Metarhizium anisopliae
Klasifikasi Metarhizium anisopliae
Taksonomi dan morfologi
Kingdom
: Fungi
Divisi
: Eumycota
Kelas
: Deuteromycetes
Ordo
: Moniliales
Famili
: Moniliaceae
Genus
: Metarhizium
Spesies
: Metarhizium anisopliae (Ainsworth, 1973)
Gambar 4. Stadia awal dari ulat yang terinfeksi Metarhizium , dimana hifa membentuk apressorium, yang
mempunyai enzim untuk menghancurkan kutikula.
Roberts (1981) menyatakan bahwa perkembangan penyakit akibat serangan M. anisopliae pada serangga dapat
dibagi dalam sembilan tahap:
1. Penempelan bagian infektif yaitu konidia pada kutikula serangga.
2. Perkecambahan konidia pada kutikula.
3. Penetrasi tabung kecambah atau apresorium ke dalam kutikula.
4. Perbanyakan hifa pada haemocoel.
5. Produksi toksin yang dapat merusak struktur membran sel.
6. Kematian inang.
7. Pertumbuhan dalam fase miselium dengan penyebaran miselium ke seluruh organ tubuh serangga.
8. Penetrasi hifa dari kutikula keluar tubuh serangga
9. Produksi bagian infektif (konidia) di luar tubuh serangga.
Dinyatakan bahwa jamur Metarhizium anisopliae memiliki aktivitas larvisidal karena menghasilkan cyclopeptida,
destruxin A, B, C, D, E dandesmethyldestruxin B.9 Destruxin telah dipertimbangkan sebagai bahan insektisida
generasi baru. Mittler (1994) dalam Widiyanti dan Muyadihardja menyatakan bahwa efek destruxin berpengaruh
pada organella sel target (mitokondria, retikulum endoplasma dan membran nukleus), menyebabkan paralisa sel
dan kelainan fungsi lambung tengah, tubulus malphigi, hemocyt dan jaringan.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Dan Perkembangan
Suhu Dan Kelembaban
Pertumbuhan dan perkembangan Metarhizium anisopliae sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan antara
lain suhu, sinar matahari, pH dan kelembaban (Soenardi, 1978).
Suhu dan kelembaban sangat mempengaruhi pertumbuhan jamur Metarhiziumterutama untuk pertumbuhan dan
perkecambahan konidia serta patogenesitasnya. Batasan suhu untuk pertumbuhan jamur antara 5-35oC,
pertumbuhan optimal terjadi pada suhu 23-25oC. Konidia akan tumbuh dengan baik dan maksimum pada
kelembaban 80-92 persen (Burges dan Hussey, 1971).
Sinar Matahari
Perkembangan konidia jamur M. anisopliae dapat terhambat apabila terkena sinar matahari secara langsung.
Konidia tidak akan mampu berkecambah apabila terkena sinar matahari langsung selama satu minggu,
sedangkan konidia yang terlindung dari sinar matahari mempunyai viabilitas yang tinggi meskipun disimpan lebih
dari tiga minggu (Storey dan Garner, 1988). Pada suhu 8oC konidia yang disimpan pada kondisi gelap selama 35 hari masih mampu berkecambah 90%, sedangkan pada keadaan terang hanya 50% (Clerk dan
Madelin dalam Wiryadiputra, 1985).
seperti tajin atau lipid. Nitrogen dapat disediakan dalam bentuk nitrat, amonia atau bahan organik seperti asam
amino atau protein. Makronutrisi penting yang lain adalah phospor (dalam bentuk phospat), potassium,
magnesium dan sulfur ( yang disediakan dalam bentuk sulfat maupun dalam bentuk organik, cystein atau
methionine). Mikronutrisi penting yang dibutuhkan oleh kebanyakan jamur entomopatogen adalah kalsium, besi,
tembaga, mangan, molybdenum, zinc dan vitamin B komplek, khususnya biothine dan thiamine. Semua
mikronutrisi ini biasanya terdapat dalam bahan mentah, akan tetapi dapat dipenuhi dalam bentuk protein hidrolisat
atau ekstrak yeast (Taborsky, 1992).
