Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Memang harus diakui, kecenderungan orang semakin mengesampingkan

pentingnya penggunaan bahasa, terutama dalam tata cara pemilihan kata atau diksi.
Terkadang kita pun tidak mengetahui pentingnya penguasaan bahasa Indonesia yang baik dan
benar,

sehingga

ketika

kita

berbahasa,

baik

lisan

maupun

tulisan,

sering

mengalami kesalahan dalam penggunaan kata, frasa, paragraf, dan wacana. Agar tercipta
suatu komunikasi yang efektif dan efisien, pemahaman yang baik mengenai penggunaan diksi
atau pemilihan kata dirasakan sangat penting.
Diksi atau pilihan kata dalam praktik berbahasa sesungguhnya mempersoalkan
kesanggupan sebuah kata dapat juga frasa atau kelompok kata untuk menimbulkan gagasan
yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengarnya. Indonesia memiliki bermacammacam suku bangsa dan bahasa. Hal itu juga disertai dengan bermacam-macam suku bangsa
yang memiliki banyak bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa yang
digunakan juga memiliki karakter yang berbeda-beda sehingga penggunaan bahasa tersebut
berfungsi sebagai sarana komunikasi dan identitas suatu masyarakat tersebut. Sebagai
makhluk sosial kita tidak bisa terlepas dari berkomunikasi dengan sesama dalam setiap
aktivitas. Dalam kehidupan bermasyarakat sering kita jumpai ketika seseorang berkomunikasi
dengan pihak lain tetapi pihak lawan bicara kesulitan menangkap informasi dikarenakan
pemilihan kata yang kurang tepat ataupun dikarenakan salah paham.
Pemilihan kata yang tepat merupakan sarana pendukung dan penentu
keberhasilan dalam berkomunikasi. Pilihan kata atau diksi bukan hanya soal pilih-memilih
kata, melainkan lebih mencakup bagaimana efek kata tersebut terhadap makna dan informasi
yang ingin disampaikan. Pemilihan kata tidak hanya digunakan dalam berkomunikasi namun
juga digunakan dalam bahasa tulis (jurnalistik). Dalam bahasa tulis pilihan kata atau diksi
mempengaruhi pembaca mengerti atau tidak dengan kata-kata yang kita pilih.

Dalam makalah ini, penulis berusaha menjelaskan mengenai diksi yang


digunakan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam segi pengertian diksi, syarat-syarat
penggunaan diksi, penggunaan diksi, kata ilmiah, kata populer, kata jargon, dan kata slang.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Diksi


Keterbatasan kosa kata yang dimiliki seseorang dalam kehidupan sehari-hari
dapat membuat seseoranmg tersebut mengalami kesulitan mengungkapkan maksudnya
kepada orang lain. Sebaliknya, jika seseorang terlalu berlebihan dalam menggunakan kosa
kata, dapat mempersulit diterima dan dipahaminya maksud dari isi pesan yang hendak
disampaikan. Oleh karena itu, agar tidak terjadi hal demikian, seseorang harus mengetahui
dan memahami bagaimana pemakaian kata dalam komunikasi. Salah satu yang harus
dikuasai adalah diksi atau pilihan kata. Diksi atau pilihan kata adalah penggunaan kata-kata
secara tepat untuk mewakili pikiran dan perasaan yang ingin dinyatakan dalam pola suatu
kalimat (Enre, 1988)
Pendapat lain dikemukakan oleh Widyamartaya (1990) yang menjelaskan bahwa
diksi atau pilihan kata adalah kemampuan seseorang membedakan secara tepat nuansa-nuansa
makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikannya, dan kemampuan tersebut
hendaknya disesuaikan dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki sekelompok masyarakat
dan pendengar atau pembaca. Diksi atau pilihan kata selalu mengandung ketepatan makna
dan kesesuaian situasi dan nilai rasa yang ada pada pembaca atau pendengar.
Pendapat lain dikemukakan oleh Keraf (1996) yang menurunkan tiga kesimpulan
utama mengenai diksi, antara lain sebagai berikut :
a. Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk
menyampaikan gagasan, bagaimana membentuk pengelompokkan kata-kata yang tepat.
b. Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa
makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan menemukan bentuk
yang sesuai atau cocok dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat
pendengar.
c. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan penguasaan sejumlah besar kosa
kata atau perbendaharaan kata bahasa.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa diksi adalah pemilihan
dan pemakaian kata oleh pengarang dengan mempertimbangkan aspek makna kata yaitu
makna denotatif dan makna konotatif sebab sebuah kata dapat menimbulkan berbagai
pengertian. Diksi merupakan bagian penting dalam pembuatan sebuah karya ilmiah karna
karangan atau karya ilmiah yang baik bukan hanya dilihat dari isi karya ilmiah tersebut tetapi
juga dilihat dari pemilihan kata yang digunakan dalam pembuatan karya ilmiah tersebut.
Karna dilihat dalam pemilihan kata seseorang dapat menilai kepribadian seorang penulis
tersebut.
2.2. Persyaratan Diksi
Dalam memilih diksi harus mempertimbangkan kesesuaian dan ketepatan kata.
Perhatikan syarat-syarat berikut untuk menentukan kesesuaian diksi :
1. Hindari pengggunaan bahasa substandar dalam situasi formal.
Bahasa standar ialah merupakan tutur bahasa yang biasa digunakan oleh mereka
kalangan menengah ke atas, atau yang mengenyam pendidikan tinggi. Sementara itu, bahasa
nonstrandar kebalikannya, biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari orang umum.
2. Menggunakan kata ilmiah dalam kondisi tertentu saja, selebihnya gunakan kata populer.
Kata ilmiah merupakan kata yang biasa digunakan dalam tulisan ilmiah atau kata
yang jarang digunakan oleh orang-orang awam, hanya kalangan tertentu saja yang
menggunakan. Contoh, dalam jurnal ilmiah menggunakan kata ilmiah. Sedangkan ketika
berbicara maka gunakanlah kata popular, hal ini agar makna yang disampaikan dalam jurnal
dapat dimengerti oleh semua pendengar.
Contoh:

