Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Strategi Multi-Pasar
Strategi multi-pasar termasuk dalam macam strategi berdasarkan cakupannya
dimana merupakan strategi yang dilakukan oleh perusahaan untuk berusaha melayani
beberapa pasar yang berbeda. Usaha yang dilakukan bisa berupa:
1. Menjual produk yang berbeda dalam segmen pasar yang berlainan.
2. Mendistribusikan produk yang sama kepada sejumlah segmen pasar yang berbeda.
Tujuan strategi ini adalah untuk mendiversifikasi dan mengurangi resiko,
sehingga tidak bergantung semata-mata pada satu segmen saja. Persyaratan yang
dibutuhkan untukmenerapkan strategi ini adalah:
1. Memilih dan mempertimbangkan dengan matang dan hati-hati segmen-segmen
yang akan dilayani.
2. Menghindari konfrontasi dengan perusahaan yang melayani semua pasar.
Dengan menggunakan strategi ini diharapkan perusahaan akan mencapai
peningkatan penjualan dan pangsa pasar. Hasil ini akan mudah tercapai, apabila setiap
produk yang dijual dan segmen pasar yang dilyania memberikan sinergi yang sangat
positif.
2.2 Integrasi Vertikal
Dalam dunia bisnis, produsen tidak dapat dipisahkan dari distributor dan
pemasok. Karena keduanya merupakan pendukung utama kelangsungan hidup
perusahaan produsen tersebut. Perusahaan produsen bisa mendirikan atau memiliki
sendiri perusahaan distributor dan pemasoknya untuk mendukung kegiatan utamanya.
Produsen juga bisa memakai pelaku usaha independen sebagai distributor atau
pemasoknya. Apabila perusahaan memutuskan untuk mendirikan atau memiliki
sendiri distributor atau pemasoknya, maka strategi perusahaan tersebut merupakan
strategi integrasi vertikal.

Integrasi vertikal (vertical integration) merupakan strategi yang menghendaki


perusahaan melakukan penguasaan distributor, pemasok dan atau para pesaing baik
melalui merjer, akuisisi, atau membuat perusahaan sendiri (Goenadi, 2005).
Integrasi vertikal dibedakan menjadi dua, Farida (2008) yaitu:
1) Integrasi ke depan (Forward Integration) merupakan strategi untuk memperoleh
kepemilikan atau meningkatkan kendali atas distributor atau pengecer.
2) Integrasi ke belakang (Backward Integration) merupakan strategi untuk mencari
kepemilikan atau meningkatkan kendali atas perusahaan pemasok.
Perusahaan yang mendirikan usaha distributor sendiri alasannya adalah demi
efisiensi dan menciptakan sinergi, seperti yang dilakukan oleh PT Bintang Toedjoe.
Produknya kini ditangani oleh PT Enserval Putera yang merupakan anak perusahaan
dari PT Bintang Toedjoe.
Strategi integrasi vertikal ini sangat rawan, karena dapat mengakibatkan
adanya monopoli pada suatu bisnis tertentu. Karena itu UU Antimonopoli mengatur
sedemikian rupa, sehingga strategi integrasi vertikal dapat dilakukan dengan batasanbatasan tertentu sehingga tidak terjadi penguasaan pasar oleh perusahaan pengguna
strategi tersebut.
Produsen yang mempunyai perusahaan distributor sendiri tidaklah dilarang
oleh UU Antimonopoli, sepanjang perusahaan tersebut tidak menguasai pangsa pasar
suatu barang tertentu. Artinya, dengan memiliki distributor sendiri perusahaan
tersebut akan berusaha melakukan efisiensi untuk dapat menjual barangnya lebih
kompetitip dengan barang yang sama atau sejenis di wilayah pasar tertentu. Usaha
tersebut akan menjadi perhatian UU Antimonopoli, jika perusahaan menguasai barang
tertentu, sehingga dapat menentukan harga pasar, yaitu melalui penetapan harga
antara distributor dengan agen atau grosir yang menetapkan harga barang tertentu
yang akan dijual kepada konsumen, sehingga harga tidak lagi berdasarkan mekanisme
pasar. Inilah yang disebut dengan perjanjian penetapan harga di tingkat kedua.
Perjanjian penetapan harga secara vertikal tersebut dapat dilakukan, karena distributor
tersebut adalah merupakan bagian dari perusahaan produsen.

