Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Konsep Pernikahan
dalam Islam dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima
kasih pada Bapak Hafiddudin selaku Dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam di PNJ
yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Konsep Pernikahan dalam Islam. Saya juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
1.1. Latar Belakang................................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah..........................................................................................................5
1.3. Tujuan.............................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................6
2.1. Pengertian Pernikahan....................................................................................................6
2.2. Anjuran Untuk Menikah.................................................................................................7
2.3. Tujuan Pernikahan..........................................................................................................8
2.3.1. Membentengi Martabat Manusia dari Perbuatan Kotor dan Keji............................9
2.3.2. Rumah Tangga Yang Islami.....................................................................................9
2.3.3. Karena Menikah itu Ibadah......................................................................................9
2.3.4. Mencari Keturunan Yang Shalih............................................................................10
2.4. Calon Pasangan Yang Ideal..........................................................................................10
2.4.1. Kafaah Menurut Konsep Islam.............................................................................10
2.4.2. Kriteria Memilih Calon Suami dan Istri Yang Salihah..........................................11
2.5. Proses Sebuah Pernikahan yang Berlandasakan Al-Quran dan As-Sunnah yang
Shahih...........................................................................................................................12
2.5.1. Mengenal calon pasangan hidup............................................................................12
2.5.2. Nazhar (Melihat Calon Pasangan Hidup)..............................................................13
2.5.3. Khithbah (peminangan).........................................................................................16
2.5.4. Akad Nikah............................................................................................................17
2.5.5. Walimatul urs........................................................................................................18
2.5.6. Setelah Akad..........................................................................................................18
2.6. Pernikahan yang Dilarang dalam Islam........................................................................20
2.6.1. Nikah Mutah.........................................................................................................20
2.6.2. Nikah Muhallil.......................................................................................................21
2.6.3. Pernikahan Silang ( Beda Agama )........................................................................21
2.6.4. Pernikahan Khadan................................................................................................22
2.7. Hikmah Pernikahan......................................................................................................22
2.7.1. Meninggikan Harkat dan Martabat Manusia.........................................................22
2

2.7.2. Memuliakan Kaum Wanita....................................................................................23


2.7.3. Cara untuk Melanjutkan Keturunan.......................................................................23
2.7.4. Wujud Kecintaan Allah SWT.................................................................................23
BAB III PENUTUP..................................................................................................................24
3.1. Kesimpulan...................................................................................................................24
3.2. Saran.............................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................25

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Konsep pernikahan pada umumnya hanya berkisar pada pernikahan Internasional
dan tradisional. Konsep nikah itu sendiri juga pastinya memilih tempat dan wedding
concept resepsi pernikahan yang tepat bukanlah hal yang mudah dilakukan.
Pernikahan menurut Islam adalah sebuah kontrak yang serius dan juga
moment yang sangat membahagiakan dalam kehidupan seseorang maka dianjurkan
untuk mengadakan sebuah pesta perayaan pernikahan dan membagi kebahagiaan itu
dengan orang lain. Seperti dengan para kerabat, teman-teman atau pun bagi mereka
yang kurang mampu. Dan pesta perayaan pernikahan juga sebagai rasa syukur kepada
Allah SWT atas segala nikmat yang telah Dia berikan kepada kita. Di samping itu
pernikahan-pernikahan juga memiliki fungsi lainnya yaitu mengumumkan kepada
khalayak ramai tentang pernikahan itu sendiri. Tidak ada cara lain yang lebih baik
untuk menghindari zina melainkan melalui pernikahan.
Rasulullah SAW mengajarkan kita bahwa sudah menjadi kewajiban seorang
muslim untuk menjawab undangan pernikahan dan bahkan Rasulullah SAW
menekankan untuk menghadiri undangan walimah. Maka para ulama berpendapat
bahwa seseorang boleh untuk tidak menghadiri pernikahan hanya dengan alasan-alasan
yang diperbolehkan menurut Islam. Salah satu alasan yang diperbolehkan itu adanya
musik. Adanya musik yang tidak Islam ketika berkumpul di saat pernikahan atau
seseorang masih harus menyesuaikan pekerjaan lainnya yang berhubungan dengan
agama yang jauh lebih penting.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana bentuk-bentuk pernikahan yang tidak sesuai dengan ajaran islam?
2. Bagaimana konsep pernikahan yang sesuai dengan ajaran agama islam?

1.3. Tujuan
Dalam penyusunan makalah ini penyusun memiliki beberapa tujuan, antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.

Untuk mengetahui pengertian pernikahan/nikah.


Untuk mengetahui kenapa Islam menganjurkan menikah.
Untuk mengetahui tujuan melaksanakan pernikahan.
Untuk mengetahui calon pasangan yang ideal menurut Islam.
Untuk mengetahui proses sebuah pernikahan yang berlandaskan Al-Qur`an dan

As-Sunnah yang shahih.