3. Hindari jargon yang dapat dibaca oleh publik. Jargon merupakan kalimat atau frasa dalam
bahasa tertentu yang hanya dimengerti oleh beberapa orang.
Oleh karena itu, dalam memilih kata hindari jargon karena orang lain belum tentu
memahaminya. Cara paling sederhana mengindari jargon adalah membayangkan Anda
sedang menulis untuk orang di pasar. Coba amati kosa kata sederhana yang dipakai orang di
pasar, dan bahasa yang dipakai sehari-hari.
Contoh : Gaya bahasa Vicky Prasetyo yang kerap memakai jargon aneh karangannya sendiri:

kontroversi hati,

konspirasi kemakmuran,

mempertakut,

mempersuram,

mengkudeta keinginan,

statusisasi,

[cih!]

4. Hindari pemakaian kata-kata slang. Kata slang merupakan kata non standar yang
digunakan dalam percakapan dengan teman sebaya. Pengunaan kata slang saat formal
tentu tidaklah baik.
Contoh percakapan yang memakai kata slang :
A: Tahun baruan ke mana lo?
B: Di rumah aja.
A: Masa di rumah aja sih?
B: Masbulo?
5. Hindari ungkapan-ungkapan yang telah usang.
6. Hindari bahasa atau kata artifisial yaitu rangkaian kata yang disusun secara kreatif untuk
menimbulkan rasa seni.
Contoh: harum bunga mawar terberai terbawa angin sampai ke penciumanku.
7. Hindari penggunaan kata-kata atau kalimat percakapan dalam penulisan.
Hal ini karena kata- kata dalam percakapan merupakan kata nonformal, sehingga tidak
baik ketika digunakan saat menulis hal-hal yang bernuansa ilmiah (Adi, 2007).
Adapun syarat-syarat pemilihan kata menurut ahli yang lain adalah :
1. Pilihan Kata Sesuai dengan Kaidah Kelompok Kata/Frasa

Pilihan kata/diksi yang sesuai dengan kaidah kelompok kata/frasa, seharusnya


pilihan kata/diksi yang tepat, seksama, lazim, dan benar. Keempat syarat ini harus
diperhatikan dengan cermat ketika kita ingin memilih kata dengan baik dan benar.
a. Tepat
Pengertian tepat adalah pemilihan kata dengan menempatkannya pada
kelompoknya. Unsur tepat ini memungkinkan pembentukan kelompok baru. Unsur tepat ini
berhubungan dengan unsur lain.
Contoh : Makna kata lihat dengan kata pandang biasanya bersinonim, tetapi
kelompok kata pandangan mata tidak dapat digantikan dengan lihatan mata. Kelompok kata
pandangan mata memang tepat susunannya sedangkan kelompok kata lihatan mata tidak
tepat susunannya. Jadi, walau kedua kata itu bersinonim, tetapi tidak dapat saling
menggantikan. Dengan kata lain, kedua kata itu mempunyai pasangan tertentu atau khusus
yang menimbulkan pengertian tepat.
b. Seksama
Pengertian seksama adalah makna kata harus benar dan sesuai dengan apa yang
hendak disampaikan. Unsur seksama lebih ditekankan pada unsur kelompok katanya.
Contoh : kata besar, agung, akbar, raya, dan tinggi termasuk kata-kata yang
bersinonim. Kita biasanya mengatakan hari raya serta hari besar, tetapi kita tidak pernah
mengatakan hari agung, hari akbar, ataupun hari tinggi. Begitu juga dengan kata jaksa
agung tidak dapat digantikan dengan kata jaksa besar ataupun jaksa raya karena tidak
seksama. Kata jaksa agung pun tidak pula dapat digantikan dengan jaksa tinggi karena kedua
kata itu berbeda maknanya.
Unsur seksama ini berhubungan dengan makna kata serta berpaut dengan
pengertian sinonim, homonim, antonim, polisemi, dan hipernimi. Kata-kata yang sinonim
biasa pula dikatakan dengan kata-kata yang sama artinya. Walaupun demikian, dalam
kenyataannya, hampir tidak ada dua patah kata yang sama besar artinya sehingga dapat saling
menggantikan. Kita ambil contohnya kata hampir atau kata dekat. Kedua kata itu selalu
dikatakan bersinonim. Bentuk dia menghampiri saya dapat digantikan dengan dia mendekati
saya. Makna kedua bentuk itu sama saja. Dengan pengertian lain bahwa kata menghampiri
disana dapat digantikan dengan kata mendekati. Namun, bentuk hari hampir malam tidak
dapat digantikan dengan hari dekat malam. Artinya, kata hampir pada bagian ini tidak dapat
digantikan dengan dekat. Bentuk hari dekat malam tidak biasa dipergunakan di dalam bahasa
Indonesia.
Bahasa tumbuh karena kebutuhan si pemakai bahasa. Makin banyak kata yang
dikuasai seseorang, makin kaya pula pembendaharaan kosa katanya. Hal itu tentu sangat
perlu karena dengan kayanya perbendaharaan kata seseorang, makin mudah pula ia
6