Sedangkan perusahaan yang mempunyai distributor independen kemungkinan


melakukan perjanjian penetapan harga di tingkat kedua tidak akan terjadi, jika tidak
ada perjanjian langsung dengan podusen, yang menetapkan bahwa distributor harus
melakukan perjanjian dengan distributor tingkat kedua untuk menetapkan harga
barang yang akan dijual kepada konsumen. Hal ini agak sulit dilakukan karena
distributor independen biasanya tugasnya mengantarkan barang prinsipal kepada
pelanggannya.
Integrasi vertikal adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan menjadi
suatu perusahaan yang aktivitasnya berhubungan secara vertikal. Hubungan vertikal
meliputi pengadaan bahan baku dan sumber daya lain, proses produksi, hingga
pemasaran ke konsumen pengguna barang atau jasa. Contoh hubungan integrasi
vertikal adalah sebagai berikut :
1. Bidang pangan
Padi dari petani atau usaha pertanian, perusahaan penggilingan beras, sampai
ke perusahaan perdagangan beras.
2. Bidang sandang
Kapas

dari

perusahaan

perkebunan,

perusahaan

pemintalan

benang,

perusahaan penenunan kain, perusahaan garmen, sampai ke perusahaan


perdagangan pakaian.
3. Bidang otomotif
Biji besi dan baja dari perusahaan tambang, perusahaan pengolahan besi dan
baja, perusahaan pembuat mesin mobil, perusahaan perakitan mobil, sampai ke
perusahaan perdagangan mobil.
Menurut Stigler (1951) tujuan perusahaan melakukan integrasi vertikal antara
lain adalah:
1. Untuk menurunkan biaya transaksi Sebuah perusahaan perkebunan melakukan
integrasi vertikal dengan melaksanakan aktivitas produksi sendiri dikarenakan
apabila perusahaan maka perusahaan akan dikenakan biaya transaksi, seperti
biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pertemuan. Tentunya hal tersebut

dapat menambah biaya produksi perusahaan. Dengan melakukan integrasi


vertikal maka perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya transaksi karena telah
terdapat kesepakatan harga TBS baik berdasarkan harga pokok produksi (HPP)
untuk kebun sendiri atau dengan kontrak kepada pihak III.
2. Untuk menjamin persediaan
Perusahaan menjalankan integrasi vertikal juga disebabkan karena persediaan
bahan baku yang tidak stabil, sementara kontinuitas bahan baku sangat
diperlukan demi kelangsungan proses produksi. Disamping itu kapasitas pabrik
perusahaan harus tetap terpenuhi. Dengan demikian untuk menjaga efisiensi
perusahaan dapat menyediakan bahan baku sendiri. Selain itu pada perusahaan
perkebunan, apabila PKS tidak mempunyai kebun sendiri maka perusahaan
akan bergantung pada produsen bahan baku (TBS). Apabila pasokan TBS
terhambat maka biaya-biaya seperti listrik akan naik, karena kapasitas pabrik
tidak terpenuhi. Kemungkinan kesulitan bahan baku akan timbul apabila
perusahaan terlalu bergantung pada perusahan lain, oleh karena itu perusahaan
melakukan integrasi vertikal untuk memenuhi pasokan bahan baku, selain itu
juga dapat menghindar dari resiko fluktuasi harga.
3. Untuk menghapus pengaruh eksternal.
Apabila perusahaan melakukan integrasi vertikal dengan perusahaan lain,
maka akan timbul pengaruh dari perusahaan lain tersebut. Pengaruh eksternal
adalah pengaruh luar yang ditimbulkan oleh perusahaan lain yang berintegrasi
yang mengakibatkan rendahnya kualitas produksi perusahaan utama. Dalam hal
ini perusahaan lain tersebut yang menjadi pengaruh eksternal bagi perusahan
utama. Perusahaan harus memperhatikan standart mutu produksi. Apabila
perusahaan bergantung dengan pihak lain dalam penyediaan bahan baku
produksi maka ancaman mutu yang rendah akan berakibat buruknya mutu
produksi. Oleh karena itu perusahaan melakukan integrasi vertikal dengan
menyediakan bahan baku milik sendiri sehingga standart mutu produksi tetap
terjaga.
4. Untuk menghindari intervensi pemerintah.

