Tuberkulosis Tulang
Tuberkulosis Tulang
OLEH :
Luh Ratna Oka Rastini
H1A 010 059
PEMBIMBING :
dr. H. Hasan Amin, Sp.Rad
BAB I
PENDAHULUAN
pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang.
Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.2
Pemeriksaan radiologik toraks merupakan pemeriksaan yang sangat penting.
Kemajuan pesat selama dasawarsa terakhir dalam teknik pemeriksaan radiologic
toraks dan pengetahuan untuk menilai suatu rontgenogram toraks menyebabkan
pemeriksaan toraks dengan sinar rontgen ini suatu keharusan rutin. Pemeriksaan paru
tanpa pemeriksaan rontgen saat ini dianggap tidak lengkap. Suatu penyakit paru
belum dapat disingkirkan dengan pasti sebelum dilakukan pemeriksaan radiologic.
Selain itu, berbagai kelainan dini dalam paru juga sudah dapat dilihat dengan jelas
pada foto rontgen sebelum timbul gejala-gejala klinis.2
Tuberkulosis paru dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang luas. Hal ini
dapat dilihat dari pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran bermacam-macam yaitu bayangan berawan/nodular, kavitas, atau bayangan
bercak
milier
pada
parenkim
paru.
Gambaran
foto
toraks
juga
dapat
menginformasikan sejauh mana tuberkulosis telah merusak paru dan jaringan lain.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TUBERKULOSIS
A. DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium Tuberkulosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.1
B. ETIOLOGI
Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis, Mycobacterium
bovis, sangat jarang disebabkan oleh Mycobacterium avium. Mycobacterium
merupakan kuman batang tahan asam, yang dapat hidup selama berminggu-minggu
dalam keadaan kering, tapi mati dengan suhu 60C dalam cairan suspensi selama 1520 menit. Mycobacterium memiliki ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um.2
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (Lipid). Lipid inilah
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam sehinnga disebut bakteri tahan asam
(BTA). Kuman dapat tahan hidup pada keadaan kering maupun dingin, karena kuman
berada dlam keadaan dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali
dan menjadi aktif kembali.2
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyukai jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen
pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal
paru-paru merupakan tempat predileksi tuberkulosis.2
C. PERJALANAN PENYAKIT
1. Cara penularan
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau
bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak.3
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut.3
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.3
2. Risiko penularan
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Infeksi TB
dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.
Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberkulosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang
diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi
antara 1-3%.3
3. Risiko menjadi sakit TB
Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Dengan
ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000
terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap
tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.3
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi
yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan
luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi
infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan
akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah
orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat,
dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.3
Pasien TB yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan: 50% meninggal, 25%
akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi dan 25% menjadi
kasus kronis yang tetap menular.
D. PATOGENESIS
Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh
mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB
dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman
akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus
berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi
pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.3
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus
primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer
terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah
kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan
antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran
limfe yang meradang (limfangitis).3
dalam
koloni
yang
sempat
terbentuk
dan
kemudian
dibatasi
pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant.
Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi
untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus
SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB
9
ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya
meningitis, TB tulang, dan lain-lain.3
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah
besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini
dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang
disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah
terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB
yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi
karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB,
misalnya pada balita.3
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic
spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui
cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari
gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed).
Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang
secara histologi merupakan granuloma.
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan
menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk
dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak
dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi
secara berulang.3
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),
biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru
pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik.
Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau
meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis
endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat
10
terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat
bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya
terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi
sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan
dewasa muda.3
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi
TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak
terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi
5 25 tahun setelah infeksi primer.3
E. GEJALA3,4,5
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu
khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa
secara klinik.
A. Gejala sistemik/umum:
a. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
b. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
c. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
B. Gejala khusus:
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi,
suara nafas melemah yang disertai sesak.
b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
11
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di
atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam
tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat
terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa.
Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa
memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan 5 tahun
yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA
positif,
dilaporkan
30%
terinfeksi
berdasarkan
pemeriksaan
serologi/darah.
F. DIAGNOSIS1,2
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang
perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
12
prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang
datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang
tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung pada pasien remaja dan dewasa, serta skoring pada
pasien anak.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pasien TB tidak khas, tidak dapat membantu untuk
membedakan TB dengan penyakit paru lainnya. Tanda fisik tergantung pada
lokasi kelainan serta luasnya kelainan struktur paru. Dapat ditemukan tandatanda antara lain penarikan struktur sekitar, suara nafas bronkial, amforik,
ronki basah. Pada efusi pleura yang merupakan komplikasi dari TB dapat
didapatkan gerak nafas tertinggal, keredupan dan suara nafas menurun sampai
tidak terdengar (Alsagaff, Hood, et al. 2010).
3. Pemeriksaan dahak (bakteriologis)
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
o S (sewaktu)
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
o P(Pagi)
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
o S(sewaktu)
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi.
Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA
melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
13
Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan
sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak
dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.
Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru
tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
4. Foto toraks
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan
dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada
kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan
indikasi sebagai berikut:
o Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB
paru BTA positif.
o Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT (non fluoroquinolon).
o Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan
penanganan
khusus
(seperti:
pneumotorak,
pleuritis
14
75%, dan umur 612 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa
semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang
cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux
umumnya pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan
intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam
setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang
terjadi:
a) Pembengkakan (Indurasi) : 04mm, uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium Tuberkulosis.
b) Pembengkakan (Indurasi) : 59mm, uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium
atypikal atau pasca vaksinasi BCG.
c) Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium Tuberkulosis.
6. Diagnosis TB Ekstra Paru
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku
kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang
belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja
dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung
pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat
diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks,
dan lain-lain.
G. KLASIFIKASI
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien Tuberkulosis memerlukan suatu
definisi kasus yang meliputi empat hal , yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau
BTA negatif;
15
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
II.
16
positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
kelenjar adrenal.
TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
IV.
18
diagnosis pada penyakit TB tulang dapat dilakukan foto polos tulang dan CT-Scan
tulang.
Dekat diskus intervertebra atas atau bawah, disebut tipe marginal, yang sesuai
dengan tipe metafiseal pada tulang panjang.
19
Pada tipe marginal, lesi destruktif biasanya terdapat di bagian depan korpus vertebra
dan cepat merusak diskus. Proses dapat terjadi pada dua atau lebih vertebra yang
berdekatan. Karena bagian depan korpus vertebra paling banyak mengalami destruksi
disertai adanya kolaps, maka korpus vertebra akan berbentuk baji dan pada tempat
tersebut timbul gibbus.4
Abses paravertebral timbul cepat dan paling mudah dilihat di daerah torakal karena
adanya kontras paru-paru. Bila sudah lama akan timbul kalsifikasi pada abses. Tidak
terlihat adanya pembentukan tulang baru pada proses yang aktif.4
Bila pengobatan berhasil, tanda-tanda penyembuhan pada vertebra yang terkena dapat
dilihat dari:
Pada tipe sentral, abses timbul pada bagian tengah korpus vertebra dan diskus lambat
terkena proses. Bila lesi meluas ke tepi tulang maka proses selanjutnya adalah seperti
pada tipe marginal.