mengeluarkan serta menyampaikan pikiran dan keinginannya dengan bahasa itu. Sinonim
kata terutama sangat dibutuhkan oleh orang yang sering mengarang. Apabila dalam sebuah
karangan, ada kata-kata yang dipakai secara berulang-ulang, karangan itu menjadi tawar,
hambar, membosankan, dan tidak menarik. Hal ini menunjukkan kemiskinan akan kosakata.
Oleh sebab itulah, di dalam sebuah karangan sebaiknya dipergunakan sinonim kata supaya
ada variasinya dan ada pergantiannya yang membuat lukisan di dalam karangan itu menjadi
hidup (Sugono, 2003).
Sinonim dapat terjadi disebabkan oleh hal-hal berikut ini:
1) Pengaruh bahasa daerah.
Contoh :
Kata harimau yang diberi sinonim dengan kata macan.
Kata auditorium yang bersinonim dengan kata pendopo.
Kata rindu yang bersinonim dengan kata kangen.
2) Perbedaan dialeg regional.
Contoh :
Kata handuk yang bersinonim dengan kata tuala.
Kata selop yang bersinonim dengan kata sliper.
Kata butuh yang bersinonim dengan kata perlu.
3) Pengaruh bahasa asing.
Contoh :
Kata kolosal bersinonim dengan kata besar.
Kata aula bersinonim dengan kata ruangan.
Kata realita bersinonim dengan kata kenyataan.
4) Perbedaan dialeg sosial.
Contoh :
Kata suami bersinonim dengan kata laki.
Kata istri bersinonim dengan kata bini.
Kata mati bersinonim dengan kata wafat.
5) Perbedaan ragam bahasa.
Contoh :
Kata membuar bersinonim dengan kata mengubah.
Kata asisten bersinonim dengan kata pembantu.
Kata tengah bersinonim dengan kata madya.
6) Perbedaan dialeg temporal.
Contoh :
Kata hulubalang bersinonim dengan kata komandan.
Kata kempa bersinonim dengan kata stempel.
Kata peri bersinonim dengan kata hantu.
Homonim ialah kata yang bentuknya sama, tetapi artinya berbeda atau tidak
sama. Contoh : antara kata buku yang berarti kitab dan buku yang berarti ruas ; antara
7

kata bisa yang berarti dapat dengan bisa yang berarti racun. Hubungan antara buku yang
berarti kitab dengan buku yang berarti ruas serta antara bisa yang berarti dapat dengan
bisa yang berarti racun ialah yang disebut dengan homonim. Oleh karena itu, kata buku
dan bisa yang pertama berhomonim dengan kata buku dan bisa yang kedua. Demikian pula
sebaliknya, karena hubungan yang homonym itu bersifat dua arah.
Homonim ini terjadi disebabkan oleh dua hal berikut ini :
a. Kata yang berhomonim itu berasal dari bahasa yang berlainan. Contohnya, kata bisa
yang berarti racun berasal dari Melayu, sedangkan kata bisa yang berarti dapat berasal
dari bahasa jawa.
b. Kata yang berhomonim terjadi karena hasil proses morfologi. Contohnya, kata
bentukan mengukur dapat berarti mempergunakan alat kukur disamping itu ada pula
kata bentukan mengukur yang berarti mempergunakan alat ukur. Kata bentukan
mengukur yang pertama berasal dari proses pengimbuhan me- pada kata dasar kukur
(me + kukur mengukur) sedangkan kata bentukan mengukur yang kedua berasal
dari proses pengimbuhan me- pada kata dasar ukur (me + ukur mengukur).
Homonim ini dapat dibedakan lagi atas dua bentuk yaitu homofin dan homograf.
Homofon adalah kata yang bunyinya sama, tetapi tulisannya berbeda dan artinya juga
berbeda. Contoh, kata bank serta bang. Kedua kata ini bunyinya sama persis, tetapi dituliskan
dengan bentuk yang berbeda. Kata bank mempunya arti lembaga yang mengurus lalu lintas
uang kemudian kata bang adalah bentuk singkatan dari kata abang yang berarti kakak lakilaki. Homograf adalah kata yang tulisannya sama, tetapi bunyinya berbeda dan artinya pun
berbeda. Contoh, kata perang dan seri yang di lafalkan dengan e lemah/pepet dengan e
keras/taling akan berbeda artinya. Kata perang yang dilafalkan dengan e lemah berarti
pertempuran, sedangkan kata perang yang dilafalkan dengan e kuat berarti agak kemerahmerahan. Begitu juga dengan kata seri yang yang dilafalkan dengan e lemah berarti tidak
ada yang kalah, sedangkan kata perang yang dilafalkan dengan e kuat berarti babak.
Kata antonim berasal dari bahasa Yunani, yaitu aroma yang berari nama dan
anti yang berarti melawan. Dikatakan agak karena sifat berlawanan dari dua patah kata
yang berantonim itu sangat relatif. Memang, ada kata-kata yang tampaknya mutlak
berlawanan seperti antara kata atas dengan kata bawah; antara kata hidup dengan kata mati.
Namun, ada juga kata-kata yang tidak mutlak berlawanan seperti antara kata panjang dengan
kata pendek; antara kata tinggi dengan kata rendah. Sesuatu yang tidak panjang belum tentu
pendek dan sesuatu yang tinggi belum tentu rendah.