6. Untuk mengetahui pernikahan yang dilarang dalam Islam.
7. Kita dapat mengetahui tentang hikmah pernikahan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pernikahan
Pernikahan merupakan ikatan diantara dua insan yang mempunyai banyak
perbedaan, baik dari segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, cara berfikir (mental),
pendidikan dan lain hal. Dalam pandangan Islam, pernikahan merupakan ikatan yang
amat suci dimana dua insan yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui
agama, kerabat, dan masyarakat.
Aqad nikah dalam Islam berlangsung sangat sederhana, terdiri dari dua kalimat
"ijab dan qabul". Tapi dengan dua kalimat ini telah dapat menaikkan hubungan dua
makhluk Allah dari bumi yang rendah ke langit yang tinggi. Dengan dua kalimat ini
berubahlah kekotoran menjadi kesucian, maksiat menjadi ibadah, maupun dosa menjadi
amal sholeh. Aqad nikah bukan hanya perjanjian antara dua insan. Aqad nikah juga
merupakan perjanjian antara makhluk Allah dengan Al-Khaliq. Ketika dua tangan
diulurkan (antara wali nikah dengan mempelai pria), untuk mengucapkan kalimat baik
itu, diatasnya ada tangan Allah SWT, "Yadullahi fawqa aydihim". Begitu sakralnya
aqad nikah, sehingga Allah menyebutnya "Mitsaqon gholizho" atau perjanjian Allah
yang berat. Juga seperti perjanjian Allah dengan Bani Israil dan juga Perjanjian Allah
dengan para Nabi adalah perjanjian yang berat (Q.S Al-Ahzab : 7), Allah juga
menyebutkan aqad nikah antara dua orang anak manusia sebagai "Mitsaqon gholizho".
Karena janganlah pasangan suami istri dengan begitu mudahnya mengucapkan kata
cerai.
Allah SWT menegur suami-suami yang melanggar perjanjian, berbuat dzalim dan
merampas hak istrinya dengan firmannya: "Bagaimana kalian akan mengambilnya
kembali padahal kalian sudah berhubungan satu sama lain sebagai suami istri. Dan
para istri kalian sudah melakukan dengan kalian perjanjian yang berat "Mitsaqon
gholizho"." (Q.S An-Nisaa : 21). Aqad nikah dapat menjadi sunnah, wajib, makruh
ataupun haram, hal ini disebabkan karena:
1. Sunnah, untuk menikah bila yang bersangkutan :
a. Siap dan mampu menjalankan keinginan biologi,
b. Siap dan mampu melaksanakan tanggung jawab berumah tangga.
6

2. Wajib menikah, apabila yang bersangkutan mempunyai keinginan biologi


yang kuat, untuk menghindarkan dari hal-hal yang diharamkan untuk berbuat
maksiat, juga yang bersangkutan telah mampu dan siap menjalankan
tanggung jawab dalam rumah tangga. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S
An-Nur : 33.
3. Makruh, apabila yang bersangkutan tidak mempunyai kesanggupan
menyalurkan biologi, walo seseorang tersebut sanggup melaksanakan
tanggung jawab nafkah, dll. Atau sebaliknya dia mampu menyalurkan
biologi, tetapi tidak mampu bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban
dalam berumah tangga.
4. Haram menikah, apabila dia mempunyai penyakit kelamin yang akan
menular kepada pasangannya juga keturunannya. Sebaiknya sebelum
menikah memeriksakan kesehatan untuk memastikan dengan benar, bahwa
kita dalam keadaan benar-benar sehat. Apabila yang mengidap penyakit
berbahaya meneruskan pernikahannya, dia akan mendapat dosa karena
dengan sengaja menularkan penyakit kepada pasangannya.Bagi mereka yang
melaksanakan pernikahan dalam keadaan wajib dan sunnah, berarti dia telah
melaksanakan perjanjian yang berat. Apabila perjanjian itu dilanggar, Allah
akan mengutuknya. Apabila perjanjian itu dilaksanakan dengan tulus, kita
akan dimuliakan oleh Allah SWT, dan ditempatkan dalam lingkungan kasih
Allah.

2.2. Anjuran Untuk Menikah


Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang
yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka
dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.
(QS. An Nuur : 32)
Ayat di atas menganjurkan kepada umat Islam untuk menikah, dan Allah SWT
menegaskan bahwa menikah bukanlah sebagai penyebab sebuah kemiskinan. Menikah
adalah pembuka dari pintu-pintu rizki dan membaawa berkah dan rahmah dari Allah.
Dengan menikah, Allah akan menambah rizki dan karuniaNya terhadap hambanya yang
yakin terhadap Ayat-ayat Allah.

Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur'an dan
As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang
sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam
terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding
dengan separuh agama. Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata : "Telah bersabda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (yang artinya): "Barangsiapa menikah, maka
ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah
dalam memelihara yang separuhnya lagi". [Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim].
Sesungguhnya menikah itu bukanlah sesuatu yang menakutkan, hanya
memerlukan perhitungan cermat dan persiapan matang saja, agar tidak menimbulkan
penyesalan. Sebagai risalah yang symil (menyeluruh) dan kmil (sempurna), Islam
telah memberikan tuntunan tentang tujuan pernikahan yang harus dipahami oleh kaum
Muslim. Tujuannya adalah agar pernikahan itu berkah dan bernilai ibadah serta benarbenar memberikan ketenangan bagi suami-istri. Dengan itu akan terwujud keluarga
yang bahagia dan langgeng. Hal ini bisa diraih jika pernikahan itu dibangun atas dasar
pemahaman Islam yang benar.
Menikah hendaknya diniatkan untuk mengikuti sunnah Rasullullah saw,
melanjutkan keturunan, dan menjaga kehormatan. Menikah juga hendaknya ditujukan
sebagai sarana dakwah, meneguhkan iman, dan menjaga kehormatan. Pernikahan
merupakan sarana dakwah suami terhadap istri atau sebaliknya, juga dakwah terhadap
keluarga keduanya, karena pernikahan berarti pula mempertautkan hubungan dua
keluarga. Dengan begitu, jaringan persaudaraan dan kekerabatan pun semakin luas. Ini
berarti, sarana dakwah juga bertambah. Pada skala yang lebih luas, pernikahan islami
yang sukses tentu akan menjadi pilar penopang dan pengokoh perjuangan dakwah
Islam, sekaligus tempat bersemainya kader-kader perjuangan dakwah masa depan.

2.3. Tujuan Pernikahan


Tentang tujuan perkawinan dalam Islam, Islam juga memandang bahwa
pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan
yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan berdasarkan Islam yang
8

akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi
umat Islam.

2.3.1. Membentengi Martabat Manusia dari Perbuatan Kotor dan Keji

Sasaran utama dari disyari'atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya


ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang
telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam
memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk
memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari
kekacauan.

Rasulullah

shallallahu

'alaihi

wasallam

bersabda

(yang

artinya): "Wahai para pemuda! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan


untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan
lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka
hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya".
[Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Darimi, Ibnu
Jarud dan Baihaqi].
2.3.2. Rumah Tangga Yang Islami

Tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan
syari'at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga
berdasarkan syari'at Islam adalah WAJIB. Oleh karena itu setiap muslim dan
muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami. Rumah tangga yang
islami adalah rumah tangga yang berdasarkan kepada ajaran-ajaran agama Islam
secara total (kaffah).
2.3.3. Karena Menikah itu Ibadah

Sebagai seorang manusia yang sadar betul kehambaanya, manusia harus


mengabdi dan memberikan hidupnya hanya kepada Allah dan selalu
menghabiskan hari-harinya dengan ibadah kepada Allah semata. Dari sudut
pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan
amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain.

2.3.4. Mencari Keturunan Yang Shalih

Tujuan

perkawinan

di

antaranya

ialah

untuk

melestarikan

dan

mengembangkan bani Adam, Allah berfirman : "Allah telah menjadikan dari diridiri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu
itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka
mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat
Allah ?" [An-Nahl : 72].
Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar
memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang
berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.
Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan
pendidikan Islam yang benar. Kita sebutkan demikian karena banyak "Lembaga
Pendidikan Islam", tetapi isi dan caranya tidak Islami. Sehingga banyak kita lihat
anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq Islami, diakibatkan karena
pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami istri bertanggung jawab mendidik,
mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar.

2.4. Calon Pasangan Yang Ideal


1.
2.

Harus Kafaah
Shalihah

2.4.1. Kafaah Menurut Konsep Islam

Pengaruh materialisme telah banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit


zaman sekarang ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di dalam mencari
calon jodoh putra-putrinya, selalu mempertimbangkan keseimbangan kedudukan,
status sosial dan keturunan saja. Sementara pertimbangan agama kurang
mendapat perhatian. Masalah Kufu (sederajat, sepadan) hanya diukur lewat
materi saja.
Menurut Islam, Kafaah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam
perkawinan, dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan antara
kedua suami istri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga
yang Islami inysa Allah akan terwujud. Tetapi kafaah menurut Islam hanya
diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta ahlaq seseorang, bukan status sosial,
keturunan dan lain-lainnya. Allah memandang sama derajat seseorang baik itu
10

orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari
keduanya melainkan derajat taqwanya (Al-Hujuraat : 13). Artinya : Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (AlHujuraat : 13).
Dan mereka tetap sekufu dan tidak ada halangan bagi mereka untuk
menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan pemudi yang
masih berfaham materialis dan mempertahankan adat istiadat wajib mereka
meninggalkannya dan kembali kepada Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shahih.
Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam :Artinya :Wanita dikawini karena
empat hal : Karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan
karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (keIslamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan celaka. (Hadits
Shahi Riwayat Bukhari 6:123, Muslim 4:175).
2.4.2. Kriteria Memilih Calon Suami dan Istri Yang Salihah

1). Kriteria Calon Istri yang Shalihah


Beragama islam (muslimah). Ini adalah syarat yang utama dan pertama.

Memiliki akhlak yang baik. Wanita yang berakhlak baik insya Allah

akan mampu menjadi ibu dan istri yang baik.