Pada tipe anterior, proses berlangsung di bawah periost dan meluas di bawah ligamen
longitudinal anterior. Kerusakan pada diskus terjadi lambat. 4
20
Salah satu tulang yang sering terkena tuberculosis adalah trokanter mayor, terutama
pada anak-anak dan dewasa muda. Lesi dapat bermula pada tulang atau bursa. Bila
lesi bermula pada bursa, maka erosi pada tulang kadang-kadang hanya superficial dan
akan sukar dilihat. Baik pada proses yang dimulai pada tulang maupun bursa, dapat
meluas ke sendi panggul. Gambaran radiologik tuberculosis pada trokanter mayor
sama dengan pada tulang panjang.3,4
d. Daktilis Tuberkulosis
Kelainan ini disebut juga spina ventosa (lesi pertama menjadi gambaran radiology
pada anak-anak), menghasilkan gambaran yang khas. Spina ventosa dalam arti kata
sebenarnya adalah tulang pendek yang dipompa dengan udara(a short bone inflated
with air) Tulang falangs yang terkena melebar karena ekspansi medulla. Biasanya
bisa dibedakan dari daktilis karena sifilis, dimana tulang melebar karena penebalan
tulang akibat pembentukan kortikal tulang baru.3,4
e. Artritis Tuberkulosis
Proses bisa bermula pada sinovium atau pada tulang.
a. Proses mulai pada sinovium
Pada stadium dini tanda-tanda tidak khas, yang tampak ialah:
Sendi tampak suram dan sela sendi agak melebar karena efusi intra-artikuler,
21
Sebaiknya dibuat foto sendi sebelahnya yang sehat untuk perbandingan. Kemudian,
hyperemia yang terjadi akan menyebabkan percepatan maturasi ujung akhir tulang
dan epifisis apabila infeksi ini terjadi pada anak-anak. Trabekula tulang menjadi
samar dan korteksnya menipis.3,4
Ujung akhir tulang terkena juga. Begitu juga seluruh artikular kortek akan menjadi
samar, local marginal atau erosi permukaan akan terlihat. Pada stadium lebih lanjut
timbul erosi pada tulang dekat sendi yang bersifat local atau luas. Puncaknya
kehilangan ruang sendi akan terjadi tapi ini tidak semenonjol seperti yang terjadi pada
pyogenik artritis. Kerusakan pada tulang rawan relatif lambat dibandingkan dengan
arthritis purulenta dan bila ini terjadi sela sendi akan menyempit.3,4
Kadang-kadang setengah dari sendi akan terinfeksi dan erosi tulang terlihat pada
permukaan tulang contigous. Fokus utama disini adalah tulang, sebuah kombinasi
tanda infeksi sinovial dan metafiseal dan focus destruksi epifiseal akan terjadi.3,4
b. Proses mulai pada tulang.
Pada proses yang bermula pada tulang gambaran radiologiknya adalah kombinasi dari
proses tuberculosis pada metafisis-epifisis dan tanda-tanda infeksi sinovium.4
f. Koksitis Tuberkulosis
Sering pada anak-anak. Proses dapat dimulai di asetabulum, sinovium, epifisis femur,
metafisis femur, atau trokanter mayor. Kadang-kadang infeksi menyebar ke panggul
dari focus di dalam trochanter mayor atau ischium. Lesi pada panggul mempunyai
karakteristik dengan destruksi yang banyak tetapi suatu perubahan yang tidak wajar
sekarang jarang terlihat. Semua tingkat kehilangan tulang dari kaput dan colum femur
dapat ditemukan. Penemuan yang sering adalah gambaran tonjolan bernama birds
22
23
SPONDILITIS TUBERKULOSA
2.1 Definisi
Spondilitis tuberkulosa adalah infeksi tuberculosis ekstra pulmonal yang
bersifat kronis berupa infeksi granulamatosis disebabkan oleh kuman spesifik yaitu
Mycobacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra sehingga dapat
menyebabkan destruksi tulang, deformitas, dan paraplegia.6
2.2 Epidemiologi
Sekitar 1-2% dari semua kasus tuberkulosis menyebabkan penyakit Pott. Di
Belanda antara tahun 1993 dan 2001, TBC tulang dan sendi menyumbang 3,5% dari
semua kasus tuberkulosis (0.2-1.1% pada pasien asal Eropa dan 2,3-6,3% pada pasien
asal non-Eropa). Menurut WHO, Indonesia adalah Negara yang menduduki peringkat
ketiga dalam jumlah penderita TB setelah India dan Cina. Tuberkulosis (TB) adalah
penyebab utama kematian di seluruh dunia yang dapat dikaitkan dengan agen infeksi
tunggal. Lebih dari 40% kasus TB di seluruh dunia terjadi di bagian Selatan Asia
Timur. Di wilayah ini, diperkirakan 3 juta kasus baru TB setiap tahun. Diperkirakan
