ABSTRAK
Manitol dapat menurunkan tekanan intrakranial (TIK) namun memiliki efek diuresis osmotik yang menyebabkan reduksi volume intravaskular
sehingga menurunkan tekanan perfusi serebral. Salin hipertonik efektif menurunkan TIK, mempertahankan tekanan perfusi serebral, dapat
digunakan sebagai resusitasi cairan, dan jarang menyebabkan efek samping. Rekomendasi mengenai osmolaritas, dosis, dan cara pemberian
salin hipertonik yang tepat masih belum disepakati. Dilaporkan anak lelaki berusia 4 tahun dengan ensefalopati sepsis. Diagnosis berdasarkan
manifestasi klinis. CT-scan kepala menunjukkan perdarahan subdural regio frontotemporoparietal sinistra, kontusio serebri lobus frontalis sinister
dan herniasi subfalcine, serta fraktur os frontal sinistra, terdapat riwayat jatuh 1 bulan sebelumnya. Pasien mendapat NaCl 3% untuk mengatasi
edema serebri dengan dosis 3 mL/kg tiap 8 jam, dengan kecepatan infus 0,1-1 mL/kg/jam. Pasien mengalami perbaikan kesadaran dalam
waktu 5 hari, tidak terdapat defisit neurologis, dan tidak terdapat efek samping pada pemberian NaCl 3%. Salin hipertonik efektif dan aman
sebagai pengganti manitol dalam mengatasi edema serebri pada anak. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan konsentrasi
dan osmolaritas salin hipertonik yang paling aman dan efektif dalam menurunkan TIK pada anak, dosis dan cara pemberian yang tepat.
Kata kunci: salin hipertonik, manitol, edema serebri, anak
ABSTRACT
Mannitol can reduce intracranial pressure, but it has osmotic diuretic effect that may leads to decrease cerebral perfusion pressure. On the contrary, hypertonic saline can effectively reduce intracranial pressure, maintain cerebral perfusion pressure, give benefit in fluid rescucitation, with
less side effects. Unfortunately, the osmolarity, dose, and administration route of hypertonic saline have not been determined. We reported a 4
years old boy with cerebral edema due to septic encephalopathy. Diagnosis was made based on clinical manifestations. Head CT-scan showed
subdural hemorrhage at left frontotemporoparietal region, cerebral contusion at left frontal lobe, subfalcine hernia, and left frontal bone fracture (patient had fallen from approximately 1 meter height 1 month ago). Three percents saline was given to reduce cerebral edema with dose
of 3 mL/kg per 8 hours and infusion rate at 0.1-1 mL/kg/hour. Consciousness was improved within 5 days and the hemodynamic was stable.
We found no neurological deficit or adverse effects of hypertonic saline were detected. We conclude that hypertonic saline is effective and safe
as alternative therapy for mannitol in reducing cerebral edema in children. Further studies are required to determine the most effective and
the safest concentration of hypertonic saline to reduce intracranial pressure, dose, and administration in children. Ivena Susanti, RA Setyo
Handryastuti. Comparison between Hypertonic Saline and Mannitol for Cerebral Edema in Children.
Key words: hypertonic saline, mannitol, cerebral edema, children
PENDAHULUAN
Edema serebri merupakan kegawatan yang
harus segera diatasi karena menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial
(TIK) sehingga mengakibatkan kerusakan
otak lebih lanjut. Edema serebri dapat
terjadi akibat cedera kepala traumatik dan
non-traumatik, misalnya pada kasus infeksi,
ketidakseimbangan metabolik, dan tumor. 1-3
Tata laksana peningkatan TIK meliputi terapi
non-invasif sampai tindakan operatif, yaitu
elevasi kepala, pemberian agen sedatif, tata
Alamat korespondensi
32
email: theresia.ivena@gmail.com
LAPORAN KASUS
nomor rekam medis 3704685, datang ke
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (IGD RSCM) dengan keluhan
sesak sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit
(SMRS). Enam hari SMRS, pasien mengalami
demam tinggi disertai batuk pilek, terdapat
bisul pada pipi kiri pasien, bisul membesar,
kemerahan dan pecah. Dua hari SMRS, demam
makin tinggi, pasien mengigau, dan lebih
banyak tidur. Sejak 12 jam SMRS, pasien tampak
sesak, demam menetap, tidak terdapat muntah
dan kejang. Pasien dibawa ke RS C diberi infus,
oksigen, dan obat-obatan yang disuntikkan.
Keluhan sesak tidak membaik dan pada foto
toraks didapatkan gambaran pneumotoraks
sehingga pasien dirujuk ke RSCM. Pada
saat dirawat di IGD RSCM, kesadaran pasien
menurun, tampak sesak, terdapat kejang umum
tonik-klonik selama 1 menit, pasien muntah
darah segar, terdapat perdarahan dari selang
nasogastrik dan buang air besar berwarna
hitam. Dari riwayat penyakit dahulu tidak
didapatkan riwayat demam lama, batuk lama,
kejang dengan atau tanpa demam, dan tidak
ada riwayat sakit berat sebelumnya, terdapat
riwayat trauma kepala 1 bulan SMRS (jatuh dari
tempat tidur ketinggian 1 meter, namun tidak
ada perdarahan dan pingsan). Pada riwayat
penyakit keluarga, tidak ada penyakit serupa
dan tidak terdapat kontak tuberkulosis.
MASALAH KLINIS
Edema serebri merupakan kegawatan yang
harus segera diatasi karena mengakibatkan
kerusakan otak lebih lanjut, herniasi, dan dapat
berakhir dengan kematian. Penurunan TIK
dapat diperoleh dengan berbagai cara, yang
terbanyak digunakan adalah agen hiperosmotik.
Salin hipertonik saat ini sering digunakan
dibandingkan manitol karena dianggap lebih
efektif.1-3 Hal di atas menimbulkan pertanyaan
klinis sebagai berikut: pada anak yang
mengalami edema serebri, apakah terapi salin
hipertonik dibandingkan manitol memberi
luaran yang lebih baik dalam hal efektivitas dan
keamanan?
METODE PENELUSURAN
Prosedur pencarian literatur untuk menjawab
masalah di atas adalah dengan menelusuri
pustaka secara online dengan menggunakan
instrumen pencari Pubmed, Highwire, dan
Google. Kata kunci yang digunakan adalah
hypertonic saline, mannitol, dan cerebral
edema. Batasan yang digunakan adalah
studi yang dilakukan pada manusia, publikasi
33
LAPORAN KASUS
kg selama 15 menit untuk mempertahankan
kadar Na serum 155-165 mEq/L, kelompok
III (n=20) mendapat manitol dan NaCl 3%,
apabila osmolaritas serum >325 mosmol/L
maka manitol dihentikan dan hanya diberi
NaCl 3% (kelompok IIIB). Apabila GCS subjek 8
maka terapi edema serebri dapat dihentikan.
Pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan
osmolaritas dan kadar natrium serum antara
ketiga kelompok. Durasi koma dan mortalitas
lebih rendah secara signifikan pada kelompok
II (88,642,5 jam) dan kelompok III (87,526,1
jam) dibandingkan kelompok I (12348,2 jam)
(p=0,004). Tidak terdapat perbedaan durasi
koma dan mortalitas pada pasien dengan
kadar natrium serum 150-160 mEq/L dan 160170 mEq/L. Asidosis hiperkloremik didapatkan
pada 4 pasien dari kelompok II dan III yang
mengalami perbaikan dengan terapi. Tidak
didapatkan mielinolisis sentral pontin, gagal
ginjal, gagal jantung, edema paru, dan
gangguan koagulasi. (Level of evidence 2a)
Sakellaridis, dkk8 melakukan uji klinis acak
tersamar desain menyilang terhadap 199
kejadian peningkatan TIK pada 29 pasien
cedera kepala berat (GCS 8), dengan
rentang usia 14-82 tahun. Tidak disebutkan
jumlah subjek yang tergolong usia anak.
Tujuan penelitian adalah membandingkan
efektivitas manitol 20% dan NaCl 15% dengan
beban osmotik yang sama. Manitol 20% 2
mL/kg yang diberikan per infus selama 20
menit atau NaCl 15% 0,42 mL/kg secara
bolus melalui vena sentral, diberikan secara
acak bergantian pada tiap peningkatan TIK
>20 mmHg. Intervensi dihentikan apabila
TIK turun <20 mmHg atau osmolaritas serum
mencapai 320 mOsm/L. Rerata penurunan
TIK dengan manitol 7,96 mmHg dan NaCl
15% 8,43 mmHg, tidak berbeda bermakna
(p=0,586). Rerata durasi efek manitol 3 jam
33 menit dan 4 jam 17 menit pada NaCl
15% (p=0,4). Berdasarkan analisis post-hoc,
untuk mendapatkan power penelitian 80%
dibutuhkan 680 pasang kejadian. Pada tiap
kelompok terdapat 1 pasien yang mengalami
efek samping hiperosmolaritas dan gangguan
elektrolit setelah pemberian manitol dan NaCl
15%. (Level of evidence 1b)
Battison, dkk9 melakukan uji klinis acak
terkontrol desain menyilang untuk menilai
efek manitol 20% dan NaCl 7,5%/dekstran 6%
dalam menurunkan TIK setelah cedera otak.
Sembilan pasien berusia 16 tahun dengan
34
LAPORAN KASUS
sering digunakan adalah manitol dan salin
hipertonik.1-3,13
Pada volume yang sama, manitol 25%
memberikan beban osmotik (1375 mOsm/L),
lebih besar dibandingkan salin hipertonik 3%
(1026 mOsm/L). Manitol merupakan diuretik
osmotik dengan rentang dosis 0,25-1 gram/kg
berat badan, diberikan secara bolus intermiten.
Manitol menurunkan tekanan intrakranial
melalui efek reologik, yaitu menurunkan
hematokrit dan viskositas darah, meningkatkan
aliran darah ke otak sehingga menurunkan
diameter vaskular otak sebagai hasil dari
autoregulasi. Efek reologi paling baik dicapai
dengan pemberian bolus cepat dibandingkan
infus kontinu. Efek puncak terjadi dalam
90 menit hingga 6 jam tergantung kondisi
klinis. Oleh karena efek diuretikum yang kuat,
reduksi volume intravaskular seringkali terjadi.
Efek samping pemberian manitol termasuk
nekrosis tubular akut, gagal ginjal, dan edema
serebri berulang (rebound). Risiko meningkat
pada osmolalitas >320 mOsm/L. Pada anak,
manitol dapat diberikan apabila kondisi
pasien euvolemia dan osmolaritas serum <320
mOsm/L. Efek samping manitol juga meningkat
apabila diberikan dalam periode yang lama,
misalnya infus kontinu atau dosis berulang
yang berlebihan. Rekomendasi pemberian
manitol adalah dengan bolus intermiten
dengan selang beberapa jam dan disertai
penggantian cairan untuk mempertahankan
kondisi euvolemia.1,2
Salin hipertonik memberikan tekanan osmotik
yang membawa air dari ruang interstisial
memasuki
kompartemen
intravaskular
sehingga menurunkan tekanan intrakranial.1-3
Arginin-vasopresin (AVP) yang disekresi sistem
hipotalamus-neurohipofisis, mempengaruhi
sel glia dengan meregulasi keseimbangan air
melalui permeabilitas astrositik dan berperan
dalam terjadinya edema serebri. Salin hipertonik
menurunkan sekresi AVP dalam mekanisme
yang belum diketahui.14,15 Koefisien salin
hipertonik terhadap sawar darah-otak lebih
tinggi (1,0) dibandingkan manitol (0,9), yang
artinya manitol tetap dapat menembus sawar
darah-otak yang intak.16 Pada studi Battison,
didapatkan penurunan TIK yang bermakna
pada kelompok yang mendapatkan salin
hipertonik, sama halnya pada studi Sakellaridis
meskipun perbedaannya tidak signifikan.8,9
Salin
hipertonik
meningkatkan
volume
35
LAPORAN KASUS
selama 6-7 jam.1,2,22 Waktu protrombin dan
tromboplastin parsial dapat memanjang dan
hambatan agregasi trombosit dapat terjadi
pada pemberian infus kontinu atau pemberian
salin hipertonik dalam jumlah besar. Satu kasus
hypernatraemic haemorrhagic encephalopathy
(HHE) dilaporkan tahun 1979, pada anak
berusia 12 tahun dengan ketoasidosis
diabetikum yang diberikan salin hipertonik
5%, kadar sodium serum meningkat dari 135
menjadi 172 mmol/L.23 Hipokalemia dapat
terjadi akibat reabsorpsi natrium pada tubulus
distal ditukar dengan ion kalium sehingga
sejumlah besar kalium diekskresi lewat urin.