Memiliki dasar pendidikan Islam yang baik. Wanita yang memiliki
dasar pendidikan Islam yang baik akan selalu berusaha untuk menjadi
wanita sholihah yang akan selalu dijaga oleh Allah SWT. Wanita
sholihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia.
Memiliki sifat penyayang. Wanita yang penuh rasa cinta akan memiliki
banyak sifat kebaikan.
Sehat secara fisik. Wanita yang sehat akan mampu memikul beban
rumah tangga dan menjalankan kewajiban sebagai istri dan ibu yang
baik.
Dianjurkan memiliki kemampuan melahirkan anak. Anak adalah
generasi penerus yang penting bagi masa depan umat. Oleh karena
itulah, Rasulullah SAW menganjurkan agar memilih wanita yang mampu
melahirkan banyak anak.
11

Sebaiknya memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda
yang belum pernah menikah. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara
keluarga yang baru terbentuk dari permasalahan lain.

2). Kriteria Calon Suami yang Shalihah


Beragama Islam (muslim). Suami adalah pembimbing istri dan keluarga
untuk dapat selamat di dunia dan akhirat, sehingga syarat ini mutlak
diharuskan.
Memiliki akhlak yang baik. Laki-laki yang berakhlak baik akan mampu
membimbing keluarganya ke jalan yang diridhoi Allah SWT.
Sholih dan taat beribadah. Seorang suami adalah teladan dalam keluarga,
sehingga tindak tanduknya akan menular pada istri dan anak-anaknya.
Memiliki ilmu agama Islam yang baik. Seorang suami yang memiliki
ilmu Islam yang baik akan menyadari tanggung jawabnya pada keluarga,
mengetahui cara memperlakukan istri, mendidik anak, menegakkan
kemuliaan, dan menjamin kebutuhan-kebutuhan rumah tangga secara
halal dan baik.

2.5. Proses Sebuah Pernikahan yang Berlandasakan Al-Quran dan AsSunnah yang Shahih.
2.5.1. Mengenal calon pasangan hidup

Sebelum seorang lelaki memutuskan untuk menikahi seorang wanita,


tentunya ia harus mengenal terlebih dahulu siapa wanita yang hendak
dinikahinya, begitu pula sebaliknya si wanita tahu siapa lelaki yang berhasrat
menikahinya.
Adapun mengenali calon pasangan hidup di sini maksudnya adalah
mengetahui siapa namanya, asalnya, keturunannya, keluarganya, akhlaknya,
agamanya dan informasi lain yang memang dibutuhkan. Ini bisa ditempuh dengan
mencari informasi dari pihak ketiga, baik dari kerabat si lelaki atau si wanita
ataupun dari orang lain yang mengenali si lelaki/si wanita.
Yang perlu menjadi perhatian, hendaknya hal-hal yang bisa menjatuhkan
kepada fitnah (godaan setan) dihindari kedua belah pihak seperti bermudahmudahan melakukan hubungan telepon, sms, surat-menyurat, dengan alasan ingin
taaruf (kenal-mengenal) dengan calon suami/istri. Jangankan baru taaruf, yang
sudah resmi meminang pun harus menjaga dirinya dari fitnah. Karenanya, ketika
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan hafizhahullah ditanya tentang
12

pembicaraan melalui telepon antara seorang pria dengan seorang wanita yang
telah dipinangnya, beliau menjawab, Tidak apa-apa seorang laki-laki berbicara
lewat telepon dengan wanita yang telah dipinangnya, bila memang pinangannya
telah diterima dan pembicaraan yang dilakukan dalam rangka mencari
pemahaman sebatas kebutuhan yang ada, tanpa adanya fitnah. Namun bila hal itu
dilakukan lewat perantara wali si wanita maka lebih baik lagi dan lebih jauh dari
keraguan/fitnah. Adapun pembicaraan yang biasa dilakukan laki-laki dengan
wanita, antara pemuda dan pemudi, padahal belum berlangsung pelamaran di
antara mereka, namun tujuannya untuk saling mengenal, sebagaimana yang
mereka istilahkan, maka ini mungkar, haram, bisa mengarah kepada fitnah serta
menjerumuskan kepada perbuatan keji. Allah Subhanahu wa Taala berfirman:






Artinya:Maka janganlah kalian tunduk (lembut mendayu-dayu) dalam
berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang di hatinya ada penyakit
dan ucapkanlah ucapan yang maruf. (Al-Ahzab: 32)

2.5.2. Nazhar (Melihat Calon Pasangan Hidup)

Seorang wanita pernah datang kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa


sallam untuk menghibahkan dirinya. Si wanita berkata:

.