Polisemi adalah sepatah kata yang memiliki banyak arti atau lebih dari satu.
Polisemi dengan pengertian sepatah kata yang lebih dari satu ini timbul karena sepatah kata
yang asal-usulnya sama ini dipergunakan dalam bentuk yang berbeda. Dalam polisemi dapat
terjadi hal-hal berikut ini :
a. Sepatah kata dapat berarti lebih dari satu
Misalnya kata kepala yang mempunyai arti bahagian atas tubuh manusia, tempat
mata, hidung, dan tumbuhnyan rambut, tetapi dapat juga berarti orang yang menjadi
pimpinan pada sebuah kantor, tempat bekerja, dan sebagainya.
b. Kata yang mempunyai arti petunjuk benda tertentu dipakai untuk member keterangan
benda lain.
Contohnya bagian-bagian tubuh manusia seperti pinggang, leher, kaki, serta mulut.
Kata-kata tersebut dipakai untuk memberi keterangan benda lain dengan dasar
perbandingan yang sama seperti terdapat pada bentuk pinggang, perahu, leher botol,
kaki meja, dan mulut sungai. Pinggang terdapat dibagian tengah bujur vertikal tubuh
manusia dan kemudian pinggang perahu terdapat di tengah tengah bujur horizontal
tubuh perahu; leher adalah bagian yang menyambung tubuh dan kepala manusia,
demikian pula leher botol menyambung tubuh dari kepala botol; kaki dipergunakan
untuk menahan tubuh manusia, sedangkan kaki meja dipergunakan untuk menahan
meja; mulut merupakan tempat keluar masuknya makanan, lalu mulut sungai
merupakan gerbang keluar masuknya perahu menuju dan dari laut. Perbandingan kata
seperti ini termasuk metafora yaitu gaya perbandingan yang melukiskan sesuatu hal
atau benda lainnya berdasarkan adanya kesamaan sifat, keadaan, ataupun ciri-ciri
penandanya.
c. Sepatah kata konkret dapat pula dipergunakan untuk suatu pengertian abstrak.
Misalnya, kata-kata menyala, meluap, serta berkobar pada bentuk-bentuk berikut ini :
(-) Kemarahan abang menyala-nyala karena anak itu diam seribu bahasa
(-) Keinginan adik meluap-luap untuk mengikuti acara pelantikan itu
(-) Semangat mahasiswa berkobar-kobar dalam menuntut penyelesaian masalah itu
d. Kata yang sama berubah artinya karena berbeda indra yang menerimanya. Gejala
seperti ini selalu juga disebut dengan sinestesia.
Misalnya, kata pedas dan manis dalam kalimat-kalimat berikut ini :
(-) Kata-kata ayah si Amir sangat pedas
(-) Cabai itu sudah tentu sangat pedas apalagi dicampur dengan merica
(-) Rasa teh itu sangat manis karena diberikan gula yang sangat banyak
(-) Anak gadis yang sangat manis itu sudah dua tahun mengikuti perkuliahan
diperguruan tinggi kami ini

Hipernimi adalah kata-kata yang maknanya mencakup makna kata-kata lainnya.


