PRAKTIKUM
BUDIDAYA KAKAO
(Theobroma cacao L)
Laporan
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktikum Budidaya Tanaman Lada (Piper Nigrum L)
Disusun Oleh :
Sri Rahayu Agustina
12542111000839
Dosen Pengampuh
Praktikum
Asisten
Mata Kuliah
Dian Triadiwarman, SP
SP
Mengetahui :
Ketua Program Studi Agroteknologi
Bahar,
La Sarido, SP. MP
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah swt , yang telah memberikan
ridha nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan praktikum Budidaya
Tanaman Kakao ini. Saya mengucapakan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah ikut berpartisipasi atas terbentuknya laporan yang sederhana ini.
Tentunya kepada:
1.
Bapak, Prof. Dr. ir. Juraemi, M.Si. selaku ketua STIPER Kutai Timur
2.
3.
Bapak Dian Triadiwarman, SP. selaku dosen Pengampuh Mata Kuliah
Budidaya Tanaman Kakao
4.
5.
ini.
Laporan praktikum ini disusun untuk bisa mengetahui daya tumbuh benih kakao,
mengetahui kecepatan tumbuh benih, tinggi bibit yang akan dihitung secara
bertahap sejak hari setelah tanam serta jumlah daun setiap minggu setelah
tanamnya. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat saya harapkan, untuk
perbaikan penyusunan laporan lain di kedepannya.
Sangatta, 05 Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. v
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2. Tujuan Praktikum...................................................................... 3
1.3. Manfaat..................................................................................... 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 4
2.1. Tinjauan Umum Tanaman Kakao............................................. 4
2.1.1 Klasifikasi dan Botani Kakao............................................. 4
2.1.2. Morfologi.......................................................................... 6
2.2. Syarat Tumbuh..........................................................................
10
2.2.1. Curah Hujan......................................................................
10
2.2.2. Temperatur........................................................................
11
2.2.3. Sinar Matahari...................................................................
11
2.2.4. Tanah.................................................................................
12
2.3. Perkembangan Tanaman Kakao................................................
14
METODE PRAKTIKUM................................................................ 30
3.1. Waktu dan Tempat....................................................................
30
303.2. Alat dan Bahan........................................................................
30
3.2.1. Alat...................................................................................
30
3.2.2. Bahan................................................................................
30
3.3. Prosedur Praktikum..................................................................
30
3.4. Pelaksanaan Praktikum............................................................
31
3.4.1. Persiapan Lokasi...............................................................
31
3.4.2. Persiapan Media Tanam....................................................
31
3.4.3. Pengisian Polybag.............................................................
31
3.4.4. Persemaian........................................................................
31
3.4.5. Pemeliharaan.....................................................................
31
3.4.6. Pengendalian Hama dan Penyakit.....................................
32
3.5. Parameter Pengamatan..............................................................
32
BAB IV
33
4.2 Kecepatan Tumbuh Benih..........................................................
35
4.3 Tinggi Bibit................................................................................
36
4.4. Data Pengamatan Jumlah Daun.................................................
38
4.5. Proses Pencangkulan..................................................................
40
BAB V
PENUTUP........................................................................................ 41
5.1. Kesimpulan...............................................................................
41
5.2. Saran..........................................................................................
41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kakao secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tipe besar, yaitu Criollo
(Amerika Tengah dan Amerika Selatan) dan Forastero (Amazona dan Trinitario).
Tanaman kakao dapat diperbanyak dengan cara generativ ataupun vegetatif.
Kakao lindak umumnya diperbanyak dengan benih dari klon-klon induk yang
terpilih. Sedangkan kakao mulia umumnya diperbanyak secara vegetatif. Namun,
kakao lindak pun dewasa ini juga sering diperbanyak secara vegetatif untuk
meningkatkan mutu dan hasil. Budidaya kakao sangat ditentukan oleh
tersedianya benih dan bibit yang baik untuk menjamin tersedianya benih yang
bermutu, maka dewasa ini di Indonesia terdapat sekitar 10 produsen benih (F.X.
Susanto, 1994).
Tanaman kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang
peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional di Indonesia, khususnya
sebagai penyedia lapangan kerja, dan sumber pendapatan. Selain itu, kakao juga
berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan
agroindustri. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam mengusahakan
tanaman kakao adalah penggunaan bibit unggul dan bermutu. Tanaman kakao
merupakan tanaman tahunan, karena itu kesalahan dalam pemakaian bibit akan
berakibat buruk dalam pengusahaannya, walaupun diberi perlakuan kultur teknis
yang baik tidak akan memberikan hasil yang diinginkan, sehingga modal yang
dikeluarkan tidak akan kembali karena adanya kerugian dalam usaha tani. Untuk
menghindari masalah tersebut, perlu dilakukan cara pembibitan kakao yang
baik.
Pembibitan adalah suatu kegiatan untuk menghasilkan atau memproduksi bibit.
Kegiatan yang dilakukan dalam pembibitan terdiri dari perencanaan pembibitan,
pembangunan persemaian, penyiapan media bibit, perlakuan pendahuluan
terhadap benih sebelum disemaikan, penyemaian benih, penyapihan bibit,
pemeliharaan bibit, pengepakan dan pengangkutan bibit serta administrasi
pembibitan (Willy, 2010).
Faktor yang mempengaruhi pembibitan tanaman kakao seperti juga tanaman
perkebunan yang lain adalah air, cahaya matahari, unsur hara, suhu, dan
kelembaban. Pertumbuhan vegetatif bibit terbagi atas pertumbuhan daun,
batang dan akar. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pertumbuhan daun
dan batang ialah hormon dan nutrisi (faktor dalam), status air dalam jaringan
tanaman, suhu udara dan cahaya (faktor luar). Pertumbuhan akar dipengaruhi
suhu media tumbuh, ketersediaan oksigen (aerasi), faktor fisik media tumbuh,
pH media tumbuh, selain faktor dalam dan status air dalam jaringan tanaman.
Pertumbuhan daun dan perluasan batang menentukan luas permukaan daun dan
struktur tajuk yang sangat penting sehubungan dengan proses fotosintesis.
Sedangkan perluasan akar akan menentukan jumlah dan distribusi akar yang
kemudian akan berfungsi kembali sebagai organ penyerap unsur hara mineral.
Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan
kontribusi untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia merupakan salah satu
negara pemasok utama kakao dunia setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana
(20,2%) dengan persentasi 13,6%. Permintaan dunia terhadap komoditas kakao
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Namun, kualitas biji kakao yang
diekspor oleh Indonesia dikenal sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh
pengelolaan produk kakao yang masih tradisional (85% biji kakao produksi
nasional tidak difermentasi) sehingga kualitas kakao Indonesia menjadi rendah.
Kualitas rendah menyebabkan harga biji dan produk kakao Indonesia di pasar
internasional dikenai potongan sebesar USD 200/ton atau 10-15 % dari harga
pasar. Selain itu, beban pajak ekspor kakao olahan (sebesar 30%) relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan beban pajak impor produk kakao (5%), kondisi
tersebut telah menyebabkan jumlah pabrik olahan kakao Indonesia terus
menyusut. Selain itu para pedagang (terutama trader asing) lebih senang
mengekspor dalam bentuk biji kakao atau non olahan (Rohman, 2009).
1.2.Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui daya tumbuh benih
kakao, mengetahui kecepatan tumbuh benih, tinggi bibit yang akan dihitung
secara bertahap sejak hari setelah tanam serta jumlah daun setiap minggu
setelah tanamnya.
1.3.Manfaat
Dengan dilaksanakannya praktikum budidaya kakao ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi penulis dan juga khususnya bagi teman teman mahasiswa
Stiper. Adapun kegunaan dan manfaat dari praktikum ini antara lain sebagai
berikut :
1.
2.
3.
Mampu menghitung tinggi bibit serta jumlah daun kakao secara bertahap
sejak 14 hari setelah tanamnya.
4.
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan merupakan salah satu untuk
menyelesaikan mata kuliah Budidaya Kakao.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
: Dicotyledon
Ordo
: Malvales
Famili
: Sterculiceae
Genus
: Theobroma
C. Daun
Daun cokelat terdiri atas tangkai daun dan helai daun. Panjang daun berkisar 2534 cm dan lebarnya 9-12 cm. Daun yang tumbuh pada ujung-ujung tunas
biasanya berwarna merah dan disebut daun flush, permukaannya seperti sutera.
Setelah dewasa, warna daun akan berubah menjadi hijau dan permukaannya
kasar. Pada umumnya daun-daun yang terlindung lebih tua warnanya bila
dibandingkan dengan daun yang langsung terkena sinar matahari.
Mulut daun (stomata) terletak pada bagian bawah permukaan daun. Jumlah
mulut daun sangat bergantung pada intensitas sinar matahari. Karena cokelat
termasuk tanaman lindung, aka pengaturan pertumbuhan tanaman cara
penguranagan daun untuk menyerap sinar matahari akan sangat menentukan
pembungaan dan pembuahan. Dari hasil penelitian Djati Roenggo diperoleh hasil
rata-rata bahwa permukaan bawah daun cokelat mempunyai 70 stomata per
mm2.
Kedudukan daun cokelat pada cabang primer maupun sekunder terdiri atas dua
tipe, masing-masing 3/8 dan 1/2. Kedudukan daun 3/8 didapati pada cabang
ortotrop dan kedudukan daun didapati pada cabang plagiotrop.
D. Bunga
Jumlah bunga cokelat mencapai 5.000-12.000 bunga per pohon per tahun, tetapi
jumlah buah matang yang dihasilkannya hanya berkisar satu persen saja.
Bunga cokelat tergolong bunga sempurna, terdiri atas daun kelopak (calyx)
sebanyak 5 helai, dan benang sari (androecium) sejumlah 10 helai. Diameter
bunga 1,5 cm. Bunga disangga oleh tangkai bunga yang panjangnya 2-4 cm.
Tangkai bunga tersebut tumbuh dari bantalan bunga pada batang atau cabang.
Bantalan bunga pada cabang akan menumbuhkan bunga ramiflora sedangkan
bantalan bunga pada batang akan menumbuhkan bunga cauliflora, yang
diameter serbuk sarinya hanya 2-3 mikron.
Daun kelopak bunga (calyx) berbentuk lanset, panjangnya 6-8 m. Warna daun
kelopak putih dan kadang-kadang makin keujung warnanya ungu kemerahan.