Artinya: Wahai Rasulullah! Aku datang untuk menghibahkan diriku
kepadamu. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pun melihat ke arah
wanita tersebut. Beliau mengangkat dan menurunkan pandangannya kepada si
wanita. Kemudian beliau menundukkan kepalanya. (HR. Al-Bukhari no. 5087
dan Muslim no. 3472)

13

Hadits ini menunjukkan bila seorang lelaki ingin menikahi seorang wanita
maka dituntunkan baginya untuk terlebih dahulu melihat calonnya tersebut dan
mengamatinya. (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 9/215-216)
Oleh karena itu, ketika seorang sahabat ingin menikahi wanita Anshar,
Rasulullah

Shallallahu

alaihi

wa

sallam

menasihatinya:



Artinya:Lihatlah wanita tersebut, karena pada mata orang-orang Anshar
ada sesuatu. Yang beliau maksudkan adalah mata mereka kecil. (HR. Muslim
no. 3470 dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu)

Demikian pula ketika Al-Mughirah bin Syubah radhiyallahu anhu


meminang seorang wanita, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bertanya
kepadanya, Apakah engkau telah melihat wanita yang kau pinang tersebut?
Belum, jawab Al-Mughirah. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:


Artinya:Lihatlah wanita tersebut, karena dengan seperti itu akan lebih
pantas untuk melanggengkan hubungan di antara kalian berdua (kelak). (HR.
An-Nasa`i no. 3235, At-Tirmidzi no.1087. Dishahihkan Al-Imam Al-Albani
rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 96)

Al-Imam Al-Baghawi rahimahullahu berkata, Dalam sabda Rasulullah


Shallallahu alaihi wa sallam kepada Al-Mughirah radhiyallahu anhu: Apakah
engkau telah melihat wanita yang kau pinang tersebut? ada dalil bahwa sunnah
hukumnya ia melihat si wanita sebelum khitbah (pelamaran), sehingga tidak
memberatkan si wanita bila ternyata ia membatalkan khitbahnya karena setelah
nazhar ternyata ia tidak menyenangi si wanita. (Syarhus Sunnah 9/18)
Bila nazhar dilakukan setelah khitbah, bisa jadi dengan khitbah tersebut si
wanita merasa si lelaki pasti akan menikahinya. Padahal mungkin ketika si lelaki
14

melihatnya ternyata tidak menarik hatinya lalu membatalkan lamarannya, hingga


akhirnya si wanita kecewa dan sakit hati. (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim,
9/214).
Sahabat Muhammad bin Maslamah radhiyallahu anhu berkata, Aku
meminang seorang wanita, maka aku bersembunyi untuk mengintainya hingga
aku dapat melihatnya di sebuah pohon kurmanya. Maka ada yang bertanya
kepada Muhammad, Apakah engkau melakukan hal seperti ini padahal engkau
adalah sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam? Kata Muhammad,
Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:



Artinya:Apabila Allah melemparkan di hati seorang lelaki (niat) untuk
meminang seorang wanita maka tidak apa-apa baginya melihat wanita
tersebut. (HR. Ibnu Majah no. 1864, dishahihkan Al-Imam Al-Albani
rahimahullahu dalam Shahih Ibni Majah dan Ash-Shahihah no. 98)
Al-Imam Al-Albani rahimahullahu berkata, Boleh melihat wanita yang
ingin dinikahi walaupun si wanita tidak mengetahuinya ataupun tidak
menyadarinya. Dalil dari hal ini sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam:





Artinya: Apabila seorang dari kalian ingin meminang seorang wanita, maka
tidak ada dosa baginya melihat si wanita apabila memang tujuan melihatnya
untuk meminangnya, walaupun si wanita tidak mengetahui (bahwa dirinya
sedang dilihat). (HR. Ath-Thahawi, Ahmad 5/424 dan Ath-Thabarani dalam AlMujamul Ausath 1/52/1/898, dengan sanad yang shahih, lihat Ash-Shahihah
1/200)

15

Pembolehan melihat wanita yang hendak dilamar walaupun tanpa sepengetahuan


dan tanpa seizinnya ini merupakan pendapat yang dipegangi jumhur ulama.
Adapun

Al-Imam

Malik

rahimahullahu

dalam

satu

riwayat

darinya

menyatakan, Aku tidak menyukai bila si wanita dilihat dalam keadaan ia tidak
tahu karena khawatir pandangan kepada si wanita terarah kepada aurat. Dan
dinukilkan dari sekelompok ahlul ilmi bahwasanya tidak boleh melihat wanita
yang dipinang sebelum dilangsungkannya akad karena si wanita masih belum jadi
istrinya. (Al-Hawil Kabir 9/35, Syarhul Maanil Atsar 2/372, Al-Minhaj Syarhu
Shahih Muslim 9/214, Fathul Bari 9/158)

2.5.3. Khithbah (peminangan)

Seorang lelaki yang telah berketetapan hati untuk menikahi seorang wanita,
hendaknya meminang wanita tersebut kepada walinya. Apabila seorang lelaki
mengetahui wanita yang hendak dipinangnya telah terlebih dahulu dipinang oleh
lelaki lain dan pinangan itu diterima, maka haram baginya meminang wanita
tersebut. Karena Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda:


Artinya:Tidak boleh seseorang meminang wanita yang telah dipinang oleh
saudaranya hingga saudaranya itu menikahi si wanita atau meninggalkannya
(membatalkan pinangannya). (HR. Al-Bukhari no. 5144)
Dalam riwayat Muslim (no. 3449) disebutkan:


Artinya:Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin yang lain. Maka
tidaklah halal baginya menawar barang yang telah dibeli oleh saudaranya dan