Misalnya, kata bunga melingkupi makna kata-kata anggrek, kamboja, ros, kenanga, gladiol,
melati, sedap malam, mawar, dan flamboyan. Dengan kata lain, yang dimaksud dengan
bunga bukan hanya mawar dan ros, tetapi termasuk pula anggrek, kamboja, kenanga, gladiol,
melati, sedap malam, dan flamboyan. Kata-kata yang berhipernimi selalu bersifat umum
karena maknanya meliputi makna kata sejumlah lainnya. Untuk itu di dalam memilih kata,
kita memerlukan kecermatan dan ketelitian agar kata-kata yang kita pilih itu maknanya tepat.
Hiponim adalah kata-kata yang maknanya termasuk di dalam makna kata-kata
lainnya. Misalnya, makna kata merah sudah termasuk serta merupakan bagian di dalam
makna kata warna; makna kata burung sudah termasuk di dalam makna kata unggas.
c. Lazim
Maksud lazim adalah kata itu sudah menjadi milik bahasa Indonesia. Kelompok
kata ataupun pengelompokkan kata yang seperti itu memang sudah lazim dan dibiasakan
dalam bahasa Indonesia. Contohnya, kata makan dan santap bersinonim. Akan tetapi, kita
tidak dapat mengatakan anjing bersantap sebagai sinonim anjing makan.
d. Benar
Yang dimaksud dengan benar adalah pilihan kata itu harus mempunyai bentuk
yang sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Contohnya, katakata pengrusak dan pengrusak rumah, merubah pada merubah rencana, serta penetrapan dan
penetrapan teknologi adalah kata-kata yang tidak benar atau kata-kata yang tidak sesuai
dengan kaidah tata bahasa Indonesia. Seharusnya kata-kata ini adalah perusak di dalam
bentuk perusak rumah, mengubah di dalam bentuk mengubah rencana, dan penetrapan di
dalam bentuk penetrapan teknologi. , serta perbedaan profesi. Untuk mengenal makna dasar
lebih baik, satu-satunya adalah dengan membuka dan membaca kamus standar bahasa yang
bersangkutan. Dengan kata lain, kita tidak segan-segan memnaca kamus standar bahasa yang
bersangkutan.
Makna dasar sepatah kata disebut dengan denotasi atau makna denotatif.
Sedangkan makna-makna yang lainnya itu disebut dengan asosiasi atau makna asosiatif yang
terkadang disebut juga dengan konotasi atau makna konotatif (Rahaedi, 2003).

10

Pilihan kata/diksi yang sesuai dengan makna kata harus memperhatikan sudut
makna kata itu sendiri. Makna kata itu bermacam-macam, antara lain adalah sebagai berikut :
1. Makna denotatif
Makna denotatif adalah makna yang sesuai dengan apa adanya, makana yang
sesuai dengan hasil observasi, makna yang diberi batasan. Pengertian ynag dikandung oleh
sepatah kata pada bagian ini objektif. Nama lain untuk makna denotatif ini adalah makna
konseptual yaitu makna menurut konsep yang ada. Penilaian emosional dan subjektif perlu
ditinggalkan dan selalu mempertahankan makna denotatif/ konseptual apabila kita sedang
bekerja secara ilmiah dan di dalam karangan argumentatif, ekspositoris, atau deskriptif.
Di dalam pilihan kata yang pertama sekali kita temui adalah makna denotatif atau
makna konseptual ini. Namun, kesalahpahaman masih terus ditemui karena makna denotatif/
konseptual ini tidak sesuai lagi dengan lingkungan pemakainya, tidak kena kepada lawan
bicara, ataupun terdapatnya kesalahan sintaksis. Contoh : Secara denotatif/ konseptual katakata bini dengan isteri, laki dengan suami, tidak ada perbedaanya. Begitu juga dengan katakata kelompok, grup, gerombolan, dan rombongan, secara denotatif/ konseptual tidak ada
bedanya.
2. Makna asosiatif
Makna asosiatif berhubungan dengan masyarakat pemakai bahasa itu, nilai-nilai
yang ada pada masyarakat pemakai bahasa itu, perasaan pemakai bahasa, perkembangan kata
itu sesuai dengan kehendak pemakai bahasa, pribadi pemakai bahasa, masa kata itu
dipergunakan, dan perasaan pemakai bahasa. Keenam makna berikut di bawah ini termasuk
makna asosiatif. Makna asosiatif terdiri atas :
a.
Makna konotatif
Makna konotatif adalah mana yang timbuk karena makna konseptual/ denotatif
mendapat tambahan-tambahan sikap sosial, sikap diri dalam suatu jaman, sikap pribadi, dan
kriteria tambahan lainnya. Oleh karena itu, makna konotatif berbeda dari zaman ke zaman,
dari suatu kelompok masyarakat kesuatu masyarakat, dari pribadi ke pribadi, dari suatu
daerah ke satu daerah. Makna konotatif ini tidak tetap dan selalu bergantung atas kebudayaan
bangsa yang bersangkutan.
Contoh :
Kata wanita dan perempuan berbeda maknanya berdasarkan konotasinya. Kata wanita
mengandung makna manusia dewasa berjenis kelamin betina yang lebih berani, agresif,
moderen, profesional, lebih terdidik, kurang pandai memasak, dan kurang sensitif.
11

Sedangkan kata perempuan mengandung makna manusia dewasa berjenis kelamin betina
yang kurang profesional, pandai memasak, kurang terdidik, dan sangat sensitif.

b.

Makna stalistik
Makna stilistik berhubungan dengan gaya pemilihan kata dalam tutur ataupun

karang-mengarang sesuai dengan lingkungan masyarakat pemakai bahasa tersebut. Makna


stilistik dapat dibedakan bedasarkan: a. Profesi (seperti bahasa sastra, bahsa hukum dan
bahasa jurnalistik); b. Status (seperti jargon, slang, dan bahasa percakapan); c. modalitas
(seperti bahasa lelucon, bahasa memorandum, bahasa perkuliahan); d. Pribadi (seperti bahasa
gaya Mochtar Lubis, bahasa gaya Idrus, bahasa gaya Sutan Takdir Alisyahbana). Makna
stilistik ini ada hubungannya dengan gaya bahasa retorik.
c.