Daun mahkota (corolla) berbentuk cawan, panjang 8-9 mm. Warna daun
mahkota putih kekuningan atau putih kemerahan. Benang sari (androecium)
tersusun dalam dua lingkaran. Satu lingkaran terletak dilekungan mahkota.
Ukurannya pendek dan tidak keluar dari bunga, berbentuk pita dan berwarna
kuning. Lingkaran kedua terdiri atas 5 helaian yang tidak mengandung tepung
sari, terletak disebelah dalam. Ukurannya panjang dan tumbuh keluar dari
bunga. Daun buah (gynoecium) terdiri atas 5 helai dengan tepi saling berlekatan
untuk membentuk bakal buah (ovarium) beruang satu.
Penyerbukan bunga cokelat dibantu oleh serangga. Sebanyak 75% dari bunga
yang menyerbuk diketahui dibantu oleh serangga Forcipomya spp sedangkan
25% lagi oleh serangga lain yang didapati pada bunga. Ada 3 ordo serangga
penyerbuk pada tanaman cokelat, yaitu Homoptera, Hymenoptera, dan Diptera.
Forxipomya spp sendiri diketahui terdiri atas 16 subgen. Umumnya serangga
Toxopera aurintii box, Tyora tessmani, Crematogester dpressa,Crematogester
clariventis, dan Cecidomyiid, serta Drosophila terdapat pada bunga yang siap
diserbuki.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa serangga Forcipomya spp atau serangga
lainnya hinggap pada bunga cokelat dan kemudian tanpa sengaja
menyerbukannya karena tertarik pada garis merah yang terdapat pada
staminodia dan pada kerudung penampung bunga. Penyerbukan biasanya
berlangsung pada pagi hari, yaitu pada pukul 7.30-10.30. Lingkungan yang
lembab, dingin dan gelap karena tajuk sudah tumbuh rapat merupakan kondisi
yang disenangi serangga tersebut. Lingkungan hidup serangga penyerbuk,
terutama Forcipomya spp, adalah bahan bahan organik yang lembab dan gelap
seperti daun daun busuk, sisa-sisa kulit buah, atau batang pisang yang
dibiarkan busuk dilapangan. Forcipomya spp betina lebih sering mengunjungi
bunga daripada yang jantan, karena yang betina membutuhkan protein untuk
pematangan telur
E. Buah
Buah cokelat berupa buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Kulit buah
mempunyai 10 alur dan tebalnya 1-2 cm. Pada waktu muda, biji menempel pada
bagian dalam kulit buah, tetapi bila buah telah matang maka biji akan terlepas
dari kulit buah. Buah yang demikian akan berbunyi jika digoncang.
Jumlah bunga yang menjadi buah sampai matang dan jumlah biji didalam buah
serta berat biji merupakan faktor-faktor yang menentukan produksi. Buah muda
yang ukurannya kurang dari 10 cm disebut cherelle (buah pentil). Buah muda ini
acapkali mengalami pengeringan (cherelle wilt) sebagai gejala yang spesifik dari
cokelat. Gejala demikian disebut physiological effect thinning, yakni adanya
proses fisiologis yang menyebabkan terhambatnya penyaluran hara untuk
menunjang pertumbuhan buah muda. Gejala tersebut bisa juga dikarenakan
adanya kompetisi energi antara vegetatif dan generatif atau karena adanya
pengurangan hormon yang dibutuhkan untuk pertumbuhan buah muda.
Didalam setiap buah terdapat 30-50 biji, bergantung pada jenis tanaman.
Sedangkan berat kering atau satu biji cokelat yang ideal adalah 1 + 0,1 gram.
Beberapa jenis tanaman cokelat yang menghasilkan buah yang banyak tetapi
bijinya kecil, dan sebaliknya.
Perubahan warna kulit tongkok dapat dijadikan tanda kematangan buah.
Terdapat buah yang berwarna hijau tua, hiaju muda, atau merah pada waktu
muda, tetapi akan berwarna kuning bila telah matang.
2.2.Syarat Tumbuh
Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan
produksi tanaman cokelat. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan
tropis. Dengan demikian curah hujan, temperatur, dan sinar matahari menjadi
bagian dari faktor iklim yang menentukan. Demikian juga faktor fisik dan kimia
tanah yang erat kaitannya dengan daya tembus (penetrasi) dan kemampuan
akar menyerap hara.
Ditinjau dari wilayah penanamannya, kakao ditanam di daerahdaerah yang
berada pada 100 LU sampai dengan 100 LS. Walaupun demikian penyebaran
pertanaman kakao secara umum berada pada daerahdaerah antara 70 LU
sampai dengan 180 LS. Hal ini tampaknya erat kaitannya dengandistribusi curah
hujan dan jumlah penyinaran matahari sepanjang tahun.
2.2.1. Curah Hujan
Hal terpenting dari curah hujan yang berhubungan dengan pertanaman kakao
adalah distribusinya sepanjang tahun. Hal tersebut berkaitan dengan masa
pembentukan tunas muda (flushing) dan produksi. Areal penanaman kakao yang
ideal adalah daerahdaerah bercurah hujan 1.100 3.000 mm per tahun.
Disamping kondisi fisik dan kimia tanah, curah hujan yang melebihi 4.500 mm
per tahun tampaknya berkaitan dengan serangan penyakit busuk buah (black
pods).
Didaerah yang curah hujannya lebih rendah dari 1.200 mm per masih dapat
ditanami kakao, tetapi dibutuhkan air irigasi. Hal ini disebabkan air yang hilang
karena transpirasi akan lebih besar daripada air yang diterima tanaman dari
curah hujan, sehingga tanaman perlu dipasok dengan air irigasi.
2.2.2. Temperatur
Pengaruh temperatur pada kakao erat kaitannya dengan ketersediaan air, sinar
matahari, dan kelembaban. Faktorfaktor tersebut dapat dikelola melalui
pemangkasan, penanaman tanaman pelindung, dan irigasi. Temperatur sangat
berpengaruh pada pembentukan flush, pembungaan, serta kerusakan daun.
Menurut hasil penelitian, temperatur ideal bagi pertumbuhan kakao adalah 30o
32oC (maksimum) dan 18o21o (minimum). Cokelat juga dapat tumbuh dengan
baik pada temperatur minimum 15oC per bulan dengan temperatur minimum
absolut 10oC per bulan.
Temperatur yang lebih rendah dari 10o akan mengakibatkan gugur daun dan
mengeringnya bunga, sehingga laju pertumbuhannya berkurang. Temperatur
yang tinggi akan memacu pembungaan, tetapi kemudian akan segera gugur.
Pembuangan akan lebih baik jika berlangsung pada temperatur 26o 30o C pada
siang hari dibandingkan bila terjadi pada temperatur 23oC. Demikian juga
temperatur 26oC pada malam hari masih lebih baik pengaruhnya terhadap
pembungaan daripada temperatur 23o 30o C. Jumlah flush maupun luas daun
lebih besar pada suhu rendah, demikian juga waktu hidupnya.
2.2.3. Sinar Matahari
Lingkungan hidup alami tanaman kakao adalah hutan tropis yang di dalam
pertumbuhannya mebutuhkan naungan untuk mengurangi pencahayaan penuh.
Cahaya matahari yang terlalu banyak menyoroti tanaman kakao akan
mengakibatkan lilit batang kecil, daun sempit, dan tanaman relatif pendek.
Trinidad dan Ghana merupakan daerah pertama yang mula-mula dicoba untuk
penanaman cokelat tanpa naungan. Dari percobaan tersebut diperoleh hasil
bahwa cokelat yang ditanam dibawah sinar matahari langsung ternyata lebih
tinggi produksinya. Walaupun demikian pembibitan masih memerlukan naungan,
karena benih cokelat akan lebih lambat pertumbuhannya pada pencahayaan
sinar matahari penuh.
Pemanfaatan cahaya matahari semaksimal mungkin dimaksudkan untuk
mendapatkan intersepsi cahaya dan pencapaian indeks luas daun (ILD)
optimum. Hal itu dapat diperoleh dengan penataan naungan atau pohon
pelindung serta penataan tajuk melalui pemangkasan.
Cokelat tergolong sebagai tanaman C3 yang mampu berfotosintesis pada suhu
daun rendah. Fotosintesis maksimum diperoleh pada saat penerimaan cahaya
pada tajuk sebesar 20% dari pencahayaan penuh. Kejenuhan cahaya di dalam
fotosintesis setiap daun kakao yang telah membuka sempurna berada pada
kisaran 330 persen cahaya matahari penuh atau pada 15 persen cahaya
matahari penuh. Hal ini berkaitan pula dengan pembukaan stomata yang
menjadi lebih besar bila cahaya yang diterima lebih banyak.
2.2.4. Tanah
Tanaman kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asal persyaratan fisik
dan kimia tanah yang berperan terhadap pertumbuhan dan produksi kakao
terpenuhi. Kemasaman tanah (pH), kadar zat organik, unsur hara, kapasitas
adsorbsi, dan kejenuhan basa merupakan sifat kimia yang perlu diperhatikan,
sedangkan faktor fisiknya adalah kedalaman efektif, tinggi permukaan air tanah,
drainase, struktur, dan konsistensi tanah. Selain itu kemiringan lahan juga
tersebut dapat dijadikan pedoman umum bagi rencana penanaman suatu areal
apakah sesuai atau tidak bagi pertanaman cokelat.
Di Ghana areal penanaman tanaman kakao yang baik tanahnya mengandung
fosfor antara 257 550 ppm berbagai kedalaman (0 127,5 cm), dengan
persentase liat dari 10,8 43,3 persen; kedalaman efektif 150 cm; tekstur (rata
rata 050 cm di atas) SC, CL, SiCL; kedalaman Gley dari permukaan tanah 150
cm; pHH2O (1:2,5) = 6 s/d 7; zat organik 4 persen; K.T.K ratarata 050 cm di
atas 24 Me/100 gram; kejenuhan basa ratarata 0 50 cm di atas 50%.
2.3.Perkembangan Tanaman Kakao
Sejarah Cokelat masuk ke Indonesia ternyata cukup panjang. Secara garis besar
bisa terbagi menjadi dua periode yaitu periode sebelum kemerdekaan dan
periode setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Walaupun bubuk
cokelat telah dikenal sebagai pencampur minuman oleh bangsa indian suku
Maya di Amerika tengah sejak abad sebelum masehi, namun baru abad ke-15 biji
cokelat mulai di perkenalkan di belahan dunia lain. Dengan kegunaannya
sebagai upeti atau alat barter bernilai tinggi, biji cokelat sebagai pencampur
minuman diperkenalkan kepada bangsa Spanyol.