Produksi Metarhizium Skala Kecil
Isolat Metarhiziun anisopliae harus diambil dari inang kemudian ditanam pada media sabouraud cair. Inkubasi
media cair dilakukan sampai delapan hari, kepadatan spora dapat mencapai 3,19 x 1010.
Kondisi cahaya terang maupun gelap tidak berpengaruh pada produksi massal konidia dan temperatur adalah
faktor penting untuk menghasilkan konidia. Setelah 6 hari temperatur yang baik untuk
pertumbuhan Metarhizium adalah 24-25oC dan selanjutnya dapat diturunkan sampai pada temperatur 22-20oC
(Taborsky, 1992).
Fase Pertumbuhan Jamur
Gandjar dan Sjamsuridzal (2006) menyatakan bahwa setiap organisme, termasuk jamur mempunyai kurva
pertumbuhan, begitu pula fungi. Kurva tersebut diperoleh dari menghitung massa sel dalam waktu tertentu.
Kurva pertumbuhan mempunyai beberapa fase antara lain :
1. Fase lag, yaitu fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan dan pembentukan enzim-enzim untuk
mengurai substrat.
2. Fase akselerasi, yaitu fase mulainya sel-sel membelah dan fase lag menjadi fase aktif.
3. Fase eksponensial, merupakan fase perbanyakan jumlah sel yang sangat banyak, aktifitas sel sangat
meningkat, dan fase ini merupakan fase yang penting dalam kehidupan fungi.
4. Fase deselerasi (Moore-landecker, 1996), yaitu fase dimana sel-sel kurang aktif membelah.
5. Fase stasioner, yaitu fase dimana jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang mati relatif seimbang.
Kurva pada fase ini merupakan garis lurus yang horizontal.
6. Fase kematian dipercepat, jumlah sel-sel yang mati atau tidak aktif lebih banyak daripada sel-sel yang
masih hidup.
Perbanyakan Metarhizium
Para ilmuan menyediakan studi bentuk baru dari jamur untuk pestisida-pestisida biologi yang lebih baik.
Metarhizium anisopliae adalah yang mungkin tidak terpikirkan berada disekitar. Sebagai pengganti tumbuh pada
roti atau tirai-tirai kamar mandi, lebih menyukai badan-badan kutu dan hama-hama serangga, seperti rayap,
belalang, lalat tsetse, dan lainnya.
Memang, sebuah strain metarhizium yang diberi nama "F52" adalah bahan aktif utama dalam empat yang
didaftarkan secara federal sebagai produk mycoinsektisida untuk mengendalikan tubuh halus dari kutu-kutu dan
kumbang-kumbang dan kumbang-kumbang penggerek.
Saat ini, mycoinsektisida-mycoinsektisida menjadi lebih baik untuk serangga-serangga hama yang mendiami
tanah-dapat menjadi tersedia, terima kasih pada penemuan ilmuan-ilmuan ARS yang mana Metarhizium dapat
menghasilkan gumpalan-gumpalan khusus dari sel-sel jamur yang disebut "microscerotia".
Pelayanan Penelitian Pertanian mikrobiologi Mark A. Jackson dan ahli entomologi Stefan Jaronski menghasilkan
penemuan pada tahun 2004 dan sejak itu berkembang metode yang jelas yang dinantikan dari pengadukan
bermilyar-milyar microsclerotia didalam tong-tong yang disebut fermentor.
Membuat Jamur Lebih Banyak dan Kuat
Sebelum dua penemuan, hanya penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur seperti Sclerotinia
sclerotiorum dilaporkan untuk menghasilkan microsclerotia-tidak pada pernafasan serangga yang terinfeksi.
kita menemukan dengan Metarhizium yang dapat menghasilkan tubuh-tubuh sclerotial pada biakan cair dibawah
kondis-kondisi yang sesuai, Jackson mengatakan, dengan Pusat Nasional milik ARS untuk Penelitian
Pemanfaatan Pertanian di Peoria,Illionis. Penggunaan dari ini adalah bahwa kita sekarang dapat membuat
sebuah bentuk dari jamur ini yang dapat bertahan kering dan pada penyimpanan untuk pemakaian yang mudah
oleh para petani pada tanah untuk membunuh serangga.