Intervensi pemerintah merupakan kegiatan yang dilakukan pemerintah


untuk memantau kondisi pasar sebuah produk apakah ada terjadi penguasaan
produksi pada sebuah produk sehingga harga menjadi tinggi. Intervensi
pemerintah biasanya dilakukan dengan kontrol harga pemerintah, peraturan
pemerintah dan pembayaran pajak. Perusahaan yang melakukan integrasi
vertikal dapat menghindari kontrol harga yang dilakukan pemerintah,
Contohnya: perusahaan minyak goreng mempunyai kebun dan PKS sendiri,
dengan memasok bahan baku sendiri perusahaan tidak perlu membeli bahan
baku dengan harga pasar namun perusahaan membeli sesuai harga pokok
produksi (HPP), dengan melakukan integrasi vertikal harga yang digunakan
adalah harga kerja sama atau harga pokok produksi perusahaan. Besarnya pajak
juga menyebabkan perusahaan untuk melakukan integrasi vertikal, setiap unit
perusahaan biasanya akan dikenakan pajak yang berbeda. Sebuah perusahaan
yang berintegrasi vertikal, untuk menghindari pajak yang besar maka
perusahaan dapat menggeser laba perusahaan dari satu unit usaha ke unit usaha
lain dengan mengubah harga transfer yang menjual bahan-bahan yang
diproduksi secara internal dari satu unit usaha ke unit usaha lain. Dengan
menggeser unit usaha yang mempunyai laba tinggi ke unit usaha yang
mempunyai laba rendah. Dengan demikian perusahaan dapat meningkatkan
keuntungan karena biaya pajak yang diperoleh kecil.
2.3 Konglomerasi
2.3.1 Konseptualisasi Konglomerasi
Perkembangan bisnis melalui bentuk kegiatan korporasi usaha di Indonesia
yang menimbulkan kontroversial disbanding dengan aktivitas usaha konglomerasi.
Konglomerasi adalah seumlah pelaku konglomerat yang menanamkan sahamnya pada
tumbuhnya kelompok (grup) perusahaan dalam satu tangan, sedemikian rupa sehingga
praktis seluruh kebijakan manajemen yang pokok ditentukan oleh satu pusat. Bahwa
pengertian konglomerat adalah sebagai kata benda yang artinya pengusaha,
Konglomerasi ini merupakan satu kesatuan yang sangat besar kekuatannya, sehingga
mudah mengalahkan pesaingnya, bisa mengatur harga transaksi antar perusahaan
(untuk menghindari pajak), bisa mengadakan subsidi silang sehingga harganya selalu
bisa bersaing, dan mempunyai bargaining power yang sangat kuat.

Menurut Anggito Abimanyu, konglomerasi dalam istilah bisnis bisa diartikan


sebagai bentuk usaha yang melakukan kegiatan usaha atau bisnis dalam berbagai
macam bidang yang kurang terkait satu sama lain. Di Indonesia, khususnya pada
negara berkembang, bisnis konglomerat diasosiasikan dengan bisnis pemilikan
keluarga. Konglomerat dapat diartikan sebagai seseorang atau unit usaha yang
bergerak dalam berbagai bidang usaha dengan sejumlah perusahaan atau afiliasi
bisnisnya.
Secara teoritis (Douglas Greenwald, The McGraw-Hill Dictionary of Modern
Economics, 1973), konglomerat dapat didefinisikan sebagai suatu korporasi yang
berselang-seling (diversified) yang mengalami pertumbuhan melalui merger yang
bukan horizontal dan bukan vertikal. Maka menurut Bob Widyahartono dalam
buku Sepak

Terjang

Konglomerat (Jakarta:

Pustaka

Sinar

Harapan,

1990)

konglomerasi adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan yang tidak memiliki
hubungan bisnis sebagai kompetitor maupun pembeli-penjual dan hasilnya disebut
konglomerat.
Pada dasarnya konglomerasi adalah seseorang atau perusahaan yang
mempunyai berbagai jenis bidang usaha atau industri yang bergerak di berbagai
bidang yang berbeda, dengan sejumlah perusahaan atau afiliasi bisnisnya.
Walaupun tidak ada kaitan antara satu jenis usaha dengan usaha lainnya, tetapi semua
usaha tersebut dibawah kepemilikan satu orang/perusahaan.