Usaha pengembangan pertanaman cokelat dirintis oleh bangsa Spanyol ke
benua Afrika dan Asia. Di Afrika, cokelat diperkenalkan pada abad ke-15 dengan
daerah penanaman terutama di Nigeria, Pantai Gading, dan Kongo. Pada waktu
yang bersamaan cokelat juga di perkenalkan di Asia, terutama daerah-daerah
yang berdekatan dengan kawasan pasifik.
2.3.1. Periode Sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia
A.
Tahun 1560
Tanaman Kakao pertama kali masuk ke Indonesia. Masuk melalui jalur Philipine
dan tiba di Sulawesi Utara. Asal dari biji Kakao ini dari Venezuela yang dibawa
oleh pelaut-pelaut Spanyol yang sedang berlayar mencari rempah-rempah di
Nusantara. Tanaman Kakao yang ditanam di Sulawesi Utara ini berjenis Criollo.
Produksi cokelat ini relatif rendah dan peka terhadap serangan hama dan
penyakit, tetapi rasanya enak. Jenis ini masih banyak terdapat di Sulawesi
sampai sekarang.
B.
Tahun 1806
Tahun 1880
Tanaman Kakao jenis Forastero mulai diperkenalkan di Indonesia. Jenis ini berasal
dari Venezuela juga. Berbentuk lebih bundar dan gemuk dibandingkan jenis
Criollo. Jenis Forestero mempunyai ketahanan terhadap hama yang lebih baik
dibandingkan jenis Criollo. Kekurangan jenis ini adalah rasa dan aromanya kalah
jika dibandingkan dengan jenis Criollo.
D.
Tahun 1888
Tanaman Kakao jenis Criollo Java mulai dikembangkan di Sulawesi dan kemudian
diperkenalkan di Jawa. Jenis ini merupakan mengembangan dari Criollo biasa
yang berasal dari Venezuela. Tahun 1888 tercatat sebagai tahun ke-77 masuknya
cokelat ke Indonesia. Adalah Dr. C.J.J. Van Hall orang yang pertama kali
mengadakan seleksi terhadap pohon induk di Djati Renggo dan Getas. Kedua
nama kebun tersebut digunakan untuk menamakan beberapa klon coklat jenis
Criollo yang sampai saat ini masih digunakan, dengan kode DR dan G berbagai
nomor. Dari hasil penelitian saat itu, direkomendasikan bahan tanam klon-klon
DR, KWC dan G dengan berbagai nomor.
E.
Tahun 1914
Buku yang menceritakan tentang Kakao Indonesia pertama kali muncul. Ditulis
oleh Dr. J.C.C. Hall berkebangsaan Inggris. Buku ini menceritakan tentang
tanaman yang ada di Nusantara dan salah satunya adalah Kakao. Dr. C.J.J. Van
Hall. MacGillvray, Van Der Knaap adalah peneliti-peneliti yang giat melakukan
seleksi guna mendapatkan bahan tanam unggul maupun klon induk pada awal
pertanaman cokelat di Indonesia. Baru pada tahun 1914, MacGillvray telah
menulis buku mengenai cokelat, kemudian dituliskannya lagi pada tahun 1932
sebagai edisi ke-dua.
F.
Tahun 1938
Budidaya Kakao mulai mengalami peningkatan yang pesat. Pada periode ini ada
29 perkebunan Kakao Indonesia yang tercatat. Perkebunan kakao ini terdistribusi
: 13 perkebunan di Jawa Barat, 7 perkebunan di Jawa tengah, dan 9 perkebunan
di Jawa Timur. Perkembangannya juga di dorong oleh meluasnya penyakit karat
daun kopi oleh Hemeleia vastatrix, sehingga menyebabkan musnahnya areal
pertanaman kopi di Jawa. Disamping itu oleh perusahaan perkebunan,
pengembangan usaha cokelat juga dilakukan oleh petani pekebun, terutama di
Jawa Barat.
2.3.2. Periode Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia
A.
Tahun 1973
Mulai diperkenalkan cokelat jenis Bulk melalui seleksi yang dilakukan oleh PT
Perkebunan VI dan Balai Penelitian Perkebunan (BPP) Medan. Cokelat jenis Bulk
pada tahun berikutnya memperkecil kemungkinan untuk memperluas
penanaman cokelat jenis Criollo. Seperti diketahui, cokelat jenis Bulk dikenal
sebagai jenis cokelat yang relatif tahan akan hama dan penyakit, produksinya
tinggi walaupun rasanya sedang-sedang saja.
Program pemuliaan PT Perkebunan VI dan BPP Medan itu, yang tetuanya terdiri
dari biji-biji campuran Na, Pa, Sca, ICS, GG, DR, Poerboyo dan Getas,
menghasilkan biji yang dikenal dengan nama varietas sintetik 1, 2, dan 3. Tetua
tersebut berupa biji illegitim hibrida F1 dari Malaysia, yang ditanam sebanyak
150.000 pohon.
B.
Tahun 1976
klon ICS, Sca, dan DR telah diuji untuk maksud itu. Secara bersamaan usaha
untuk mendapatkan bahan tanam klon yang dapat di jadikan sebagai induk
maupun bahan tanam praktek juga dilaksanakan di kebun Kaliwining Jember, dan
Malangsari.
Di Sumatra Utara, penelitian yang sama terus dilaksanakan dalam rangka
pengembangan pertanaman cokelat. Beberapa PT Perkebunan mulai melakukan
penanaman cokelat Bulk, seperti PT Perkebunan IV dan II. PT Perkebunan II
bahkan melakukan perluasan penanaman cokelat di Irian Jaya dan Riau serta
membangun kebun benih cokelat di Maryke, Medan. Pembangunan kebun benih
cokelat tersebut dilaksanakan bersama P4TM (Pusat Penelitian Dan
Pengembangan Perkebunan Tanjung Morawa) Medan yang saat ini telah
menghasilkan bahan tanam biji hibrida, dengan tetua klon-klon Sca, ICS, Pa, TSH,
dan IMS. Biji-biji hibrida yang dihasilkan kebun benih cokelat masih dalam tahap
pengujian.
C.
Tahun 1980
Bila pada tahun 1970-1977 produksi biji kakao indonesia hanya 2.000-3.000 ton,
maka pada tahun 1980 angka itu melonjak menjadi 7.000 ton. Dengan produksi
coklat dunia saat ini 1.600.000 ton, maka potensi Indonesia sebagai penghasil
cokelat masih baik prospeknya. Bahkan pada periode tersebut, Indonesia sudah
mulai menjadi negara penghasil Kakao nomer 3 terbesar di dunia.
D.
Tahun 2011
Pemupukan pada TBM dilakukan dengan cara menaburkan pupuk secara merata
dengan jarak 15 50 cm (untuk umur 2 10 bulan) dan 50 75 cm (untuk umur
14 20 bulan) dari batang semua. Untuk TM penaburan pupuk dilakukan pada
jarak 50 75 cm dari batang utama.
2.4.3. Pengendalian Hama Penyakit
Produksi kakao di Indonesia dihasilkan dari perkebunan besar negara, swasta (di
Sumatera dan Jawa) dan perkebunan rakyat. Berdasarkan data Direktorat
Jenderal Perkebunan, lebih dari 80 % produksi kakao kita berasal dari
perkebunan rakyat, yang umumnya baik jumlah maupun kualitasnya masih
belum optimal, karena masih menggunakan cara-cara yang tradisional. Maka
untuk meningkatkan produksi dan kualitas kakao Indonesia, diperlukan
pembinaan secara terus menerus khususnya pada para petani, terutama dalam
teknologi budidaya kakao yang baik antara lain melalui pengendalian hama dan
penyakit tanaman kakao itu sendiri. Agar tanaman kakao dapat berproduksi
secara optimal, sebaiknya harus dilakukan pengendalian terhadap berbagai
gangguan hama danpeyakit yang menyerang tanaman.
A.
Hama
Tercatat ada 15 hama penggerek batang dan cabang, 11 hama penggerek daun,
8 hama penghisap daun, dan 1 hama pada buah sebagai hama penting pada
tanaman cokelat di Indonesia.
1.
Hama ini dikenal juga dengan nama Penggerek Buah Cokelat (PBC), cacao mot,
atau pod borer. PBC yang menyerang pada areal pertanaman cokelat dapat
dikendalikan dengan cara merumpis. Caranya, seluruh buah dipetik, kemudian
dibenamkan ke dalam tanah.
Didalam teknik bercocok tanam usaha menanam tanaman tahan hama dan
penyakit, terutama jenis Upper American Hybrids, Forastero, atau cokelat jenis
Bulk, dapat dilakukan sejak awal. Cokelat jenis Criollo lebih peka terhadap
serangan PBC karena kulitnya lunak dan adanya lekukan-lekukan yang lebih
banyak dibandingkan dengan jenis cokelat lainnya.
Usaha lain yang dilakukan adalah dengan membungkus buah. Kantong plastik
berukuran panjang 34 cm dan lebar 17 cm serta tebal 0,03 mm disarungkan
menutupi buah dengan kedua ujungnya terbuka. Pembungkusan hanya dilakukan
terhadap buah yang panjangnya sudah lebih dari 12 cm. Penanaman areal
penyangga dengan kopi atau karet, pembenaman kulit buah kedalam tanah
setiap selesai pemecahan dilapangan, panen yang berfrekuensi , dan mencegah
pemindahan buah dari satu tempat ketempat lain juga merupakan tindak
pencegahan penyebaran PBC.
Pengendalian PBC secara kimiawi juga dapat dilakukan dengan penyemprotan
insektisida organochlorine atau pyrethroid sintetik, misalnya menggunakan
Cyfluthrin 10 15 cc per 10 liter ai denganelang waktu penyemprotan 10 14
hari. Alat yang digunakan adalah mist blower.
3.
Hama ini juga dikenal dengan nama ulat api. Serangannya mampu
mengakibatkan rontoknya daun cokelat. Pada awal serangan, daging daun
dimakan sehingga warna daun menjadi kuning. Sambil makan daun, Darna trima
mengeluarkan cairan. Serangannya bukan saja terhadap beberapa helai daun,
tetapi meliputi seluruh daun cokelat.
Disamping menggunakan insektisida, pengendaliannya dapat dilakukan dengan
meningkatkan sanitasi dibawah pohon cokelat.
5.
Peyakit
c. Pemberian penaung yang cukup yaitu sekitar 25% untuk tanaman dewasa.
Bila menggunakan pohon lamtoro yang tahan kutu loncat, maka populasi
minimum 250 pohon/ ha;
d. Melakukan penyemprotan dengan fungisida yang dianjurkan yaitu fungisida
sportak (prokloras) dengan konsentrasi 0,3% formulasi atau dengan belerang
sirus dengan dosis 15-20 kg/ha. Penyemprotan diarahkan pada flush yang masih
berukuran sekitar 5 cm. Bila tanaman sudah tinggi, maka alat semprot perlu
menggunakan tangkai panjang. Belerang diaplikasikan pagi hari pada saat masih
ada embun. Pada setiap periode flush, dilakukan 2-3 kali penyemprotan dengan
interval satu minggu.
3.
Penyakit ini dikendalikan dengan cara memotong ranting dan cabang tanaman
yang terserang sampai bagian yang masih sehat (sekitar 30cm dari batas gejala
garis-garis cokelat pada jaringan yang tampak). Selanjutnya ranting atau cabang
yang telah dipotong dibakar atau dipendam dalam tanah; serta mengurangi
kelembaban kebun antara periode flush pada musim hujan dengan cara
pemangkasan tanaman kakao, tanaman penaung dan memperbaiki saluran
drainase.
4.
e.
Minimalkan jenis dan jumlah peralatan yang akan digunakan di kebun
untuk menurunkan resiko kontaminasi.
Sedangkan untuk kebun-kebun yang sudah terinfeksi CSSV maka langkah
pengendalian yang dapat dilakukan antara lain:
a.
Tanaman kakao sakit diupayakan untuk dibongkar (eradikasi) untuk
menghilangkan sumber inokulum. Dalam upaya ini perlu diingat bahwa biaya
yang diperlukan tidak sedikit dan seringkali mengakibatkan pertentangan politik
dalam negeri.
b.
Serangga vektor dikendalikan dengan memanfaatkan baik agens
pengendali hayati (APH)maupun pestisida nabati. Penggunaan insektisida kimia
yang bersifat sistemik dianjurkan bila telah terjadi serangan endemik.
c.
Melakukan inokulasi silang (preimunisasi) dengan menggunakan strain
virus yang avirulen untuk melindungi tanaman kakao dari virus yang virulen.
d.
Dilakukan upaya cordon sanitaire, yaitu suatu jalur yang bebas dari CSSV
untuk mengisolir kebun-kebun yang terinfeksi.
e.
Menggunakan bibit kakao yang berasal dari Somatic Embryogenesis (SE)
untuk menurunkan tingkat infeksi CSSV.
5.
Alat tulis
b.
Cangkul
c.
Pisau
d.
Penggaris
3.2.2. Bahan
a.
b.
Bibit kakao
c.
d.
Pasir
e.
Dithen M-45
f.
Air
Kemudian rendam selama 3 menit pada larutan 5 mg air yang telah di berikan
dithen M-45 secukupnya.
c.
Buat lubang pada media tanam yang ada di dalam polybag, bisa
menggunakan kayu maupun jari dengan kedalam lubang 2/3 dari tinggi benih.
3.4.Pelaksanaan Praktikum
3.4.1. Persiapan Lokasi
Lokasi yang digunakan untuk proses penempatan atau penyimpanan benih yakni
di nursery agroteknologi, oleh sebab itu perlu adanya pembersihan lokasi
sebelum benih-benih kakao di tempatkan disana.
3.4.2. Persiapan Media Tanam
Media tanam yang akan di gunakan adalah top soil yakni tanah yang gembur
yang kemudian di campurkan pasir dengan takaran perbandingan 1 : 1.
3.4.3. Pengisian Polybag
Setelah melalui proses pencampuran kemudian media tanam dimasukkan
kedalam polybag hingga masih memiliki ketinggian 1 2 cm dari atas bibir
polybag.
3.4.4. Persemaian
Bagian tengah polybag yang berisi media tanam dibuat lubang tanam sedalam
2/3 dari tinggi benih atau disesuaikan dengan biji. Setiap polybag masing-masing
disemai dengan satu biji kakao. Dengan jarak antar polybagnya 15 x 15 cm.
3.4.5. Pemeliharaan
a.
Penyiraman
Penyiraman dilakukan 2 kali sehari yakni pada waktu pagi dan sore hari sampai
bibit berumur tiga bulan dan disesuaikan menurut keadaa cuaca. Penyiraman
dilakukan dengan air bersih, menggunakan gembor dan tidak terlalu lembab
agar tidak mengandung penyakit Phytophthora palmivora dan VCD (Vascular
Streak Di eback).
b.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan cara manual yaitu dengan cara mencabut rumput
atau gulma yang tumbuh disekitar polybag maupun berada diluar polybag hal ini
untuk menjaga sanitasi lingkungan di sekitar pembibitan agar tidak menjadi
inang hama dan penyakit.
3.4.6. Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit yang sering menyerang pembibitan ulat kantong, ulat
jengkal, dan belalang, untuk mencegah gangguan dari hama, serta agar
pembibitan tersebut terlindungi, dilakukan secara manual yaitu mengeluarkan
jika ada hama pada bibit tersebut. Bisa menggunakan insektisida untuk
mencegah hama dan menggunakan fungisida untuk mencegah penyakitnya,
caranya dengan melakukan penyemprotan pada tanaman.
3.5.Parameter Pengamatan
x 100%
(Sutopo, 2004)
b.
Dengan keterangan :
N = Jumlah benih yang tumbuh dalam waktu (+)
T = Waktu pengamatan
c.
Tinggi Bibit dihitung sejak 14, 28, 32, 46, 60 HST (Hari Setelah Tanam)
d.
Jumlah Daun yang juga dihitung sejak 14, 28, 32, 46, 60 HST (Hari Setelah
Tanam).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Perlakuan Benih Kakao. www.pagemenu.blogspot.com. Download
03 Desember 2014
Anonimus. 1998. COKELAT. Departemen Pertanian. Bagian Proyek Informasi
Pertanian Riau : 14 15.
Goenadi, D. H. dan Hardjono, A. (1985). Penilaian Kesesuaian Lahan untuk
Tanaman Cokelat di Indonesia. Bulletin Perkebunan 3:30-37.
Rohman, Saepul. 2009. Teknik Fermentasi Dalam Pengolahan Biji Kakao.
http://majarimagazine.com/2009/06/teknik-fermentasi-dalam-pengolahan-bijikakao/ diakses tanggal 20 Oktober 2014 pukul 21.30 wib.
Siregar, Tumpal H.S; Slamet Riyadi, Laeli Nuraeni. 2006. Pembudidayaan,
Pengolahan, dan Pemasaran Cokelat. Penerbit Penebar Swadaya : Jakarta.
Susanto, F.X. 1994. Tanaman Kakao Budidaya dan Pengolahan Hasil. Penerbit
Kanisius : Yogyakarta.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang
peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya
sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara.
Di samping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan
wilayan dan pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan
kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi
sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di
Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa
terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan minyak sawit
dengan
nilai
US
$
701
juta.
Perkebunan kakao di Indonesia mengalami perkembangan pesat
dalam kurun waktu 20 tahun terakhir dan pada tahun 2002 areal
perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 914.051 ha. Perkebunan
kakao tersebut sebagianbesar (87,4%) dikelola oleh rakyat dan selebihnya
6,0% perkebunan besar negara serta 6,7% perkebunan besar swasta.
Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao
lindak dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara dan Sulawesi Tengah. Di samping itu juga diusahakan jenis
kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa
Tengah.
Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia
dimana bila dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita rasa
setara dengan kakao berasal dari Ghana dan keunggulan kakao Indonesia
tidak mudah meleleh sehingga cocok bila dipakai untuk blending. Sejalan
dengan keunggulan tersebut, peluang pasar kakao Indonesia cukup
terbuka baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Dengan kata lain,
potensi untuk menggunakan industri kakao sebagai salah satu pendorong
pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka.
Meskipun demikian, agribisnis kakao Indonesia masih menghadapi
berbagai masalah kompleks antara lain produktivitas kebun masih rendah
akibat serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK), mutu produk masih
rendah serta masih belum optimalnya teknologi budidaya tanaman kakao.
Hal ini menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor
untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar
dari agribisnis kakao.
Kakao (Theobroma cacao, L) merupakan salah komoditas perkebunan
yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat
berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber
pendapatan harian atau mingguan bagi pekebun. Tanaman kakao berasal
dari daerah hutan hujan tropis di Amerika Selatan. Di daerah asalnya,
kakao merupakan tanaman kecil di bagian bawah hutan hujan tropis dan
tumbuh terlindung pohon-pohon yang besar. Oleh karena itu dalam
budidayanya, tanaman kakao memerlukan naungan. Sebagai daerah
tropis, Indonesia yang terletak antara 6 LU 11 LS merupakan daerah
kearah atas disebut cabang Orthotrop dan cabang yang tumbuh kearah
samping disebut dengan Plagiotrop. Dari batang dan kedua jenis cabang
tersebut sering ditumbuhi tunas-tunas air (Chupon) yang banyak
menyerap energi, sehingga bila dibiarkan tumbuh akan mengurangi
pembungaan dan pembuahan (Siregar et al., 1989).
3.
Bunga
Bunga kakao tergolong bunga sempurna, terdiri atas daun kelopak
(Calyx) sebanyak 5 helai dan benang sari ( Androecium) berjumlah 10
helai. Diameter bunga 1,5 centimeter. Bunga disangga oleh tangkai bunga
yang panjangnya 2 4 centimeter (Siregar et al., 1989). Pembungaan
kakao bersifat cauliflora dan ramiflora, artinya bunga-bunga dan buah
tumbuh melekat pada batang atau cabang, dimana bunganya terdapat
hanya sampai cabang sekunder (Ginting, 1975). Tanaman kakao dalam
keadaan normal dapat menghasilkan bunga sebanyak 6000 10.000
pertahun tetapi hanya sekitar lima persen yang dapat menjadi buah
(Siregar et al., 1989).
4.
Buah
Buah kakao berupa buah buni yang daging bijinya sangat lunak.
Kulit buah mempunyai sepuluh alur dan tebalnya 1 2 cm (Siregar et al.,
1989). Bentuk, ukuran dan warna buah kakao bermacam-macam serta
panjangnya sekitar 1030 cm, umumnya ada tiga macam warna buah
kakao, yaitu hijau muda sampai hijau tua, waktu muda dan menjadi
kuning setelah masak, warna merah serta campuran antara merah dan
hijau. Buah ini akan masak 5 6 bulan setelah terjadinya penyerbukan.
Buah muda yang ukurannya kurang dari 10 cm disebut cherelle (pentil).
Buah ini sering sekali mengalami pengeringan (cherellewilt) sebagai
gejala spesifik dari tanaman kakao.
Gejala demikian disebut physiological effect thinning, yakni adanya
proses fisiologis yang menyebabkan terhanbatnya penyaluran hara yang
menunjang pertumbuhan buah muda. Gejala tersebut dapat juga
dikarenakan adanya kompetisi energi antara vegetatif dan generatif atau
karena adanya pengurangan hormon yang dibutuhkan untuk
pertumbuhahn buah muda (Siregar et al., 1989).
Biji kakao tidak mempunyai masa dormasi sehingga penyimpanan
biji untuk benih dengan waktu yang agak lama tidak memungkinkan. Biji
ini diselimuti oleh lapisan yang lunak dan manis rasanya, jika telah masak
lapisan tersebut pulp atau micilage. Pulp ini dapat menghambat
perkecambahan dan karenanya biji yang akan digunakan untuk
menghindari dari kerusakan biji dimana jika pulp ini tidak dibuang maka
didalam penyimpanan akan terjadi proses fermentasi sehingga dapat
merukkan biji ( Suharjo dan Butar-butar, 1979).
BAB III
ISI
Warna buah sebelum masak hijau, setelah masak alur buah menjadi
kuning. Warna buah sebelum masak merah tua, warna buah setelah
masak merah muda, jingga, kuning.
Buah akan masak pada waktu 5,5 bulan (di dataran rendah) atau 6
bulan (di dataran tinggi) setelah penyerbukan. Pemetikan buah dilakukan
pada buah yang tepat masak. Kadar gula buah kurang masak rendah
sehingga hasil fermentasi kurang baik, sebaliknya pada buah yang terlalu
masak, biji seringkali telah berkecambah, pulp mengering dan aroma
berkurang.
Terdapat tiga perubahan warna kulit pada buah kakao yang menjadi
kriteria kelas kematangan buah di kebun kebun yang mengusahakan
kakao, yakni : Kelas kematangan A+, kuning tua pada seluruh permukaan
buah. Kelas A, kuning pada seluruh permukaan buah. Kelas B, kuning pada
alur buah dan punggung alur buah. Kelas C, kuning pada alur buah.
b.
Pemetikan
J Petik buah yang betul-betul masak menggunakan pisau atau sabit
bergalah Yang tajam
J Rotasi pemetikan setiap 7 atau 14 hari
J Rendam buah yang busuk atau terserang hama/penyakit kedalam tanah
sedalam 50 cm di pinggir kebun
J Selama memanem buah diusahakan tidak merusak atau melukai batang
tanaman/bantalan buah
Pasca Panen
b.
Sortasi II
J Buah-buah yang kurang bauk terserang ulat buah
J Buah belum masak/keliru pungut
J Biji dari sortasi I yang tercampur tanah
J Biji yang tercecer ditanah, bekas buah yang dimakan tikus/bajing
2.
Pemecahan Buah
a.
Buah yang disortir menjadi 2 golongan dipecah ditempat terpisah
b.
Buah dipecah diatas tikar/karung goni
c.
Buah dipukul dengan kayu, diupayakan jangan sampai
rusak/pecah Keluarkan biji dari buah
biji
d.
3.
Fermentase
Tujuan dari fermentasi adalah untuk mematikan lembaga biji agar
tidak tumbuh sehingga perubahan-perubahan di dalam biji kakao akan
mudah terjadi, seperti warna keping biji, peningkatan aroma dan rasa,
perbaikan konsistensi keping biji, dan untuk melepaskan pulp. Biji kakao
difermentasikan di dalam kotak kayu berlubang. Selama fermentasi, biji
beserta pulpnya mengalami penurunan berat sampai 25%.
4.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang
peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya
sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara.
Tanaman kakao mutlak memerlukan pohon pelindung yang ditanam
sebagai tanaman lorong diantara tanaman-tanaman kakao. Tujuan dari
adanya pohon pelindung ini adalah untuk melindungi tanaman kakao
muda (belum berproduksi) dari tiupan angin dan sinar matahari. Ada dua
jenis pohon pelindung antara lain adalah adalah sebagai berikut Pohon
Pelindung Sementara. Pohon ini diperlukan untuk melindungi tanaman
kakao muda (belum berproduksi) dari tiupan angin dan sinar
matahari. Pohon Pelindung Tetap. Pohon ini harus dipertahankan
sepanjang hidup tanaman kakao dan berfungsi sebagai melindungi
tanaman kakao yang sudah produktif dari kerusakan sinar matahari dan
menghambat kecepatan angin.
Buah kakao bisa dipanen apabila terjadi perubahan warna kulit pada
buah yang telah matang. Sejak fase pembuahan sampai menjadi buah
dan matang, kakao memerlukan waktu sekitar 5 bulan. Buah kakao
matang dicirikan oleh perubahan warna kulit buah dan biji yang lepas dari
kulit bagian dalam. Bila buah diguncang, biji biasanya berbunyi. Ketelatan
waktu panen akan berakibat pada berkecambahnya biji di dalam. Terdapat
tiga perubahan warna kulit pada buah kakao yang menjadi kriteria kelas
kematangan buah di kebun kebun yang mengusahakan kakao, yakni :
Kelas kematangan A+, kuning tua pada seluruh permukaan buah. Kelas A,
kuning pada seluruh permukaan buah. Kelas B, kuning pada alur buah dan
punggung alur buah. Kelas C, kuning pada alur buah.
4.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, dapat membantu para petani,
khususnya juga kepada para mahasiswa tentang bagaimana cara
perawatan tanaman kakao, naungan yang digunakan untuk tanaman
kakao dan cara panen kakao.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1. 2010. Klon Kakao Unggul Generasi Ketiga. http://pengawas benih
tanaman.blogspot.com/2010/02/klon-unggul-kakao-generasi-ketiga.html.
Akses 9 April 2012.
Anonim2.
2010. Meningkatkan
Kakao
dengan
Sambung
Samping. http://bercocoktanamkakao.blogspot.com/2010/02/meningkatkan-kakao-dengansambungsamping.html. Akses 9 April 2012.
Anonim3.
2010. Teknologi
Sambung
Samping
Kakao. http://bercocoktanamkakao.
blogspot.com/2010/02/teknologi-sambung-sapingkakao.html. Akses 9 April 2012.
Anonim4. Teknologi SE Kakao Sistem Padat. http://pengawas benih tanaman.
blogspot.com/2009/07/teknologi-se-kakao-sistem-padat.html.
Akses 9 April 2012.
MAKALAH
BUDIDAYA TANAMAN KAKAO
(Theobroma cacao L.)
DISUSUN OLEH :
NAMA
: SANDI SANDJAYA
STAMBUK : 0822100022
JURUSAN
: AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
TAHUN AKADEMIK
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman kakao berasal dari Amerika Selatan. Dengan tempat tumbuhnya di
hutan hujan tropis, tanaman kakao telah menjadi bagian dari kebudayaan
masyarakat selama 2000 tahun. Nama latin tanaman kakao adalah Theobroma
Cacao yang berarti makanan untuk Tuhan.
Masyarakat Aztec dan Mayans di Amerika Tengah telah membudidayakan
tanaman kakao sejak lama, yaitu sebelum kedatangan orang-orang Eropa.
Orang-orang Indian Mesoamerikalah yang pertama kali menciptakan minuman
dari serbuk coklat yang dicampur dengan air dan kemudian diberi perasa seperti:
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Malvales
Family
: Malvaceae
Genus
: Theobroma
Spesies
: Theobroma cacao L.
BAB II
SYARAT TUMBUH
2.1 Syarat Pertumbuhan
2.1.1 Iklim
1). Curah hujan.
Curah hujan pertnaman kakao di Indonesia berkisar antara 1800 3000 mm
pertahun dan merata sepajang tahun.
Tanaman kakao masih bisa hidup pada musim kering yang berlangsung 2
bulan.
2). Kelembapan udara
Kelembapan udara relatif yang dikehendaki tanaman kakao adalah 80 90 % 3).
Angin
Media Tanam
Ketinggian Tempat
2)
2.2.2 Persemaian
1)
Persemaian pendahuluan
Persemaian pemeliharaan
2.
Setiap 10 hari diberipupuk urea 1,4 gr. untuk tiap keranjang / plastik.
3.
Pemberantasan hama.
Lubang tanam dibuat beberapa bulan sebelum masa tanam. Ukuran lubang
tanam adalah 60 x 60 x 60 cm.
Pemupukan lubang tanam dilakukan dengan memberikan pupuk agrophos 0,3 kg
perlubang tanaman dan dilakukan 2 minggu sebelum masa tanam. Kemudian
lubang tersebut ditutup kembali.
2.4.3
Theprosia candida
Flamengia congesta
1)
Albizzia yang ditanam dalam bentuk stump tinggi berumur 1 tahun.
Penanamannya dilakukan 2 minggu sebelum coklat ditanam dengan jarak tanam
4 m x 4 m.
2)
Leucaena sp.yang ditanam dari bibit yang telah disemai 6 bulan
sebelumnya dengan waktu penanaman bersamaan dengan flamengia sp. Jarak
tanam Leucaena sp.adalah 3,5 m x 5 m. pada umur Leucaena 1 tahun dilakukan
okulasi dengan L. glauca digunakan sebagai batang bawah, sedang L.glabrata
sebagai batang atas.
2.4.4
Cara Penanaman
Lubang tanam dibuka kembali sebesar tanah putaran atau besarnya keranjang /
plastik dari bibit sebelum penanaman dilakukan.
Sebelum bibit ditanam, bagi bibit keranjang atau kantong plastik, kranjang atau
plastiknya harus dilepas terlebih dahulu dengan cara :
Mula mula alas keranjang / kantong plastik digunting.
Lalu bibit dimasukan ke dalam lubang tanam yang dibuat sebesar tanah
putaran dengan telapak tangan sebagai penumpu alas bibit.
Kemudian dinding keranjang atau kantong plastik digunting dari atas
kebawah.
Sesudah itu keranjang atau plastik ditarik keluar.
Setelah bibit di tanam sedalam leher akar maka tanah disekitar bibit dipadatkan
serta permukaannya dibuat meninggi menuju leher akar.
BAB III
BUDIDAYA TANAMAN
3.1 Pemeliharaan Tanaman
3.1.1
Penyiangan
3.1.3
Pemangkasan
Pemupukan
Penyemprotan Pestisida
Penyerbukan Buatan
Dari bunga yang muncul hanya 5% yang akan menjadi buah, peningkatan
persentase pembuahan dapat dilakukan dengan penyerbukan buatan. Bagian
bunga yang mekar digosok denga bunga jantan yang telah dipetik sebelumnya,
kemudian bunga ditutup dengan sungkup. Penggosokan dilakukan dengan jari
tangan.
3.1.7
BAB IV
HAMA DAN PENYAKIT
4.1
4.1.1
Hama
Penggerek cabang (Zeuzera coffeae)
Penyakit
Busuk buah hitam
Kanker batang
4.2.3
Penyebab: Colletorichum sp. (jamur). Bagian yang diserang adalah daun, ranting,
buah.
Gejala: bercak nekrotik pada daun, daun gugur, pucuk mati, buah muda keriput
kering (busuk kering).
Pengendalian: peningkatan sanitasi, memotong ranting dan buah yang
terserang, pemupukan berimbang dan perbaikan drainase. Kemudian gunakan
fungisida sistemik Karbendazim 0,5% dengan interval 10 hari.
4.2.6
Penyakit akar
BAB V
PANEN DAN PASCA PANEN
5.1 Panen
5.1.1
Buah cokelat/kakao bisa dipenen apabila perubahan warna kulit dan setelah fase
pembuahan sampai menjadi buah dan matang usia 5 bulan. Ciri-ciri buah akan
dipanen adalah warna kuning pada alur buah; warna kuning pada alur buah dan
punggung alur buah; warna kuning pada seluruh permukaan buah dan warna
kuning tua pada seluruh permukaan buah. Kakao masak pohon dicirikan dengan
perubahan warna buah:a) Warna buah sebelum masak hijau, setelah masak
alur buah menjadi kuning.b) Warna buah sebelum masak merah tua, warna
buah setelah masak merah muda, jingga, kuning. Buah akan masak pada waktu
5,5 bulan (di dataran rendah) atau 6 bulan (di dataran tinggi) setelah
penyerbukan. Pemetikan buah dilakukan pada buah yang tepat masak. Kadar
gula buah kurang masak rendah sehingga hasil fermentasi kurang baik,
sebaliknya pada buah yang terlalu masak, biji seringkali telah berkecambah,
pulp mengering dan aroma berkurang.
5.1.2
Cara Panen
Untuk memanen cokelat digunakan pisau tajam. Bila letak buah tinggi, pisau
disambung dengan bambu. Cara pemetikannya, jangan sampai melukai batang
yang ditumbuhi buah. Pemetikan cokelat hendaknya dilakukan hanya dengan
memotong tangkai buah tepat dibatang/cabang yang ditumbuhi buah. Hal
tersebut agar tidak menghalangi pembungaan pada periode berikutnya.
Pemetikan berada di bawah pengawasan mandor. Setiap mandor mengawasi 20
orang per hari. Seorang pemetik dapat memetik buah kakao sebanyak 1.500
buah per hari. Buah matang dengan kepadatan cukup tinggi dipanen dengan
sistem 6/7 artinya buah di areal tersebut dipetik enam hari dalam 7 hari. Jika
kepadatan buah matang rendah, dipanen dengan sistem 7/14.
5.1.3
Periode Panen
Panen dilakukan 7-14 hari sekali. Selama panen jangan melukai batang/cabang
yang ditumbuhi buah karena bunga tidak dapat tumbuh labi di tempat tersebut
pada periode berbunga selanjutnya.
5.1.4
Prakiraan Produksi
Tanaman kakao mencapai produksi maksimal pada umur 5-13 tahun. Produksi
per hektar dalam satu tahun adalah 1.000 kg biji kakao kering.
5.2 Pascapanen
5.2.1
Pengumpulan
Buah yang telah dipanen biasanya dikumpulkan pada tempat tertentu dan
dikelompokkan menurut kelas kematangan. Pemecahan kulit dilaksanakan
dengan menggunakan kayu bulat yang keras.
5.2.2
Penyortiran/pengelompokkan
5.2.3
Penyimpanan
Biji kakao basah diperam (difermentasi) selama 6 hari di dalam kotak kayu tebal
yang dilapisi aluminium dan bagian bawahnya diberi lubang-lubang kecil dengan
cara sebagai berikut:a) Tumpukkan biji di dalam kotak dengan tinggi tumpukan
tidak lebih dari 75.b) Tutup dengan karung goni atau daun pisang.c) Adukaduk biji secara periodik (1 x 24 jam) agar suhu naik sampai 50 derajat C.
5.2.4
Biji-biji cokelat yang sudah kering dapat dimasukan dalam karung goni. Tiap goni
diisi 60 kilogram biji cokelat kering. kemudian karung-karung yang berisi biji
cokelat kering tersebut disimpan dalam gudang yang bersih, kering dan
berfentilasi yang baik. Sebaiknya biji cokelat tersebut sudah segera bisa dijual
dan diangkut dengan menggunakan truk dan sebagainya. Penyimpanan di
gudang, sebaiknya tidak lebih dari 6 bulan, dan setiap tiga bulan harus diperiksa
untuk melihat ada tidaknya jamur atau hama yang menyerang biji cokelat
MAKALAH
BUDIDAYA TANAMAN KAKAO
(Theobroma cacao L )
OLEH :
ANDRIANSYAH
NIM. 1206121585
M. JOEHARI JAMILI
NIM. 1206121349
DARYADI
NIM. 1206136685
http://dc349.4shared.com/img/QFteiJkT/s7/UNRI_BW.JPG
AGROTEKNOLOGI A
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS RIAU
2013
KATA PENGANTAR
Kakao merupakan salah satu produk pertanian yang memiliki peranan yang
cukup nyata dan dapat diandalkan dalam mewujudkan program pembangunan
per-tanian, khususnya dalam hal penyediaan lapangan kerja, pendorong
pengembangan wilayah, peningkatan kesejahteraan petani dan peningkatan
pendapatan/ devisa negara. Pengusahaan kakao di Indonesia sebagian besar
merupakan perkebunan rakyat. Dalam dua dasawarsa terakhir ini areal kakao
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
I.
PENDAHULUAN...................................................................
ISI..............................................................................................
2.1. Klasifikasi..............................................................................
2.2. Morfologi...............................................................................
2.2.1. Batang Dan Cabang...................................................
2.2.2. Daun.............................................................................
2.2.3. Akar.............................................................................
2.2.4. Bunga...........................................................................
2.2.5. Buah.............................................................................
2.2.6. Biji................................................................................
2.3. Syarat Tumbuh....................................................................
2.3.1. Curah Hujan...............................................................
2.3.2. Temperatur.................................................................
2.3.3. Sinar Matahari............................................................
2.3.4. Tanah...........................................................................
2.3.5. Sifat Kimia Tanah.......................................................
3.1 Kesimpulan......................................................................
3.2 Saran
I.
PENDAHULUAN
II.
ISI
2.1. Klasifikasi
Kakao merupakan satu-satunya dari 22 jenis marga Theobroma, suku
Sterculiaceae, yang diusahakan secara komersial. Menurut Tjitrosoepomo (1988)
sistematika tanaman ini sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angioospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak kelas : Dialypetalae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
Marga : Theobroma
Jenis : Theobroma cacao L
Beberapa sifat (penciri) dari buah dan biji digunakan dasar klasifikasi dalam
sistem taksonomi. Berdasarkan bentuk buahnya, kakao dapat dikelompokkan ke
dalam empat populasi. Kakao lindak (bulk) yang telah tersebar luas di daerah
tropika adalah anggota sub jenis sphaerocarpum. Bentuk bijinya lonjong, pipih
dan keping bijinya berwarna ungu gelap. Mutunya beragam tetapi lebih rendah
daripada sub jenis cacao. Permukaan kulit buahnya relatif halus karena aluralurnya dangkal. Kulit buah tipis tetapi keras (liat). Menurut Wood (1975), kakao
dibagi tiga kelompok besar, yaitu criollo, forastero, dan trinitario; sebagian sifat
criollo telah disebutkan di atas. Sifat lainnya adalah pertumbuhannya kurang
kuat, daya hasil lebih rendah daripada forastero, relatif gampang terserang
hama dan penyakit permukaan kulit buah criollo kasar, berbenjolbenjol dan aluralurnya jelas. Kulit ini tebal tetapi lunak sehingga mudah dipecah. Kadar lemak
biji lebih rendah daripada forastero tetapi ukuran bijinya besar, bulat, dan
memberikan citarasa khas yang baik. Dalam tata niaga kakao criollo termasuk
kelompok kakao mulia (fine flavoured), sementara itu kakao forastero termasuk
kelompok kakao lindak (bulk), kelompok kakao trinitario merupakan hibrida
criollo dengan farastero. Sifat morfologi dan fisiologinya sangat beragam
demikian juga daya dan mutu hasilnya. Dalam tata niaga, kelompok trinitario
dapat masuk ke dalam kakao mulia dan lindak, tergantung pada mutu bijinya.
2.2. Morfologi
2.2.1. Batang dan cabang
Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-pohon
yang tinggi, curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta
kelembapan tinggi dan relatif tetap. Dalam habitat seperti itu, tanaman kakao
akan tumbuh tinggi tetapi bunga dan buahnya sedikit. Jika dibudidayakan
dikebun, tinggi tanaman umur tiga tahun mencapai 1,8 3,0 meter dan pada
umur 12 tahun dapat mencapai 4,5 7,0 meter (Hall, 1932). Tinggi tanaman
tersebut beragam, dipengaruhi oleh intensitas naungan serta faktor-faktor
tumbuh yang tersedia.
Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas
vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas
ortotrop atau tunas air (wiwilan atau chupan), sedangkan tunas yang arah
pertumbuhannya ke samping disebut dengan plagiotrop (cabang kipas atau fan).
Tanaman kakao asal biji, setelah mencapai tinggi 0,9 1,5 meter akan berhenti
tumbuh dan membentuk jorket. Jorket adalah tempat percabangan dari pola
percabangan ortotrop ke plagitrop dan khas hanya pada tanaman kakao.
Pembentukan jorket didahului dengan berhentinya pertumbuhan tunas ortotrof
karena ruas-ruasnya tidak memanjang. Pada ujung tunas tersebut, stipula
(semacam sisik pada kuncup bunga) dan kuncup ketiak daun serta tunas daun
tidak berkembang. Dari ujung perhentian tersebut selanjutnya tumbuh 3 6
cabang yang arah pertumbuhannya condong ke samping membentuk sudut 0
60o dengan arah horisontal. Cabang-cabang itu disebut dengan cabang primer
(cabang plagiotrof). Pada cabang primer tersebut kemudian tumbuh cabangcabang lateral (fan) sehingga tanaman membentuk tajuk yang rimbun.
Pada tanaman kakao dewasa sepanjang batang pokok tumbuh wiwilan atau
tunas air (chupon). Dalam teknik budi daya yang benar, tunas air ini selalu
dibuang, tetapi pada tanaman kakao liar, tunas air tersebut akan membentuk
bantang dan jorket yang baru sehingga tanaman mempunyai jorket yang
bersusun.
Dari tunas plagiotrop biasanya hanya tumbuh tunas-tunas plagiotrop, tetapi juga
kadang-kadang tumbuh tunas ortotrop. Pangkasan berat pada cabang plagiotrop
yang besar ukurannya merangsang tumbuhnya tunas ortotrop itu. Tunas ortotrop
hanya membentuk tunas plagiotrop setelah membentuk jorket. Tunas ortotrop
membentuk tunas ortotrop baru dengan menumbuhkan tunas air.
Saat tumbuhnya jorket tidak berhubungan dengan umur atau tinggi tanaman.
Pemakaian pot besar dilaporkan menunda tumbuhnya jorket, sedangkan
pemupukan dengan 140 ppm N dalam bentuk nitrat mempercepat tumbuhnya
jorket. Tanaman kakao membentuk jorket setelah memiliki ruas batang sebanyak
60 70 buah. Namun batasan tersebut tidak pasti, karena kenyataannya banyak
faktor lingkungan yang berpengaruh dan sukar dikendalikan. Contohnya, kakao
yang ditanam di dalam polibag dan mendapat intensitas cahaya 80% akan
membentuk jorket lebih pendek daripada tanaman yang ditanam di kebun.
Selain itu, jarak antar daun sangat dekat dan ukuran daunnya lebih kecil.
Terbatasnya medium perakaran merupakan penyebab utama gejala tersebut.
Sebaliknya, tanaman kakao yang ditanam di kebun dengan jarak rapat akan
membentuk jorket yang tinggi sebagai efek dari etiolasi (pertumbuhan batang
memanjang akibat kekurangan sinar matahari).
2.2.2.
Daun
Daun kakao bersifat dimorfisme. Pada tunas ortotrop, tangkai daunnya panjang,
yaitu 7,5 10 cm sedangkan pada tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya
hanya sekitar 2,5 cm (Hall, 1932). Tangkai daun bentuknya silinder dan bersisik
halus, bergantung pada tipenya.n Salah satu sifat khusus daun kakao yaitu
adanya dua persendian (articulation) yang terletak di pangkal dan ujung tangkai
daun. Dengan persendian ini dilaporkan daun mampu membuat gerakan untuk
menyesuaikan dengan arah datangnya sinar matahari.Bentuk helai daun bulat
memanjang (oblongus), ujung daun meruncing (acuminatus), dan pangkal daun
runcing (acutus). Susunan tulang daun menyirip dan tulang daun menonjol ke
permukaan bawah helai daun. Tepi daun rata, daging daun tipis tetapi kuat
seperti perkamen. Warna daun dewasa hijau tua bergantung pada kultivarnya.
Panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10 cm.Permukaan daun licin dan
mengilap.
2.2.3. Akar
Kakao adalah tanaman dengan surface root feeder, artinya sebagian besar akar
lateralnya (mendatar) berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada
kedalaman tanah (jeluk) 0 30 cm. Menurut Himme (cit. Smyth, 1960), 56% akar
lateral tumbuh pada jeluk 11 20 cm, 14% pada jeluk 21 30 cm, dan hanya 4%
tumbuh pada jeluk di atas 30 cm dari permukaan tanah. Jangkauan jelajah akar
lateral dinyatakan jauh di luar proyeksi tajuk. Ujungnya membentuk cabangcabang kecil yang susunannya ruwet (intricate).
2.2.4. Bunga
Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang dari
bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut
semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan
bantalan bunga (cushion).Bunga kakao mempunyai rumus K5C5A5+5G(5).
Artinya, bunga disusun oleh 5 daun kelopak yang bebas satu sama lain, 5 daun
mahkota, 10 tangkai sari yang tersusun dalam 2 lingkaran dan masing-masing
terdiri dari 5 tangkai sari tetapi hanya satu lingkaran yang fertil, dan 5 daun
buah yang bersatu. Bunga kakao berwarna putih, ungu, atau kemerahan. Warna
yang kuat terdapat pada benang sari dan daun mahkota. Warna bunga ini khas
untuk setiap kultivar.
Tangkai bunga kecil tetapi panjang (1-1,5 cm). Daun mahkota panjangnya 6 8
mm, terdiri dari dua bagian. Bagian pangkal berbentuk seperti kuku binatang
(claw) dan biasanya terdapat dua garis merah. Bagian ujung berupa lembaran
tipis, fleksibel, dan berwarna putih.
2.2.5. Buah
Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua macam
warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak putih jika sudah
masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda berwarna
merah, setelah masak berwarna jingga (orange).
Kulit buah memiliki 10 alur dalam dan dangkal yang letaknya berselang-seling.
Pada tipe criollo dan trinitario alur buah kelihatan jelas. Kulit buah tebal tetapi
lunak dan permukaannya kasar. Sebaliknya, pada tipe forastero, permukaan kulit
buah pada umumnya halus (rata); kulitnya tipis, tetapi keras dan liat.
Buah akan masak setelah berumur enam bulan. Pada saat itu ukurannya
beragam, dari panjang 10 hingga 30 cm, bergantung pada kultivar dan faktorfaktor lingkungan selama perkembangan buah.
2.2.6. Biji
Biji tersusun dalam lima baris mengelilingi poros buah. Jumlahnya beragam,
yaitu 20 50 butir per buah. Jika dipotong melintang, tampak bahwa biji disusun
oleh dua kotiledon yang saling melipat dan bagian pangkalnya menempel pada
poros lembaga (embryo axis). Warna kotiledon putih untuk tipe criollo dan ungu
untuk tipe forastero.
Biji dibungkus oleh daging buah (pulpa) yang berwarna putih, rasanya asam
manis dan diduga mengandung zat penghambat perkecambahan. Di sebelah
dalam daging buah terdapat kulit biji (testa) yang membungkus dua kotiledon
dan poros embrio. Biji kakao tidak memiliki masa dorman. Meskipun daging
buahnya mengandung zat penghambat perkecambahan, tetapi kadang-kadang
biji berkecambah di dalam buah yang terlambat dipanen karena daging buahnya
telah kering. Pada saat berkecambah, hipokotil memanjang dan mengangkat
kotiledon yang masih menutup ke atas permukaan tanah. Fase ini disebut fase
serdadu. Fase kedua ditandai dengan membukanya kotiledon diikuti dengan
memanjangnya epikotil dan tumbuhnya empat lembar daun pertama. Keempat
daun tersebut sebetulnya tumbuh dari setiap ruasnya, tetapi buku-bukunya
sangat pendek sehingga tampak tumbuh dari satu ruas. Pertumbuhan berikutnya
berlangsung secara periodik dengan interval waktu tertentu.
Disamping kondisi fisik dan kimia tanah, curah hujan yang melebihi 4.500 mm
per tahun tampaknya berkaitan dengan serangan penyakit busuk buah (black
pods).
Didaerah yang curah hujannya lebih rendah dari 1.200 mm per masih dapat
ditanami kakao, tetapi dibutuhkan air irigasi. Hal ini disebabkan air yang hilang
karena transpirasi akan lebih besar daripada air yang diterima tanaman dari
curah hujan, sehingga tanaman perlu dipasok dengan air irigasi.
Ditinjau dari tipr iklimnya, kakao sangat ideal ditanam pada daerahdaerah yang
tipe iklimnya Am (menurut Koppen) atau B (menurut Scmid dan Fergusson). Di
daerahdaerah yang tipe iklimnya C (menurut Scmid dan Fergusson) kurang baik
untuk penanaman kakao karena bulan keringnya yang panjang.
2.3.2. Temperatur
Pengaruh temperatur pada kakao erat kaitannya dengan ketersediaan air, sinar
matahari, dan kelembaban. Faktorfaktor tersebut dapat dikelola melalui
pemangkasan, penanaman tanaman pelindung, dan irigasi. Temperatur sangat
berpengaruh pada pembentukan flush, pembungaan, serta kerusakan daun.
Temperatur ideal bagi pertumbuhan kakao adalah 300320C (maksimum) dan
180210 (minimum). Temperatur yang lebih rendah dari 100 akan
mengakibatkan gugur daun dan mengeringnya bunga, sehingga laju
pertumbuhannya berkurang. Temperatur yang tinggi akan memacu
pembungaan, tetapi kemudian akan segera gugur.
2.3.3. Sinar Matahari
Lingkungan hidup alami tanaman kakao adalah hutan tropis yang di dalam
pertumbuhannya mebutuhkan naungan untuk mengurangi pencahayaan penuh.
Cahaya matahari yang terlalu banyak menyoroti tanaman kakao akan
mengakibatkan lilit batang kecil, daun sempit, dan tanaman relatif pendek.
Kakao termasuk tanaman yang mampu berfotosintesis pada suhu daun rendah.
Fotosintesis maksimum diperoleh pada saat penerimaan cahaya pada tajuk
sebesar 20% dari pencahayaan penuh. Kejenuhan cahaya di dalam fotosintesis
setiap daun kakao yang telah membuka sempurna berada pada kisaran 330
persen cahaya matahari penuh atau pada 15 persen cahaya matahari penuh. Hal
ini berkaitan pula dengan pembukaan stomata yang menjadi lebih besar bila
cahaya yang diterima lebih banyak.
2.3.4. Tanah
Tanaman kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asal persyaratan fisik
dan kimia tanah yang berperan terhadap pertumbuhan dan produksi kakao
terpenuhi. Kemasaman tanah (pH), kadar zat organik, unsur hara, kapasitas
adsorbsi, dan kejenuhan basa merupakan sifat kimia yang perlu diperhatikan,
sedangkan faktor fisiknya adalah kedalaman efektif, tinggi permukaan air tanah,
drainase, struktur, dan konsistensi tanah. Selain itu kemiringan lahan juga
merupakan sifat fisik yang mempengaruhi pertumbuhan dan pertumbuhan
kakao.
s/d 7; zat organik 4 persen; K.T.K ratarata 050 cm di atas 24 Me/100 gram;
kejenuhan basa ratarata 0 50 cm di atas 50%.
b. Lubang Tanam
- Ukuran lubang tanam 60 x 60 x 60 cm pada akhir musim hujan
- Berikan pupuk kandang yang dicampur dengan tanah (1:1) ditambah pupuk
TSP 1-5 gram per lubang
c. Tanam Bibit
- Pada saat bibit kakao ditanam pohon naungan harus sudah tumbuh baik dan
naungan sementara sudah berumur 1 tahun
- Penanaman kakao dengan system tumpang sari tidak perlu naungan, misalnya
tumpang sari dengan pohon kelapa
- Bibit dipindahkan ke lapangan sesuai dengan jenisnya, untuk kakao Mulia
ditanam setelah bibit umur 6 bulan, Kakao Lindak umur 4-5 bulan
- Penanaman saat hujan sudah cukup dan persiapan naungan harus sempurna.
Saat pemindahan sebaiknya bibit kakao tidak tengah membentuk daun muda
(flush)
2.4.2. Pemeliharaan Tanaman
a. Penyiraman dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore) sebanyak 2-5 liter/pohon
b. Dibuat lubang pupuk disekitar tanaman dengan cara dikoak. Pupuk
dimasukkan dalam lubang pupuk kemudian ditutup kembali. Dosis pupuk lihat
dalam tabel di samping ini :
Tabel Pemupukan Tanaman Coklat
UMUR
(bulan)
Dosis pupuk Makro (per ha)
Urea
(kg)
TSP
(kg)
MOP/ KCl (kg)
2
15
15
8
8
6
15
15
8
8
10
25
25
12
12
14
30
30
15
15
18
30
30
45
15
22
30
30
45
15
28
160
250
250
60
32
160
200
250
60
36
140
250
250
80
42
140
200
250
80
Parasa lepida dan Ploneta diducta (Ulat Srengenge), serangan dilakukan
silih berganti karena kedua species ini agak berbeda siklus hidup maupun cara
meletakkan kokonnya, sehingga masa berkembangnya akan saling bergantian.
Serangan tertinggi pada daun muda, kuncup yang merupakan pusat kehidupan
dan bunga yang masih muda. Siklus hidup Ploneta diducta 1 bulan, Parasa lepida
lebih panjang dari pada Ploneta diducta. Pengendalian dengan PESTONA.
2.4.4. Pemangkasan
Pangkas Produksi, bertujuan agar sinar dapat masuk tetapi tidak secara
langsung sehingga bunga dapat terbentuk. Pangkas ini tergantung keadaan dan
musim, sehingga ada pangkas berat pada musim hujan dan pangkas ringan pada
musim kemarau.
Pangkas Restorasi, memotong bagian tanaman yang rusak dan
memelihara tunas air atau dapat dilakukan dengan side budding.
2.4.5 Panen
2.4.5.1
Buah cokelat/kakao bisa dipenen apabila perubahan warna kulit dan setelah fase
pembuahan sampai menjadi buah dan matang usia 5 bulan. Ciri-ciri buah akan
dipanen adalah warna kuning pada alur buah; warna kuning pada alur buah dan
punggung alur buah; warna kuning pada seluruh permukaan buah dan warna
kuning tua pada seluruh permukaan buah. Kakao masak pohon dicirikan dengan
perubahan warna buah:a) Warna buah sebelum masak hijau, setelah masak
alur buah menjadi kuning.b) Warna buah sebelum masak merah tua, warna
buah setelah masak merah muda, jingga, kuning. Buah akan masak pada waktu
5,5 bulan (di dataran rendah) atau 6 bulan (di dataran tinggi) setelah
penyerbukan. Pemetikan buah dilakukan pada buah yang tepat masak. Kadar
gula buah kurang masak rendah sehingga hasil fermentasi kurang baik,
sebaliknya pada buah yang terlalu masak, biji seringkali telah berkecambah,
pulp mengering dan aroma berkurang.
2.4.5.2.
Cara Panen
Untuk memanen cokelat digunakan pisau tajam. Bila letak buah tinggi, pisau
disambung dengan bambu. Cara pemetikannya, jangan sampai melukai batang
yang ditumbuhi buah. Pemetikan cokelat hendaknya dilakukan hanya dengan
memotong tangkai buah tepat dibatang/cabang yang ditumbuhi buah. Hal
tersebut agar tidak menghalangi pembungaan pada periode berikutnya.
Pemetikan berada di bawah pengawasan mandor. Setiap mandor mengawasi 20
orang per hari. Seorang pemetik dapat memetik buah kakao sebanyak 1.500
buah per hari. Buah matang dengan kepadatan cukup tinggi dipanen dengan
sistem 6/7 artinya buah di areal tersebut dipetik enam hari dalam 7 hari. Jika
kepadatan buah matang rendah, dipanen dengan sistem 7/14.
2.4.5.2.1.
Periode Panen
Panen dilakukan 7-14 hari sekali. Selama panen jangan melukai batang/cabang
yang ditumbuhi buah karena bunga tidak dapat tumbuh labi di tempat tersebut
pada periode berbunga selanjutnya.
2.4.5.2.2.
Prakiraan Produksi
Tanaman kakao mencapai produksi maksimal pada umur 5-13 tahun. Produksi
per hektar dalam satu tahun adalah 1.000 kg biji kakao kering.
2.4.6. Pascapanen
2.4.6.1.
Pengumpulan
Buah yang telah dipanen biasanya dikumpulkan pada tempat tertentu dan
dikelompokkan menurut kelas kematangan. Pemecahan kulit dilaksanakan
dengan menggunakan kayu bulat yang keras.
2.4.6.2.
Penyortiran/pengelompokkan
2.4.6.3.
Penyimpanan
Biji kakao basah diperam (difermentasi) selama 6 hari di dalam kotak kayu tebal
yang dilapisi aluminium dan bagian bawahnya diberi lubang-lubang kecil dengan
cara sebagai berikut:a) Tumpukkan biji di dalam kotak dengan tinggi tumpukan
tidak lebih dari 75.b) Tutup dengan karung goni atau daun pisang.c) Adukaduk biji secara periodik (1 x 24 jam) agar suhu naik sampai 50 derajat C.
2.4.6.4.
Biji-biji cokelat yang sudah kering dapat dimasukan dalam karung goni. Tiap goni
diisi 60 kilogram biji cokelat kering. kemudian karung-karung yang berisi biji
cokelat kering tersebut disimpan dalam gudang yang bersih, kering dan
berfentilasi yang baik. Sebaiknya biji cokelat tersebut sudah segera bisa dijual
dan diangkut dengan menggunakan truk dan sebagainya. Penyimpanan di
gudang, sebaiknya tidak lebih dari 6 bulan, dan setiap tiga bulan harus diperiksa
untuk melihat ada tidaknya jamur atau hama yang menyerang biji cokelat.
2.4.7. Pengolahan Hasil
Fermentasi, tahap awal pengolahan biji kakao. Bertujuan mempermudah
menghilangkan pulp, menghilangkan daya tumbuh biji, merubah warna biji dan
mendapatkan aroma dan cita rasa yang enak.
Pengeringan, biji kakao yang telah difermentasi dikeringkan agar tidak
terserang jamur dengan sinar matahari langsung (7-9 hari) atau dengan kompor
pemanas suhu 60-700C (60-100 jam). Kadar air yang baik kurang dari 6 %.
Sortasi, untuk mendapatkan ukuran tertentu dari biji kakao sesuai permintaan.
Syarat mutu biji kakao adalah tidak terfermentasi maksimal 3 %, kadar air
maksimal 7%, serangan hama penyakit maksimal 3 % dan bebas kotoran.
2.4.8. Potensi Produksi
Kakao jenis Bulk pada umur 2 tahun sudah mulai panen permulaan, dan
pada umur sekitar 7 tahun mulai mencapai tingkat produksi yang tinggi. Pada
kondisi yang sesuai dengan tanaman kakao, maka potensi rata-rata dalam satu
siklus hidup ( 25 tahun ) mencapai sekitar 1000 kg biji kakao kering/hektar/
tahun.
Tabel Potensi Produksi Biji Kakao kering per hektar, dalam satu siklus hidup ( 25
tahun )
Umur tanaman
Biji Kering Kakao
( dalam Kg/ha )
Keterangan
2-3
600
3-4
900
4-5
1.200
5-6
1.400
6-7
1.600
7-8
1..700
8-9
1..600
9 - 10
1.800
10 - 11
1.700
11 - 12
1.600
12 - 13
1.500
13 - 14
1.400
14 - 15
1.400
15 - 16
1.300
16 - 17
1.300
17 - 18
1.300
18 - 19
1.200
19 - 20
1.200
20 - 21
1.100
21 - 22
1.000
22 - 23
700
23 - 24
700
24 - 25
700
Jumlah
28.900
Rata - Rata Per Tahun
1.257
III.
3.1. Kesimpulan
Didalam usaha tani Kakao membutuhkan teknik budidaya yang baik
dan benar agar memperoleh produksi yang optimal, juga memperhatikan kondisi
lingkungan dan agroklimat di lokasi pembukaan kebun kakao harus sesuai
dengan kebutuhan tanaman kakao. Tetapi jika faktor tanah yang semakin keras
dan miskin unsur hara terutama unsur hara mikro dan hormon alami, faktor iklim
dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman, serta faktor pemeliharaan
lainnya tidak diperhatikan maka tingkat produksi dan kualitas akan rendah.
3.2. Saran
Semoga karya tulis ilmiah yang kami buat, dapat berguna dan
bermanfaat bagi semua para pembaca. Terutama untuk lebih mengetahui
informasi mengenai cara pembudidayaan tanaman Kakao. Serta dapat menjadi
bahan acuan didalam pembudidayaan tanaman kakao