16

tidak halal pula baginya meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya
hingga saudaranya meninggalkan pinangannya (membatalkan).
Perkara ini merugikan peminang yang pertama, di mana bisa jadi pihak
wanita meminta pembatalan pinangannya disebabkan si wanita lebih menyukai
peminang kedua. Akibatnya, terjadi permusuhan di antara sesama muslim dan
pelanggaran hak. Bila peminang pertama ternyata ditolak atau peminang pertama
mengizinkan peminang kedua untuk melamar si wanita, atau peminang pertama
membatalkan pinangannya maka boleh bagi peminang kedua untuk maju. (AlMulakhkhash Al-Fiqhi, 2/282)
Setelah pinangan diterima tentunya ada kelanjutan pembicaraan, kapan
akad nikad akan dilangsungkan. Namun tidak berarti setelah peminangan
tersebut, si lelaki bebas berduaan dan berhubungan dengan si wanita. Karena
selama belum akad keduanya tetap ajnabi, sehingga janganlah seorang muslim
bermudah-mudahan dalam hal ini. (Fiqhun Nisa fil Khithbah waz Zawaj, hal. 28)

2.5.4. Akad Nikah

Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang
melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul.
Ijab adalah penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah
penerimaan dari pihak kedua. Ijab dari pihak wali si perempuan dengan
ucapannya, misalnya: Saya nikahkan anak saya yang bernama si A kepadamu
dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.
Qabul adalah penerimaan dari pihak suami dengan ucapannya, misalnya:
Saya terima nikahnya anak Bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah kitab
Riyadhus Shalih. Sebelum dilangsungkannya akad nikah, disunnahkan untuk
menyampaikan khutbah yang dikenal dengan khutbatun nikah atau khutbatul
hajah. Lafadznya sebagai berikut:








.

.

17

(102 :)




(1 : ).


.
.
(71-70 :)
2.5.5. Walimatul urs

Melangsungkan walimah urs hukumnya sunnah menurut sebagian besar


ahlul ilmi, menyelisihi pendapat sebagian mereka yang mengatakan wajib, karena
adanya perintah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam kepada Abdurrahman
bin Auf radhiyallahu anhu ketika mengabarkan kepada beliau bahwa dirinya
telah menikah:


Artinya:Selenggarakanlah walimah walaupun dengan hanya menyembelih
seekor kambing4. (HR. Al-Bukhari no. 5167 dan Muslim no. 3475)
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sendiri menyelenggarakan
walimah ketika menikahi istri-istrinya seperti dalam hadits Anas radhiyallahu
anhu disebutkan:



Artinya:Tidaklah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menyelenggarakan
walimah ketika menikahi istri-istrinya dengan sesuatu yang seperti beliau
lakukan ketika walimah dengan Zainab. Beliau menyembelih kambing untuk
acara walimahnya dengan Zainab. (HR. Al-Bukhari no. 5168 dan Muslim no.
3489)
2.5.6. Setelah Akad

18

Ketika mempelai lelaki telah resmi menjadi suami mempelai wanita, lalu ia
ingin masuk menemui istrinya maka disenangi baginya untuk melakukan
beberapa perkara berikut ini:
Pertama: Bersiwak terlebih dahulu untuk membersihkan mulutnya karena
dikhawatirkan tercium aroma yang tidak sedap dari mulutnya. Demikian pula si
istri, hendaknya melakukan yang sama. Hal ini lebih mendorong kepada
kelanggengan hubungan dan kedekatan di antara keduanya. Didapatkan dari
perbuatan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersiwak bila hendak
masuk rumah menemui istrinya, sebagaimana berita dari Aisyah radhiyallahu
anha (HR. Muslim no. 590).
Kedua: Disenangi baginya untuk menyerahkan mahar bagi istrinya
sebagaimana akan disebutkan dalam masalah mahar dari hadits Ibnu Abbas
radhiyallahu anhuma.
Ketiga: Berlaku lemah lembut kepada istrinya, dengan semisal memberinya
segelas minuman ataupun yang semisalnya berdasarkan hadits Asma` bintu Yazid
bin As-Sakan radhiyallahu anha, ia berkata, Aku mendandani Aisyah
radhiyallahu anha untuk dipertemukan dengan suaminya, Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam. Setelah selesai aku memanggil Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam untuk melihat Aisyah. Beliau pun datang dan duduk di samping
Aisyah. Lalu didatangkan kepada beliau segelas susu. Beliau minum darinya
kemudian memberikannya kepada Aisyah yang menunduk malu. Asma` pun
menegur Aisyah, Ambillah gelas itu dari tangan Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam. Aisyah pun mengambilnya dan meminum sedikit dari susu tersebut.
(HR. Ahmad, 6/438, 452, 458 secara panjang dan secara ringkas dengan dua
sanad yang saling menguatkan, lihat Adabuz Zafaf, hal. 20)
Keempat: Meletakkan tangannya di atas bagian depan kepala istrinya
(ubun-ubunnya) sembari mendoakannya, dengan dalil sabda Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam:



:

19

Artinya:Apabila salah seorang dari kalian menikahi seorang wanita atau


membeli seorang budak maka hendaklah ia memegang ubun-ubunnya, menyebut
nama Allah Subhanahu wa Taala, mendoakan keberkahan dan mengatakan: Ya
Allah, aku meminta kepada-Mu dari kebaikannya dan kebaikan apa yang Engkau
ciptakan/tabiatkan dia di atasnya dan aku berlindung kepada-Mu dari
kejelekannya dan kejelekan apa yang Engkau ciptakan/tabiatkan dia di
atasnya. (HR. Abu Dawud no. 2160, dihasankan Al-Imam Al-Albani
rahimahullahu dalam Shahih Sunan Abi Dawud)
Kelima: Ahlul ilmi ada yang memandang setelah dia bertemu dan
mendoakan istrinya disenangi baginya untuk shalat dua rakaat bersamanya. Hal
ini dinukilkan dari atsar Abu Said maula Abu Usaid Malik bin Rabiah AlAnshari. Ia berkata: Aku menikah dalam keadaan aku berstatus budak. Aku
mengundang sejumlah sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, di antara
mereka ada Ibnu Masud, Abu Dzar, dan Hudzaifah radhiyallahu anhum. Lalu
ditegakkan shalat, majulah Abu Dzar untuk mengimami. Namun orang-orang
menyuruhku agar aku yang maju. Ketika aku menanyakan mengapa demikian,
mereka menjawab memang seharusnya demikian. Aku pun maju mengimami
mereka dalam keadaan aku berstatus budak. Mereka mengajariku dan
mengatakan, Bila engkau masuk menemui istrimu, shalatlah dua rakaat.
Kemudian mintalah kepada Allah Subhanahu wa Taala dari kebaikannya dan
berlindunglah dari kejelekannya. Seterusnya, urusanmu dengan istrimu.
(Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, demikian pula
Abdurrazzaq. Al-Imam Al-Albani rahimahullahu berkata dalam Adabuz Zafaf hal.
23, Sanadnya shahih sampai ke Abu Said).

2.6. Pernikahan yang Dilarang dalam Islam


Islam melarang beberapa bentuk pernikahan, Insya Allah penulis akan
menyampaikan beberapa pernikahan yang dilarang dalam ajaran agama Islam :
2.6.1. Nikah Mutah

20

Yang dimaksud dengan nikah mutah adalah nikah yang diniatkan hanya
untuk bersenag-bersenang dan hanya untuk jangka waktu tertentu saja, mungkin
dapat diistilahkan dengan ungkapan nikah kontrak.
Pada awalnya nikah ini diperbolehkan oleh Rasulullah SAW, karena pada
saat itu kaum muslimin sedang mengalami peperangan yang berkepanjangan dan
jauh dari isteri mereka, pertimbangannya agar kaum muslimin yang berada di
medan peperangan terhindar dari bahaya dan kehinaan zina.
Setelah itu Rasulullah SAW melarang pernikahan jenis ini, karena
dikhawatirkan terdapat unsure pelecehan terhadap wanita, dan tidak sesuai
dengan tujuan pernikahan itu sendiri.
2.6.2. Nikah Muhallil

Nikah Muhallil adalah pernikahan yang dilakukan seseorang laki-laki


terhadap perempuan yang telah di talak tiga, dengan maksud agar mantan
suaminya yang mentalak isterinya tadi dapat menikahinya lagi.
Nikah seperti ini dilarang oleh agama, bahkan dilaknak oleh Rasulullah
SAW. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda : Dari Ibnu Masud ia
berkata : Rasulullah SAW mengutuk laki-laki yang Muhallil dan Muhallal Lahu
(HR.Tarmidzi dan Nasai).

2.6.3. Pernikahan Silang ( Beda Agama )

Pernikahan silang adalah pernikahan lintas agama atau pernikahan antara


laki-laki dan perempuan yang berbeda keyakinan dan berbeda agama. Dan Islam
melarang pernikahan silang ini seperti yang disebutkan dalam firman Allah Dan
janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang
musyrik

(dengan

wanita-wanita

mukmin)

sebelum

mereka

beriman.

Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia
menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga
dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah21

perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.(QS. Al


Baqarah : 221)
2.6.4. Pernikahan Khadan

Khadan mempunyai arti gundik atau piaraan, baik laki-laki yang


menjadikan perempuan sebagai gundiknya atau sebaliknya. Pernikahan Khadan
merupakan tradisi jahiliyah dan di dunia modern istilah khadan berganti dengan
istilah kumpul kebo. Pernikahan atau cara yang seperti ini dilarang oleh agama
dan melecehkan nilai-nilai dari rumah tangga yang sacral dan suci.