Makna efektif
Makna afektif berhubungan dengan perasaan pembicara/ pemakai bahasa secara

pribadi, baik terhadap lawan bicara maupun terhadap objek pembicara. Makna afektif akan
lebih berkesan dalam bahasa lisan daripada dalam bahasa tulis. Makna afektif
mempergunakan pengantar makan denotatif/konseptual, makna asosiatif/konotatif, dan
makna stilistik. Makna afektif lebih jelas dengan pemakaian kata-kata seruan aduh, aduahi,
aha, ahai, amboi, biar!, mampus lu!, cih, cis, lho, oh, puih, wah yakh.
d.

Makna reflektif
Makna reflektif umumnya menghubungkan antara makna denotatif/ konseptual

yang satu dengan makna denotatif/ konseptual yang lain. Pilihan kata denotatif/ konseptual
tertentu menimbulkan refleksi kepada sesuatu yang hampir bersamaan. Umumnya makna
reflektif ini lebih cenderung kepada sesuatu yang bersifat sakral, sesuatu yang bersifat tabu,
sesuatu yang kurang sopan, dan sesuatu yang haram. Setiap orang memilih kata berusaha
agar tepat dan sesuai dengan apa yang diharapkannya. Di samping itu, pilihan kata kita
sedapat mungkin tidak menyinggung perasaan siapa pun juga yang ikut mempergunakan
kata-kata tersebut. Makna reflektif diperoleh berdasarkan pengalaman pribadi, pengalaman
bersama, dan perjalanan sejarah. Reefleksi yang bersifat pribadi sulit dipahami oleh orang

12

lain. Oleh karena itu, untuk menimbulkan makna reflektif pada orang lain harus diusahakan
berdasarkan pengalaman pribadinya.

Contoh :
Kata baju hijau mengandung makna reflektif karena dapat menimbulkan pengertian spontan
sesuatu yang dapat melindungi, tetapi dapat juga mengandung pengertian sesuatu yang
menakuti.
e.

Makna kolokatif
Makna kolokatif berhubungan dengan makna dalam frase sebuah bahasa.

Hubungan makna kolokatif dalam bahasa Indonesia lebih banyak berdasarkan kelaziman dan
kebiasaan.
Contoh :
Kata cepat dan laju mempunyai pasangan atau kelompok kata tertentu. Oleh karena itu,
kedua patah kata itu mempunyai makna kolokatif. Kita dapat mengatakan bus cepat malam
dan janggal rasanya kalau kita mengatakan bus laju malam. Begitu juga dengan laju
pertumbuhan penduduk merupakan kelompok kata yang sudah kita lazimkan pemakaiannya
di dalam bahasa Indonesia dan tidak pernah kita katakan cepat pertumbuhan penduduk.
f.

Makna interpretative
Makna interpretatif berhubungan dengan penafsiran dan juga tenggapan dari

pendengar maupun pembaca. Si x menulis/berbicara dan si q membaca/mendengar. Lalu si q


akan memberikan tafsiran pilihan kata/ diksi yang dilakukan si x. Tafsiran dan tanggapan si q
haruslah sesuai dengan pilihan kata/ diksi si x. Apabila hal ini tidak terjadi, kesalahpahaman
antara si x dan si q akan muncul.
2. Pilihan Kata Sesuai dengan Kaidah Lingkungan Sosial Kata

13

Dalam pilihan kata/diksi harus selalu diperhatikan lingkungan pemakaian katakata. Dengan membedakan lingkungan itu, pilihan kata yang kita lakukan akan lebih tepat
dan mengena. Lingkungan itu dapat kita lihat berdasarkan :
(1) tingkat sosial yang mengakibatkan terjadinya sosiolek;
(2) daerah/geografi yang mengakibatkan terjadinya dialek;
(3) resmi/formal dan tidak resmi/ non formal yang mengakibatkan terjadinya bahasa
baku/bahasa standar dan bahasa yang tidak baku/bahasa nonstandar.
(4) umum dan khusus yang mengakibatkan terjadinya bahasa umum dan bahasa khusus/
bahasa profesional.
Bahasa Indonesia tidak mengenal pemakaian bahasa berdasarkan tingkat sosial.
Di dalam bahasa Indonesia kata-kata tertentu kita bedakan penggunaannya karena adanya
perbedaan rasa bahasa, seperti kasar, halus, sayang, benci, hormat, dan lain-lain. Kata-kata
mati, meninggal dunia, wafat, tewas, misalnya, kita bedakan penggunaannya di dalam bahasa
Indonesia berdasarkan rasa bahasa, bukanlah melihat tingkat sosialnya.
Pilihan kata/ diksi dengan memperhatikan dialek perlu kita lakukan dengan
cermat. Kita dapat merasakan adanya perbedaan makna kata-kata tertentu yang dipergunakan
di daerah-daerah yang berbeda pula. Dengan kata lain, dialek juga ikut menentukan makna
kata. Hal itu umpanya tampak pada kata-kata bis, kereta, dan motor, yang kalau kita
pergunakan di Jakarta berbeda maknanya dengan kalau kita pergunakan di Medan. Bahasa
Indonesia yang dipergunakan di dalam karangan ilmiah harus menggunakan bahasa Indonesia
standar. Agar dapat mengetahui dan membiasakan diri dengan bahasa Indonesia standar, perlu
lah kita membaca tulisan-tulisan para pengarang yang baik dan sudah terkenal. Pilihan
kata/diksi juga harus memperhitungkan kata-kata dan makna yang profesional. Pilihan
kata/diksi berdasarkkan profesi tidak sama dengan istilah. Piihan kata berdasarkan profesi
merupakan pilihan kata yang telah kita lazimkan jika orang membicarakan masalah tertentu.
Contoh:
Umum

Profesional

Dibuat

Dirakit

Tengah

Madya
14

Tukang

Ahli

Rumah

Wisma, graha

Penonton televisi

Pirsawan, pemirsa

Pembantu

Asisten

Orang

Karbon

Pekerja

Karyawa
Begitu pula dengan kata-kata: tersangka, terdakwa, dan tertuduh, yang bagi

masyarakat awam sama maknanya, tetapi di kalangan praktisi hukum (bahasa hukum)
mempunyai makna yang berbeda

3. Pilihan Kata Sesuai dengan Kaidah Mengarang


Pilihan kata pada bagian ini amat penting. Pilihan kata disini haruslah tepat dan
haruslah dapat mewakili apa yang dimaksudkan. Pilihan kata akan memberikan informasi
sesuai dengan apa yang dikehendaki. Untuk itu, perlu pula diperhatikan lingkungan sosial
kata-kata yang kita pilih itu. Harus selalu dibedakan dengan jelas kata yang bersinonim,
bentuk yang bersinonim, dan kalimat yang bersinonim (Nero, 2007).
Pilihan kata yang sesuai dengan karang mengarang harus memperhatikan hal-hal
berikut ini.
a. Pilihan kelompok kata yang berpasangan tetap.
b. Di dalam mengarang sebaiknya dipergunakan kelompok kata yang berpasangan tetap.
Terkadang ada pula kata-kata yang dapat dipasangkan dengan berbagai kata depan
atau kata hubung lainnya. Akibatnya, kelompok kata itu mempunyai beberapa bentuk
yang saling bersaing atau kita terpaksa memilih kelompok kata itu dengan berbagai
alternatif.
Contoh:
(1) terdiri dari, terdiri dalam, terdiri atas
(2) ditemani oleh, ditemani dari, ditemani dengan
(3) bebas akan, bebas atas, bebas dari
(4) marah akan, marah kepada, marah pada
(5) biasa dengan, biasa oleh, biasa pada
(6) berbeda dengan, berbeda dalam, berbeda dari
15

(7) paralel dengan, paralel pada, paralel dalam


c. Pilihan kata yang langsung
Dalam karang-mengarang sebaiknya dipilih kata-kata yang langsung serta tidak
mempergunakan kalimat, frase, maupun bentuk yang bersifat uraian, panjang, dan
berbelit-belit. Pilihan kata-kata itu haruslah yangb berisi, terarah, dan lugas.
Contoh:
Ia menelepon kekasihnya, (pilihan kata yang langsung)
Ia memanggil kekasihnya melalui telepon, (pilihan kata yang panjang dan berbelitbelit)
d. Pilihan kata yang dekat dengan pendengar/pembaca
Pilihan kata/diksi pada bagian ini harus sesuai dengan tingkat sosial, tingkat
pendidikan, tingkat pengetahuan lawan berbicara, sehingga pembicara/penulis dekat
dengan pendengar/pembaca. Pilihan kata berupa singkatan kata ataupun akronim
selalu menimbulkan kekuranglancaran komunikasi. Tidak semua pendengan maupun
pembaca mengerti dengan singkatan/akronim: balita, KISS, dan kelompencapir.
Begitu jugalah dengan kata-kata asing ataupun istilah-istilah yang berasal dari bahasa
asing yang dipilih dalam suatu karangan seperti: memberikan respon terhadap
challenge; pilot proyek modernisasi desa; background ibu; selalu akan
menimbulkan

berbagai

kesalahpahaman

atau

kekurangmengertian

para

pendengar/pembaca terhadap ide/pesan/pokok pikiran yang ingin disampaikan di


dalam sebuah karangan (Moeliono, 1991).

2.3. Kata Ilmiah, Kata Populer, Kata Jargon, dan Kata Slang
Kata ilmiah adalah kata yang biasa digunakan di lingkungan ilmuwan dan dunia
pedidikan umumnya, terutama dalam tulisan ilmiah. Kata populer adalah kata yang lazim
digunakan oleh masyarakat luas dalam kegiatan sehari-hari untuk semua lapisan masyarakat.
Kata ini tentu berbeda dengan kata ilmiah yang merujuk pada bahasa ilmiah. Perbedaan
antara kedua jenis kelompok kata ini dapat dijelaskan secara sederhana dengan
mempertentangkan pasangan yang secara kasar dianggap mempunyai makna yang sama
seperti contoh-contoh berikut ini.