140.000 orang meninggal akibat TB setiap tahun atau setiap 4 menit ada satu
penderita yang meninggal di negara negara tersebut , dan setiap 2 detik terjadi
penularan. TB ekstraparu hanya terdapat 10% sampai 15% dari semua kasus TB. TB
skeletal terjadi 1% hingga 3% dari kasus TB ekstraparu dan biasanya melibatkan
tulang belakang. Dalam TB muskuloskeletal, infeksi paru aktif terlibat sekitar kurang
dari 50% kasus. Tulang belakang terlibat pada hingga 50% kasus TB
muskuloskeletal.1,2,5,6
Di Ujung Pandang insidens spondilitis tuberkulosa ditemukan sebanyak 70%
dan Sanmugasundarm juga menemukan presentase yang sama dari seluruh
tuberkulosis tulang dan sendi. Spondilitis tuberkulosa terutama ditemukan pada
kelompok 2-10 tahun dengan perbandingan yang hampir sama antara wanita dan pria.
TB tulang belakang, yang berperan dalam lebih dari setengah dari semua tuberculosis
tulang dan sendi, biasanya terjadi selama awal masa kanak-kanak.3,7
2.3 Etiologi
24
25
26
1.
2.
3.
4.
saraf sensoris.
27
Derajat II: terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita
membatasi
gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia.
Derajat IV: terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai
gangguan defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott
paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan
penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh
karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau akibat
kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi
jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi
oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh
pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi
tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat
terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler
vertebra.6,7,8
28
29
kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas,
klonus, hiper-refleksia dan refleks babinski bilateral (Hidalgo, 2006).
Pada stadium awal belum ditemukan deformitas tulang vertebra dan belum
terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap,
terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya
destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus,
termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia,
paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya
adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda
defisit neurologis seperti yang sudah disebutkan di atas (Craig, 2009).
Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri dan kekakuan di
daerah belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya
abses retrofaring. Harus diingat pada mulanya penekanan mulai dari bagian anterior
sehingga gejala klinis yang muncul terutama gangguan motorik. Gangguan sensorik
pada stadium awal jarang dijumpai kecuali bila bagian posterior tulang juga terlibat
(Wheeles, 2011).
2.6 Pemeriksaan Penunjang6,7
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pemeriksaan Laboratorium
Peningkatan laju endap darah (LED) dan mungkin disertai leukositosis,
tetapi hal ini tidak dapat digunakan untuk uji tapis. Newanda (2009)
melaporkan 144 anak dengan spondilitis tuberkulosis didapatkan 33%
ditemukan mikobakterium
Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
Pungsi lumbal., harus dilakukan dengan hati-hati, karena jarum dapat
menembus masuk abses dingin yang merambat ke daerah lumbal. Akan
30
spontan membeku.
Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein) pada 66 % dari 35 pasien spondilitis
sirkulasi.
Pemeriksaan dengan ELISA (Enzyme-Linked Immunoadsorbent Assay)
dilaporkan memiliki sensitivitas 60-80 % , tetapi pemeriksaan ini
menghasilkan negatif palsu pada pasien dengan alergi.Pada populasi
dengan endemis tuberkulosis,titer antibodi cenderung tinggi sehingga sulit
31
32
33
lebih sering ditemukan pada tulang-tulang axial. Setiap tumor primer dapat
bermetastase ke tulang, namun metastase yang paling sering adalah:
tulang.
Kalenjar adrenal: Secara dominan bersifat litik.