2.7. Hikmah Pernikahan


Keluarga dalam Islam adalah perintah agama yang berusaha untuk diwujudkan
oleh setiap manusia beriman. Ia juga kesempurnaan akhlak manusia yang dicoba-raih
oleh setiap pribadi. Pernikahan mengandung beberapa hikmah yang memesona dan
sejumlah tujuan luhur.
Seorang manusialaki-laki maupun perempuanpasti bisa merasakan cinta dan
kasih sayang dan ingin mengenyam ketenangan jiwa dan kestabilan emosi. Allah
S.W.T. berfirman,
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.
Pun seseoranglaki-laki maupun perempuandalam naungan keluarga akan
menikmati perasaan memiliki kehormatan diri dan kesucian dan mengenyam keluhuran
budi pekerti. Rasulullah S.A.W. bersabda,
Wahai para pemuda, kalau ada di antara kalian yang sudah mampu menikah,
segeralah menikah. Sebab, pernikahan bisa menahan penglihatan dan menjaga
kemaluan. Tapi, kalau ada yang belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa. Sebab,
puasa adalah peredam gejolak syahwat.
2.7.1. Meninggikan Harkat dan Martabat Manusia.

Lihatlah bagaimana kehidupan manusia yang secara bebas mengumbar


nafsu biologisnya tanpa melalui bingkai halal sebuah pernikahan, maka martabat
dan harga diri mereka sama liarnya dengan nafsu yang tidak bisa mereka
22

jinakkan. Menikah menjadikan harkat dan martabat manusia-manusia yang


menjalaninya menjadi lebih mulia dan terhormat. Manusia secara jelas akan
berbeda dengan binatang apabila ia mampu menjaga hawa nafsunya melalui
pernikahan.
2.7.2. Memuliakan Kaum Wanita.

Banyak wanita-wanita yang pada akhirnya terjerumus pada kehidupan


hitam hanya karena diawali oleh kegagalan menikah dengan orang-orang yang
menyakiti kehidupan mereka. Menikah dapat memuliakan kaum wanita. Mereka
akan ditempatkan sebagai ratu dan permaisuri dalam keluarganya.
2.7.3. Cara untuk Melanjutkan Keturunan.

Salah satu tujuan menikah adalah meneruskan keturunan. Pasangan yang


shaleh diharapkan mampu melanjutkan keturunan yang shaleh pula. Dari anakanak yang shaleh ini akan tercipta sebuah keluarga shaleh, selanjutnya menjadi
awal bagi terbentuknya kelompok-kelompok masyarkat yang shaleh sebagai cikal
bakal kebangkitan Islam di masa mendatang.

2.7.4. Wujud Kecintaan Allah SWT.

Inilah bukti kecintaan Allah terhadap mahkluk-Nya. Dia memberikan cara


kepada mahkluk-Nya untuk dapat memenuhi kebutuhan manusiawi seorang
mahkluk. Di dalam wujud kecintaan itu, dilimpahkan banyak keberkahan dan
kebahagiaan hidup yang dirasakan melalui adanya tali pernikahan. Allah
menjadikan mahkluk-Nya berpasang-pasangan dan ditumbuhkan padanya satu
sama lain rasa cinta dan kasih sayang.

23

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Allah berfirman: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram
bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan diantaramu (suami, istri) rasa cinta dan
kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir". [QS. Ar Ruum : 21].
Pernikahan atau perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria
dan wanita dalam suatu rumah tangga berdasarkan tuntunan agama dalam usaha mencar
rumah tangga yang ideal. Rumah tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah
tangga yang diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah
(kasih sayang).
Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami dan istri harus saling memahami
kekurangan dan kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta
24

memahami tugas dan fungsinya masing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh
tanggung jawab. Sehingga upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga
yang mendapat keridla'an Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat kondisi manusia
yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan
selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup
tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda "kemelut" perselisihan dan
percekcokan.

3.2. Saran

Dengan adanya perkawinan di harapkan dapat mebentuk keluarga yang sakinah,

mawaddah warahmah, dunia dan akhirat.


Perkawinan menjadi wadah bagi pendidikan dan pembentukan manusia baru,
yang kedepannya diharapkan mempunyai kehidupan dan masadepan yang lebih

baik.
Dengan adanya kepala keluarga yang memimpin bahtera keluarga, kehidupan
diharapkan menjadi lebih bermakna, dan suami-suami dan istri-istri akhir zaman
ini

memiliki

semangat

yang

tinggi

di

jalan

Allah.

Amin!

DAFTAR PUSTAKA

Dandelion,

Momoy.

2010. Konsep

Pernikahan

Dalam

Pandangan

(Online), (http://momoydandelion.blogspot.com/, diakses 20 Februari 2016).


Gunawan, Gugum Gumilar. 2012. Cara Memilih Pasangan Hidup Menurut Islam.

(Online), (http://blogi-one.blogspot.com/, diakses 20 Februari 2016).


Hadzan,
Ibnul.
2007. Konsep
Pernikahan
dalam

(Online), (http://koswara.wordpress.com/, diakses 20 Februari 2016).


Kumpulan
Makalah.
2009. Konsep
Islam
Tentang

Islam.

Islam.
Pernikahan.

(Online), (http://kumpulan-makalah-dlords.blogspot.com/, diakses 20 Februari 2016).


Qur'an dan Sunnah. 2009. Pernikahan Menurut Islam dari Mengenal Calon Sampai
Proses Akad Nikah. (Online), (http://qurandansunnah.wordpress.com/, diakses 7
Oktober 2012).

25

Anda mungkin juga menyukai