Kegiatan usaha konglomerasi ini, dalam konteks kegiatan orientasi yang


memiliki kinerja ekonomi atau bisnis yang handal dan halal tersebut dapat disinyalir
kurang sepadan dengan fasilitas yang dimilikinya. Dalam hal kedudukan swasta
semakin kuat, dan konsentrasi berbagai kegiatan semakin tinggi, dan konglomerasi
tumbuh hampir tanpa pengaturan, maka kebijaksanaan-kebijaksanaan intervensi
semakin tinggi investasinya.
Contoh perusahaan yang melakukan konglomerasi adalah PT. Bakrie &
Brothers yang mempunyai banyak anak perusahaan yang bergerak di bidang yang
berbeda-beda dan tidak ada kaitan antar anak perusahaan, seperti :
1. PT. Bakrie Sumatra Plantations yang bergerak disektor perkebunan.

2. PT. Bakrie Pipe merupakan Industri yang bergerak dalam memproduksi pipa baja,
3. PT. Cakrawala Andalas Televisi (ANTV) yang bergerak dalam Industri
pertelevisian.
4. PT. Bakrieland Tbk yang bergerak di bidang real estate, properti, pengembangan
infrastruktur.
Persoalan yang mengemuka dari kegiatan perusahaan-perusahaan berbentuk
konglomerasi ini ialah berkaitan dengan landasan hukum dan prinsip perekonomian
sebagaimana yang dimaksud dalam UUD 1945 telah menentukan prinsip
kebersamaan dan keadilan social yang berlandaskan kekeluargaan. Hal mana telah
dijelaskan pada Penjelasan atas Pasal 33 UUD 1945.
Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi
dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggotaanggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat-lah yang diutamakan, bukan
kemakmuran seseorang saja.
Memang dalam penerapan Pasal 33 UUD 1945 terdapat bebarapa penafsiran
dan penyimpangan dalam pelaksanaannya di Indonesia, bermunculan praktek-praktek
kapitalisme seperti dalam hal bentuk konglomerasi yang berkembang pada masa
rezim Orde Baru. Lebih daripada itu, konglomerasi tersebut ternyata tumbuh dan
berkembang malalui praktik-praktik yang tidak terpuji, baik melalui korupsi, kolusi,
dan nepotisme (KKN). Khususnya mengenai kolusi inilah yang menjadi contoh buruk
dari perkembangan konglomerasi di Indonesia karena pihak penguasa berkolusi
dengan pihak pengusaha untuk saling melindungi dan saling membantu satu sama
lainnya.
2.3.2Karakteristik Konglomerasi yang Tidak Sehat
Beberapa karakteristik sebagian konglomerat yang dipandang tidak etis dan
merugikan antara lain:
1.

Cenderung terjadi praktek kolusi dan korupsi yang tidak mendukung


perkembangan ekonomi ke arah efisiensi dan mengurangi profesionalisme dalam
manajemennya.

2. Dengan adanya proteksi dan fasilitas, sering menjadikannya sebagai unit usaha
yang cenderung monopolistik atau oligopolistik dengan konsentrasi pasar yang
tinggi.
3. Pangsa pasarnya mengandalkan pasar dalam negeri karena adanya fasilitas dan
proteksi yang diberikan oleh pemerintah.
2.3.3 Dampak Konglomerasi
a. Dampak Negatif
1. Ketimpangan distribusi pendapatan.
2. Kesenjangan sosial naik
3. Berpotensi KKN (terjadinya family trap)
4. Dapat meningkatkan eksternalitas.
5. Dapat mematikan usaha kecil.
6. Perusahaan yang dominan dalam pasar dapat menghambat perusahaan lain untuk
masuk.
7. Memiliki banyak perusahaan menjadikan konglomerat kehilangan fokus yang dapat
menimbulkan hutang yang besar dan berkepanjangan.
8. Sebagian besar roda perekonomian dikuasai oleh korporasi raksasa.
b. Dampak Positif
1.
2.
3.
4.

Meningkatkan pemasukan pemerintah dari pajak.


Mengurangi angka pengangguran dengan dibangunnya banyak industri.
Meningkatkan ketersediaan produk barang dan jasa di dalam negeri.
Memutar roda perekonomian.