Deposit litik: gambaran utama berupa destruksi tulang dengan batas yang
tidak jelas dan dapat menyebabkan fraktur patologis. Reaksi periosteal lebih
berbeda
dengan
spondilitis
tuberkulosa
karena
ruang
diskusnya
tetap
Drugs
34
Kebanyakan individu mengalami resolus penuh dengan obat-obatan antituberkulosis yang memadai dan benar selama kurang lebih 6-9 bulan (Wheeless,
2001). Isoniazid dan Rifampin diberikan pada seluruh jangka waktu terapi. Obat
tambahan biasanya diberikan pada 2 bulan pertama yang biasanya dari golongan
lini
pertama
anti-tuberculosis
seperti
pyrazinamide,
ethambutol,
and
sekunder
Bed rest
Terapi pasien spondilitis tuberkulosa dapat pula berupa local rest pada turning
frame/plaster bed atau continous bed rest disertai dengan pemberian kemoterapi.
Tindakan ini biasanya dilakukan pada penyakit yang telah lanjut dan bila tidak
tersedia keterampilan dan fasilitas yang cukup untuk melakukan operasi radikal
spinal anterior, atau bila terdapat masalah teknik yang terlalu membahayakan.
Istirahat dapat dilakukan dengan memakai gips untuk melindungi tulang
belakangnya dalam posisi ekstensi terutama pada keadaan yang akut atau fase
aktif. Pemberian gips ini ditujukan untuk mencegah pergerakan dan mengurangi
kompresi dan deformitas lebih lanjut. Istirahat di tempat tidur dapat berlangsung
3-4 minggu, sehingga dicapai keadaan yang tenang dengan melihat tanda-tanda
klinis, radiologis dan laboratorium
Pada daerah servikal dapat diimobilisasi dengan jaket Minerva; pada daerah
vertebra torakal, torakolumbal dan lumbal atas diimobilisasi dengan body cast
jacket; sedangkan pada daerah lumbal bawah, lumbosakral dan sakral dilakukan
immobilisasi dengan body jacket atau korset dari gips yang disertai dengan fiksasi
salah satu sisi panggul. Lama immobilisasi berlangsung kurang lebih 6 bulan,
dimulai sejak penderita diperbolehkan berobat jalan. Terapi untuk Potts
35
paraplegia pada dasarnya juga sama yaitu immobilisasi di plaster shell dan
pemberian kemoterapi. Pada kondisi ini perawatan selama tirah baring untuk
mencegah timbulnya kontraktur pada kaki yang mengalami paralisa sangatlah
penting. Alat gerak bawah harus dalam posisi lutut sedikit fleksi dan kaki dalam
posisi netral. Dengan regimen seperti ini maka lebih dari 60% kasus paraplegia
akan membaik dalam beberapa bulan. Hal ini disebabkan oleh karena terjadinya
resorpsi cold abscess intraspinal yang menyebabkan dekompresi (Martin, 2010).
Seperti telah disebutkan diatas bahwa selama pengobatan penderita harus
menjalani kontrol secara berkala, dilakukan pemeriksaan klinis, radiologis dan
laboratoris. Bila tidak didapatkan kemajuan, maka perlu dipertimbangkan hal-hal
seperti adanya resistensi obat tuberkulostatika, jaringan kaseonekrotik dan
sekuester yang banyak, keadaan umum penderita yang jelek, gizi kurang serta
kontrol yang tidak teratur serta disiplin yang kurang
Terapi Operatif
Sebenarnya sebagian besar pasien dengan tuberkulosa tulang belakang
mengalami perbaikan dengan pemberian kemoterapi saja (Medical Research Council
1993). Intervensi operasi banyak bermanfaat untuk pasien yang mempunyai lesi
kompresif secara radiologis dan menyebabkan timbulnya kelainan neurologis. Setelah
tindakan operasi pasien biasanya beristirahat di tempat tidur selama 3-6
minggu.Tindakan operasi juga dilakukan bila setelah 3-4 minggu pemberian terapi
obat antituberkulosa dan tirah baring (terapi konservatif) dilakukan tetapi tidak
memberikan respon yang baik sehingga lesi spinal paling efektif diterapi dengan
operasi secara langsung dan tumpul untuk mengevakuasi pus tuberkulosa, mengambil
sekuester tuberkulosa serta tulang yang terinfeksi dan memfusikan segmen tulang
belakang yang terlibat. Selain indikasi diatas, operasi debridement dengan fusi dan
dekompresi juga diindikasikan bila:
1. Diagnosa yang meragukan hingga diperlukan untuk melakukan biopsi
2. Terdapat instabilitas setelah proses penyembuhan
3. Terdapat abses yang dapat dengan mudah didrainase
36
4. Untuk penyakit yang lanjut dengan kerusakan tulang yang nyata dan
mengancam atau kifosis berat saat ini
5. Penyakit yang rekuren
37
Foto Thoracolumbal9,10
Pemeriksaan radiologis merupakan suatu pencitraan yang ideal harus dapat
memberikan keterangan mengenai:
Jumlah vertebra yang terlibat, sudut kifosis yang terjadi
Seberapa jauh destruksi tulang telah terjadi, apakah hanya terbatas pada kolumna
anterior atau sudah mencapai kolumna posterior
Ada tidaknya keterlibatan jaringan lunak, termasuk pembentukan abses dan
sekuesterisasi diskus interverbralis
Ada tidaknya kompresi medula spinalis dan tingkat keseriusannya
Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru. Hal in sangat
diperlukan untuk menyingkirkan diagnosa banding penyakit yang lain
Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebra,
disertai penyempitan discus intervertebralis yang berada di antara korpus tersebut
dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral. Pada foto AP,
abses paravertebral di daerah servikal berbentuk sarang burung (birds net), di
daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses terlihat berbentuk
fusiform. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbul
kifosis.
38
pada tempat tersebut suatu fraktur patologis. Dengan demikian terjadi suatu fraktur
kompresi, sehingga bagian depan dari korpus vertebra itu adalah menjadi lebih tipis
daripada bagian belakangnya (korpus vertebra jadi berbentuk baji) dan tampaklah
suatu Gibbus pada tulang belakang itu.
Gambar 2.4 Seorang laki-laki dengan spondylitis tuberkulosa mengalami low back
pain (LBP) selama 5 bulan. Gambaran radiografi nteroposterior (A) dan lateral (B)
menunjukkan adanya destrukdi corpus vertebra lumbal ! dan II dengan hilangnya
39
discus intervertebralis. Destruksi corpus vertebra terletak pada bagian anterior corpus,
yang menyebabkan deformitas khas berupa gibbus. Terdapat sklerosis reaktif yang
merupakan ciri khas dari infeksi tuberkulosa
Gambar 2.5 Anak laki-laki berusia 5 tahun dengan infeksi tuberculosis pada vertebra
thoracalis. Gambaran radiografi lateral pada corpus vertebra thoracalis menunjukkan
destruksi total dari corpus vertebra thoracalis VI yang menyebabkan deformitas plana
pada vertebra. Diskus intervertebralis yang berdekatan tidak tervisualisasi dengan
baik. Terdapat pula destruksi dari corpus vertebra thoracalis VII bagian anterior dan
posterior sehingga menyebabkan deformitas gibbus
Gambar 2.7 Pria berusia 18 tahun dengan abses paraspinal tuberkulosa. Gambaran
radiografi thorax menunjukkan fusiform soft-tissue swelling (tanda panah) pada regio
thorax bawah yang menunjukkan adanya abses tuberkulosa paraspinal
Pemeriksaaan CT-scan
CT scan menggambarkan luasnya infeksi secara lebih akurat dan mendeteksi
lesi lebih dini dibandingkan foto polos. Pada suatu penelitian, didapatkan 25%
penderita memperlihatkan gambaran proses infeksi pada CT scan dan MRI. CT scan
secara efektif dapat melihat kalsifikasi pada abses jaringan lunak. Selain itu CT scan
dapat digunakan untuk memandu prosedur biopsi (Newanda, 2009).