Secara tradisional, bentuk terpilih untuk membuat mycoinsektisida dari konidia, atau spora, dimana tabungtabung tipis mempenetrasi inang serangga diluar kulit, atau kutikula. Jamur hanya menginfeksi inang serangga
yang cocok, bagaimanapun, dan tidak pernah menginfeksi manuasia, binatang peliharaan, atau peternakan.
Konidia Metarhizium adalah seperti bom waktu kecil. Jaronski menjelaskan, dengan laboratorium penelitian
Pertanian Daratan Utara milik ARS di Sidney, Montana. mereka tidak berkecambah sampai mereka kontak
dengan kutikula serangga. Kemudian, mereka menggunakan sebuah kombinasi tekanan mekanik dan enzimenzim minuman keras untuk pemutusan kutikula dan menyerang sistem circulatory serangga. Serangga yang
terinfeksi selalu mati dalam beberapa hari.
Dalam sebuah pendekatan produksi standard, Metarhizium ditumbuhkan pada pakan-pakan nutrisi yang disebut
subsrat padat. Jamur ini menghasilkan konidia yang berlimpah, yang mana kemudian dikumpulkan, dikeringkan,
dan diselimuti pada atas butiran dibuat dari bubur jagung atau pembawa butiran lainnya atau dicampurkan secara
langsung kedalam tanah. Tetapi pendekatan substrat padat adalah membutuhkan waktu dan tenaga yang intensif
untuk tujuan ini, catatan Jackson.
Microsklerotia-ikatan-ikatan rapat serabut-serabut yang berpigmen yang menyerupai lapisan atas cabai adalah
bentuk kuat dari jamur. Selain itu, mereka menyediakan tempat tinggal yang aman yang mana
konidia Metarhizium dapat dengan mudah menghasilkan untuk menginfeksi serangga yang begitu dekat yang
merayap di dalam tanah.
Jaronski mengatakan peneliti-peneliti lainnya menghasilkan butiran-butiran dari pengering udara, miselium regular
(badan utama dari jamur) atau miselium encapsulated di dalam sebuah polimer. Tetapi bentuk-bentuk ini sulit
bertahan dari rak kehidupan yang miskin atau biaya yang terlalu banyak untuk kebanyakan petani.
Hasil uji-ujinya yang mendorong, terutama ketika Metarhizium dikombinasikan dengan tanaman-tanaman penutup
oat atau gandum hitam sebagai bagian dari sebuah pendekatan pengelolaan hama terpadu. (lihat Beeting Back
The Enemy, Agriculture Research, Sept. 2006, pp. 16-17.).
Jaronski melaporkan dibawah tekanan serangga yang rendah, jamur ini bekerja sebaik insektisida terbufos,.
Untuk tekanan serangga yang tinggi, kami melihat pada keterpaduan jamur ini dengan sebuah kehidupan
tanaman penutup. Sejauh ini, dua diberikan oleh kami perlindungan yang nyata dengan tidak ada hasil yang
hilang.
Pada tahun 2006, Jaronski mulai membandingkan hanya butiran-butiran bubur jagung dengan yang berdasar
pada mikrosklerotia didapat dari metode biakan cair untuk yang mana ARS mencatat secara jelas pada
September 2007.
Di dalam pengujian laboratorium, sekitar 25 persen belatung akar gula bit dibuka pada spora-spora yang
dihasilkan pada butiran-butiran bubur jagung pada tanah-tanah liat yang telah mati selama 3 minggu. Pada tanah
yang diperlakukan dengan mikrosklerotia, 100 persen telah mati pada minggu pertama. Observasi ini
menggambarkan lebih cepat dan lebih besarnya produksi konidia oleh mikrosklerotia di dalam tanah. Selam
percobaan-percobaan lahan tahun 2007, gula bit-gula bit dalam plot-plot yang diperlakukan mikrosklerotia juga
mendapat bekas yang lebih kecil dari pemberian makan belatung.