2.3 Korporasi Multinasional


Perusahaan multinasional berarti perusahaan suatu negara yang memiliki
wilayah operasi di berbagai negara serta memiliki aset di negara-negara tersebut.
Perusahaan multinasional mulai berkembang pada akhir Perang Dunia. Saat itu,
perusahaan-perusahaan dari Eropa dan Amerika Serikat mencoba mengatasi
pembengkakan ongkos produksi dan kelangkaan bahan baku. Pilihan rasional
perusahaan multinasional yang ingin melakukan ekspansi bisnis ke luar negeri adalah
mencari bahan baku dan tenaga kerja murah untuk memperoleh keuntungan

semaksimal mungkin sehingga tercipta keunggulan perusahaan tersebut atas


kompetitor.
Korporasi multinasional juga dapat diartikan sebagai perusahaan yang
memproduksi dan memasarkan produknya di dua negara atau lebih sehingga dalam
aktivitasnya melibatkan dua mata uang atau lebih yang berbeda. Pada umumnya MNC
(multinational

corporation)

memiliki

kantor

pusat

disuatu

negara (induk

perusahaan) dan didukung oleh beberapa anak perusahaan dinegara lain.


2.3.1 Karakteristik MNC
Michael J. Carbaugh menyebutkan sedikitnya ada empat karakteristik dari MNC,
yakni :
1. MNC disebutkan sebagai suatu perusahaan bisnis yang beroperasi di dua ataulebih
negara tujuan (host country) dimana perusahaan induk MNC tadi berasaldi negara
asal (home country)
2. MNC sering kali melakukan kegiatan research and development di Negara tujuan
3. Sifat operasional tadi perusahaan tadi adalah lintas batas Negara
4. Adanya pemindahan modal yang ditandai dengan arus investasi asing langsung
dari daerah daerah sedikit yang memberikan keuntungan kepada MNC kedaerah
daerah yang dianggap mampu memberikan kontribusi positif atas keberadaan
MNC.
Selain itu, juga terdapat karakteristik umum dari MNC:
1.
2.
3.
4.
5.

Membentuk afiliasi diluar negeri


Visi dan strategi mendunia (global)
Kecenderungan memilih jenis kegiatan bisnis tertentu, umumnya manufakturing
Sejumlah aset perusahaan multinasional diinvestasi secara internasional
Bergerak dalam produksi internasional dan mengoperasikan beberapa pabrik di
beberapa negara

2.3.2 Struktur Organisasi


Menurut wiliam egelhoff (1996:353), yang dikutip dari jurnal sistem informasi
global pada perusahaan multinasional, struktur organisasi perusahaan multinasional
dibagi menjadi empat jenis :
1. Divisi Fungsional Sedunia (worldwide functional divisions),
Anak perusahaan diorganisasikan menurut jalur fungsional-manufaktur,
pemasaran dan keuangan. Bidang-bidang fungsional dari anak perusahaan

melapor langsung pada pasangan fungsional mereka di perusahaan induk. Dengan


demikian data yang mengintegrasikan seluruh operasi perusahaan tidak terdapat
pada tingkat yang lebih rendah. Sehingga perencanaan strategis MNC harus
dilakukan pada tingkat eksekutif puncak di perusahaan induk.
2. Divisi Internasional (international divisions),
Semua anak perusahaan di luar negeri melapor pada divisi internasional MNC
yang terpisah dari divisi domestik.
3. Wilayah Geografis (geographic regions),
MNC membagi operasinya menjadi wilayah-wilayah dan tiap wilayah
bertanggung jawab atasanak-anak perusahaan yang berlokasi dalam batasnya.
Tidak ada komunikasi antar wilayah, karena arus informasi dari tiap wilayah
langsung dikoordasikan dengan staf dikantor pusat (perusahaan induk).
4. Divisi Produk Sedunia (worldwide product divisions).
Perusahaan diorganisasikan menurut jalur divisi produk, dan tiap divisi
bertanggung jawab atas operasi mereka sendiri di seluruh dunia. Sehingga
memungkin MNC lebih mudah mengenali beragam kebutuhan produk dari
berbagai anak perusahaan dan menyesuaikan lini produk menurut kebutuhan
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai