dalam pembibitan terdiri dari perencanaan pembibitan,
pembangunan persemaian, penyiapan media bibit, perlakuan pendahuluan
terhadap benih sebelum disemaikan, penyemaian benih, penyapihan bibit,
pemeliharaan bibit, pengepakan dan pengangkutan bibit serta administrasi
pembibitan (Willy, 2010).
Faktor yang mempengaruhi pembibitan tanaman kakao seperti juga tanaman
perkebunan yang lain adalah air, cahaya matahari, unsur hara, suhu, dan
kelembaban. Pertumbuhan vegetatif bibit terbagi atas pertumbuhan daun,
batang dan akar. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pertumbuhan daun
dan batang ialah hormon dan nutrisi (faktor dalam), status air dalam jaringan
tanaman, suhu udara dan cahaya (faktor luar). Pertumbuhan akar dipengaruhi
suhu media tumbuh, ketersediaan oksigen (aerasi), faktor fisik media tumbuh,
pH media tumbuh, selain faktor dalam dan status air dalam jaringan tanaman.
Pertumbuhan daun dan perluasan batang menentukan luas permukaan daun dan
struktur tajuk yang sangat penting sehubungan dengan proses fotosintesis.
Sedangkan perluasan akar akan menentukan jumlah dan distribusi akar yang
kemudian akan berfungsi kembali sebagai organ penyerap unsur hara mineral.
Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan
kontribusi untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia merupakan salah satu
negara pemasok utama kakao dunia setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana
(20,2%) dengan persentasi 13,6%. Permintaan dunia terhadap komoditas kakao
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Namun, kualitas biji kakao yang

diekspor oleh Indonesia dikenal sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh
pengelolaan produk kakao yang masih tradisional (85% biji kakao produksi
nasional tidak difermentasi) sehingga kualitas kakao Indonesia menjadi rendah.
Kualitas rendah menyebabkan harga biji dan produk kakao Indonesia di pasar
internasional dikenai potongan sebesar USD 200/ton atau 10-15 % dari harga
pasar. Selain itu, beban pajak ekspor kakao olahan (sebesar 30%) relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan beban pajak impor produk kakao (5%), kondisi
tersebut telah menyebabkan jumlah pabrik olahan kakao Indonesia terus
menyusut. Selain itu para pedagang (terutama trader asing) lebih senang
mengekspor dalam bentuk biji kakao atau non olahan (Rohman, 2009).

1.2.Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui daya tumbuh benih
kakao, mengetahui kecepatan tumbuh benih, tinggi bibit yang akan dihitung
secara bertahap sejak hari setelah tanam serta jumlah daun setiap minggu
setelah tanamnya.
1.3.Manfaat
Dengan dilaksanakannya praktikum budidaya kakao ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi penulis dan juga khususnya bagi teman teman mahasiswa
Stiper. Adapun kegunaan dan manfaat dari praktikum ini antara lain sebagai
berikut :
1.

Mampu menghitung Daya Tumbuh Benih kakao.

2.

Mampu menghitung Kecepatan Tumbuh Benih kakao.

3.
Mampu menghitung tinggi bibit serta jumlah daun kakao secara bertahap
sejak 14 hari setelah tanamnya.
4.
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan merupakan salah satu untuk
menyelesaikan mata kuliah Budidaya Kakao.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tinjauan Umum Tanaman Kakao


2.1.1 Klasifikasi dan Botani Kakao
Daerah utama pertanaman kakao adalah hutan hujan tropis di Amerika Tengah,
tepatnya pada wilayah 18o Lintang Utara sampai 15o Lintang Selatan. Daerahdaerah dari selatan Meksiko sampai ke Bolivia dan Brazilia adalah tempat-tempat
tanaman kakao tumbuh sebagai tanaman liar. Beberapa spesies Theobroma
yang diketahui, antara lain Theobroma bicolor, Theobroma sylvestris, Theobroma

pentagona, dan Theobroma augustifolia, merupakan spesies yang pada awalnya


juga dimanfaatkan sebagai penghasil biji sebagai campuran.
A. Sistematika
Kakao atau yang lebih dikenal dengan sebutan cokelat merupakan tanaman
yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Karena itu tanaman ini
digolongkan kedalam kelompok tanaman caulifloris. Adapun sistematikanya
menurut klasifikasi botanis sebagai berikut :
Divisio : spermatophyta
Klas

: Dicotyledon

Ordo

: Malvales

Famili

: Sterculiceae

Genus

: Theobroma

Spesies : Theobroma cacao.


B. Jenis
Pada tahun 1937-1938 F.J. Pound mengadakan ekspedisi ke Equador, lembah
Amazona, dan Kolumbia untuk mendapatkan bahan tanam cokelat. Dari
ekspedisi itu terkumpul 320 buah yang berasal dari 80 pohon terpilih yang tahan
akan Witches Broom Diseases. Di Equador sebanyak 250 buah asal 25 pohon
yang sama ketahanannya juga dikumpulkan dari Iquitos Island (yang kelak
cokelat ini dikenal sebagai klon IMC), Rio Nanai (klon Na), Parinary di Rio
Nararion (klon Pa), Rio Morona, dan Rio Ucuyali (klon Sca) di Peru. Tahun 1942
ekspedisi itu diulang kembali ke lembah Amazona untuk mendapatkan batang
atas okulasi. Hasil ekspedisi Pound inilah yang kelak digunakan untuk
mendapatkan bahan tanam klon maupun biji melalui seleksi dan hibridisasi.
E.E. Cheesman pada tahun 1942 yang mulai melaksanakan program
pemuliaan di Trinidad, yang bahan tanamnya merupakan hasil dari ekspedisi F.J.
Pound. Klon klon Sca dan Pa dikenal tahan akan penyakit busuk buah (black
pods), sedangkan klon IMC tahan akan Cocoa swollen disease. Lebih lanjut
cokelat dibedakan oleh cheesman atas dua jenis yaitu criollo dan Forastero.
Namun sebelum seorang ahli lain telah lebih dlu membedakan cokelat ata tiga
jenis, yaitu Criollo, forastero, dan Calabacillo. Tapi, karena Calabacillo ternyata
memiliki sifat-sifat yang sama dengan Forastero maka Cheesman
memasukkannya kedalam kelompok Forastero. Jenis Forastero meliputi cokelat
yang buahnya bertipe Angoleta, Cundeamor, Amelonado, dan Calabacillo.
Perkembangan penelitian terhadap cokelat telah pula membawa perubahan
didalam penggolongan cokelat menurut jenisnya. Oleh Cheesman, Criollo, dan
Forastero dibedakan lagi atas Central American Criollos dan South Criollos serta
Amazone Forastero. Saat ini bahan tanaman cokelat yang banyak digunakan
adalah Upper Amazone Hybrids, karena produksinya tinggi dan cepat sekali
mengalami fase generatif.
Bahan tanam klon Na, Pa, Sca adalah contoh UAH yang saat ini banyak
digunakan sebagai bahan tanam, demikian juga Amelonado dari cokelat jenis
Lower Amazone Forastero, serta ICS dan DR dari jenis Trinitario. Penelitian

selanjutnya menghasilkan bahan tanam biji hibrida F2 hasil persilangan


beberapa klon, maupun klon sebagai bahan tanam, dan tetua anjuran. Di
Malaysia dikembangkan bahan tanam hasil persilangan beberapa nomor klon
Sca, Na, dan Pa serta Amelonado untuk menghasilkan biji hibrida F1 unggul.
Demikian juga klon-klon anjuran Prang Besar Clones (PBC) dengan berbagai
nomor hasil seleksi.
Di Jawa Timur dilakukan hal sama dengan menyilangkan klon DR serta Sca. Di PT
Perkebunan VI usaha mendapatkan bahan tanam unggul dilaksanakan dengan
menyeleksi bahan tanam biji hibrida F1 untuk menghasilkan bahan tanam biji
hibrida F2. Di PT perkebunan II, pembangunan Kebun Benih Cokelat yang
mengelola sepuluh klon dengan berbagai nomor dari TSH, Sca, serta Pa, dan ICS
telah menghasilkan bahan tanam hibrida F1 (identified hybrids).
Saat ini, dari hasil ekspedisi yang dilaksanakan oleh London Cocoa Trade
sepanjang tahun 1980 1983 teah dikoleksi 250 bahan tanam vegetatif dari
daerah pusat pertanaman cokelat. Sebanyak 577 buah dari 578 pohon telah pula
disimpan di Brazilia, ia sebagai koleksi berbagai jenis cokelat. (Tumpal H.S.
Siregar, 2006)
2.1.2. Morfologi
Cokelat telah dikenal di Indonesia sejak tahun 1560, tetapi baru menjadi
komoditi yang penting sejak tahun 1951. Pemerintah mulai menaruh perhatian
dan mendukung industri cokelat pada tahun 1975 setelah PTP VI berhasil
menaikkan produksi cokelat per Ha, dengan menggunakan bibit Upper Amazone
Interclonal Hybrid, yang merupakan hasil persilangan antarklon dan sabah.
(Tumpal H.S. Siregar 2006)
A. Akar
Akar cokelat adalah akar tunggang (radix primaria). Pertumbuhan akar cokelat
bisa sampai 8 meter kearah samping dan 15 meter kearah bawah. Cokelat yang
diperbanyak secara vegetatif pada awal pertumbuhannya tidak menumbuhkan
akar tunggang, melainkan akar-akar serabut yang banyak jumlahnya. Setelah
dewasa tanaman tersebut menumbuhkan dua akar yang menyerupai akar
tunggang.
Perkembangan akar sangat dipengaruhi oleh struktur tanaman, air tanah, dan
aerasi didalam tanah. Pada tanah yang drainasenya jelek dan permukaan air
tanahnya tinggi, akar tunggang tidak dapat tumbuh lebih dari 45 cm. Hal yang
sama juga akan terjadi bila air permukaan tanah terlalu dalam. Percobaan di
Malaysia memberi petunjuk bahwa air tanah yang baik untuk pertumbuhan akar
bibit cokelat adalah 25 64 cm. Keterbatasan akar cokelat untuk berkembang
pada tanah yang permukaan airnya ekstrem menjadi faktor pembatas
penanaman cokelat di daerah pantai. Akar kecambah yang telah berumur 1 2
minggu biasanya menumbuhkan akar-akar cabang (radix lateralis). Dari akar
cabang ini tumbuh akar-akar rambut (Fibrillia) yang jumlahnya sangat banyak.
Pada bagian ujung akar itu terdapat bulu akar yang dilindungi tudung akar
(calyptra). Bulu akar inilah yang berfungsi untuk menghisap larutan dan garamgaram tanah. Diameter bulu akar hanya10 mikron dan panjangnya maksimum
hanya 1 mm.

Cokelat akan mempunyai perakaran lengkap setelah tanaman berumur 3 tahun,


tetapi hal ini masih bergantung pada faktor-faktor tanah dan jenis tanaman serta
pemupukannya. Pada akar cokelat terdapat juga jamur mikoriza yang berperan
dalam penyerapan hara tertentu, terutama fosfor.
B. Batang
Cokelat dapat tumbuh sampai ketinggian 8 10 meter dari pangkal batangnya
pada permukaan tanah. Tanaman cokelat punya kecenderungan tumbuh lebih
pendek bila ditanam tanpa pohon pelindung. Diawal pertumbuhannya tanaman
cokelat yang diperbanyak melalui biji akan menumbuhkan cabang-cabang
primer. Letak cabang-cabang primer itu tumbuh disebut jorquette, yang
tingginya dari permukaan tanah 1 2 meter. Ketinggian jorquette yang ideal
adalah 1,2 1,5 meter agar tanaman dapat menghasilkan tajuk yang baik dan
seimbang.
Pada tanaman cokelat yang diperbanyak secara vegetatif tidak didapati
jorquette. Cabang-cabang primer tumbuh dari pangkal batang dekat permukaan
tanah sehingga ketinggian tanaman relatif lebih rendah dari tanaman cokelat
asal biji. Untuk mebentuk habitat yang baik, dibutuhkan seleksi cabang dan
pemangkasan yang teratur.
Dari batang maupun cabang acapkali tumbuh tunas-tunas air (chupon). Bila
tunas air ini dibiarkan tumbuh akan membentuk jorket kembali. Tunasa air
tersebut juga menyerap banyak energi sehingga bila dibiarkan tumbuh akan
mengurangi pembungaan dan pembuahan. Karena itu, tunas air harus ditunas
secara berkala.
Ditinjau dari tipe pertumbuhannya, cabang-cabang pada tanaman cokelat
tumbuh kearah atas maupun samping. Cabang-cabang yang tumbuh kearah
samping disebut cabang-cabang plagiotrop dan cabang-cabang yang tumbuh
kearah atas disebut cabang-cabang orthotrop.

C. Daun
Daun cokelat terdiri atas tangkai daun dan helai daun. Panjang daun berkisar 2534 cm dan lebarnya 9-12 cm. Daun yang tumbuh pada ujung-ujung tunas
biasanya berwarna merah dan disebut daun flush, permukaannya seperti sutera.
Setelah dewasa, warna daun akan berubah menjadi hijau dan permukaannya
kasar. Pada umumnya daun-daun yang terlindung lebih tua warnanya bila
dibandingkan dengan daun yang langsung terkena sinar matahari.
Mulut daun (stomata) terletak pada bagian bawah permukaan daun. Jumlah
mulut daun sangat bergantung pada intensitas sinar matahari. Karena cokelat
termasuk tanaman lindung, aka pengaturan pertumbuhan tanaman cara
penguranagan daun untuk menyerap sinar matahari akan sangat menentukan
pembungaan dan pembuahan. Dari hasil penelitian Djati Roenggo diperoleh hasil
rata-rata bahwa permukaan bawah daun cokelat mempunyai 70 stomata per
mm2.

Kedudukan daun cokelat pada cabang primer maupun sekunder terdiri atas dua
tipe, masing-masing 3/8 dan 1/2. Kedudukan daun 3/8 didapati pada cabang
ortotrop dan kedudukan daun didapati pada cabang plagiotrop.
D. Bunga
Jumlah bunga cokelat mencapai 5.000-12.000 bunga per pohon per tahun, tetapi
jumlah buah matang yang dihasilkannya hanya berkisar satu persen saja.
Bunga cokelat tergolong bunga sempurna, terdiri atas daun kelopak (calyx)
sebanyak 5 helai, dan benang sari (androecium) sejumlah 10 helai. Diameter
bunga 1,5 cm. Bunga disangga oleh tangkai bunga yang panjangnya 2-4 cm.
Tangkai bunga tersebut tumbuh dari bantalan bunga pada batang atau cabang.
Bantalan bunga pada cabang akan menumbuhkan bunga ramiflora sedangkan
bantalan bunga pada batang akan menumbuhkan bunga cauliflora, yang
diameter serbuk sarinya hanya 2-3 mikron.
Daun kelopak bunga (calyx) berbentuk lanset, panjangnya 6-8 m. Warna daun
kelopak putih dan kadang-kadang makin keujung warnanya ungu kemerahan.
Daun mahkota (corolla) berbentuk cawan, panjang 8-9 mm. Warna daun
mahkota putih kekuningan atau putih kemerahan. Benang sari (androecium)
tersusun dalam dua lingkaran. Satu lingkaran terletak dilekungan mahkota.
Ukurannya pendek dan tidak keluar dari bunga, berbentuk pita dan berwarna
kuning. Lingkaran kedua terdiri atas 5 helaian yang tidak mengandung tepung
sari, terletak disebelah dalam. Ukurannya panjang dan tumbuh keluar dari
bunga. Daun buah (gynoecium) terdiri atas 5 helai dengan tepi saling berlekatan
untuk membentuk bakal buah (ovarium) beruang satu.
Penyerbukan bunga cokelat dibantu oleh serangga. Sebanyak 75% dari bunga
yang menyerbuk diketahui dibantu oleh serangga Forcipomya spp sedangkan
25% lagi oleh serangga lain yang didapati pada bunga. Ada 3 ordo serangga
penyerbuk pada tanaman cokelat, yaitu Homoptera, Hymenoptera, dan Diptera.
Forxipomya spp sendiri diketahui terdiri atas 16 subgen. Umumnya serangga
Toxopera aurintii box, Tyora tessmani, Crematogester dpressa,Crematogester
clariventis, dan Cecidomyiid, serta Drosophila terdapat pada bunga yang siap
diserbuki.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa serangga Forcipomya spp atau serangga
lainnya hinggap pada bunga cokelat dan kemudian tanpa sengaja
menyerbukannya karena tertarik pada garis merah yang terdapat pada
staminodia dan pada kerudung penampung bunga. Penyerbukan biasanya
berlangsung pada pagi hari, yaitu pada pukul 7.30-10.30. Lingkungan yang
lembab, dingin dan gelap karena tajuk sudah tumbuh rapat merupakan kondisi
yang disenangi serangga tersebut. Lingkungan hidup serangga penyerbuk,
terutama Forcipomya spp, adalah bahan bahan organik yang lembab dan gelap
seperti daun daun busuk, sisa-sisa kulit buah, atau batang pisang yang
dibiarkan busuk dilapangan. Forcipomya spp betina lebih sering mengunjungi
bunga daripada yang jantan, karena yang betina membutuhkan protein untuk
pematangan telur
E. Buah
Buah cokelat berupa buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Kulit buah
mempunyai 10 alur dan tebalnya 1-2 cm. Pada waktu muda, biji menempel pada

bagian dalam kulit buah, tetapi bila buah telah matang maka biji akan terlepas
dari kulit buah. Buah yang demikian akan berbunyi jika digoncang.
Jumlah bunga yang menjadi buah sampai matang dan jumlah biji didalam buah
serta berat biji merupakan faktor-faktor yang menentukan produksi. Buah muda
yang ukurannya kurang dari 10 cm disebut cherelle (buah pentil). Buah muda ini
acapkali mengalami pengeringan (cherelle wilt) sebagai gejala yang spesifik dari
cokelat. Gejala demikian disebut physiological effect thinning, yakni adanya
proses fisiologis yang menyebabkan terhambatnya penyaluran hara untuk
menunjang pertumbuhan buah muda. Gejala tersebut bisa juga dikarenakan
adanya kompetisi energi antara vegetatif dan generatif atau karena adanya
pengurangan hormon yang dibutuhkan untuk pertumbuhan buah muda.
Didalam setiap buah terdapat 30-50 biji, bergantung pada jenis tanaman.
Sedangkan berat kering atau satu biji cokelat yang ideal adalah 1 + 0,1 gram.
Beberapa jenis tanaman cokelat yang menghasilkan buah yang banyak tetapi
bijinya kecil, dan sebaliknya.
Perubahan warna kulit tongkok dapat dijadikan tanda kematangan buah.
Terdapat buah yang berwarna hijau tua, hiaju muda, atau merah pada waktu
muda, tetapi akan berwarna kuning bila telah matang.
2.2.Syarat Tumbuh
Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan
produksi tanaman cokelat. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan
tropis. Dengan demikian curah hujan, temperatur, dan sinar matahari menjadi
bagian dari faktor iklim yang menentukan. Demikian juga faktor fisik dan kimia
tanah yang erat kaitannya dengan daya tembus (penetrasi) dan kemampuan
akar menyerap hara.
Ditinjau dari wilayah penanamannya, kakao ditanam di daerahdaerah yang
berada pada 100 LU sampai dengan 100 LS. Walaupun demikian penyebaran
pertanaman kakao secara umum berada pada daerahdaerah antara 70 LU
sampai dengan 180 LS. Hal ini tampaknya erat kaitannya dengandistribusi curah
hujan dan jumlah penyinaran matahari sepanjang tahun.
2.2.1. Curah Hujan
Hal terpenting dari curah hujan yang berhubungan dengan pertanaman kakao
adalah distribusinya sepanjang tahun. Hal tersebut berkaitan dengan masa
pembentukan tunas muda (flushing) dan produksi. Areal penanaman kakao yang
ideal adalah daerahdaerah bercurah hujan 1.100 3.000 mm per tahun.
Disamping kondisi fisik dan kimia tanah, curah hujan yang melebihi 4.500 mm
per tahun tampaknya berkaitan dengan serangan penyakit busuk buah (black
pods).
Didaerah yang curah hujannya lebih rendah dari 1.200 mm per masih dapat
ditanami kakao, tetapi dibutuhkan air irigasi. Hal ini disebabkan air yang hilang
karena transpirasi akan lebih besar daripada air yang diterima tanaman dari
curah hujan, sehingga tanaman perlu dipasok dengan air irigasi.
2.2.2. Temperatur

Pengaruh temperatur pada kakao erat kaitannya dengan ketersediaan air, sinar
matahari, dan kelembaban. Faktorfaktor tersebut dapat dikelola melalui
pemangkasan, penanaman tanaman pelindung, dan irigasi. Temperatur sangat
berpengaruh pada pembentukan flush, pembungaan, serta kerusakan daun.
Menurut hasil penelitian, temperatur ideal bagi pertumbuhan kakao adalah 30o
32oC (maksimum) dan 18o21o (minimum). Cokelat juga dapat tumbuh dengan
baik pada temperatur minimum 15oC per bulan dengan temperatur minimum
absolut 10oC per bulan.
Temperatur yang lebih rendah dari 10o akan mengakibatkan gugur daun dan
mengeringnya bunga, sehingga laju pertumbuhannya berkurang. Temperatur
yang tinggi akan memacu pembungaan, tetapi kemudian akan segera gugur.
Pembuangan akan lebih baik jika berlangsung pada temperatur 26o 30o C pada
siang hari dibandingkan bila terjadi pada temperatur 23oC. Demikian juga
temperatur 26oC pada malam hari masih lebih baik pengaruhnya terhadap
pembungaan daripada temperatur 23o 30o C. Jumlah flush maupun luas daun
lebih besar pada suhu rendah, demikian juga waktu hidupnya.
2.2.3. Sinar Matahari
Lingkungan hidup alami tanaman kakao adalah hutan tropis yang di dalam
pertumbuhannya mebutuhkan naungan untuk mengurangi pencahayaan penuh.
Cahaya matahari yang terlalu banyak menyoroti tanaman kakao akan
mengakibatkan lilit batang kecil, daun sempit, dan tanaman relatif pendek.
Trinidad dan Ghana merupakan daerah pertama yang mula-mula dicoba untuk
penanaman cokelat tanpa naungan. Dari percobaan tersebut diperoleh hasil
bahwa cokelat yang ditanam dibawah sinar matahari langsung ternyata lebih
tinggi produksinya. Walaupun demikian pembibitan masih memerlukan naungan,
karena benih cokelat akan lebih lambat pertumbuhannya pada pencahayaan
sinar matahari penuh.
Pemanfaatan cahaya matahari semaksimal mungkin dimaksudkan untuk
mendapatkan intersepsi cahaya dan pencapaian indeks luas daun (ILD)
optimum. Hal itu dapat diperoleh dengan penataan naungan atau pohon
pelindung serta penataan tajuk melalui pemangkasan.
Cokelat tergolong sebagai tanaman C3 yang mampu berfotosintesis pada suhu
daun rendah. Fotosintesis maksimum diperoleh pada saat penerimaan cahaya
pada tajuk sebesar 20% dari pencahayaan penuh. Kejenuhan cahaya di dalam
fotosintesis setiap daun kakao yang telah membuka sempurna berada pada
kisaran 330 persen cahaya matahari penuh atau pada 15 persen cahaya
matahari penuh. Hal ini berkaitan pula dengan pembukaan stomata yang
menjadi lebih besar bila cahaya yang diterima lebih banyak.
2.2.4. Tanah
Tanaman kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asal persyaratan fisik
dan kimia tanah yang berperan terhadap pertumbuhan dan produksi kakao
terpenuhi. Kemasaman tanah (pH), kadar zat organik, unsur hara, kapasitas
adsorbsi, dan kejenuhan basa merupakan sifat kimia yang perlu diperhatikan,
sedangkan faktor fisiknya adalah kedalaman efektif, tinggi permukaan air tanah,
drainase, struktur, dan konsistensi tanah. Selain itu kemiringan lahan juga

merupakan sifat fisik yang mempengaruhi pertumbuhan dan pertumbuhan


kakao.
A. Sifat Kimia
Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada tanaman yang memiliki pH 6
7,5; tidak lebih tinggi dari 8 serta tidak lebih rendah dari 4; paling tidak pada
kedalaman 1 meter. Hal ini disebabkan terbatasnya ketersediaan hara pada pH
tinggi dan efek racun dari Al, Mn, dan Fe pada pH rendah.
Disamping faktor keasaman, sifat kimia tanah yang juga turut berperan adalah
kadar zat organik. Kadar zat organik yang tinggi akan meningkatkan laju
pertumbuhan pada masa sebelum panen. Untuk itu zat organik pada lapisan
tanah setebal 0 15 cm sebaiknya lebih dari 3 persen. Kadar tersebut setara
dengan 1,75 persen unsur karbon yang dapat menyediakan hara dan air serta
struktur tanah yang gembur.
Usaha meningkatkan kadar organik dapat dilakukan dengan memanfaatkan
serasah sisa pemangkasan maupun pembenaman kulit buah kakao. Sebanyak
1.990 kg per ha per tahun daun gliricida yang jatuh memberikan hara nitrogen
sebesar 40,8 kg per ha, fosfor 1,6 kg per ha, kalium 25 kg per ha, dan
magnesium 9,1 kg per ha. Kulit buah kakao sebagai zat organik sebanyak 900 kg
per ha memberikan hara yang setara dengan 29 kg urea, 9 kg RP, 56,6 kg MoP,
dan 8 kg kieserit. Sebaiknya tanahtanah yang hendak ditanami kakao paling
tidak juga mengandung kalsium lebih besar dari 8 Me per 100 gram contoh
tanah dan kalium sebesar 0,24 Me per 100 gram, pada kedalaman 0 15 cm.
B. Sifat Fisik
Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah lempung liat berpasir
dengan komposisi 30 40 % fraksi liat, 50% pasir, dan 10 20 persen debu.
Susunan demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi
tanah. Struktur tanah yang remah dengan agregat yang mantap menciptakan
gerakan air dan udara di dalam tanah sehingga menguntungkan bagi akar. Tanah
tipe latosol dengan fraksi liat yang tinggi ternyata sangat kurang
menguntungkan tanaman kakao, sedangkan tanah regosol dengan tekstur
lempung berliat walaupun mengandung kerikil masih baik bagi tanaman kakao.
Tanaman kakao menginginkan solum tanah menimal 90 cm. Walaupun ketebalan
solum tidak selalu mendukung pertumbuhan, tetapi solum tanah setebal itu
dapat dijadikan pedoman umum untuk mendukung pertumbuhan kakao.
Kedalaman efektif terutama ditentukan oleh sifat tanah, apakah mampu
menciptakan kondisi yang menjadikan akar bebas untuk berkembang. Karena itu,
kedalaman efektif berkaitan dengan air tanah yang mempengaruhi aerasi dalam
rangka pertumbuhan dan serapan hara. Untuk itu kedalaman air tanah
disyaratkan minimal 3 meter.
C. Kriteria Tanah
Goenadi dan Hardjono (1985) menetapkan kriteria tanah berdasarkan sifat fisik
dan kimianya sehingga dikenal tanah-tanah yang sesuai, cukup sesuai, agak
sesuai, kurang sesuai, dan tidak sesuai bagi cokelat. Dengan menetapkan
sebaran tingkat pembatas sifat fisik dan kimia tanah, penetapan kriteria tanah

tersebut dapat dijadikan pedoman umum bagi rencana penanaman suatu areal
apakah sesuai atau tidak bagi pertanaman cokelat.
Di Ghana areal penanaman tanaman kakao yang baik tanahnya mengandung
fosfor antara 257 550 ppm berbagai kedalaman (0 127,5 cm), dengan
persentase liat dari 10,8 43,3 persen; kedalaman efektif 150 cm; tekstur (rata
rata 050 cm di atas) SC, CL, SiCL; kedalaman Gley dari permukaan tanah 150
cm; pHH2O (1:2,5) = 6 s/d 7; zat organik 4 persen; K.T.K ratarata 050 cm di
atas 24 Me/100 gram; kejenuhan basa ratarata 0 50 cm di atas 50%.
2.3.Perkembangan Tanaman Kakao
Sejarah Cokelat masuk ke Indonesia ternyata cukup panjang. Secara garis besar
bisa terbagi menjadi dua periode yaitu periode sebelum kemerdekaan dan
periode setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Walaupun bubuk
cokelat telah dikenal sebagai pencampur minuman oleh bangsa indian suku
Maya di Amerika tengah sejak abad sebelum masehi, namun baru abad ke-15 biji
cokelat mulai di perkenalkan di belahan dunia lain. Dengan kegunaannya
sebagai upeti atau alat barter bernilai tinggi, biji cokelat sebagai pencampur
minuman diperkenalkan kepada bangsa Spanyol.
Usaha pengembangan pertanaman cokelat dirintis oleh bangsa Spanyol ke
benua Afrika dan Asia. Di Afrika, cokelat diperkenalkan pada abad ke-15 dengan
daerah penanaman terutama di Nigeria, Pantai Gading, dan Kongo. Pada waktu
yang bersamaan cokelat juga di perkenalkan di Asia, terutama daerah-daerah
yang berdekatan dengan kawasan pasifik.
2.3.1. Periode Sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia
A.

Tahun 1560

Tanaman Kakao pertama kali masuk ke Indonesia. Masuk melalui jalur Philipine
dan tiba di Sulawesi Utara. Asal dari biji Kakao ini dari Venezuela yang dibawa
oleh pelaut-pelaut Spanyol yang sedang berlayar mencari rempah-rempah di
Nusantara. Tanaman Kakao yang ditanam di Sulawesi Utara ini berjenis Criollo.
Produksi cokelat ini relatif rendah dan peka terhadap serangan hama dan
penyakit, tetapi rasanya enak. Jenis ini masih banyak terdapat di Sulawesi
sampai sekarang.
B.

Tahun 1806

Agak lama berselang, tanaman Kakao baru diperkenalkan ke Jawa. Terutama di


Jawa Timur dan Jawa Tengah. Seiring dengan perkembangan tanaman kopi di
Jawa, tanaman Kakao ditanam dengan naungan pohon kopi. Jenis yang ditanam
di Jawa ini juga merupakan jenis Criollo.
C.

Tahun 1880

Tanaman Kakao jenis Forastero mulai diperkenalkan di Indonesia. Jenis ini berasal
dari Venezuela juga. Berbentuk lebih bundar dan gemuk dibandingkan jenis
Criollo. Jenis Forestero mempunyai ketahanan terhadap hama yang lebih baik
dibandingkan jenis Criollo. Kekurangan jenis ini adalah rasa dan aromanya kalah
jika dibandingkan dengan jenis Criollo.
D.

Tahun 1888

Tanaman Kakao jenis Criollo Java mulai dikembangkan di Sulawesi dan kemudian
diperkenalkan di Jawa. Jenis ini merupakan mengembangan dari Criollo biasa
yang berasal dari Venezuela. Tahun 1888 tercatat sebagai tahun ke-77 masuknya
cokelat ke Indonesia. Adalah Dr. C.J.J. Van Hall orang yang pertama kali
mengadakan seleksi terhadap pohon induk di Djati Renggo dan Getas. Kedua
nama kebun tersebut digunakan untuk menamakan beberapa klon coklat jenis
Criollo yang sampai saat ini masih digunakan, dengan kode DR dan G berbagai
nomor. Dari hasil penelitian saat itu, direkomendasikan bahan tanam klon-klon
DR, KWC dan G dengan berbagai nomor.
E.

Tahun 1914

Buku yang menceritakan tentang Kakao Indonesia pertama kali muncul. Ditulis
oleh Dr. J.C.C. Hall berkebangsaan Inggris. Buku ini menceritakan tentang
tanaman yang ada di Nusantara dan salah satunya adalah Kakao. Dr. C.J.J. Van
Hall. MacGillvray, Van Der Knaap adalah peneliti-peneliti yang giat melakukan
seleksi guna mendapatkan bahan tanam unggul maupun klon induk pada awal
pertanaman cokelat di Indonesia. Baru pada tahun 1914, MacGillvray telah
menulis buku mengenai cokelat, kemudian dituliskannya lagi pada tahun 1932
sebagai edisi ke-dua.
F.

Tahun 1938

Budidaya Kakao mulai mengalami peningkatan yang pesat. Pada periode ini ada
29 perkebunan Kakao Indonesia yang tercatat. Perkebunan kakao ini terdistribusi
: 13 perkebunan di Jawa Barat, 7 perkebunan di Jawa tengah, dan 9 perkebunan
di Jawa Timur. Perkembangannya juga di dorong oleh meluasnya penyakit karat
daun kopi oleh Hemeleia vastatrix, sehingga menyebabkan musnahnya areal
pertanaman kopi di Jawa. Disamping itu oleh perusahaan perkebunan,
pengembangan usaha cokelat juga dilakukan oleh petani pekebun, terutama di
Jawa Barat.
2.3.2. Periode Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia
A.

Tahun 1973

Mulai diperkenalkan cokelat jenis Bulk melalui seleksi yang dilakukan oleh PT
Perkebunan VI dan Balai Penelitian Perkebunan (BPP) Medan. Cokelat jenis Bulk
pada tahun berikutnya memperkecil kemungkinan untuk memperluas
penanaman cokelat jenis Criollo. Seperti diketahui, cokelat jenis Bulk dikenal
sebagai jenis cokelat yang relatif tahan akan hama dan penyakit, produksinya
tinggi walaupun rasanya sedang-sedang saja.
Program pemuliaan PT Perkebunan VI dan BPP Medan itu, yang tetuanya terdiri
dari biji-biji campuran Na, Pa, Sca, ICS, GG, DR, Poerboyo dan Getas,
menghasilkan biji yang dikenal dengan nama varietas sintetik 1, 2, dan 3. Tetua
tersebut berupa biji illegitim hibrida F1 dari Malaysia, yang ditanam sebanyak
150.000 pohon.
B.

Tahun 1976

BPP Jember juga melakukan program pemuliaannya dalam rangka untuk


mendapatkan bahan tanam hibrida. Pemuliaan ini bertujuan untuk menghasilkan
bahan tanam biji hibrida dengan efek heterosis. Sejumlah persilangan dari klon-

klon ICS, Sca, dan DR telah diuji untuk maksud itu. Secara bersamaan usaha
untuk mendapatkan bahan tanam klon yang dapat di jadikan sebagai induk
maupun bahan tanam praktek juga dilaksanakan di kebun Kaliwining Jember, dan
Malangsari.
Di Sumatra Utara, penelitian yang sama terus dilaksanakan dalam rangka
pengembangan pertanaman cokelat. Beberapa PT Perkebunan mulai melakukan
penanaman cokelat Bulk, seperti PT Perkebunan IV dan II. PT Perkebunan II
bahkan melakukan perluasan penanaman cokelat di Irian Jaya dan Riau serta
membangun kebun benih cokelat di Maryke, Medan. Pembangunan kebun benih
cokelat tersebut dilaksanakan bersama P4TM (Pusat Penelitian Dan
Pengembangan Perkebunan Tanjung Morawa) Medan yang saat ini telah
menghasilkan bahan tanam biji hibrida, dengan tetua klon-klon Sca, ICS, Pa, TSH,
dan IMS. Biji-biji hibrida yang dihasilkan kebun benih cokelat masih dalam tahap
pengujian.
C.

Tahun 1980

Bila pada tahun 1970-1977 produksi biji kakao indonesia hanya 2.000-3.000 ton,
maka pada tahun 1980 angka itu melonjak menjadi 7.000 ton. Dengan produksi
coklat dunia saat ini 1.600.000 ton, maka potensi Indonesia sebagai penghasil
cokelat masih baik prospeknya. Bahkan pada periode tersebut, Indonesia sudah
mulai menjadi negara penghasil Kakao nomer 3 terbesar di dunia.
D.

Tahun 2011

Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah mulai mengurangi ekspor


bahan mentah berupa biji Kakao kering. Pemerintah berkeinginan agak biji kakao
yang dihasilkan di Indonesia bisa mulai diproduksi di Indonesia dan menjadi
produk jadi sebelum akhirnya di ekspor.
2.4.Pemeliharaan
2.4.1. Penyiraman
Pemberian air pada tanaman kakao perlu dilakukan kalau tanaman
memang membutuhkan. Penyiraman tanaman kakao yang tumbuh dengan
kondisi tanah yang baik dan berpohon pelindung, tidak perlu banyak
memerlukan air. Air yang berlebihan menyebabkan kondisi tanah menjadi sangat
lembab. Penyiraman pohon kakao dilakukan pada tanaman muda terutama
tanaman yang tak diberi pohon pelindung.Penyiraman juga dapat dilakukan 2
kali sehari (pagi dan sore) sebanyak 2-5 liter/pohon.
2.4.2. Pemupukan
Cokelat dipupuk setelah berumur dua bulan dilapangan. Pada TBM, pemupukan
diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan diharapkan
mempertahankan daya tahan tanaman terhadap hama dan penyakit.
Sisa pemangkasan dan kulit buah cokelat yang dibenamkan kedalam tanah juga
merupakan sumber hara bagi tanaman cokelat. Kulit buah cokelat pada tanaman
TM mengandung Nitrogen, Fosfor, Kalium, Magnesium, dan Kalsium setara
dengan urea, RP, MoP, dan kieserit yang dibutuhkan tanaman cokelat.

Pemupukan pada TBM dilakukan dengan cara menaburkan pupuk secara merata
dengan jarak 15 50 cm (untuk umur 2 10 bulan) dan 50 75 cm (untuk umur
14 20 bulan) dari batang semua. Untuk TM penaburan pupuk dilakukan pada
jarak 50 75 cm dari batang utama.
2.4.3. Pengendalian Hama Penyakit
Produksi kakao di Indonesia dihasilkan dari perkebunan besar negara, swasta (di
Sumatera dan Jawa) dan perkebunan rakyat. Berdasarkan data Direktorat
Jenderal Perkebunan, lebih dari 80 % produksi kakao kita berasal dari
perkebunan rakyat, yang umumnya baik jumlah maupun kualitasnya masih
belum optimal, karena masih menggunakan cara-cara yang tradisional. Maka
untuk meningkatkan produksi dan kualitas kakao Indonesia, diperlukan
pembinaan secara terus menerus khususnya pada para petani, terutama dalam
teknologi budidaya kakao yang baik antara lain melalui pengendalian hama dan
penyakit tanaman kakao itu sendiri. Agar tanaman kakao dapat berproduksi
secara optimal, sebaiknya harus dilakukan pengendalian terhadap berbagai
gangguan hama danpeyakit yang menyerang tanaman.
A.

Hama

Tercatat ada 15 hama penggerek batang dan cabang, 11 hama penggerek daun,
8 hama penghisap daun, dan 1 hama pada buah sebagai hama penting pada
tanaman cokelat di Indonesia.
1.

Helopeltis sp. ( Hemiptera, Miridae )

Pengendalian secara kimiawi terutama ditujukan kepada sistem pengamatan


serangan sehingga penggunaan insektisida akan efektif dan efisien. Early
warning system (EWS) merupakan suatu sistem yang dinilai baik. Didalam sistem
ini areal cokelat dibagi menjadi subplot, masing-masing subplot seluas 5 ha.
Didalam tiap subplot terdapat 4 kelompok pertanaman cokelat yang berjarak
sama (42,42 m x 42,42 m). Kelompok cokelat inilah yang ditetapkan sebagai
pohon pengamatan. Pengamatan ditujukan kepada ada tidaknya Helopeltis sp.
pada buah atau pucuk. Nilai 1 diberikan kepada kelompok pohon pengamatan
yang didapati 1 serangga, nilai 2 untuk 2 serangga, dan seterusnya. Namun nilai
5 diberikan kepada kelompok pohon pengamatan yang dihuni oleh serangga
hama lebih dari 5 ekor. Penyemprotan insektisida dilakukan pada kelompok
pohon pengamatan dan pohon disekitarnya.
Disamping itu, pengendalian secara biologis juga memberi harapan untuk
dikembangkan. Semit hitam (Dolichoderus thoracicus) bisa dimanfaatkan
sebagai pengendali perkembangbiakan Helopeltis sp. Adanya kutu putih
(Pseudoccus sp). pada buah maupun pucuk cokelat mengundang kerumunannya
semut hitam pada tanaman cokelat karena kandungan gula sekresi kutu putih.
Penanaman kelapa sebagai pelindung tetap yang diharapkan bisa menjadi
sarang tetap semut hitam juga sangat baik untuk dikembangkan guna
mengendalikan serangan Helopeltis sp. Sisa kulit buah yang mengandung kutu
putih yang disangkutkan pada pangkal buah cokelat akan mengundang
kehadiran semut hitam. Teknik ini sudah diketahui sejak tahun 40-an, dan bila
dilakukan secara berkala akan dapat mengendalikan perkembangbiakan
serangga hama, terutama Helopeltis sp.
2.

Conopomorpha cramella (Lepidoptera, Gracillariidae)

Hama ini dikenal juga dengan nama Penggerek Buah Cokelat (PBC), cacao mot,
atau pod borer. PBC yang menyerang pada areal pertanaman cokelat dapat
dikendalikan dengan cara merumpis. Caranya, seluruh buah dipetik, kemudian
dibenamkan ke dalam tanah.
Didalam teknik bercocok tanam usaha menanam tanaman tahan hama dan
penyakit, terutama jenis Upper American Hybrids, Forastero, atau cokelat jenis
Bulk, dapat dilakukan sejak awal. Cokelat jenis Criollo lebih peka terhadap
serangan PBC karena kulitnya lunak dan adanya lekukan-lekukan yang lebih
banyak dibandingkan dengan jenis cokelat lainnya.
Usaha lain yang dilakukan adalah dengan membungkus buah. Kantong plastik
berukuran panjang 34 cm dan lebar 17 cm serta tebal 0,03 mm disarungkan
menutupi buah dengan kedua ujungnya terbuka. Pembungkusan hanya dilakukan
terhadap buah yang panjangnya sudah lebih dari 12 cm. Penanaman areal
penyangga dengan kopi atau karet, pembenaman kulit buah kedalam tanah
setiap selesai pemecahan dilapangan, panen yang berfrekuensi , dan mencegah
pemindahan buah dari satu tempat ketempat lain juga merupakan tindak
pencegahan penyebaran PBC.
Pengendalian PBC secara kimiawi juga dapat dilakukan dengan penyemprotan
insektisida organochlorine atau pyrethroid sintetik, misalnya menggunakan
Cyfluthrin 10 15 cc per 10 liter ai denganelang waktu penyemprotan 10 14
hari. Alat yang digunakan adalah mist blower.
3.

Zeuzera sp. (Lepidoptera, Cossidae)

Pengendalian serangan hama penggerek jenis ini dapat dilakukan dengan


memotong cabang terserang sepanjang 30 cm dari lubang tempat masuknya.
Cabang dikumpulkan kemudian dibakar, penggunaan insektisida organoklorin
atau organofosfat sistemik pada lubang yang digerak dapat membunuh ulat.
4.

Darna trima (Lepidoptera, Limacodidae)

Hama ini juga dikenal dengan nama ulat api. Serangannya mampu
mengakibatkan rontoknya daun cokelat. Pada awal serangan, daging daun
dimakan sehingga warna daun menjadi kuning. Sambil makan daun, Darna trima
mengeluarkan cairan. Serangannya bukan saja terhadap beberapa helai daun,
tetapi meliputi seluruh daun cokelat.
Disamping menggunakan insektisida, pengendaliannya dapat dilakukan dengan
meningkatkan sanitasi dibawah pohon cokelat.
5.

Hyposidra talaca (Lepidoptera, Geomitridae)

Atau lebih dikenal dengan nama ulat jengkal. Pengendaliannya dengan


menyemprotkan insektisida berbahan aktif Dekametrin (misalnya Decis 2,5 EC),
sihalotrn (Matador 25 EV), sipermetrin (Cymbush 5 EC), metomil Nudrin 24
WSC/Lannate 20 L), dan fenitron (Karbation 50 EC). Pengendalian khususnya
dilakukan pada saat ulat baru menetas didaun lamtoro. Oleh karena itu,
pengaturan tinggi lamtoro perlu diperhatian untuk mengendalikan serangan
hama ini. Penyemprotan insektisida dianjurkan 2 3 kali mengingat adanya
berbagai stadia pada waktu yang sama. Perbaikan sanitasi areal pertanaman

cokelat, khususnya serasah, juga merupakan tindak pengendalian Hyposidra


talaca. Dengan menyapu sersah maka perkembangan pupa dapat dikendalikan.
6.

Apogonia sp. (Scarabaeidae, Melolonthinae)

Pengendalian dapat dilakukan dengan menyemprotkan insektisida sistemik jenis


monocrotophos, dicrotophos, dimethoate, dan acephate. Penyemprotan
sebaiknya dilakukan pada malam hari, saat Apogonia sp. aktif. Perlindungan
dengan pelepah kelapa sawit yang ditancapkan disekeliling cokelat muda juga
terbukti dapat menurunkan tingkat serangan Apogonia sp. Di samping itu,
pengecatan batang cokelat muda setinggi 15 cm dari permukaan tanah dengan
acephate atau monocrotophos juga telah terbukti dapat mengendalikan
serangan hama ini. Parasit seperti Tiphia (Hymenoptera, Tiphiidae) yang biaa
dimanfaatkan di Malaysia, prosenasiberita F., dan Masicerna sp. dijawa memberi
petunjuk bahwa Apogonia sp. dapat dikendalikan secara hayati.
B.

Peyakit

Agar tanaman kakao dapat berproduksi secara optimal, sebaiknya harus


dilakukan pengendalian terhadap berbagai gangguan peyakit yang menyerang
tanaman, seperti : 1) penyakit busuk buah dan kanker batang (Phytopthora
palmivora); 2) penyakit antraknose (Colletotrichum gloeosporiodes); 3) penyakit
Vascular Streak Dieback (VSD); 4); penyakit Cocoa Swolen Shoot Virus (CSSV);
dan 5) penyakit Monila Pod Rod.
1.

Penyakit busuk buah dan kanker batang (Phytopthora palmivora)

Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan cara mengurangi kelembaban kebun


dengan cara memperbaiki drainase, mengurangi naungan, membrantas gulma
dan melakukan pemangkasan; Buah-buah yang busuk diambil secara teratur
misalnya empat hari sekali dan buah tersebut harus dikubur sedalam 30 cm;
kanker batang dapat dikendalikan dengan mengupas kulit yang sakit sampai
pada batasan yang sehat, kemudian bagian tersebut diolesi dengan fungsida
Cupravit (tembaga oksida), Copper Sandos (tembaga oksiklorida) dengan
konsentrasi 5-10% formulasi; serta penyakit buah busuk dapat dikendalikan
dengan penyemprotan fungisida Copper Sandos, Cupravit dan Rocide (tembaga
oksida, tembaga oksiklorida, tembaga hidroksida), dengan konsentrasi 0,3%
formulasi. Penyemprotan menggunakan alat semprot knapsack sprayer dengan
volume semprot 500 liter/ha dengan interval dua minggu. Pada musim hujan
diperlukan 4-6 kali penyemprotan.
2.

Penyakit Antraknose (Colletotrichum gloeosporiodes)

pengendalian penyakit ini dilakukan dengan cara :


a. Pemangkasan ranting sakit dan pemetikan buah sakit, kemudian dikubur
dalam tanah. Pelaksanaan dapat dilakukan bersamaan saat pemangkasan,
pemanenan, maupun pada saat pengambilan buah busuk karena Phytopthora
palmivora;
b. Pemberian pupuk kandang sekitar 25 kg per pohon dan pemupukan secara
berimbang;

c. Pemberian penaung yang cukup yaitu sekitar 25% untuk tanaman dewasa.
Bila menggunakan pohon lamtoro yang tahan kutu loncat, maka populasi
minimum 250 pohon/ ha;
d. Melakukan penyemprotan dengan fungisida yang dianjurkan yaitu fungisida
sportak (prokloras) dengan konsentrasi 0,3% formulasi atau dengan belerang
sirus dengan dosis 15-20 kg/ha. Penyemprotan diarahkan pada flush yang masih
berukuran sekitar 5 cm. Bila tanaman sudah tinggi, maka alat semprot perlu
menggunakan tangkai panjang. Belerang diaplikasikan pagi hari pada saat masih
ada embun. Pada setiap periode flush, dilakukan 2-3 kali penyemprotan dengan
interval satu minggu.
3.

Penyakit Vascular Streak Dieback (VSD)

Penyakit ini dikendalikan dengan cara memotong ranting dan cabang tanaman
yang terserang sampai bagian yang masih sehat (sekitar 30cm dari batas gejala
garis-garis cokelat pada jaringan yang tampak). Selanjutnya ranting atau cabang
yang telah dipotong dibakar atau dipendam dalam tanah; serta mengurangi
kelembaban kebun antara periode flush pada musim hujan dengan cara
pemangkasan tanaman kakao, tanaman penaung dan memperbaiki saluran
drainase.
4.

Penyakit Cocoa Swolen Shoot Virus (CSSV)

Untuk mencegah meluasnya penyakit CSSV ke daerah yang belum terinfeksi


maka perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
a.
Dilarang membawa buah, biji, tunas muda, dan daun kakao ke
daerah/kebun yang belum terinfeksi. Sekali tanaman kakao terinfeksi CSSV,
maka butuh waktu 2 tahun sebelum gejala awal muncul.
b.
Dilarang memindahkan bahan tanaman sakit, serangga, sampel tanah dari
kebun yang terinfeksi kecuali dibawah pengawasan pakar peneliti.
c.
Gunakan selalu sepatu bot yang mudah dibersihkan dan basuh kedua
tangan dengan alkohol setelah memegang bahan tanaman sakit.
d.

Bersihkan semua peralatan sebelum masuk ke kebun.

e.
Minimalkan jenis dan jumlah peralatan yang akan digunakan di kebun
untuk menurunkan resiko kontaminasi.
Sedangkan untuk kebun-kebun yang sudah terinfeksi CSSV maka langkah
pengendalian yang dapat dilakukan antara lain:
a.
Tanaman kakao sakit diupayakan untuk dibongkar (eradikasi) untuk
menghilangkan sumber inokulum. Dalam upaya ini perlu diingat bahwa biaya
yang diperlukan tidak sedikit dan seringkali mengakibatkan pertentangan politik
dalam negeri.
b.
Serangga vektor dikendalikan dengan memanfaatkan baik agens
pengendali hayati (APH)maupun pestisida nabati. Penggunaan insektisida kimia
yang bersifat sistemik dianjurkan bila telah terjadi serangan endemik.
c.
Melakukan inokulasi silang (preimunisasi) dengan menggunakan strain
virus yang avirulen untuk melindungi tanaman kakao dari virus yang virulen.

d.
Dilakukan upaya cordon sanitaire, yaitu suatu jalur yang bebas dari CSSV
untuk mengisolir kebun-kebun yang terinfeksi.
e.
Menggunakan bibit kakao yang berasal dari Somatic Embryogenesis (SE)
untuk menurunkan tingkat infeksi CSSV.
5.

Penyakit Witchers Broom Diseases (WBD)

Penyakit ini dikendalikan dengan cara : 1) memotong cabang sepanjang 15 cm


dari bagian yang terinfeksi kemudian memusnahkannya dengan cara dibakar; 2)
membuang buah muda maupun dewasa yang berbecak/ terserang WBD dan
memusnahkannya; 3) menanam bibit yang tahan WBD seperti Sea 6 dan Sea 12
serta hibridanya yang disilangkan dengan ICS 60.
6.

Penyakit Monila Pod Rod

Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan menyemprotkan insektisida yang


mengandung tembaga dan sulfur kearah buah yang masih mengalami bercak
kecil. Penyemprotan dilakukan satu kali setiap 10 - 14 hari. Untuk
pencegahannya dapat dilakukan dengan cara sanitasi areal pertanaman dan
perumpisan buah terinfeksi. ( Timpal H.S. Siregar, 2006)
2.4.4. Pengendalian Gulma
Pegendallian gulma dalam areal pertanaman coklat biasanya dilaksanakan pada
masa TBM. Saat iti tajuk belum saling bertemu sehingga masih ada jalur terbuka
baik antar barisan maupun didalam barisan itu sendiri.
Paspolum sp, Axonopus compressus, eleusine indica, dan digitaria sp. Adalah
gulma golongan rumpu-rumputan yang umum di dapati pada areal coklat. Selain
itu, Ageratum conyzorides dan mikania sp. Juga merupakan gulma berdaun lebar.
Pengendalian gulma dapat dilakukan secara manual dan kimiawi di pembibitan,
pada saat tanaman masih muda, maupun pada areal TM yang ditumbuhi gulma
yang tahan terhadap ketersediaan cahaya minimum.
Di bedeng pembibitan, pengendalian gulma secara kimiawi umumnya dilakukan
penyemprotan dengan herbisida pratumbuh. Penyemprotan herbisida pratumbuh
diareal pertanaman muda dapat menghambat pertumbuhan Paspalum
conjagatum dan Ageratum conyzoides selama 5 6 bulan. Bila pengendalian
gulma itu dilakukan dengan cara manual, diperlukan 10 15 hari kerja per ha.
Pengendalian gulma pada areal cokelat muda terutama juga ditujukan untuk
membersihkan piringan tanaman dengan diameter 0,5 m. Disamping itu,
pendongkelan anak kayu, anakan cokelat yang tumbuh liar atau pemberantasan
ilalang juga harus dilakukan dengan selang waktu tertentu secara teratur.
2.5. Panen
Buah matang dicirikan oleh perubahan warna kulit dan biji yang melepas dari
kulit bagian dalam. Bila buah di guncang, biji biasanya berbunyi. Buah yang tidak
dipanen akan mengakibatkan biji berkecambah didalam. Teknik memanen perlu
diperhatikan karena pemotongan tangkai buah yang keliru mengakibatkan bunga
tidak tumbuh lagi pada tempat tersebut. Pemanenan dapat berlangsung 10 21
hari sekali, tergantung pada kepadatan buah matang dan luas areal pertanaman.
Buah yang telah dipanen kemudian dipecah. Pengolahan biji cokelat meliputi

pembuangan pulp, pematian biji, pembentukan aroma, pengeringan, dan


kesesuian kandungan biji serta berat keringnya sehingga siap digunakan untuk
berbagai kebutuhan.
Ada 3 perubahan warna kulit buah cokelat yang telah mengalami kematangan.
Ketiga perubahan warna kulit itu juga menjadi kriteria kelas kematangan buah
dikebun-kebun yang mengusahakan cokelat.
A. Teknik Memetik Buah
Untuk memanen cokelat digunakan pisau tajam. Bila buah tinggi, pisau
disambung dengan bambu/ pisau berbentuk huruf L, dengan bagian tengah agak
melengkung. Selama memanen, buah cokelat harus diusahakan untuk tidak
melukai batang atau cabang yang akan ditumbuhi buah. Pelukaan akan
mengakibatkan bunga tidak akan tumbuh lagi pada tempat tersebut untuk
periode berikutnya.
Pemanenan buah cokelat hendaknya dilakukan hanya dengan memotong tangkai
buah tepat dibatang atau cabang yang ditumbuhi buah. Dengan demikian,
tangkai buah pun tidak tersisa dibatang atau cabang sehingga tidak
menghalangi pembungaan pada periode berikutnya.
B. Organisasi Pemanenan
Pada areal yang cukup luas biasanya disiapkan suatu organisasi pemanenan
dengan melibatkan tenaga kerja khusus. Dibawah pimpinan seorang mandor,
panen dilakukan pada areal yang kepadatan buahnya sudah ideal untuk dipanen.
Seorang pemanen dapat memanen 1.500 buah cokelat setiap harinya. Hal itu
mengisyaratkan perlunya perhitungan tenaga kerja yang tepat, disesuaikan
dengan luas areal dan jumlah buah matang.
Buah matang yang kepadatanya cukup tinggi dapat dipanen dengan sistem 6/7.
Artinya, areal panen (kaveld), dipetik buahnya enam hari didalam tujuh hari.
Kepadatan buah matang yang rendah dapat dilaksanakan dengan sistem 7/14.
Artinya, areal panen dipetik buahnya tujuh hari didalam empat belas hari atau
dua hari sekali. Penetapan premi panen biasanya didasarkan atas prestasi
pemanen, produktivitas, dan tingkat harga biji cokelat.
C. Pemecahan Buah
Buah yang telah dipanen biasanya dikumpulkan pada tempat tertentu. Buah
dikelompokan menurut kelas kematangannya sehingga akan memudahka
pengolahannya. Buah dipetik hingga pukul 12.00 untuk kemudian dipecah
hingga pukul 12.00.
Pemecahan kulit dilaksanakan dengan menggunakan kayu bulat yang keras.
Seorang pemecah terampil sudah akan dapat menggunakan parang tajam tapa
mengakibatkan pelukaan pada biji. Buah yang dipecah dipegang dengan
menggunakan tangan kiri dengan bagian pangkal menghadap kedalam. Buah
kemudian dipukul kearah punggung buah dengan arah miring.
Bila kulit telah terbagi dua, kulit bagian ujung dibuang da tangan kanan menarik
biji dari plasenta. Biji kemudian ditempatkan diatas lembaran plastik yang telah
disiapkan atau didalam keranjang bambu yang diberi alas. Setelah pemecahan

buah selesai, kulit buah sebaiknya dibenamkan pada areal pertanaman.


Penanaman kulit buah kedalam tanah dimaksudkan sebagai penambah hara bagi
tanaman dan juga untuk menghindari infestasi penggerek buah cokelat (PBC)
yang sangat merugikan.
2.6.Pasca Panen
Setelah buah kakao dipanen,hasil buah kakao akan diolah dengan melalui
tahapan-tahapan sortasi buah, pemeraman. pemecahan buah, fermentasi biji,
pencucian , pengeringan dan sortasi serta pengemasan dan penyimpanan biji
kakao.
A. Sortasi Buah
Sortasi yaitu memisahkan buah yang baik dengan dengan buah yang rusak atau
terserang hama/ penyakit. Buah yang terserang hama/ penyakit langsung
dibuang dengan cara membenamkannya ke dalam tanah. Selanjutnya buah yang
baik diolah lebih lanjut dengan pemeraman atau penyimpanan buah kemudian
dipecahkan .
B. Pemeraman atau Penyimpanan Buah
Pemeraman bertujuan untuk memudahkan pengeluaran biji dari buah kakao.
Caranya buah dimasukkan dalam keranjang atau karung goni dan disimpan
ditempat yang bersih dengan dialasi daun-daunan ,kemudian tumpukan buah
ditutup dengan daun-daunan . Waktu pemeraman berkisar 5 - 12 hari tergantung
kondisi setempat dan tingkat kemasakan buah.
C. Pemecahan Buah Kakao
Pemecahan buah Kakao, dimaksudkan untuk mengeluarkan dan memisahkan biji
kakao dari kulit buah dan placentanya. Buah dipecah kulitnya dengan dipukul
kearah punggung buah arah miring menggunakan pemukul kayu yang bulat atau
dengan memukulkan sesama buah kakao. Dilakukan secara berhati-hati agar
tidak melukai atau merusak biji kakao. Bila kulit telah terbagi dua, diambil bijinya
dan disimpan dalam plastik atau dalam keranjang yang diberi alas. Setelah
pemecahan buah selesai, kulit buah dibenamkan pada tanah areal pertanaman
yang dapat sebagai penambah hara bagi tanaman sedalam 0,5 m. Selanjutnya
pisahkan biji yang cacat dengan biji yang baik. Fermentasikan biji yang baik,
sedangkan biji yang cacat langsung dikeringkan.
D. Fermentasi Biji Kakao
Merupakan inti pengolahan biji kakao, karena dalam proses ini terbentuknya cita
rasa khas coklat. mutu, aroma dan warna coklat cerah dan bersih ,pengurangan
rasa pahit dan sepat serta perbaikan kenampakan fisik biji. Proses fermentasi
dapat dilakukan didalam wadah fermentasi dapat berupa keranjang bambu atau
kotak kayu/ peti yang berlubang disisinya dengan jarak lubang 10 -15 cm dengan
diameter 1 cm .Kotak fermentasi sebaiknya dibuat ukuran 40 x 40 cm, tinggi 50
cm untuk skala kecil. Sedang skala besar lebar 100 - 120 cm, panjang 150 - 165
cm, tinggi 50 cm. Cara fermentasi dengan menumpuk biji kakao dengan daun
pisang dalam keranjang bambu atau dimasukkan ke dalam kotak kayu atau bisa
juga dengan menumpuk diatas ranting-ranting kayu yang dialasi dengan daun
pisang, kemudian ditutup dengan daun pisang. Tinggi minimum tumpukan biji

dalam kotak 40 cm. Selama fermentasi, biji dihindarkan bersinggungan dengan


logam. Biji dibalikkan setelah 48 jam ( hari ke 3) proses fermentasi. Proses
fermentasi biasanya berlangsung 4 -6 hari. Setelah hari ke 6 biji-biji dikeluarkan
dan siap untuk dijemur.
E. Perendaman dan Pencucian Biji
Perendaman dan pencucian tidak mutlak dilakukan tergantung permintaan
konsumen. Biji kakao dari buah yang sudah diperam selama 5 - 12 hari tidak
perlu dicuci karena kadar kulitnya sudah rendah. Pencucian bertujuan untuk
menghentikan proses fermentasi, mengurangi lapisan lendir agar pengeringan
dapat dipercepat, kadar kulit lebih rendah dan rupa luar lebih menarik. Biasanya
biji yang mengalami pencucian menghasilkan kulit biji yang tipis sehingga rapuh
dan mudah terkelupas. Sedangkan biji yang tanpa pencucian memiliki rendemen
yang tinggi dan kulitnya tidak rapuh. Aroma biji tanpa pencucian juga lebih baik
karena tidak ada bagian yang dibilas air. Pencucian yang terlalu bersih dapat
menghilangkan selaput lendir dan kehilangan berat serta membuat kulit biji
mudah terkelupas. Oleh karena itu disarankan melakukan pencucian setengah
bersih agar kenampakan baik, pengeringan cepat dan tidak terlalu menurunkan
rendemen (berat). Sebelum dicuci, biji kakao direndam lebih dahulu selama 2
jam untuk meningkatkan jumlah biji bulat, kenampakan menarik. Pencucian
dilakukan secara manual dengan tangan atau dengan dengan mesin cuci selama
1 jam.
F. Pengeringan
Setelah biji dicuci, ditiriskan dan dikeringkan. Pengeringan dapat dilaksanakan
dengan penjemuran atau pengering buatan atau kombinasi keduanya. Tujuan
pengeringan untuk menurunkan kadar air dari 60 % menjadi 6 - 7 %. dan
menyempurnakan pembentukan aroma dan warna. Pengeringan dapat dilakukan
dengan menjemur biji kakao dengan menggunakan balai bambu setinggi 1 m
dari tanah atau diatas terpal/ lantai jemur. Tinggi tumpukan tidak lebih dari 3
lapis biji (tebal 3- 5 cm). Lama penjemuran 6 hari sampai biji benar-benar kering.
Dibalik 1- 2 jam sekali, tergantung cuaca.Dengan pengeringan buatan pada
temperatur 55 - 60 derajat celcius selama 30 jam dengan pembalikan biji setiap
3 jam. Kriteria biji kering : rapuh atau mudah patah.
Sortasi biji kering, merupakan tahap terakhir dari pengolahan untuk menentukan
mutu biji kakao. Tujuannya untuk memisahkan biji kakao dari kotoran yang
terikut, biji yang pecah, rusak atau benda asing lainnya. Selain itu memisahkan
biji berdasar kenampakan fisik dan ukuran/ berat biji. Sortasi dilakukan secara
visual dengan membuang biji-biji yang jelek dan mutu rendah. Penetapan
kualitas biji didasarkan dari kulit ari, kadar lemak dan kadar air.
G. Pengemasan dan Penyimpanan
Biji yang telah disortasi dikemas dalam karung goni yang berukuran minimum 60
kg disimpan dalam gudang yang bersih dan memiliki ventilasi udara yang baik.
Sebaiknya berlantai beton dan beralaskan balok-balok kayu sehinggga tumpukan
goni tidak langsung menyentuh lantai. Penyimpanan dianjurkan tidak melebihi 3
bulan. Penyimpanan selama 3 bulan masih dapat mempertahankan mutu biji.
Lebih dari 3 bulan telah ditumbuhi jamur dan asam lemak bebas akan
meningkat.

III. METODE PRAKTIKUM


3.1.Waktu dan Tempat
Praktikum Budidaya Kakao ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 18 Oktober 2014.
Bertempat di nursery Agroteknologi.
3.2.Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum
diantaranya :
3.2.1. Alat
a.

Alat tulis

b.

Cangkul

c.

Pisau

d.

Penggaris

3.2.2. Bahan
a.

Top soil (tanah gembur)

b.

Bibit kakao

c.

Polybag ukuran 10x15 cm dan tebal 0,05 mm

d.

Pasir

e.

Dithen M-45

f.

Air

3.3. Prosedur Praktikum


Siapkan media tanam dengan menggunakan top soil yakni tanah yang gembur
dengan mencampurkannya bersama pasir dengan takaran 1 : 1, dan selanjutnya
masukan kedalam polybag.
Persiapan benih :
a.
Pertama-tama, cari dan ambil buah cokelat yang telah masak, yakni kakao
yang tangkai buahnya menjadi kering, adanya rongga antar biji serta kulit buah,
dan telah berwarna kuning atau jingga. Buah cokelat tersebut kemudian di pecah
dengan menggunakan pisau, lalu benih dipotong menjadi 3 bagian (1/3 bagian
ujung, 1/3 bagian tengah, 1/3 bagian pangkal).
b.
Kedua, cuci bersih biji kakao hingga lendir yang menempel di biji hilang,
jangan lupa untuk memisahkan antara biji bagian ujung, tengah dan pangkal.

Kemudian rendam selama 3 menit pada larutan 5 mg air yang telah di berikan
dithen M-45 secukupnya.
c.
Buat lubang pada media tanam yang ada di dalam polybag, bisa
menggunakan kayu maupun jari dengan kedalam lubang 2/3 dari tinggi benih.
3.4.Pelaksanaan Praktikum
3.4.1. Persiapan Lokasi
Lokasi yang digunakan untuk proses penempatan atau penyimpanan benih yakni
di nursery agroteknologi, oleh sebab itu perlu adanya pembersihan lokasi
sebelum benih-benih kakao di tempatkan disana.
3.4.2. Persiapan Media Tanam
Media tanam yang akan di gunakan adalah top soil yakni tanah yang gembur
yang kemudian di campurkan pasir dengan takaran perbandingan 1 : 1.
3.4.3. Pengisian Polybag
Setelah melalui proses pencampuran kemudian media tanam dimasukkan
kedalam polybag hingga masih memiliki ketinggian 1 2 cm dari atas bibir
polybag.
3.4.4. Persemaian
Bagian tengah polybag yang berisi media tanam dibuat lubang tanam sedalam
2/3 dari tinggi benih atau disesuaikan dengan biji. Setiap polybag masing-masing
disemai dengan satu biji kakao. Dengan jarak antar polybagnya 15 x 15 cm.
3.4.5. Pemeliharaan
a.

Penyiraman

Penyiraman dilakukan 2 kali sehari yakni pada waktu pagi dan sore hari sampai
bibit berumur tiga bulan dan disesuaikan menurut keadaa cuaca. Penyiraman
dilakukan dengan air bersih, menggunakan gembor dan tidak terlalu lembab
agar tidak mengandung penyakit Phytophthora palmivora dan VCD (Vascular
Streak Di eback).
b.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan cara manual yaitu dengan cara mencabut rumput
atau gulma yang tumbuh disekitar polybag maupun berada diluar polybag hal ini
untuk menjaga sanitasi lingkungan di sekitar pembibitan agar tidak menjadi
inang hama dan penyakit.
3.4.6. Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit yang sering menyerang pembibitan ulat kantong, ulat
jengkal, dan belalang, untuk mencegah gangguan dari hama, serta agar
pembibitan tersebut terlindungi, dilakukan secara manual yaitu mengeluarkan
jika ada hama pada bibit tersebut. Bisa menggunakan insektisida untuk
mencegah hama dan menggunakan fungisida untuk mencegah penyakitnya,
caranya dengan melakukan penyemprotan pada tanaman.
3.5.Parameter Pengamatan

Parameter pengamatan dalam penelitian ini adalah :


1.
Pertumbuhan benih, pengamatan dilakukan pada umur 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,
HSS (Hari Setelah Semai) yang meliputi :
a.

Daya Tumbuh Benih =

x 100%

(Sutopo, 2004)
b.

Kecepatan Tumbuh Benih =

Dengan keterangan :
N = Jumlah benih yang tumbuh dalam waktu (+)
T = Waktu pengamatan
c.

Tinggi Bibit dihitung sejak 14, 28, 32, 46, 60 HST (Hari Setelah Tanam)

d.
Jumlah Daun yang juga dihitung sejak 14, 28, 32, 46, 60 HST (Hari Setelah
Tanam).

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Perlakuan Benih Kakao. www.pagemenu.blogspot.com. Download
03 Desember 2014
Anonimus. 1998. COKELAT. Departemen Pertanian. Bagian Proyek Informasi
Pertanian Riau : 14 15.
Goenadi, D. H. dan Hardjono, A. (1985). Penilaian Kesesuaian Lahan untuk
Tanaman Cokelat di Indonesia. Bulletin Perkebunan 3:30-37.
Rohman, Saepul. 2009. Teknik Fermentasi Dalam Pengolahan Biji Kakao.
http://majarimagazine.com/2009/06/teknik-fermentasi-dalam-pengolahan-bijikakao/ diakses tanggal 20 Oktober 2014 pukul 21.30 wib.
Siregar, Tumpal H.S; Slamet Riyadi, Laeli Nuraeni. 2006. Pembudidayaan,
Pengolahan, dan Pemasaran Cokelat. Penerbit Penebar Swadaya : Jakarta.
Susanto, F.X. 1994. Tanaman Kakao Budidaya dan Pengolahan Hasil. Penerbit
Kanisius : Yogyakarta.

Willy, Bryan. 2010. Standar Pembibitan. http://bryanwilly32.blogspot.com/


2010/07/standar-pembibitan. html diakses tanggal 20 Oktober 2014 pukul 21.18
wib.

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang
peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya
sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara.
Di samping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan
wilayan dan pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan
kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi
sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di
Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa
terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan minyak sawit
dengan
nilai
US
$
701
juta.
Perkebunan kakao di Indonesia mengalami perkembangan pesat
dalam kurun waktu 20 tahun terakhir dan pada tahun 2002 areal
perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 914.051 ha. Perkebunan
kakao tersebut sebagianbesar (87,4%) dikelola oleh rakyat dan selebihnya
6,0% perkebunan besar negara serta 6,7% perkebunan besar swasta.
Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao
lindak dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara dan Sulawesi Tengah. Di samping itu juga diusahakan jenis
kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa
Tengah.
Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia
dimana bila dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita rasa
setara dengan kakao berasal dari Ghana dan keunggulan kakao Indonesia
tidak mudah meleleh sehingga cocok bila dipakai untuk blending. Sejalan
dengan keunggulan tersebut, peluang pasar kakao Indonesia cukup
terbuka baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Dengan kata lain,
potensi untuk menggunakan industri kakao sebagai salah satu pendorong
pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka.
Meskipun demikian, agribisnis kakao Indonesia masih menghadapi
berbagai masalah kompleks antara lain produktivitas kebun masih rendah
akibat serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK), mutu produk masih
rendah serta masih belum optimalnya teknologi budidaya tanaman kakao.
Hal ini menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor
untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar
dari agribisnis kakao.
Kakao (Theobroma cacao, L) merupakan salah komoditas perkebunan
yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat
berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber
pendapatan harian atau mingguan bagi pekebun. Tanaman kakao berasal
dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya,
kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah hutan hujan tropis dan
tumbuh terlindung pohon-pohon yang besar. Oleh karena itu dalam
budidayanya, tanaman kakao memerlukan naungan. Sebagai daerah
tropis, Indonesia yang terletak antara 6 LU 11 LS merupakan daerah

yang sesuai untuk tanaman kakao. Namun setiap jenis tanaman


mempunyai kesesuian lahan dengan kondisi tanah dan iklim tertentu,
sehingga tidak semua tempat sesuai untuk tanaman kakao, dan untuk
pengembangan tanaman kakao hendaknya tetap mempertimbangkan
kesesuaian lahannya.
Sebagai tananam yang dalam budidayanya memerlukan naungan,
maka walaupun telah diperoleh lahan yang sesuai, sebelum penanaman
kakao tetap diperlukan persiapan naungan. Tanpa persiapan naungan
yang baik, pengembangan tanaman kakao akan sulit diharapkan
keberhasilannya. Oleh karena itu persiapan lahan dan naungan, serta
penggunaan tanaman yang bernilai ekonomis sebagai penaung
merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam budidaya kakao.
Pengembangan tanaman kakao, budidayanya memerlukan naungan.
Tanpa persiapan lahan dan tanpa persiapan naungan yang baik,
pengembangan tanaman kakao akan sulit diharapkan keberhasilannya.
Tanaman penaung yang biasanya digunakan adalah Moghania
macrophylla sebagai penaung sementara dan, Lamtoro atau Glirisidia
sebagai penaung tetap, yang tidak memberikan manfaat ekonomis secara
langsung bagi petani, sehingga kurang menarik bagi petani. Secara
umum, dalam budidaya kakao juga dihadapi masalah harga komoditi yang
tidak menentu, kondisi lahan yang semakin menurun, serta mutlak
diperlukannya naungan dalam budidayanya. Oleh karema itu, maka pola
diversifikasi tanaman kakao merupakan peluang untuk pengembangan
kakao dengan pemanfaatan tanaman yang mempunyai nilai ekonomis
seperti pisang sebagai penaung sementara, dan kelapa sebagai penaung
tetap, serta jati. sengon, atau tanaman lainnya sebagai tanaman tepi blok
kebun.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah teknologi budidaya aneka tanaman industri, selain itu tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui cara pemeliharaan
tanaman kakao, penaungan tanaman kakao dan panen buah kakao.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Syarat Tumbuh Tanaman Kakao
a)
Tanah
Tanaman kakao untuk tumbuhnya memerlukan kondisi tanah yang
mempunyai kandungan bahan organ yang cukup, lapisan olah yang dalam
untuk membantu pertumbuhan akar, sifat fisik yang baik seperti struktur
tanah yang gembur juga sistem drainase yang baik. PH tanah yang ideal
berkisar antara 6 7 (Suhardjo dan Butar-butar, 1979).
Menurut Situmorang ( 1973) tanah mempunyai hubungan erat
dengan sistem perakaran tanaman kakao, karena perakaran tanaman
kakao sangat dangkal dan hampir 80% dari akar tanaman kakao berada
disekitar 15 cm dari permukaan tanah, sehingga untuk mendapatkan

pertumbuhan yang baik tanaman kakao menghendaki struktur tanah yang


gembur agar perkembangan akar tidak terhambat.
Selanjutnya Tjasadiharja (1980) berpendapat, perkembangan akar
yang baik menentukan jumlah dan distribusi akar yang kemudian
berfungsi sebagai organ penyerapan hara dari tanah. Tanaman kakao
menghendaki permukaan air tanah yang dalam. Permukaan air tanah
yang dangkal menyebabkan dangkalnya perakaran sehingga tumbuhnya
tanaman kurang kuat (Anonymous, 1988).
b)
Iklim.
Lingkungan yang alami bagi tanaman kakao adalah hutan tropis,
dengan demikian curah hujan, suhu, kelembaban udara, intensitas cahaya
dan angin merupakan faktor pembatas penyebaran tanaman kakao
(Siregar
et
al.,
1989).
Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 0 600 meter
diatas permukaan laut, dengan penyebaran meliputi 20 LU dan 20 LS.
Daerah yang ideal untuk pertumbuhannya berkisar antara 10 LU dan 10
LS (Suyoto dan Djamin, 1983).
2.1 Morfologi Tanaman Kakao
Tanaman kakao termasuk golongan tanaman tahunan yang
tergolong dalam kelompok tanaman caulofloris, yaitu tanaman yang
berbunga dan berbuah pada batang dan cabang. Tanaman ini pada garis
besarnya dapat dibagi atas dua bagian, yaitu bagian vegetatif yang
meliputi akar, batang serta daun dan bagian generatif yang meliputi
bunga dan buah (Siregar at al., 1989).
1.
Akar.
Akar tanaman kakao mempunyai akar tunggang (Radik
primaria). Pertumbuhannya dapat mencapai 8 meter kearah samping dan
15 meter kearah bawah. Kakao yang diperbanyak secara vegetatif pada
awal pertumbuhannya tidak membentuk akar tunggang, melainkan akarakar serabut yang banyak jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut
akan membentuk dua akar jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut
akan membentuk dua akar yang menyerupai akar tunggang. Pada
kecambah yang telah berumur 1 2 minggu terdapat akar-akar cabang
(Radik lateralis) yang merupakan tempat tumbuhnya akar-akar rambut
(Fibrilla) dengan jumlah yang cukup banyak. Pada bagian ujung akar ini
terdapat bulu akar yang dilindungi oleh tudung akar (Calyptra). Bulu akar
inilah yang berfungsi menyerap larutan dan garam-garam tanah.
Diameter bulu akar hanya 10 mikro dan panjang maksimum hanya 1
milimeter.
2.
Batang
Diawal pertumbuhannya tanaman kakao yang diperbanyak dengan
biji akan membentuk batang utama sebelum tumbuh cabang-cabang
primer. Letak pertumbuhan cabang-cabang primer disebut jorquette,
dengan ketinggian yang ideal 1,2 1,5 meter dari permukaan tanah dan
jorquette ini tidak terdapat pada kakao yang diperbanyak secara
vegetatif. Ditinjau dari segi pertumbuhannya, cabang-cabang pada
tanaman kakao tumbuh kearah atas dan samping. Cabang yang tumbuh

kearah atas disebut cabang Orthotrop dan cabang yang tumbuh kearah
samping disebut dengan Plagiotrop. Dari batang dan kedua jenis cabang
tersebut sering ditumbuhi tunas-tunas air (Chupon) yang banyak
menyerap energi, sehingga bila dibiarkan tumbuh akan mengurangi
pembungaan dan pembuahan (Siregar et al., 1989).
3.
Bunga
Bunga kakao tergolong bunga sempurna, terdiri atas daun kelopak
(Calyx) sebanyak 5 helai dan benang sari ( Androecium) berjumlah 10
helai. Diameter bunga 1,5 centimeter. Bunga disangga oleh tangkai bunga
yang panjangnya 2 4 centimeter (Siregar et al., 1989). Pembungaan
kakao bersifat cauliflora dan ramiflora, artinya bunga-bunga dan buah
tumbuh melekat pada batang atau cabang, dimana bunganya terdapat
hanya sampai cabang sekunder (Ginting, 1975). Tanaman kakao dalam
keadaan normal dapat menghasilkan bunga sebanyak 6000 10.000
pertahun tetapi hanya sekitar lima persen yang dapat menjadi buah
(Siregar et al., 1989).
4.

Buah
Buah kakao berupa buah buni yang daging bijinya sangat lunak.
Kulit buah mempunyai sepuluh alur dan tebalnya 1 2 cm (Siregar et al.,
1989). Bentuk, ukuran dan warna buah kakao bermacam-macam serta
panjangnya sekitar 1030 cm, umumnya ada tiga macam warna buah
kakao, yaitu hijau muda sampai hijau tua, waktu muda dan menjadi
kuning setelah masak, warna merah serta campuran antara merah dan
hijau. Buah ini akan masak 5 6 bulan setelah terjadinya penyerbukan.
Buah muda yang ukurannya kurang dari 10 cm disebut cherelle (pentil).
Buah ini sering sekali mengalami pengeringan (cherellewilt) sebagai
gejala spesifik dari tanaman kakao.
Gejala demikian disebut physiological effect thinning, yakni adanya
proses fisiologis yang menyebabkan terhanbatnya penyaluran hara yang
menunjang pertumbuhan buah muda. Gejala tersebut dapat juga
dikarenakan adanya kompetisi energi antara vegetatif dan generatif atau
karena adanya pengurangan hormon yang dibutuhkan untuk
pertumbuhahn buah muda (Siregar et al., 1989).
Biji kakao tidak mempunyai masa dormasi sehingga penyimpanan
biji untuk benih dengan waktu yang agak lama tidak memungkinkan. Biji
ini diselimuti oleh lapisan yang lunak dan manis rasanya, jika telah masak
lapisan tersebut pulp atau micilage. Pulp ini dapat menghambat
perkecambahan dan karenanya biji yang akan digunakan untuk
menghindari dari kerusakan biji dimana jika pulp ini tidak dibuang maka
didalam penyimpanan akan terjadi proses fermentasi sehingga dapat
merukkan biji ( Suharjo dan Butar-butar, 1979).

BAB III
ISI

3.1 Pemeliharaan Tanaman Kakao


Penyiangan
Pengendalian gulma dilakukan dengan membabat tanaman
pengganggu sekitar 50 cm dari pangkal batang atau dengan herbisida
sebanyak 1,5-2,0 liter/ha yang dicampur dengan 500-600 liter air.
Penyiangan yang paling aman adalah dengan cara mencabut tanaman
pengganggu.Tujuan penyiangan/pengendalian gulma adalah untuk
mencegah persaingan dalam penyerapan air dan unsur hara, untuk
mencegah hama dan penyakit serta gulma yang merambat pada tanaman
kakao/kakao.
Pemangkasan
Tujuan pemangkasan adalah untuk menjaga/pencegahan serangan
hama atau penyakit, membentuk pohon, memelihara tanaman dan untuk
memacu produksi.
Pemangkasan Bentuk
Fase muda Dilakukan pada saat tanaman berumur 8-12 bulan dengan
membuang cabang yang lemah dan mempertahankan 3-4 cabang yang
letaknya merata ke segala arah untuk membentuk jorquette
(percabangan). Fase remaja Dilakukan pada saat tanaman berumur 18-24
bulan dengan membuang cabang primer sejauh 30-60 cm dari jorquette
Pemangkasan pemeliharaan.
Membuang tunas yang tidak diinginkan, cabang kering, cabang
melintang dan ranting yang menyebabkan tanaman terlalu rimbun.
Pemangkasan produksi.
Bertujuan untuk mendorong tanaman agar memiliki kemampuan
berproduksi secara maksimal. Pemangkasan ini dilakukan untuk
mengurangi kelebatan daun.
Penyulaman
Tanaman yang mati segera dilakukan penyulaman dengan tanaman
baru yang sehat. Penyulaman dapat dilakukan sampai tanaman berumur
10 tahun.
Penyiraman
Penyiraman tanaman kakao yang tumbuh dengan kondisi tanah yang
baik dan berpohon pelindung, tidak perlu banyak memerlukan air. Air
yang berlebihan menyebabkan kondisi tanah menjadi sangat lembab.
Penyiraman pohon kakao dilakukan pada tanaman muda terutama
tanaman yang tak diberi pohon pelindung.
Penyemprotan Pestisida
Walaupun terdapat ketahanan internal dari pupuk Bio P 2000 Z, pada
kondisi tertentu tanaman juga terkena hama dan penyakit. Hal ini sama
dengan kondisi manusia walaupun telah diupayakan sehat, namun tetap
tidak luput terkena penyakit.
Penyemprotan pestisida dilakukan dengan dua tahapan, pertama
bersifat untuk pencegahan sebelum diketahui ada hama yang benar-benar
menyerang. Kadar dan jenis pestisida disesuaikan. Penyemprotan
tahapan kedua adalah usaha pemberantasan hama, selain jenis juga
kadarnya ditingkatkan. Misal untuk pemberantasan digunakan insektisida

berbahan aktif seperti Dekametrin (Decis 2,5 EC), Sihalotrin (Matador 25


EC), Sipermetrin (Cymbush 5 EC), Metomil Nudrin 24 WSC/Lannate 20 L)
dan Fenitron (Karbation 50 EC).
Penyerbukan Buatan
Dari bunga yang muncul hanya 5% yang akan menjadi buah,
peningkatan
persentase
pembuahan
dapat
dilakukan
dengan
penyerbukan buatan. Bagian bunga yang mekar digosok denga bunga
jantan yang telah dipetik sebelumnya, kemudian bunga ditutup dengan
sungkup.
Pemupukan.
Pengurangan pupuk yang cukup dratis ini dikarenakan adanya
mikrobia yang ada di dalam pupuk mempunyai sifat-sifat adalah: Bersifat
fiksasi atau penambat unsur Nitrogen baik di udara dan di tanah.
Diketahui bahwa Nitrogen di udara mempunyai komposisi 70 % dari
kandungan seluruh unsur di udara. Sehingga pengurangan pupuk urea
dapat mencapai 50 % dari dosis yang dianjurkan. Kemampuan mikrobia
yang menambat pupuk an organik yang diberikan. Sehingga pupuk
tersebut tidak menguap atau tercuci, unsur hara yang ada diserap
dilindungi dan disediakan pada saat tanaman menyerapnya. Efisiensi
penggunaan pupuk urea dapat mencapai 50 % sedangkan untuk SP 36
dan KCl dan Kliserit hanya sekitar 30 % saja.
Disamping kemampuan dalam efisiensi pupuk, maka beberapa
keuntungan dengan menggunakan pupuk Bio P 2000 Z secara garis
besarnya adalah sebagai berkut: Kemampuan memperbaiki sifat kimia,
fisika dan biologi tanah. Kemampuan menetralkan sifat racun dan pH
tanah. Kemampuan merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman. Dan
kemampuan merangsang pertumbuhan generatif, sehingga buah lebat
dan bagus. Ketahanan internal lebih baik dari serangan hama dan
penyakit.
Hama Dan Penyakit
Hama dan penyakit ditangani sesuai dengan serangan yang ada.
Sistem pengendalian hama terpadu diterapkan untuk menlindungi seluruh
ekosistem yang ada. Pengendalian hama dan penyakit tanaman : tajuk
plagiotrop berpotensi lebih rimbun daripada tajuk ortotrop, sehingga
peluang terserang penyakit lebih besar. Prinsip utama dalam
pengendalian hama dan penyakit yaitu pengendalian hama secara
terpadu
(PHT)
menggunakan
biopestisida
dan
agens
hayati.
Hama Helopelthis spp dikendalikan secara biologis dengan semut hitam
(Dolichoderus thoracious) dan biopestisida Beauveria bassiana.
Penyakit busuk buah kakao dikendalikan secara preventif dengan
sanitasi kebun dan memanen buah sakit dan membenamnya. Kulit buah
hasil panen sebaiknya dibenamkan, tetapi yang sehat dapat disebar
dikebun sebagai tempat berkembangbiaknya serangga penyerbuk bunga
kakao. Jika tingkat serangan hama dan penyakit tinggi dapat
menggunakan pestisida yang terdaftar dengan dosis sesuai anjuran.
Rehabilitasi Tanaman Dewasa

Tanaman dewasa yang produktivitasnya mulai menurun tidak


diremajakan (ditebang untuk diganti tanaman baru), tetapi direhabilitasi
dengan cara okulasi tanaman dewasa dan sambung samping tanaman
dewasa. Cara yang kedua lebih unggul karena peremajaan dapat
dilakukan dalam waktu yang lebih singkat, murah dan lebih cepat
berproduksi. Entres (bahan sambungan) diambil dari kebun entres atau
produksi yang telah diseleksi, berupa cabang berwarna hijau, hijau
kekakaoan atau kakao, diameter 0,75-1,50 cm dan panjang 40-50 cm.
Sambungan dapat dibuka setelah 3-4 minggu.
3.2 Naungan Tanaman Kakao/ Pohon Pelindung
Pohon Pelindung
Tanaman kakao mutlak memerlukan pohon pelindung yang ditanam
sebagai tanaman lorong diantara tanaman-tanaman kakao. Terdapat dua
macam pohon pelindung yaitu:
1.
Pohon Pelindung Sementara.
Pohon ini diperlukan untuk melindungi tanaman kakao muda (belum
berproduksi) dari tiupan angin dan sinar matahari. Jenis pohon yang dapat
ditanam adalah pisang (Musa paradisiaca), turi (Sesbania sp.), Flemingia
congesta atauClotaralia sp. Pohon ini ditanam 1 bulan sebelum ditanam
kakao atau bersamaan waktunya dengan penanaman kakao. Untuk pohon
pelindung dari pisang usahakan tanaman pisang jangan sampai anakan
menjadi banyak, jumlah pohon yang ada hanya 3 batang. Pohon
pelindung sementara ini harus sudah di hilangkan setelah 4 atau 5 bulan.
2.
Pohon Pelindung Tetap.
Pohon ini harus dipertahankan sepanjang hidup tanaman kakao dan
berfungsi sebagai melindungi tanaman kakao yang sudah produktif dari
kerusakan sinar matahari dan menghambat kecepatan angin. Jenis pohon
yang cocok adalah Lamtoro (Leucena sp.), Sengon Jawa (Albizia stipula),
Dadap (Erythrina sp.) dan Kelapa (Cocos nucifera). Pohon pelindung tetap
ditanam dengan jarak tanam 6 x 3 m. Jarak tanam yang diajurkan adalah
3 X 3 m2 dengan kerapatan pohon 1.100 batang pohon/hektar. Jarak ini
sangat ideal karena nantinya pohon akan membentuk tajuk yang
seimbang sehingga tanaman tidak akan mudah tumbang.
3.3 Panen
Penanganan panen dan pasca panen buah kakao sangat penting,
kegiatan inilah yang menentukan produk akhir buah kakao.
a.
Tanda-Tanda Buah Siap Panen :
J Perubahan warna alur dari hijau menjadi kuning orange 50 %
J Buah masak porosnya agak kering, biji-biji didalam agak renggang dari kulit
buah terbentuk rongga antara biji dan kulit buah.
J Buah apabila dikocok/diguncang berbunyi
Buah kakao/kakao bisa dipenen apabila perubahan warna kulit dan
setelah fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang usia 5
bulan. Ciri-ciri buah akan dipanen adalah warna kuning pada alur buah;
warna kuning pada alur buah dan punggung alur buah; warna kuning pada
seluruh permukaan buah dan warna kuning tua pada seluruh permukaan
buah. Kakao masak pohon dicirikan dengan perubahan warna buah:

Warna buah sebelum masak hijau, setelah masak alur buah menjadi
kuning. Warna buah sebelum masak merah tua, warna buah setelah
masak merah muda, jingga, kuning.
Buah akan masak pada waktu 5,5 bulan (di dataran rendah) atau 6
bulan (di dataran tinggi) setelah penyerbukan. Pemetikan buah dilakukan
pada buah yang tepat masak. Kadar gula buah kurang masak rendah
sehingga hasil fermentasi kurang baik, sebaliknya pada buah yang terlalu
masak, biji seringkali telah berkecambah, pulp mengering dan aroma
berkurang.
Terdapat tiga perubahan warna kulit pada buah kakao yang menjadi
kriteria kelas kematangan buah di kebun kebun yang mengusahakan
kakao, yakni : Kelas kematangan A+, kuning tua pada seluruh permukaan
buah. Kelas A, kuning pada seluruh permukaan buah. Kelas B, kuning pada
alur buah dan punggung alur buah. Kelas C, kuning pada alur buah.

b.
Pemetikan
J Petik buah yang betul-betul masak menggunakan pisau atau sabit
bergalah Yang tajam
J Rotasi pemetikan setiap 7 atau 14 hari
J Rendam buah yang busuk atau terserang hama/penyakit kedalam tanah
sedalam 50 cm di pinggir kebun
J Selama memanem buah diusahakan tidak merusak atau melukai batang
tanaman/bantalan buah
Pasca Panen

Tahapan penenganan pasca panen kakao meliputi :


Sortasi buah
Buah yang sudak masak dipanen, masukkan kedalam keranjang,
angkut ketempatPengumpulan buah yang letaknya masih dalam kebun.
Setalah itu disortasi dalam dua bagian yaitu :
a.
Sortasi I
Terdiri dari buah-buah sehat dan masaknya sempurna.
1.

b.
Sortasi II
J Buah-buah yang kurang bauk terserang ulat buah
J Buah belum masak/keliru pungut
J Biji dari sortasi I yang tercampur tanah
J Biji yang tercecer ditanah, bekas buah yang dimakan tikus/bajing
2.
Pemecahan Buah
a.
Buah yang disortir menjadi 2 golongan dipecah ditempat terpisah
b.
Buah dipecah diatas tikar/karung goni
c.
Buah dipukul dengan kayu, diupayakan jangan sampai
rusak/pecah Keluarkan biji dari buah

biji

d.

3.

Biji dimasukkan kewadah fermentasi

Fermentase
Tujuan dari fermentasi adalah untuk mematikan lembaga biji agar
tidak tumbuh sehingga perubahan-perubahan di dalam biji kakao akan
mudah terjadi, seperti warna keping biji, peningkatan aroma dan rasa,
perbaikan konsistensi keping biji, dan untuk melepaskan pulp. Biji kakao
difermentasikan di dalam kotak kayu berlubang. Selama fermentasi, biji
beserta pulpnya mengalami penurunan berat sampai 25%.

4.

Perendaman Dan Pencucian


Perendaman berpengaruh terhadap proses pengeringan dan
rendemen. Selama proses perendaman berlangsung, sebagian kulit biji
kakao terlarut sehingga kulitnya lebih tipis dan rendemennya berkurang.
Dengan demikian, proses pengeringan menjadi lebih cepat. Setelah
perendaman, dilakukan pencucian yang bertujuan untuk mengurangi sisa
sisa pulp yang masih menempel pada biji dan mengurangi rasa asam
pada biji. Apabila biji masih ada sisa pulp, bijiakan mudah menyerap air
dari udara sehingga mudah terserang jamur dan juga akan
memperlambat proses pengeringan.
5.
Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air biji dari 60 %
sampai pada kondisi kadar air dalam biji tidak dapat menurunkan kualitas
biji dan biji tidak ditumbuhi cendawan. Pengeringan biji kakao dapat
dilaksanakan dengan sinar matahari atau pengeringan buatan. Dengan
sinar matahari dibutuhkan waktu 2 - 3 hari, tergantung kondisi cuaca,
sampai kadar air biji menjadi 7 8 %. Dengan pengeringan buatan,
pengeringan biji kakao berlangsung pada temperatur 65oC 68oC.
6.
Penyortiran Atau Pengelompokan
Biji kakao kering dibersihkan dari kotoran dan dikelompokkan
berdasarkan mutunya:Mutu A : dalam 100 g biji terdapat 90 100 butir
biji. Mutu B : dalam 100 g biji terdapat 100 110 butir biji. Mutu C : dalam
100 g biji terdapat 110 120 butir biji.
7.
Penyimpanan
Biji kakao yang telah kering dimasukkan ke dalam karung goni. Tiap
goni diisi 60 kg biji cokelat kering, kemudian karung tersebut disimpan
dalam gudang yang bersih, kering, dan memiliki lubang pergantian udara.
Penyimpanan di gudang sebaiknya tidak lebih dari 6 bulan, dan setiap 3
bulan harus diperiksa untuk melihat ada tidaknya jamur atau hama yang
menyerang. Sebaiknya, biji kakao bisa segera dijual dan diangkut dengan
menggunakan truk atau sebagainya.

BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang
peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya
sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara.
Tanaman kakao mutlak memerlukan pohon pelindung yang ditanam
sebagai tanaman lorong diantara tanaman-tanaman kakao. Tujuan dari
adanya pohon pelindung ini adalah untuk melindungi tanaman kakao
muda (belum berproduksi) dari tiupan angin dan sinar matahari. Ada dua
jenis pohon pelindung antara lain adalah adalah sebagai berikut Pohon
Pelindung Sementara. Pohon ini diperlukan untuk melindungi tanaman
kakao muda (belum berproduksi) dari tiupan angin dan sinar
matahari. Pohon Pelindung Tetap. Pohon ini harus dipertahankan
sepanjang hidup tanaman kakao dan berfungsi sebagai melindungi
tanaman kakao yang sudah produktif dari kerusakan sinar matahari dan
menghambat kecepatan angin.
Buah kakao bisa dipanen apabila terjadi perubahan warna kulit pada
buah yang telah matang. Sejak fase pembuahan sampai menjadi buah
dan matang, kakao memerlukan waktu sekitar 5 bulan. Buah kakao
matang dicirikan oleh perubahan warna kulit buah dan biji yang lepas dari
kulit bagian dalam. Bila buah diguncang, biji biasanya berbunyi. Ketelatan
waktu panen akan berakibat pada berkecambahnya biji di dalam. Terdapat
tiga perubahan warna kulit pada buah kakao yang menjadi kriteria kelas
kematangan buah di kebun kebun yang mengusahakan kakao, yakni :
Kelas kematangan A+, kuning tua pada seluruh permukaan buah. Kelas A,
kuning pada seluruh permukaan buah. Kelas B, kuning pada alur buah dan
punggung alur buah. Kelas C, kuning pada alur buah.
4.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, dapat membantu para petani,
khususnya juga kepada para mahasiswa tentang bagaimana cara
perawatan tanaman kakao, naungan yang digunakan untuk tanaman
kakao dan cara panen kakao.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1. 2010. Klon Kakao Unggul Generasi Ketiga. http://pengawas benih
tanaman.blogspot.com/2010/02/klon-unggul-kakao-generasi-ketiga.html.
Akses 9 April 2012.
Anonim2.
2010. Meningkatkan
Kakao
dengan
Sambung
Samping. http://bercocoktanamkakao.blogspot.com/2010/02/meningkatkan-kakao-dengansambungsamping.html. Akses 9 April 2012.
Anonim3.
2010. Teknologi
Sambung
Samping
Kakao. http://bercocoktanamkakao.
blogspot.com/2010/02/teknologi-sambung-sapingkakao.html. Akses 9 April 2012.
Anonim4. Teknologi SE Kakao Sistem Padat. http://pengawas benih tanaman.
blogspot.com/2009/07/teknologi-se-kakao-sistem-padat.html.
Akses 9 April 2012.

BBP2TP Surabaya1. 2008. Standar Operasional (SOP) Pemeriksaan Kebun


Pembibitan Kakao (Theobroma cacao) Pasca Aklimatisasi Asal Somatic
Embriyogenesis
(SE).
Direktorat
Jenderal
Perkebunan,
Kementrian Pertanian, Jakarta. 5 hal.
BBP2TP Surabaya2. 2008. Standar Operasional (SOP) Pemeriksaan Kebun
Pembibitan Kakao (Theobroma cacao) Siap Salur Asal Somatic
Embriyogenesis (SE). Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementrian
Departemen Pertanian RI. Winarno, H. 2006. Budidaya Tanaman Kakao.
Agromania
Goenadi, D.H., Baon, J.B., Herman, dan Purwoto, A. 2005. Prospek dan Arah
Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia. Jakarta. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian,
Hardjosuwito, H. Dan Hermansyah.1982.Alat Pengukur kadar air untuk kopi
dan kakao.menara perkebunan.jakarta
Tumpal,
H.Siregar.1989.Budidaya,
pengelolaan
dan
pemasaran
coklat.penebar swadaya.jakarta

MAKALAH
BUDIDAYA TANAMAN KAKAO
(Theobroma cacao L.)

DISUSUN OLEH :

NAMA

: SANDI SANDJAYA

STAMBUK : 0822100022
JURUSAN

: AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
TAHUN AKADEMIK
2010

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman kakao berasal dari Amerika Selatan. Dengan tempat tumbuhnya di
hutan hujan tropis, tanaman kakao telah menjadi bagian dari kebudayaan
masyarakat selama 2000 tahun. Nama latin tanaman kakao adalah Theobroma
Cacao yang berarti makanan untuk Tuhan.
Masyarakat Aztec dan Mayans di Amerika Tengah telah membudidayakan
tanaman kakao sejak lama, yaitu sebelum kedatangan orang-orang Eropa.
Orang-orang Indian Mesoamerikalah yang pertama kali menciptakan minuman
dari serbuk coklat yang dicampur dengan air dan kemudian diberi perasa seperti:

merica, vanili, dan rempah-rempah lainnya. Minuman ini merupakan minuman


spesial yang biasanya dipersembahkan untuk pemerintahan Mayan dan untuk
upacara-upacara spesial.
Masyarakat Mayan menggunakan biji kakao sebagai mata uang (sebagai alat
pembayaran). Pada abad ke-16 sesuai riwayat orang Spanyol seekor kelinci
seharga 10 buah kakao dan seekor anak keledai seharga 50 buah kakao.
Masyarakat Spanyol belajar tentang kakao dari masyarakat Indian Aztec pada
tahun 1500-an dan mereka kembali ke Eropa dengan membawa makanan baru
yang menggoda ini. Di Spanyo, kakao adalah minuman yang dipersembahkan
hanya untuk raja. Mereka meminumnya selagi masih panas dengan diberi rasa
gula dan madu. Secara perlahan tetapi pasti kakao berkembang ke kerajaankerajaan di Eropa dan pada abad ke-17 kakao menjadi persembahan khusus
untuk masyarakat kelas atas.
1.2 Klasifikasi Tanaman Kakao
Kerajaan/Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Malvales

Family

: Malvaceae

Genus

: Theobroma

Spesies

: Theobroma cacao L.

BAB II
SYARAT TUMBUH
2.1 Syarat Pertumbuhan
2.1.1 Iklim
1). Curah hujan.
Curah hujan pertnaman kakao di Indonesia berkisar antara 1800 3000 mm
pertahun dan merata sepajang tahun.
Tanaman kakao masih bisa hidup pada musim kering yang berlangsung 2
bulan.
2). Kelembapan udara
Kelembapan udara relatif yang dikehendaki tanaman kakao adalah 80 90 % 3).
Angin

Angin kencang dapat mengakibatkan kerusakan mekanis pada tanaman kakao


serta menurunkan kelembapan relatif udara .
Pengaruh angin kering pada pertanaman kakao di dekat pantai mengakibatkan
matinya jaringan sel daun pada bagian tepi.
4). Intensitas cahaya
Intensitas cahaya matahari diatur dengan adanya pohon pelindung. Intensitas
cahaya matahari akan mengatur perbungaan tanaman kakao.
5). Suhu
Suhu yang dikehendaki berkisar antara 24o C dan 28o C tiap harinya. Suhu di
atas 30o C dibawah naungan sering menimbulkan terlalu banyak pertumbuhan
vegetatif.
2.1.2

Media Tanam

Tanaman coklat menghendaki tanah dengan sifat sifat berikut :


Mudah meresap air.
Drajat kemiringan 0 40 %
Kedalaman efektif minimal 90 cm.
Tidak mempunyai lapisan padas yang dangkal.
pH 5 7
Mengandung banyak humus.
2.1.3

Ketinggian Tempat

Tanaman coklat akan baik tumbuhnya di daerah yang mempunyai


ketinggian 0 500 m dari permukaan laut. Dapat pulah dibudidayakan sampai
ketinggian tempat 800 m dari permukaan laut.
2.2 Pembibitan
2.2.1 Bibit coklat
Bibit coklat bisa diperoleh dengan 2 cara yaitu :
1)

Melalui perbanyakan generatif ( biji ).

2)

Melalui perbanyakan vegetatif ( okulasi, enten, atau stek ).

2.2.2 Persemaian
1)

Persemaian pendahuluan

Persemaian pendahuluan berfungsi untuk mengecambahkan biji sebelum


dipindahkan ke persemaian pemeliharaan.
Persemaian pendahuluan dapat dibuat dari peti yang berisi pasir steril/serbuk
gergaji steril (yang sudah direbus) atau karung goni steril. Biji biji yang
dikecambahkan disusun rapat ,tetapi jangan sampai bersentuhan.
2)

Persemaian pemeliharaan

Persemaian pemeliharaan adalah tempat menampung dan memelihara


kecambah dari persemaian pendahuluan.
Bentuk persemaian pemeliharaan :
Bentuk keranjang / plastic
Keranjang / plastic ini mempunyai ukuran tinggi 35 40 cm dengan garis tengah
15 cm dan di misi tanah, pasir, kompos, pupuk kandang, dengan perbandingan 4
:1:1:1.
Kadang kadang campuran ini sedikit diberi kapur.
Setiap keranjang / plastic diisi satu kecambah dengan membenamkan sedalam
jari telunjuk , lalu ditutup dengan tanah.
Keranjang / plastik yang sudah diberi tanaman disusun diatas rak dengan jarak
40 cm, tinggi rak 25 cm dari atas tanah dan dibuat tempat yang teduh atau
dibuat larikan larikan pohon petai cina dan turi yang mempunyai jarak tanam 3
4 m. Selain itu perlu di beri atap setinggi 2 m yang dibuat dari daun kelapa,
alaang alang dsb.Atap ini berangsur angsur dikurangi.
Perawatan persemaian pemeliharaan dalam keranjang / plastik meliputi :
1.

Menyiram minimal 1 kali sehari.

2.

Setiap 10 hari diberipupuk urea 1,4 gr. untuk tiap keranjang / plastik.

3.

Pemberantasan hama.

Penyakit yang sering menyerang pada pembibitan adalah GLOESPORIUM.


Pemberantasan dilakukan dengan Dithane m-45 dengan dosis 0,1 0,2 % rotasi
2 minggu.
2.3 Pengolahan Media Tanam
2.3.1 Persiapan
Lahan perkebunan coklat/kakao dapat berasal dari hutan asli, hutan sekunder,
tegalan, bekas tanaman perkebunan atau pekarangan. Lahan yang miring harus
dibuat teras-teras agar tidak terjadi erosi. Areal dengan kemiringan 25-60%
harus dibuat teras individu.
2.3.2 Pembukaan Lahan
Cara penyiapan lahan dapat dengan cara pemberihan selektif dan pembersihan
total. Alang-alang di tanah tegalan harus dibersihkan/dimusnahkan supaya
tanaman kakao dan pohon naungan dapat tumbuh baik. Untuk memperlancar
pembuangan air, saluran drainase yang secara alami telah ada harus
dipertahankan dan berfungsi sebagai saluran primer. Saluran sekunder dan
tersier dibangun sesuai dengan keadaan lapangan.
2.3.3 Pengapuran
Tanah-tanah dengan pH di bawah 5 perlu diberi kapur berupa batu kapur
sebanyak 2 ton/ha atau kapur tembok sebanyak 1.500 kg/ha.
2.3.4 Pemupukan

Pemupukan sebelum bibit ditanam dapat dilakukan guna untuk merangsang


pertumbuhan bibit cokelat. Lubang-lubang tersebut perlu diberi pupuk dengan
pupuk Agrophos sebanyak 300 gram/lubang atau pupuk urea sebanyak 200
gram/lubang, pupuk TSP sebanyak 100 gram/lubang. Pupuk-pupuk tersebut
diberikan 2 (dua) minggu sebelum penanaman bibit cokelat, kemudian lubang
tersebut ditutup kembali dengan tanah atas yang dicampur dengan pupuk
kandang/kompos.
2.4 Teknik Penanaman
2.4.1 Hubungan Tanaman Dan Jarak Tanam
Hubungan tanam yang biasa dipakai untuk tanaman coklat adalah hubungan
segi empat dengan jarak tanam 4 m x 4 m atau 5 m x 5 m .
Kadang kadang dipakai juga hubungan pagar yaitu dengan jarak antara barisan
tanam 4 m dan jarak tanam di dalam barisan 2 m. jarak tanam 4 m x 2 m ini
memberikan hasil lebih tinggi di bandingkan jarak tanam 4 m x 4 m dengan
hubungan segi empat.
2.4.2

Pembuatan Lubang Tanam

Lubang tanam dibuat beberapa bulan sebelum masa tanam. Ukuran lubang
tanam adalah 60 x 60 x 60 cm.
Pemupukan lubang tanam dilakukan dengan memberikan pupuk agrophos 0,3 kg
perlubang tanaman dan dilakukan 2 minggu sebelum masa tanam. Kemudian
lubang tersebut ditutup kembali.
2.4.3

Menanam Pohon Pelindung

Tanaman coklat dikebun memerlukan pelindung sementara dan pelindung tetap.


Pelindung sementara akan memberikan perlindungan secukupnya pada waktu
bibit ditanamkan. Sedang pelindung tetap akan memberikan perlindungan
kepada coklat dengan intensitas sedang.
Perlindugan sementara terdiri atas :
1)

Theprosia candida

Theprosia candda ditanam 2 minggu sebelum penanaman bibit coklat


dikebun.Biji bijinya disebar menurut barisan sejajar dengan barisan lubang
tanam dengan jarak 1 m dari lubankg tersebut.
2)

Flamengia congesta

Flamengia congesta disebar 6 bulan sebelum penanaman coklat dikebun.


Penyebarannya berupa barisan sejajar dengan lubang tanam dengan jarak 2,5
dari lubang. Sebelum disebar biji biji dicampur dengan pupuk agrophos dengan
perbandingan 1 : 1 setelah 3 tahun flamengia sp ini dibongkar.
3)
Perlindungan atap atau daun daun yaitu bila pelindung berupa tanaman
hidup tidak diadakan.
Perlindungan tetap terdiri atas berbagai jenis tanaman misalnya :

1)
Albizzia yang ditanam dalam bentuk stump tinggi berumur 1 tahun.
Penanamannya dilakukan 2 minggu sebelum coklat ditanam dengan jarak tanam
4 m x 4 m.
2)
Leucaena sp.yang ditanam dari bibit yang telah disemai 6 bulan
sebelumnya dengan waktu penanaman bersamaan dengan flamengia sp. Jarak
tanam Leucaena sp.adalah 3,5 m x 5 m. pada umur Leucaena 1 tahun dilakukan
okulasi dengan L. glauca digunakan sebagai batang bawah, sedang L.glabrata
sebagai batang atas.
2.4.4

Cara Penanaman

Lubang tanam dibuka kembali sebesar tanah putaran atau besarnya keranjang /
plastik dari bibit sebelum penanaman dilakukan.
Sebelum bibit ditanam, bagi bibit keranjang atau kantong plastik, kranjang atau
plastiknya harus dilepas terlebih dahulu dengan cara :
Mula mula alas keranjang / kantong plastik digunting.
Lalu bibit dimasukan ke dalam lubang tanam yang dibuat sebesar tanah
putaran dengan telapak tangan sebagai penumpu alas bibit.
Kemudian dinding keranjang atau kantong plastik digunting dari atas
kebawah.
Sesudah itu keranjang atau plastik ditarik keluar.
Setelah bibit di tanam sedalam leher akar maka tanah disekitar bibit dipadatkan
serta permukaannya dibuat meninggi menuju leher akar.

BAB III
BUDIDAYA TANAMAN
3.1 Pemeliharaan Tanaman
3.1.1

Penjarangan dan Penyulaman

Penyulaman dapat dilakukan sampai tanaman berumur 10 tahun.


3.1.2

Penyiangan

Pengendalian gulma dilakukan dengan membabat tanaman pengganggu sekitar


50 cm dari pangkal batang atau dengan herbisida sebanyak 1,5-2,0 liter/ha yang
dicampur dengan 500-600 liter air. Penyiangan yang paling aman adalah dengan
cara mencabut tanaman pengganggu.Tujuan penyiangan/pengendalian gulma
adalah untuk mencegah persaingan dalam penyerapan air dan unsur hara, untuk
mencegah hama dan penyakit serta gulma yang merambat pada tanaman
cokelat/kakao. Dalam pemberantasan gulma harus dikaukan rutin minimal satu
bulan sekali, yaitu dengan menggunakan cangkul, koret/dicabut dengan
tangan. .

3.1.3

Pemangkasan

Tujuan pemangkasan adalah untuk menjaga/pencegahan serangan hama atau


penyakit, membentuk pohon, memelihara tanaman dan untuk memacu produksi.
a) Pemangkasan bentuk1. Fase muda. Dilakukan pada saat tanaman berumur
8-12 bulan dengan membuang cabang yang lemah dan mempertahankan 3-4
cabang yang letaknya merata ke segala arah untuk membentuk jorquette
(percabangan)2. Fase remaja. Dilakukan pada saat tanaman berumur 18-24
bulan dengan membuang cabang primer sejauh 30-60 cm dari jorquette
(percabangan)
b) Pemangkasan pemeliharaan.Membuang tunas yang tidak diinginkan, cabang
kering, cabang melintang dan ranting yang menyebabkan tanaman terlalu
rimbun.
c) Pemangkasan produksi. Bertujuan untuk mendorong tanaman agar memiliki
kemampuan berproduksi secara maksimal. Pemangkasan ini dilakukan untuk
mengurangi kelebatan daun.
3.1.4

Pemupukan

Dosis pemupukan tanaman yang belum berproduksi (gram/tanaman):


a) Umur 2 bulan: ZA=50 gram/pohon.
b) Umur 6 bulan: ZA=75 gram/pohon; TSP=50 gram/pohon; KCl=30
gram/pohon; Kleserit=25 gram/pohon
c) Umur 12 bulan: ZA=100 gram/pohon
d) Umur 18 bulan: ZA=150 gram/pohon; TSP=100 gram/pohon; KCl=70
gram/pohon; Kleserit=50 gram/pohon
e) Umur 24 bulan: ZA=200 gram/pohon Dosis pemupukan tanaman berproduksi
(gram/tanaman):a) Umur 3 tahun: ZA = 2 x 100 gram/pohon, Urea = 2 x 50
gram/pohon, TSP = 2 x 50 gram/pohon, KCl = 2 x 50 gram/pohon.b) Umur 4
tahun: ZA = 2 x 100 gram/pohon, Urea = 2 x 100 gram/pohon, TSP = 2 x 100
gram/pohon, KCl = 2 x 100 gram/pohon.c) > 5 tahun: ZA = 2 x 250
gram/pohon, Urea = 2 x 125 gram/pohon, TSP= 2 x 125 gram/pohon, KCl = 2 x
125 gram/pohon. Pemupukan dilakukan dengan membuat alur sedalam 10 cm di
sekeliling batang kakao dengan diameter kira-kira tajuk. Waktu pemupukan di
awal musim hujan dan akhir musim hujan.
3.1.5

Penyemprotan Pestisida

Penyemprotan pestisida dilakukan dengan dua tahapan, pertama bersifat untuk


pencegahan sebelum diketahui ada hama yang benar-benar menyerang. Kadar
dan jenis pestisida disesuaikan. Penyemprotan tahapan kedua adalah usaha
pemberantasan hama, selain jenis juga kadarnya ditingkatkan. Misal untuk
pemberantasan digunakan insektisida berbahan aktif seperti Dekametrin (Decis
2,5 EC), Sihalotrin (Matador 25 EC), Sipermetrin (Cymbush 5 EC), Metomil Nudrin
24 WSC/Lannate 20 L) dan Fenitron (Karbation 50 EC).
3.1.6

Penyerbukan Buatan

Dari bunga yang muncul hanya 5% yang akan menjadi buah, peningkatan
persentase pembuahan dapat dilakukan dengan penyerbukan buatan. Bagian
bunga yang mekar digosok denga bunga jantan yang telah dipetik sebelumnya,
kemudian bunga ditutup dengan sungkup. Penggosokan dilakukan dengan jari
tangan.
3.1.7

Rehabilitasi Tanaman Dewasa

Tanaman dewasa yang produktivitasnya mulai menurun tidak diremajakan


(ditebang untuk diganti tanaman baru), tetapi direhabilitasi dengan cara okulasi
tanaman dewasa dan sambung samping tanaman dewasa. Cara yang kedua
lebih unggul karena peremajaan dapat dilakukan dalam waktu yang lebih
singkat, murah dan lebih cepat berproduksi. Entres (bahan sambungan) diambil
dari kebun entres atau produksi yang telah diseleksi, berupa cabang berwarna
hijau, hijau kekakaoan atau kakao, diameter 0,75-1,50 cm dan panjang 40-50
cm. Sambungan dapat dibuka setelah 3-4 minggu.
3.2 Penyiraman
Penyiraman tanaman cokelat yang tumbuh dengan kondisi tanah yang baik dan
berpohon pelindung, tidak perlu banyak memerlukan air. Air yang berlebihan
menyebabkan kondisi tanah menjadi sangat lembab. Penyiraman pohon cokelat
dilakukan pada tanaman muda terutama tanaman yang tak diberi pohon
pelindung.

BAB IV
HAMA DAN PENYAKIT
4.1
4.1.1

Hama
Penggerek cabang (Zeuzera coffeae)

Bagian yang diserang adalah cabang berdiameter 3-5 cm.


Gejala: cabang mati atau mudah patah.
Pengendalian: membuang cabang yang terserang, kemudian dengan predator
alami: jamur Beauveria bassiana.
4.1.2

Kepik penghisap buah kakao (Helopeltis sp.)

Bagian yang diserang buah dan daun muda, kuncup bunga.


Gejala: bercak kakao kehitaman berbentuk cekung berukuran 3-4 mm.
Pengendalian: membuang bagian yang terserang. Predator: belalang sembah,
kepik predator. Selain itu gunakan insektisida Baytroid 50EC, Lannate 25 WP,
Sumithion 50 EC, Leboycid 50 EC, Orthene 75 SP.
4.1.3

Penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella atau Cocoa Mot.)

Bagian yang diserang adalah buah kakao.


Gejala: daging buah busuk.
Pengendalian: membuang dan mengubur buah sisa panen dengan serempak,
menutupi buah dengan kantung plastik dengan lubang di bagian bawah.
4.1.4

Kutu putih (Planococcus citri.)

Bagian yang diserang adalah tunas, bunga, calon buah.


Gejala: timbul tunas tumbuh tidak normal (bengkok). Selain itu terlihat
pertumbuhan bunga dan calon buah tidak normal.
Pengendalian: gunakan insektisida berbahan aktif monokrotofas, fosfamidon,
karbaril.
4.1.5

Ulat kantong (Clania sp., Mahasena sp.)

Bagian yang diserang adalah daun dan tunas.


Gejala: tanaman gundul dan kematian pucuk.
Pengendalian: dengan parasit Exoresta uadrimaculata, Tricholyga psychidarum .
Selain itu gunakan insektisida racun perut, Dipterex dan Thuricide.
4.1.6

Kutu jengkal (Hyposidra talaca.)

Bagian yang diserang adalah daun (muda dan tua).


Gejala: habisnya helaian daun, tinggal tulang daun saja.
Pengendalian: gunakan insektisida Ambush 2 EC, Sherpa 5 EC (0,15-0,2%).
4.2
4.2.1

Penyakit
Busuk buah hitam

Penyebab: Phytopthora palmivora . Bagian yang diserang adalah buah.


Gejala: bercak kakao di titik pertemuan tangkai buah dan buah atau ujung buah.
Gejala pada serangan berat adalah buah diliputi miselium abu-abu keputihan.
Pengendalian: dengan cara buah yang sakit diambil, kurangi kelembaban kebun
dengan cara pemangkasan. Selain itu gunakan insektisida dengan bahan aktif
Cu: Cupravit 0,3% atau Cobox 0,3% atau insektisida bahan aktif Mankozeb:
Dithane M-45 dan Manzate 200 0,3% dengan interval 2 minggu.
4.2.2

Kanker batang

Penyebab: Phytopthora pal-mivora. Bagian yang diserang adalah batang.


Gejala: bercak basah berwarna tua pada kulit batang atau cabang, keluarnya
cairan dari batang atau cabang yang akan mengering dan mengeras.
Pengendalian: buah yang sakit diambil, kurangi kelembaban kebun dengan cara
pemangkasan. Selain itu gunakan fungisida dengan bahan aktif Cu: Cupravit
0,3% atau Cobox 0,3%. atau ungisida bahan aktif Mankozeb: Dithane M-45 dan
Manzate 200 0,3% dengan interval 2 minggu. Keroklah bagian yang sakit dan
mengolesinya dengan ter/fungisida.

4.2.3

Busuk buah diplodia

Penyebab: Botrydiplodia theobramae (jamur). Bagian yang diserang buah.


Gejala: bercak kekakaoan pada buah, lalu buah menghitam menyeluruh .
Pengendalian: cegah timbulnya luka, buah yang sakit dibuang. Kemudian
gunakan fungisida dengan bahan aktif Cu: Vitigran Blue, Trimiltox Forte, Cupravit
OB pada konsentrasi 0,3%.
4.2.4

Vascular Steak Dieback (VSD)

Penyebab: Oncobasidium theobromae (jamur). Bagian yang diserang adalah


daun, ranting/cabang.
Gejala: bintik-bintik kecil hijau pada daun terinfeksi dan terbentuk tiga bintik
kekakaoan, kulit ranting/cabang kasar, pucuk mati (dieback).
Pengendalian: gunakan bibit bebas VSD, perhatikan anitasi tanaman, kurangi
kelembaban, tingkatkan intensitas cahaya matahari dan perbaiki drainase dan
pemupukan.
4.2.5

Bercak daun, mati ranting dan busuk buah

Penyebab: Colletorichum sp. (jamur). Bagian yang diserang adalah daun, ranting,
buah.
Gejala: bercak nekrotik pada daun, daun gugur, pucuk mati, buah muda keriput
kering (busuk kering).
Pengendalian: peningkatan sanitasi, memotong ranting dan buah yang
terserang, pemupukan berimbang dan perbaikan drainase. Kemudian gunakan
fungisida sistemik Karbendazim 0,5% dengan interval 10 hari.
4.2.6

Busuk buah monilia

Penyebab: Monilia roreri (jamur). Bagian yang diserang buah muda.


Gejala: benjolan dan warna belang pada buah berukuran 8-10 cm, penumpukan
lendir di dalam rongga buah, dinding buah mengeras.
Pengendalian: menurunkan kelembaban udara dan tanah, membuang buah
rusak. Kemudian gunakan fungisida dengan bahan aktif Cu: Cobox 0,3%,
Cupravit 0,3 % selama 3-4 minggu.
4.2.7

Penyakit akar

Penyebab: Rosellinia arcuata R bumnodes, Rigidoporus liginosus, Ganoderma


pseudoerrum, Fomes lamaoensis (jamur). Bagian yang diserang adalah akar.
Gejala: daun menguning dan layu, pada leher akar/pangkal batang terdapat
miselium. Pengendalian: pembuatan parit isolasi di sekitar tanaman terserang,
pemusnahan tanaman sakit. Kemudian oleskan fungisida pada permukaan akar
yang lapisan miseliumnya telah dibuang. Fungisida dengan bahan aktif PNCB:
Fomac 2, Ingro Pasta, Shell Collar Protectant, Calixin Cp.

BAB V
PANEN DAN PASCA PANEN
5.1 Panen
5.1.1

Ciri dan Umur Panen

Buah cokelat/kakao bisa dipenen apabila perubahan warna kulit dan setelah fase
pembuahan sampai menjadi buah dan matang usia 5 bulan. Ciri-ciri buah akan
dipanen adalah warna kuning pada alur buah; warna kuning pada alur buah dan
punggung alur buah; warna kuning pada seluruh permukaan buah dan warna
kuning tua pada seluruh permukaan buah. Kakao masak pohon dicirikan dengan
perubahan warna buah:a) Warna buah sebelum masak hijau, setelah masak
alur buah menjadi kuning.b) Warna buah sebelum masak merah tua, warna
buah setelah masak merah muda, jingga, kuning. Buah akan masak pada waktu
5,5 bulan (di dataran rendah) atau 6 bulan (di dataran tinggi) setelah
penyerbukan. Pemetikan buah dilakukan pada buah yang tepat masak. Kadar
gula buah kurang masak rendah sehingga hasil fermentasi kurang baik,
sebaliknya pada buah yang terlalu masak, biji seringkali telah berkecambah,
pulp mengering dan aroma berkurang.
5.1.2

Cara Panen

Untuk memanen cokelat digunakan pisau tajam. Bila letak buah tinggi, pisau
disambung dengan bambu. Cara pemetikannya, jangan sampai melukai batang
yang ditumbuhi buah. Pemetikan cokelat hendaknya dilakukan hanya dengan
memotong tangkai buah tepat dibatang/cabang yang ditumbuhi buah. Hal
tersebut agar tidak menghalangi pembungaan pada periode berikutnya.
Pemetikan berada di bawah pengawasan mandor. Setiap mandor mengawasi 20
orang per hari. Seorang pemetik dapat memetik buah kakao sebanyak 1.500
buah per hari. Buah matang dengan kepadatan cukup tinggi dipanen dengan
sistem 6/7 artinya buah di areal tersebut dipetik enam hari dalam 7 hari. Jika
kepadatan buah matang rendah, dipanen dengan sistem 7/14.
5.1.3

Periode Panen

Panen dilakukan 7-14 hari sekali. Selama panen jangan melukai batang/cabang
yang ditumbuhi buah karena bunga tidak dapat tumbuh labi di tempat tersebut
pada periode berbunga selanjutnya.
5.1.4

Prakiraan Produksi

Tanaman kakao mencapai produksi maksimal pada umur 5-13 tahun. Produksi
per hektar dalam satu tahun adalah 1.000 kg biji kakao kering.
5.2 Pascapanen
5.2.1

Pengumpulan

Buah yang telah dipanen biasanya dikumpulkan pada tempat tertentu dan
dikelompokkan menurut kelas kematangan. Pemecahan kulit dilaksanakan
dengan menggunakan kayu bulat yang keras.

5.2.2

Penyortiran/pengelompokkan

Biji kakao kering dibersihkan dari kotoran dan dikelompokkan berdasarkan


mutunya:a) Mutu A: dalam 100 gram biji terdapat 90-100 butir bijib) Mutu B:
dalam 100 gram biji terdapat 100-110 butir bijic) Mutu C: dalam 100 gram biji
terdapat 110-120 butir biji.

5.2.3

Penyimpanan

Biji kakao basah diperam (difermentasi) selama 6 hari di dalam kotak kayu tebal
yang dilapisi aluminium dan bagian bawahnya diberi lubang-lubang kecil dengan
cara sebagai berikut:a) Tumpukkan biji di dalam kotak dengan tinggi tumpukan
tidak lebih dari 75.b) Tutup dengan karung goni atau daun pisang.c) Adukaduk biji secara periodik (1 x 24 jam) agar suhu naik sampai 50 derajat C.
5.2.4

Pengemasan dan Pengangkutan

Biji-biji cokelat yang sudah kering dapat dimasukan dalam karung goni. Tiap goni
diisi 60 kilogram biji cokelat kering. kemudian karung-karung yang berisi biji
cokelat kering tersebut disimpan dalam gudang yang bersih, kering dan
berfentilasi yang baik. Sebaiknya biji cokelat tersebut sudah segera bisa dijual
dan diangkut dengan menggunakan truk dan sebagainya. Penyimpanan di
gudang, sebaiknya tidak lebih dari 6 bulan, dan setiap tiga bulan harus diperiksa
untuk melihat ada tidaknya jamur atau hama yang menyerang biji cokelat

MAKALAH
BUDIDAYA TANAMAN KAKAO
(Theobroma cacao L )

OLEH :

ANDRIANSYAH
NIM. 1206121585
M. JOEHARI JAMILI
NIM. 1206121349
DARYADI
NIM. 1206136685

http://dc349.4shared.com/img/QFteiJkT/s7/UNRI_BW.JPG

AGROTEKNOLOGI A
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS RIAU
2013

KATA PENGANTAR

Kakao merupakan salah satu produk pertanian yang memiliki peranan yang
cukup nyata dan dapat diandalkan dalam mewujudkan program pembangunan
per-tanian, khususnya dalam hal penyediaan lapangan kerja, pendorong
pengembangan wilayah, peningkatan kesejahteraan petani dan peningkatan
pendapatan/ devisa negara. Pengusahaan kakao di Indonesia sebagian besar
merupakan perkebunan rakyat. Dalam dua dasawarsa terakhir ini areal kakao

Nasional terus menjalani pertumbuhan yang nyata sehingga produksi kakao


nasional juga menjalani pertumbuhan yang nyata sehingga produksi kakao
nasional juga meningkat seiring dengan peningkatan luas arealnya, namun
demikian produktivitasnya stabil bahkan menurun.
Teknologi akan bermanfaat apabila dapat menjangkau dan diterapkan oleh
pihak-pihak yang membutuhkan. Hasil-hasil penelitian kakao yang telah
dihasilkan oleh beberapa instansi penelitian telah dirangkum dalam makalah ini
dengan maksud untuk memperkenalkan tanaman kakao dan memberikan
pedoman kepada masyarakat cara budidaya, pasca panen dan produk
usahataninya. Kami menyampaikan penghargaan kepada tim penyusun yang
telah bersusah payah sehingga makalah ini dapat diterbitkan dan berharap
semoga makalah ini dapat menjadi acuan dalam mengembangkan usaha tani
kakao.

Penulis, Mei 2013

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
I.

PENDAHULUAN...................................................................

1.1. Latar Belakang....................................................................


II.

ISI..............................................................................................

2.1. Klasifikasi..............................................................................
2.2. Morfologi...............................................................................
2.2.1. Batang Dan Cabang...................................................
2.2.2. Daun.............................................................................
2.2.3. Akar.............................................................................
2.2.4. Bunga...........................................................................
2.2.5. Buah.............................................................................
2.2.6. Biji................................................................................
2.3. Syarat Tumbuh....................................................................
2.3.1. Curah Hujan...............................................................
2.3.2. Temperatur.................................................................
2.3.3. Sinar Matahari............................................................
2.3.4. Tanah...........................................................................
2.3.5. Sifat Kimia Tanah.......................................................

2.3.6. Sifat Fisik Tanah.........................................................


2.3.7. Kriteria Tanah Yang Tepat Bagi Tanaman Kakao
2.4. Teknik Budidaya .................................................................
2.4.1. Penanaman..................................................................
2.4.2. Pemeliharaan Tanaman.............................................
2.4.3. Pengendalian Hama & Penyakit...............................
2.4.4. Pemangkasan.............................................................
2.4.5 Panen
2.4.6. Pascapanen
2.4.7. Pengolahan Hasil.........................................................
2.4.8. Potensi Produksi.........................................................
III.

KESIMPULAN DAN SARAN...............................................

3.1 Kesimpulan......................................................................
3.2 Saran

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara pembudidaya tanaman kakao paling
luas di dunia dan termasuk Negara I penghasil kakao terbesar ketiga setelah
Ivory-Coast dan Ghana, yang nilai produksinya mencapai 1.315.800 ton/thn.
Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, perkembangan luas areal perkebunan
kakao meningkat secara pesat dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 8%/thn
dan saat ini mencapai 1.462.000 ha. Hampir 90% dari luasan tersebut
merupakan perkebunan rakyat. Tanaman kakao diperkenalkan pertama kali di
Indonesia pada tahun 1560, tepatnya di Sulawesi, Minahasa. Ekspor kakao
diawali dari pelabuhan Manado ke Manila tahun 1825-1838 dengan jumlah 92
ton, setelah itu menurun karena adanya serangan hama. Hal ini yang membuat
ekspor kakao terhenti setelah tahun 1928. Di Ambon pernah ditemukan 10.000 12.000 tanaman kakao dan telah menghasilkan 11,6 ton tapi tanamannya hilang
tanpa informasi lebih lanjut. Penanaman di Jawa mulai dilakukan tahun 1980
ditengah-tengah perkebunan kopi milik Belanda, karena tanaman kopi Arabika
mengalami kerusakan akibat serangan penyakit karat daun (Hemileia vastatrix).
Tahun 1888 puluhan semaian kakao jenis baru didatangkan dari Venezuela,
namun yang bertahan hanya satu pohon. Biji-biji dari tanaman tersebut ditanam
kembali dan menghasilkan tanaman yang sehat dengan buah dan biji yang

besar. Tanaman tersebutlah yang menjadi cikal bakal kegiatan pemuliaan di


Indonesia dan akhirnya di Jawa Timur dan Sumatera.
Kakao Indonesia, khususnya yang dihasilkan oleh rakyat, di pasar Internasional
masih dihargai paling rendah karena citranya yang kurang baik yakni didominasi
oleh bijibiji
tanpa fermentasi, biji-biji dengan kadar kotoran tinggi serta terkontaminasi
serangga, jamur dan mitotoksin. Sebagai contoh, pemerintah Amerika serikat
terus meningkatkan diskonnya dari tahun ke tahun. Citra buruh inilah yang
menyebabkan ekspor kakao ke China atau negara lain harus melalui Malaysia
atau Singapura terlebih dahulu.
Kelompok negara Asia diperkirakan akan terus mengalami peningkatan konsumsi
seiring dengan pertumbuhan ekonomi di kawasan ini, sedikit saja kenaikan
tingkat konsumsi di Asia, akan meningkatkan serangan produk kakao di Asia.
Kapasitas produksi kakao di beberapa Negara Asia Pasifik lain seperti Papua New
Guinea, Vietnam dan Fhilipina masih jauh di bawah Indonesia baik dalam hal luas
areal maupun total produksi, oleh karena itu disbanding Negara lain, Indonesia
memiliki beberapa keunggulan dalam hal pengembangan kakao, antara lain
ketersediaan lahan yang cukup luas, biaya tenaga kerja relatif murah, potensi
pasar domestik yang besar dan sarana transportasi yang cukup baik.
Masalah klasik yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya produktivitas
yang secara umum rataratanya 900 kg/ha. Faktor penyebabnya adalah
penggunaan bahan tanaman yang kurang baik, teknologi budidaya yang kurang
optimal, umur tanaman serta masalah serangan hama penyakit. Upaya yang
dapat ditempuh untuk Masalah klasik yang hingga kini sering dihadapi adalah
rendahnya produktivitas yang secara umum rataratanya 900 kg/ha. Faktor
penyebabnya adalah penggunaan bahan tanaman yang kurang baik, teknologi
budidaya yang kurang optimal, umur tanaman serta masalah serangan hama
penyakit. Upaya yang dapat ditempuh untuk

II.

ISI

2.1. Klasifikasi
Kakao merupakan satu-satunya dari 22 jenis marga Theobroma, suku
Sterculiaceae, yang diusahakan secara komersial. Menurut Tjitrosoepomo (1988)
sistematika tanaman ini sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angioospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak kelas : Dialypetalae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae

Marga : Theobroma
Jenis : Theobroma cacao L
Beberapa sifat (penciri) dari buah dan biji digunakan dasar klasifikasi dalam
sistem taksonomi. Berdasarkan bentuk buahnya, kakao dapat dikelompokkan ke
dalam empat populasi. Kakao lindak (bulk) yang telah tersebar luas di daerah
tropika adalah anggota sub jenis sphaerocarpum. Bentuk bijinya lonjong, pipih
dan keping bijinya berwarna ungu gelap. Mutunya beragam tetapi lebih rendah
daripada sub jenis cacao. Permukaan kulit buahnya relatif halus karena aluralurnya dangkal. Kulit buah tipis tetapi keras (liat). Menurut Wood (1975), kakao
dibagi tiga kelompok besar, yaitu criollo, forastero, dan trinitario; sebagian sifat
criollo telah disebutkan di atas. Sifat lainnya adalah pertumbuhannya kurang
kuat, daya hasil lebih rendah daripada forastero, relatif gampang terserang
hama dan penyakit permukaan kulit buah criollo kasar, berbenjolbenjol dan aluralurnya jelas. Kulit ini tebal tetapi lunak sehingga mudah dipecah. Kadar lemak
biji lebih rendah daripada forastero tetapi ukuran bijinya besar, bulat, dan
memberikan citarasa khas yang baik. Dalam tata niaga kakao criollo termasuk
kelompok kakao mulia (fine flavoured), sementara itu kakao forastero termasuk
kelompok kakao lindak (bulk), kelompok kakao trinitario merupakan hibrida
criollo dengan farastero. Sifat morfologi dan fisiologinya sangat beragam
demikian juga daya dan mutu hasilnya. Dalam tata niaga, kelompok trinitario
dapat masuk ke dalam kakao mulia dan lindak, tergantung pada mutu bijinya.

2.2. Morfologi
2.2.1. Batang dan cabang
Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-pohon
yang tinggi, curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta
kelembapan tinggi dan relatif tetap. Dalam habitat seperti itu, tanaman kakao
akan tumbuh tinggi tetapi bunga dan buahnya sedikit. Jika dibudidayakan
dikebun, tinggi tanaman umur tiga tahun mencapai 1,8 3,0 meter dan pada
umur 12 tahun dapat mencapai 4,5 7,0 meter (Hall, 1932). Tinggi tanaman
tersebut beragam, dipengaruhi oleh intensitas naungan serta faktor-faktor
tumbuh yang tersedia.
Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas
vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas
ortotrop atau tunas air (wiwilan atau chupan), sedangkan tunas yang arah
pertumbuhannya ke samping disebut dengan plagiotrop (cabang kipas atau fan).
Tanaman kakao asal biji, setelah mencapai tinggi 0,9 1,5 meter akan berhenti
tumbuh dan membentuk jorket. Jorket adalah tempat percabangan dari pola
percabangan ortotrop ke plagitrop dan khas hanya pada tanaman kakao.
Pembentukan jorket didahului dengan berhentinya pertumbuhan tunas ortotrof
karena ruas-ruasnya tidak memanjang. Pada ujung tunas tersebut, stipula
(semacam sisik pada kuncup bunga) dan kuncup ketiak daun serta tunas daun
tidak berkembang. Dari ujung perhentian tersebut selanjutnya tumbuh 3 6
cabang yang arah pertumbuhannya condong ke samping membentuk sudut 0
60o dengan arah horisontal. Cabang-cabang itu disebut dengan cabang primer

(cabang plagiotrof). Pada cabang primer tersebut kemudian tumbuh cabangcabang lateral (fan) sehingga tanaman membentuk tajuk yang rimbun.
Pada tanaman kakao dewasa sepanjang batang pokok tumbuh wiwilan atau
tunas air (chupon). Dalam teknik budi daya yang benar, tunas air ini selalu
dibuang, tetapi pada tanaman kakao liar, tunas air tersebut akan membentuk
bantang dan jorket yang baru sehingga tanaman mempunyai jorket yang
bersusun.
Dari tunas plagiotrop biasanya hanya tumbuh tunas-tunas plagiotrop, tetapi juga
kadang-kadang tumbuh tunas ortotrop. Pangkasan berat pada cabang plagiotrop
yang besar ukurannya merangsang tumbuhnya tunas ortotrop itu. Tunas ortotrop
hanya membentuk tunas plagiotrop setelah membentuk jorket. Tunas ortotrop
membentuk tunas ortotrop baru dengan menumbuhkan tunas air.
Saat tumbuhnya jorket tidak berhubungan dengan umur atau tinggi tanaman.
Pemakaian pot besar dilaporkan menunda tumbuhnya jorket, sedangkan
pemupukan dengan 140 ppm N dalam bentuk nitrat mempercepat tumbuhnya
jorket. Tanaman kakao membentuk jorket setelah memiliki ruas batang sebanyak
60 70 buah. Namun batasan tersebut tidak pasti, karena kenyataannya banyak
faktor lingkungan yang berpengaruh dan sukar dikendalikan. Contohnya, kakao
yang ditanam di dalam polibag dan mendapat intensitas cahaya 80% akan
membentuk jorket lebih pendek daripada tanaman yang ditanam di kebun.
Selain itu, jarak antar daun sangat dekat dan ukuran daunnya lebih kecil.
Terbatasnya medium perakaran merupakan penyebab utama gejala tersebut.
Sebaliknya, tanaman kakao yang ditanam di kebun dengan jarak rapat akan
membentuk jorket yang tinggi sebagai efek dari etiolasi (pertumbuhan batang
memanjang akibat kekurangan sinar matahari).

2.2.2.

Daun

Daun kakao bersifat dimorfisme. Pada tunas ortotrop, tangkai daunnya panjang,
yaitu 7,5 10 cm sedangkan pada tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya
hanya sekitar 2,5 cm (Hall, 1932). Tangkai daun bentuknya silinder dan bersisik
halus, bergantung pada tipenya.n Salah satu sifat khusus daun kakao yaitu
adanya dua persendian (articulation) yang terletak di pangkal dan ujung tangkai
daun. Dengan persendian ini dilaporkan daun mampu membuat gerakan untuk
menyesuaikan dengan arah datangnya sinar matahari.Bentuk helai daun bulat
memanjang (oblongus), ujung daun meruncing (acuminatus), dan pangkal daun
runcing (acutus). Susunan tulang daun menyirip dan tulang daun menonjol ke
permukaan bawah helai daun. Tepi daun rata, daging daun tipis tetapi kuat
seperti perkamen. Warna daun dewasa hijau tua bergantung pada kultivarnya.
Panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10 cm.Permukaan daun licin dan
mengilap.

Pertumbuhan daun pada cabang plagiotrop berlangsung serempak tetapi


berkala. Masa tumbuhnya tunas-tunas baru itu dinamakan pertunasan atau
flushing. Pada saat itu setiap tunas membentuk 3 6 lembar daun baru
sekaligus. Setelah masa tunas tersebut selesai, kuncup kuncup daun itu

kembali dorman (istirahat) selama periode tertentu. Kuncup-kuncup akan


bertunas lagi oleh rangsangan faktor lingkungan.
Ujung kuncup daun yang dorman tertutup oleh sisik (scales). Jika kelak bertunas
lagi sisik tersebut rontok meninggalkan bekas (scars) atau lampang yang
berdekatan satu sama lain dan disebut dengan cincin lampang (ring scars).
Dengan menghitung banyaknya cincin lampang pada suatu cabang, dapat
diketahui jumlah pertunasan yang telah terjadi pada cabang yang bersangkutan.
Intensitas cahaya memengaruhi ketebalan daun serta kandungan klorofil. Daun
yang berada di bawah naungan berukuran lebih lebar dan warnanya lebih hijau
daripada daun yang mendapat cahaya penuh.

2.2.3. Akar
Kakao adalah tanaman dengan surface root feeder, artinya sebagian besar akar
lateralnya (mendatar) berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada
kedalaman tanah (jeluk) 0 30 cm. Menurut Himme (cit. Smyth, 1960), 56% akar
lateral tumbuh pada jeluk 11 20 cm, 14% pada jeluk 21 30 cm, dan hanya 4%
tumbuh pada jeluk di atas 30 cm dari permukaan tanah. Jangkauan jelajah akar
lateral dinyatakan jauh di luar proyeksi tajuk. Ujungnya membentuk cabangcabang kecil yang susunannya ruwet (intricate).

2.2.4. Bunga
Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang dari
bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut
semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan
bantalan bunga (cushion).Bunga kakao mempunyai rumus K5C5A5+5G(5).
Artinya, bunga disusun oleh 5 daun kelopak yang bebas satu sama lain, 5 daun
mahkota, 10 tangkai sari yang tersusun dalam 2 lingkaran dan masing-masing
terdiri dari 5 tangkai sari tetapi hanya satu lingkaran yang fertil, dan 5 daun
buah yang bersatu. Bunga kakao berwarna putih, ungu, atau kemerahan. Warna
yang kuat terdapat pada benang sari dan daun mahkota. Warna bunga ini khas
untuk setiap kultivar.
Tangkai bunga kecil tetapi panjang (1-1,5 cm). Daun mahkota panjangnya 6 8
mm, terdiri dari dua bagian. Bagian pangkal berbentuk seperti kuku binatang
(claw) dan biasanya terdapat dua garis merah. Bagian ujung berupa lembaran
tipis, fleksibel, dan berwarna putih.

2.2.5. Buah
Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua macam
warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak putih jika sudah
masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda berwarna
merah, setelah masak berwarna jingga (orange).
Kulit buah memiliki 10 alur dalam dan dangkal yang letaknya berselang-seling.
Pada tipe criollo dan trinitario alur buah kelihatan jelas. Kulit buah tebal tetapi

lunak dan permukaannya kasar. Sebaliknya, pada tipe forastero, permukaan kulit
buah pada umumnya halus (rata); kulitnya tipis, tetapi keras dan liat.
Buah akan masak setelah berumur enam bulan. Pada saat itu ukurannya
beragam, dari panjang 10 hingga 30 cm, bergantung pada kultivar dan faktorfaktor lingkungan selama perkembangan buah.

2.2.6. Biji
Biji tersusun dalam lima baris mengelilingi poros buah. Jumlahnya beragam,
yaitu 20 50 butir per buah. Jika dipotong melintang, tampak bahwa biji disusun
oleh dua kotiledon yang saling melipat dan bagian pangkalnya menempel pada
poros lembaga (embryo axis). Warna kotiledon putih untuk tipe criollo dan ungu
untuk tipe forastero.
Biji dibungkus oleh daging buah (pulpa) yang berwarna putih, rasanya asam
manis dan diduga mengandung zat penghambat perkecambahan. Di sebelah
dalam daging buah terdapat kulit biji (testa) yang membungkus dua kotiledon
dan poros embrio. Biji kakao tidak memiliki masa dorman. Meskipun daging
buahnya mengandung zat penghambat perkecambahan, tetapi kadang-kadang
biji berkecambah di dalam buah yang terlambat dipanen karena daging buahnya
telah kering. Pada saat berkecambah, hipokotil memanjang dan mengangkat
kotiledon yang masih menutup ke atas permukaan tanah. Fase ini disebut fase
serdadu. Fase kedua ditandai dengan membukanya kotiledon diikuti dengan
memanjangnya epikotil dan tumbuhnya empat lembar daun pertama. Keempat
daun tersebut sebetulnya tumbuh dari setiap ruasnya, tetapi buku-bukunya
sangat pendek sehingga tampak tumbuh dari satu ruas. Pertumbuhan berikutnya
berlangsung secara periodik dengan interval waktu tertentu.

2.3. Syarat Tumbuh


Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan
produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis.
Dengan demikian curah hujan, temperatur, dan sinar matahari menjadi bagian
dari faktor iklim yang menentukan. Demikian juga faktor fisik dan kimia tanah
yang erat kaitannya dengan daya tembus (penetrasi) dan kemampuan akar
menyerap hara.
Ditinjau dari wilayah penanamannya, kakao ditanam di daerahdaerah yang
berada pada 100 LU sampai dengan 100 LS. Walaupun demikian penyebaran
pertanaman kakao secara umum berada pada daerahdaerah antara 70 LU
sampai dengan 180 LS. Hal ini tampaknya erat kaitannya dengandistribusi curah
hujan dan jumlah penyinaran matahari sepanjang tahun.
2.3.1. Curah Hujan
Hal terpenting dari curah hujan yang berhubungan dengan pertanaman kakao
adalah distribusinya sepanjang tahun. Hal tersebut berkaitan dengan masa
pembentukan tunas muda dan produksi. Areal penanaman kakao yang ideal
adalah daerahdaerah bercurah hujan 1.100 3.000 mm per tahun.

Disamping kondisi fisik dan kimia tanah, curah hujan yang melebihi 4.500 mm
per tahun tampaknya berkaitan dengan serangan penyakit busuk buah (black
pods).
Didaerah yang curah hujannya lebih rendah dari 1.200 mm per masih dapat
ditanami kakao, tetapi dibutuhkan air irigasi. Hal ini disebabkan air yang hilang
karena transpirasi akan lebih besar daripada air yang diterima tanaman dari
curah hujan, sehingga tanaman perlu dipasok dengan air irigasi.
Ditinjau dari tipr iklimnya, kakao sangat ideal ditanam pada daerahdaerah yang
tipe iklimnya Am (menurut Koppen) atau B (menurut Scmid dan Fergusson). Di
daerahdaerah yang tipe iklimnya C (menurut Scmid dan Fergusson) kurang baik
untuk penanaman kakao karena bulan keringnya yang panjang.

2.3.2. Temperatur
Pengaruh temperatur pada kakao erat kaitannya dengan ketersediaan air, sinar
matahari, dan kelembaban. Faktorfaktor tersebut dapat dikelola melalui
pemangkasan, penanaman tanaman pelindung, dan irigasi. Temperatur sangat
berpengaruh pada pembentukan flush, pembungaan, serta kerusakan daun.
Temperatur ideal bagi pertumbuhan kakao adalah 300320C (maksimum) dan
180210 (minimum). Temperatur yang lebih rendah dari 100 akan
mengakibatkan gugur daun dan mengeringnya bunga, sehingga laju
pertumbuhannya berkurang. Temperatur yang tinggi akan memacu
pembungaan, tetapi kemudian akan segera gugur.
2.3.3. Sinar Matahari
Lingkungan hidup alami tanaman kakao adalah hutan tropis yang di dalam
pertumbuhannya mebutuhkan naungan untuk mengurangi pencahayaan penuh.
Cahaya matahari yang terlalu banyak menyoroti tanaman kakao akan
mengakibatkan lilit batang kecil, daun sempit, dan tanaman relatif pendek.
Kakao termasuk tanaman yang mampu berfotosintesis pada suhu daun rendah.
Fotosintesis maksimum diperoleh pada saat penerimaan cahaya pada tajuk
sebesar 20% dari pencahayaan penuh. Kejenuhan cahaya di dalam fotosintesis
setiap daun kakao yang telah membuka sempurna berada pada kisaran 330
persen cahaya matahari penuh atau pada 15 persen cahaya matahari penuh. Hal
ini berkaitan pula dengan pembukaan stomata yang menjadi lebih besar bila
cahaya yang diterima lebih banyak.
2.3.4. Tanah
Tanaman kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asal persyaratan fisik
dan kimia tanah yang berperan terhadap pertumbuhan dan produksi kakao
terpenuhi. Kemasaman tanah (pH), kadar zat organik, unsur hara, kapasitas
adsorbsi, dan kejenuhan basa merupakan sifat kimia yang perlu diperhatikan,
sedangkan faktor fisiknya adalah kedalaman efektif, tinggi permukaan air tanah,
drainase, struktur, dan konsistensi tanah. Selain itu kemiringan lahan juga
merupakan sifat fisik yang mempengaruhi pertumbuhan dan pertumbuhan
kakao.

2.3.5. Sifat Kimia Tanah


Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada tanaman yang memiliki pH 6
7,5; tidak lebih tinggi dari 8 serta tidak lebih rendah dari 4; paling tidak pada
kedalaman 1 meter. Hal ini disebabkan terbatasnya ketersediaan hara pada pH
tinggi dan efek racun dari Al, Mn, dan Fe pada pH rendah.
Disamping faktor keasaman, sifat kimia tanah yang juga turut berperan adalah
kadar zat organik. Kadar zat organik yang tinggi akan meningkatkan laju
pertumbuhan pada masa sebelum panen. Untuk itu zat organik pada lapisan
tanah setebal 0 15 cm sebaiknya lebih dari 3 persen. Kadar tersebut setara
dengan 1,75 persen unsur karbon yang dapat menyediakan hara dan air serta
struktur tanah yang gembur.
Usaha meningkatkan kadar organik dapat dilakukan dengan memanfaatkan
serasah sisa pemangkasan maupun pembenaman kulit buah kakao. Sebanyak
1.990 kg per ha per tahun daun gliricida yang jatuh memberikan hara nitrogen
sebesar 40,8 kg per ha, fosfor 1,6 kg per ha, kalium 25 kg per ha, dan
magnesium 9,1 kg per ha. Kulit buah kakao sebagai zat organik sebanyak 900 kg
per ha memberikan hara yang setara dengan 29 kg urea, 9 kg RP, 56,6 kg MoP,
dan 8 kg kieserit. Sebaiknya tanahtanah yang hendak ditanami kakao paling
tidak juga mengandung kalsium lebih besar dari 8 Me per 100 gram contoh
tanah dan kalium sebesar 0,24 Me per 100 gram, pada kedalaman 0 15 cm.

2.3.6. Sifat Fisik Tanah


Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah lempung liat berpasir
dengan komposisi 30 40 % fraksi liat, 50% pasir, dan 10 20 persen debu.
Susunan demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi
tanah. Struktur tanah yang remah dengan agregat yang mantap menciptakan
gerakan air dan udara di dalam tanah sehingga menguntungkan bagi akar. Tanah
tipe latosol dengan fraksi liat yang tinggi ternyata sangat kurang
menguntungkan tanaman kakao, sedangkan tanah regosol dengan tekstur
lempung berliat walaupun mengandung kerikil masih baik bagi tanaman kakao.
Tanaman kakao menginginkan solum tanah menimal 90 cm. Walaupun ketebalan
solum tidak selalu mendukung pertumbuhan, tetapi solum tanah setebal itu
dapat dijadikan pedoman umum untuk mendukung pertumbuhan kakao.
Kedalaman efektif terutama ditentukan oleh sifat tanah, apakah mampu
menciptakan kondisi yang menjadikan akar bebas untuk berkembang. Karena itu,
kedalaman efektif berkaitan dengan air tanah yang mempengaruhi aerasi dalam
rangka pertumbuhan dan serapan hara. Untuk itu kedalaman air tanah
disyaratkan minimal 3 meter.

2.3.7. Kriteria tanah yang tepat bagi tanaman kakao


Areal penanaman tanaman kakao yang baik tanahnya mengandung fosfor antara
257 550 ppm berbagai kedalaman (0 127,5 cm), dengan persentase liat dari
10,8 43,3 persen; kedalaman efektif 150 cm; tekstur (ratarata 050 cm di atas)
SC, CL, SiCL; kedalaman Gley dari permukaan tanah 150 cm; pHH2O (1:2,5) = 6

s/d 7; zat organik 4 persen; K.T.K ratarata 050 cm di atas 24 Me/100 gram;
kejenuhan basa ratarata 0 50 cm di atas 50%.

2.4. Teknik Budidaya


2.4.1. Penanaman
a. Pengajiran
- Ajir dibuat dari bambu tinggi 80 - 100 cm
- Pasang ajir induk sebagai patokan dalam pengajiran selanjutnya
- Untuk meluruskan ajir gunakan tali sehingga diperoleh jarak tanam yang sama

b. Lubang Tanam
- Ukuran lubang tanam 60 x 60 x 60 cm pada akhir musim hujan
- Berikan pupuk kandang yang dicampur dengan tanah (1:1) ditambah pupuk
TSP 1-5 gram per lubang
c. Tanam Bibit
- Pada saat bibit kakao ditanam pohon naungan harus sudah tumbuh baik dan
naungan sementara sudah berumur 1 tahun
- Penanaman kakao dengan system tumpang sari tidak perlu naungan, misalnya
tumpang sari dengan pohon kelapa
- Bibit dipindahkan ke lapangan sesuai dengan jenisnya, untuk kakao Mulia
ditanam setelah bibit umur 6 bulan, Kakao Lindak umur 4-5 bulan
- Penanaman saat hujan sudah cukup dan persiapan naungan harus sempurna.
Saat pemindahan sebaiknya bibit kakao tidak tengah membentuk daun muda
(flush)
2.4.2. Pemeliharaan Tanaman
a. Penyiraman dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore) sebanyak 2-5 liter/pohon
b. Dibuat lubang pupuk disekitar tanaman dengan cara dikoak. Pupuk
dimasukkan dalam lubang pupuk kemudian ditutup kembali. Dosis pupuk lihat
dalam tabel di samping ini :
Tabel Pemupukan Tanaman Coklat
UMUR
(bulan)
Dosis pupuk Makro (per ha)
Urea
(kg)

TSP
(kg)
MOP/ KCl (kg)
2
15
15
8
8
6
15
15
8
8
10
25
25
12
12
14
30
30
15
15
18
30
30
45
15
22
30
30
45

15
28
160
250
250
60
32
160
200
250
60
36
140
250
250
80
42
140
200
250
80

2.4.3. Pengendalian Hama & Penyakit

Ulat Kilan ( Hyposidea infixaria; Famili : Geometridae ), menyerang pada


umur 2-4 bulan. Serangan berat mengakibatkan daun muda tinggal urat
daunnya saja. Pengendalian dengan PESTONA dosis 5 - 10 cc / liter.

Ulat Jaran / Kuda ( Dasychira inclusa, Familia : Limanthriidae ), ada bulu-bulu


gatal pada bagian dorsalnya menyerupai bentuk bulu (rambut) pada leher kuda,
terdapat pada marke 4 dan 5 berwarna putih atau hitam, sedang ulatnya coklat
atau coklat kehitam-hitaman. Pengendalian dengan musuh alami predator
Apanteles mendosa dan Carcelia spp, semprot PESTONA.


Parasa lepida dan Ploneta diducta (Ulat Srengenge), serangan dilakukan
silih berganti karena kedua species ini agak berbeda siklus hidup maupun cara
meletakkan kokonnya, sehingga masa berkembangnya akan saling bergantian.
Serangan tertinggi pada daun muda, kuncup yang merupakan pusat kehidupan
dan bunga yang masih muda. Siklus hidup Ploneta diducta 1 bulan, Parasa lepida
lebih panjang dari pada Ploneta diducta. Pengendalian dengan PESTONA.

Kutu - kutuan ( Pseudococcus lilacinus ), kutu berwarna putih. Simbiosis


dengan semut hitam. Gejala serangan : infeksi pada pangkal buah di tempat
yang terlindung, selanjutnya perusakan ke bagian buah yang masih kecil, buah
terhambat dan akhirnya mengering lalu mati. Pengendalian : tanaman terserang
dipangkas lalu dibakar, dengan musuh alami predator; Scymus sp, Semut hitam,
parasit Coccophagus pseudococci Natural BVR 30 gr/ 10 liter air atau PESTONA.

Helopeltis antonii, menusukkan ovipositor untuk meletakkan telurnya ke


dalam buah yang masih muda, jika tidak ada buah muda hama menyerang tunas
dan pucuk daun muda. Serangga dewasa berwarna hitam, sedang dadanya
merah, bagian menyerupai tanduk tampak lurus. Ciri serangan, kulit buah ada
bercak-bercak hitam dan kering, pertumbuhan buah terhambat, buah kaku dan
sangat keras serta jelek bentuknya dan buah kecil kering lalu mati. Pengendalian
dilakukan dengan PESTONA dosis 5-10 cc / lt (pada buah terserang), hari
pertama semprot stadia imago, hari ke-7 dilakukan ulangan pada telurnya dan
pada hari ke-17 dilakukan terhadap nimfa yang masih hidup, sehingga
pengendalian benar-benar efektif, sanitasi lahan, pembuangan buah terserang.

Cacao Mot ( Ngengat Buah ), Acrocercops cranerella (Famili ;


Lithocolletidae). Buah muda terserang hebat, warna kuning pucat, biji dalam
buah tidak dapat mengembang dan lengket. Pengendalian : sanitasi lingkungan
kebun, menyelubungi buah coklat dengan kantong plastik yang bagian
bawahnya tetap terbuka (kondomisasi), pelepasan musuh alami semut hitam
dan jamur antagonis Beauveria bassiana ( BVR) dengan cara disemprotkan,
semprot dengan PESTONA.

Penyakit Busuk Buah (Phytopthora palmivora), gejala serangan dari ujung


buah atau pangkal buah nampak kecoklatan pada buah yang telah besar dan
buah kecil akan langsung mati. Pengendalian : membuang buah terserang dan
dibakar, pemangkasan teratur, semprot dengan Natural GLIO.

Jamur Upas ( Upasia salmonicolor ), menyerang batang dan cabang.


Pengendalian : kerok dan olesi batang atau cabang terserang dengan Natural
GLIO+HORMONIK, pemangkasan teratur, serangan berlanjut dipotong lalu
dibakar.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida
alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan.
Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air
hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.

2.4.4. Pemangkasan

Pemangkasan ditujukan pada pembentukan cabang yang seimbang dan


pertumbuhan vegetatif yang baik. Pohon pelindung juga dilakukan pemangkasan
agar percabangan dan daunnya tumbuh tinggi dan baik.
Pemangkasan ada beberapa macam yaitu :

Pangkas Bentuk, dilakukan umur 1 tahun setelah muncul cabang primer


(jorquet) atau sampai umur 2 tahun dengan meninggalkan 3 cabang primer yang
baik dan letaknya simetris.

Pangkas Pemeliharaan, bertujuan mengurangi pertumbuhan vegetatif yang


berlebihan dengan cara menghilangkan tunas air (wiwilan) pada batang pokok
atau cabangnya.

Pangkas Produksi, bertujuan agar sinar dapat masuk tetapi tidak secara
langsung sehingga bunga dapat terbentuk. Pangkas ini tergantung keadaan dan
musim, sehingga ada pangkas berat pada musim hujan dan pangkas ringan pada
musim kemarau.
Pangkas Restorasi, memotong bagian tanaman yang rusak dan
memelihara tunas air atau dapat dilakukan dengan side budding.

2.4.5 Panen
2.4.5.1

Ciri dan Umur Panen

Buah cokelat/kakao bisa dipenen apabila perubahan warna kulit dan setelah fase
pembuahan sampai menjadi buah dan matang usia 5 bulan. Ciri-ciri buah akan
dipanen adalah warna kuning pada alur buah; warna kuning pada alur buah dan
punggung alur buah; warna kuning pada seluruh permukaan buah dan warna
kuning tua pada seluruh permukaan buah. Kakao masak pohon dicirikan dengan
perubahan warna buah:a) Warna buah sebelum masak hijau, setelah masak
alur buah menjadi kuning.b) Warna buah sebelum masak merah tua, warna
buah setelah masak merah muda, jingga, kuning. Buah akan masak pada waktu
5,5 bulan (di dataran rendah) atau 6 bulan (di dataran tinggi) setelah
penyerbukan. Pemetikan buah dilakukan pada buah yang tepat masak. Kadar
gula buah kurang masak rendah sehingga hasil fermentasi kurang baik,
sebaliknya pada buah yang terlalu masak, biji seringkali telah berkecambah,
pulp mengering dan aroma berkurang.
2.4.5.2.

Cara Panen

Untuk memanen cokelat digunakan pisau tajam. Bila letak buah tinggi, pisau
disambung dengan bambu. Cara pemetikannya, jangan sampai melukai batang
yang ditumbuhi buah. Pemetikan cokelat hendaknya dilakukan hanya dengan
memotong tangkai buah tepat dibatang/cabang yang ditumbuhi buah. Hal
tersebut agar tidak menghalangi pembungaan pada periode berikutnya.
Pemetikan berada di bawah pengawasan mandor. Setiap mandor mengawasi 20
orang per hari. Seorang pemetik dapat memetik buah kakao sebanyak 1.500
buah per hari. Buah matang dengan kepadatan cukup tinggi dipanen dengan
sistem 6/7 artinya buah di areal tersebut dipetik enam hari dalam 7 hari. Jika
kepadatan buah matang rendah, dipanen dengan sistem 7/14.

2.4.5.2.1.

Periode Panen

Panen dilakukan 7-14 hari sekali. Selama panen jangan melukai batang/cabang
yang ditumbuhi buah karena bunga tidak dapat tumbuh labi di tempat tersebut
pada periode berbunga selanjutnya.
2.4.5.2.2.

Prakiraan Produksi

Tanaman kakao mencapai produksi maksimal pada umur 5-13 tahun. Produksi
per hektar dalam satu tahun adalah 1.000 kg biji kakao kering.
2.4.6. Pascapanen
2.4.6.1.

Pengumpulan

Buah yang telah dipanen biasanya dikumpulkan pada tempat tertentu dan
dikelompokkan menurut kelas kematangan. Pemecahan kulit dilaksanakan
dengan menggunakan kayu bulat yang keras.
2.4.6.2.

Penyortiran/pengelompokkan

Biji kakao kering dibersihkan dari kotoran dan dikelompokkan berdasarkan


mutunya:a) Mutu A: dalam 100 gram biji terdapat 90-100 butir bijib) Mutu B:
dalam 100 gram biji terdapat 100-110 butir bijic) Mutu C: dalam 100 gram biji
terdapat 110-120 butir biji.

2.4.6.3.

Penyimpanan

Biji kakao basah diperam (difermentasi) selama 6 hari di dalam kotak kayu tebal
yang dilapisi aluminium dan bagian bawahnya diberi lubang-lubang kecil dengan
cara sebagai berikut:a) Tumpukkan biji di dalam kotak dengan tinggi tumpukan
tidak lebih dari 75.b) Tutup dengan karung goni atau daun pisang.c) Adukaduk biji secara periodik (1 x 24 jam) agar suhu naik sampai 50 derajat C.
2.4.6.4.

Pengemasan dan Pengangkutan

Biji-biji cokelat yang sudah kering dapat dimasukan dalam karung goni. Tiap goni
diisi 60 kilogram biji cokelat kering. kemudian karung-karung yang berisi biji
cokelat kering tersebut disimpan dalam gudang yang bersih, kering dan
berfentilasi yang baik. Sebaiknya biji cokelat tersebut sudah segera bisa dijual
dan diangkut dengan menggunakan truk dan sebagainya. Penyimpanan di
gudang, sebaiknya tidak lebih dari 6 bulan, dan setiap tiga bulan harus diperiksa
untuk melihat ada tidaknya jamur atau hama yang menyerang biji cokelat.
2.4.7. Pengolahan Hasil
Fermentasi, tahap awal pengolahan biji kakao. Bertujuan mempermudah
menghilangkan pulp, menghilangkan daya tumbuh biji, merubah warna biji dan
mendapatkan aroma dan cita rasa yang enak.
Pengeringan, biji kakao yang telah difermentasi dikeringkan agar tidak
terserang jamur dengan sinar matahari langsung (7-9 hari) atau dengan kompor
pemanas suhu 60-700C (60-100 jam). Kadar air yang baik kurang dari 6 %.
Sortasi, untuk mendapatkan ukuran tertentu dari biji kakao sesuai permintaan.

Syarat mutu biji kakao adalah tidak terfermentasi maksimal 3 %, kadar air
maksimal 7%, serangan hama penyakit maksimal 3 % dan bebas kotoran.
2.4.8. Potensi Produksi
Kakao jenis Bulk pada umur 2 tahun sudah mulai panen permulaan, dan
pada umur sekitar 7 tahun mulai mencapai tingkat produksi yang tinggi. Pada
kondisi yang sesuai dengan tanaman kakao, maka potensi rata-rata dalam satu
siklus hidup ( 25 tahun ) mencapai sekitar 1000 kg biji kakao kering/hektar/
tahun.

Tabel Potensi Produksi Biji Kakao kering per hektar, dalam satu siklus hidup ( 25
tahun )
Umur tanaman
Biji Kering Kakao
( dalam Kg/ha )
Keterangan
2-3
600
3-4
900
4-5
1.200
5-6
1.400
6-7
1.600
7-8
1..700
8-9
1..600
9 - 10
1.800
10 - 11
1.700

11 - 12
1.600
12 - 13
1.500
13 - 14
1.400
14 - 15
1.400
15 - 16
1.300
16 - 17
1.300
17 - 18
1.300
18 - 19
1.200
19 - 20
1.200
20 - 21
1.100
21 - 22
1.000
22 - 23
700
23 - 24
700
24 - 25
700
Jumlah
28.900
Rata - Rata Per Tahun
1.257

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebuanan, Departemen Pertanian RI, 1982.

III.

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
Didalam usaha tani Kakao membutuhkan teknik budidaya yang baik
dan benar agar memperoleh produksi yang optimal, juga memperhatikan kondisi
lingkungan dan agroklimat di lokasi pembukaan kebun kakao harus sesuai
dengan kebutuhan tanaman kakao. Tetapi jika faktor tanah yang semakin keras
dan miskin unsur hara terutama unsur hara mikro dan hormon alami, faktor iklim
dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman, serta faktor pemeliharaan
lainnya tidak diperhatikan maka tingkat produksi dan kualitas akan rendah.

3.2. Saran
Semoga karya tulis ilmiah yang kami buat, dapat berguna dan
bermanfaat bagi semua para pembaca. Terutama untuk lebih mengetahui
informasi mengenai cara pembudidayaan tanaman Kakao. Serta dapat menjadi
bahan acuan didalam pembudidayaan tanaman kakao

Anda mungkin juga menyukai