Cukup mengherankan, para peneliti tidak sukses dalam penggunaan tehnik biakan cairnya untuk menghasilkan
mikrosklerotia dari jamur yang membunuh serangga lainnya digunakan sebagai agen-agen pengendali biologikhususnya Beauveria bassiana dan Paecilomyces fumosoroseus. Tetapi mereka dapat menghasilkan
mikrosklerotia dengan beberapa strain-strain berbeda dari jamur Metarhizium.
Jaronski mengatakan bahwa satu dari hal-hal aneh tentang mikrosklerotia ini. Jaronski mengatakan proses
untuk menghasilkannya hanya bekerja dengan Metarhizium. Bahwa tidak dihalangi sebuah pembuat biopestisida
utama dari pengambilan peringatan, terlebih dahulu. tehnik dapat diaplikasikan tidak hanya untuk belatung akar
gula bit, tetapi untuk beberapa hama yang tinggal di tanah diserang oleh jamur ini.
Sumber: Agriculture Research/September 2008
Analisis Artikel
Jamur Metarhizium anisopliae merupakan salah satu jamur entomopatogen yang potensial untuk dikembangkan
sebagai pengendali serangga. jamur ini bersifat parasit pada beberapa jenis serangga dan bersifat parasit di
dalam tanah.
Mekanisme infeksi M. anisopliae menurut Ferron (1985 dalam Kumbara, 2008) dapat digolongkan
menjadi empat tahapan etologi penyakit serangga yang disebabkan oleh cendawan. Tahap pertama adalah
inokulasi, yaitu kontak antara propagul cendawan dengan tubuh serangga. Propagul cendawan M.
anisopliae berupa konidia karena merupakan cendawan yang berkembang baik secara tidak sempurna. Dalam
proses ini, senyawa mukopolisakarida memegang peranan penting. Tahap kedua adalah proses penempelan dan
perkecambahan propagul cendawan pada integumen serangga. Kelembapan udara yang tinggi dan bahkan
kadang-kadang air diperlukan untuk perkecambahan propagul cendawan. Cendawan pada tahap ini dapat
memanfaatkan senyawa-senyawa yang terdapat pada integumen.
Tahap ketiga yaitu penetrasi dan invasi. Cendawan dalam melakukan penetrasi menembus integumen
dapat membentuk tabung kecambah (appresorium) (Bidochka et al., 2000 dalam Kumbara, 2008). Titik penetrasi
sangat dipengaruhi oleh konfigurasi morfologi integumen. Penembusan dilakukan secara mekanis atau kimiawi
dengan mengeluarkan enzim dan toksin. Tahap keempat yaitu destruksi pada titik penetrasi dan terbentuknya
blastospora yang kemudian beredar ke dalam hemolimfa dan membentuk hifa sekunder untuk menyerang
jaringan lainnya (Strack, 2003 dalam kumbara, 2008). Pada umumnya serangga sudah mati sebelum proliferasi
blastospora. Enam senyawa enzim dikeluarkan oleh M. anisopliae yaitu lipase, khitinase, amilase, proteinase,
pospatase, dan esterase (Freimoser et al., 2003 dalam kumbara, 2008).
Serangga juga mengembangkan sistem pertahanan diri dengan cara fagositosis atau enkapsulasi
dengan membentuk granuloma. Pada waktu serangga mati, fase perkembangan saprofit cendawan dimulai
dengan penyerangan jaringan dan berakhir dengan pembentukan organ reproduksi. Pada umumnya semua
jaringan dan cairan tubuh seranggga habis digunakan oleh cendawan, sehingga serangga mati dengan tubuh
yang mengeras seperti mumi. Pertumbuhan cendawan diikuti dengan pengeluaran pigmen atau toxin yang dapat
melindungi serangga dari serangan mikroorganisme lain terutama bakteri. Tidak selalu cendawan tumbuh ke luar
menembus integumen serangga. Apabila keadaan kurang mendukung, perkembangan saprofit hanya
berlangsung di dalam jasad serangga tanpa ke luar menembus integumen. Dalam hal ini cendawan membentuk
struktur khusus untuk dapat bertahan, yaitu arthrospora (Ferron, 1985 dalam Kumbara, 2008).