Asidosis hiperkloremik merupakan kondisi
klinis terjadinya peningkatan klorida serum
menyebabkan pergeseran buffer bikarbonat
menyebabkan asidosis. Pemberian buffer
asetat dapat mencegah asidosis metabolik.1,24
Asidosis hiperkloremik dilaporkan pada studi
Yildizdas.7 Pada studi lainnya tidak didapatkan
efek samping.
Pada kasus ini, pasien mengalami penurunan
kesadaran akibat ensefalopati sepsis.
Pemasangan ventilator dan pemberian
sedasi merupakan bagian dari tata laksana
peningkatan TIK. Agen hiperosmotik yang
dipilih adalah NaCl 3% karena terdapat
hiponatremia ringan pada pasien dan
hemodinamik pasien yang tidak stabil dengan
adanya syok berulang. Pasien mendapatkan
NaCl 3% melalui akses vena dengan dosis 3
mL/kg/kali setiap 8 jam dan kecepatan 0,1
mL/kg/jam. Dosis yang diberikan sedikit lebih
tinggi dari penelitian Upadhyay6, kecepatan
infus sesuai dengan rentang yang disarankan
pada penelitian Yildizdas7. Target natrium yang
ingin dicapai pada pasien adalah 145 mEq/L,
lebih rendah dari target natrium serum yang
direkomendasikan Yildizdas.7 Tidak dilakukan
pengukuran TIK, namun pemantauan tanda
DAFTAR PUSTAKA
1.
Knapp JM. Hyperosmolar therapy in the treatment of severe head injury in children: Mannitol and hypertonic saline. AACN Clin Issues. 2005;16(2):199-211.
2.
Himmelseher S. Hypertonic saline solutions for treatment of intracranial hypertension. Curr Opin Anaesthesiol. 2007;20(5):414-26.
3.
Mortimer DS, Jancik J. Administering hypertonic saline to patients with severe traumatic brain injury. J Neuro Nurs. 2006;38(3):142-6.
4.
Wolfsdorf J, Craig ME, Daneman D, Dunger D, Edge J, Lee W, et al. ISPAD clinical practice consensus guidelines 2009 compendium: Diabetic ketoacidosis in children and adolescents with
5.
Oxford Centre of Evidence-based Medicine. Oxford Centre of Evidence-based Medicine Levels of Evidence [Internet]. [Cited 2012 Jul 20]. Available from: http://www.cebm.net/index.
Upadhyay P, Tripathi N, Singh RP, Sachan D. Role of hypertonic saline and mannitol in the management of raised intracranial pressure in children: A randomized comparative study. J
Pediatr Neurosci. 2010;5(1):18-21.
7.
Yildizdas D, Altunbasak S, Celik U, Herguner O. Hypertonic saline treatment in children with cerebral edema. Indian Pediatr. 2006;43(9):771-9.
8.
Sakellaridis N, Pavlou E, Karatzas S, Chroni D, Vlachos K, Chatzopoulos K, et al. Comparison of mannitol and hypertonic saline in the treatment of severe brain injuries. J Neurosurg.
9.
Battison C, Andrews PJ, Graham C, Petty T. Randomized, controlled trial on the effect of a 20% mannitol solution and a 7,5% saline/6% dextran solution on increased intracranial pressure
2011;114(2):545-8.
36