Lesi terlihat osteolitik iregular, bermula pada korpus dan kemudian menyebar
sehingga vertebra kolaps dan terjadi herniasi diskus ke dalam vertebra yang hancur.
CT scan dapat menggambarkan keterlibatan elemen posterior bilateral akan berakibat
instabilitas tulang belakang sehingga tindakan operatif merupakan indikasi dan
41
Gambar 2.8 Pria berusia 42 tahun dengan infeksi tuberkulosa pada sacrum.
Unenhanced CT scan dari pelvis menunjukkan destruksi dari bagian anterior sacrum
dan abses tuberkulosa luas pada presacral (tanda panah putih). Terdapat pula
sequestrum (tanda panah hitam
42
Gambar 2.9 Pria berusia 45 tahun dengan tuberculosis yang melibatkan vertebra
thoracalis. A. Gambaran posterior dari whole-body CT scan menunjukkan
peningkatan uptake radionuclide pada vertebra thoracalis bagian tengah dan bawah.
B. Axial single-photon emission CT scan menunjukkan keterlibatan corpus vertebra
dan meluas sampai bagian posterior (tanda panah) yang tidak tampak pada foto polos
Gambar 2.10 Laki-laki berusia 43 tahun dengan tuberculosis spinal. Pada CT scan
dengan kontras abdomen menunjuuka destruksi litik pada bagian anterior dari corpus
vertebra lumal I (tanda panah hitam) dan pembentukan abses pada paraspinal terdekat
dan psoas kanan (tanda panah putih)
43
44
.
Gambar 2.13 Gambar 6, laki-laki usia 43 tahun dengan spinal tuberculosis.
Penyengatan kontras CT-scan abdomen menunjukkan destruksi litik dari bagian
anterior corpus vertebrae lumbal I (panah hitam) dan pembentukan abses di psoas
kanan dan paraspinal. Gambar 7, laki-laki 42 tahun dengan spondilitis tuberkulosa.
CT-scan tanpa penyengatan spina menunjukkan destruksi dan fragmentasi dari corpus
vertebrae lumbal I. Terdapat perluasan posterior dari abses intraosseus (panah) yang
menghasilkan gangguan ringan pada saccus thecal
45
DAFTAR PUSTAKA
1.
2. Alsagaff, Hood, et al. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Departmen Ilmu Penyakit Paru
Surabaya: FK UNAIR.
3. Burrill, Joshua et al. 2007. Tuberkulosis: A Radiologic Review. Available from http://intlradiographics.rsna.org/content/27/5/1255.full. Accessed on October 13rd, 2015..
4. Curry International Tuberkulosis Center. 2011. Basic Chest Radiology for The TB
Clinician.
Available
from
http://www.curryTBcenter.ucsf.edu/TBradiology/docs/TB_radiology_basic_presentati
on_slides.ppt. Accessed on October 13rd, 2015..
5. Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan
Pertama. Jakarta: Depkes RI.
6. Alfarisi. 2011. Patogenesis ,Patofisiologi , Stadium , dan Derajat Klasifikasi Spondilitis
Tuberkulosa. (Online), (http://doc- alfarisi.blogspot.com/2011/04/patogenesispatofisiologi-stadium-dan.html. Accessed October 13rd, 2015.
7.
Craig,
(Online),
Accessed
Heftiet
all.
2007.
Pediatric
Orthopedic
in
Practice.
(Online),
(http://books.google.co.id/books?id. Accessed October 13rd, 2015
Hidalgo.
2006.
Pott
Disease
(Tuberculous
Spondylitis).
(Online),
(http://www.emedicine.com/med/infecMEDICAL_TOPICS.htm Accessed October
13rd, 2015.
46