Kata Ilmiah

Kata Populer
16

anarki

kekacauan

argument

bukti

dampak

akibat

eksentrik

aneh

kendala

hambatan

final

akhir

fragmen

penggalan

filter

saringan

formasi

susunan

frustasi

kecewa

harmonis

sesuai

kontradiksi

pertentangan

pasien

orang sakit

volume

isi

koma

sekarat

tunakarya

gelandangan

Dalam pembicaraan di depan umum, sebaiknya kita menggunakan katakata


popular agar apa yang kita kemukakan dapat dipahami dengan baik dan mudah. Katagori kata
ilmiah dan kata popular itu setiap saat dapat bergeser dari katagori yang satu ke kategori yang
lain. Sebuah kata asing mula-mula dipakai oleh golongan terpelajar, oleh karena sering
dipakai lambat laun meresap ke lapisan bawah dan akhirnya berubah status menjadi kata
popular.
Jargon adalah kata-kata teknisatau rahasia dalam suatu bidang ilmu tertentu,
dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan rahasia, atau kelompok-kelompok khusus lainnya
(Keraf, 2005). Pada dasarnya, jargon merupakan bahasa atau kata yang khusus sekali. Berikut
ini contoh kata-kata jargon yang diambil dari salah satu kutipan artikel pada media massa
bertopik kesehatan.
Teh mujudake sumber alami kafein, teofilin lan zat anti-oksida singjenenge katekin, kanthi
kadar lemak, karbohidrat utawa protein meh nol persen.
Teh menunjukkan sumber alami kafein, teofilin dan zat anti-oksida yang bernama katekin,
dengan kadar lemak, karbohidrat atau protein hampir nol persen.

17

Kata slang adalah kata yang digunakan pada ragam percakapan yang khas.
Misalnya, bahasa gaul. Bahasa seperti ini tidak bisa digunakan dalam karya tulis ilmiah
karena merupakan bahasa nonstandar. Slang lebih merupakan gramatika, bersifat temporal
dan lebih umum digunakan oleh kaula muda. Slang digunakan sebagai bahasa pergaulan.
Kosakata slang dapat berupa pemendekan kata, penggunaan kata alam diberi arti baru atau
kosakata yang serba baru dan berubah-ubah. Disamping itu slang juga dapat berupa
pembalikan tata bunyi, kosakata yang lazim dipakai di masyarakat menjadi aneh, lucu,
bahkan ada yang berbeda dari makna sebenarnya. Contoh kata slang : eh ketemu lagi, asoy,
mana tahan, dan lain sebagainya (Widyamartaya, 1990).
2.4. Pemilihan Kata dan Penggunaannya
1. Kata dari dan daripada
Contoh :
a. Kertas itu terbuat dari kayu jati (keterangan asal)
b. Peristiwa itu timbul dari peristiwa seminggu yang lalu (keterangan sebab)
c. Buku itu ditulis dari pengalamanya selama di Jerman (menyatakan alasan)
2. Kata pada dan kepada
Contoh :
a. Buku catatan saya ada pada Astuti (pengantar keterangan)
b. Saya ketemu dengan dia pada suatu sore hari. (keterangan waktu)
3. Kata di dan ke
Contoh :
a. Atik sedang berada di luar kota (fungsi kata depan di)
b. Di saat usianya suadah lanjut, orang itu semakin malas belajar (keterangan waktu)
4. Kata dan dan dengan
Contoh :
a. Ayah dan Ibu pergi ke Jakarta kemarin
b. Ibu memotong kue dengan pisau
5. Kata antar dan antara
Contoh :
a. Kabar ibu belum pasti,antara benar dan tidak (menyataan pemilihan)
b. Dia akan tiba antara jam 04.00 sampai jam 06.00 (jangka waktu) (Amran, 2010).
18

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
a. Diksi

adalah

pemilihan

dan

pemakaian

kata

oleh

pengarang

dengan

mempertimbangkan aspek makna kata yaitu makna denotatif dan makna konotatif
sebab sebuah kata dapat menimbulkan berbagai pengertian.
b. Diksi merupakan bagian penting dalam pembuatan sebuah karya ilmiah karna
karangan atau karya ilmiah yang baik bukan hanya dilihat dari isi karya ilmiah
tersebut tetapi juga dilihat dari pemilihan kata yang digunakan dalam pembuatan
karya ilmiah tersebut. Karna dilihat dalam pemilihan kata seseorang dapat menilai
kepribadian seorang penulis tersebut.
c. Dalam penggunaan diksi terdapat beberapa syarat, yaitu :
(1) Hindari pengggunaan bahasa substandar dalam situasi formal
(2) Menggunakan kata ilmiah dalam kondisi tertentu saja, selebihnya gunakan kata
(3)
(4)
(5)
(6)

populer
Hindari jargon yang dapat dibaca oleh publik
Hindari pemakaian kata-kata slang
Hindari ungkapan-ungkapan yang telah using
Hindari bahasa atau kata artifisial yaitu rangkaian kata yang disusun secara

kreatif untuk menimbulkan rasa seni


(7) Hindari penggunaan kata-kata atau kalimat percakapan dalam penulisan
d. Kata ilmiah adalah kata yang biasa digunakan di lingkungan ilmuwan dan dunia
pedidikan umumnya, terutama dalam tulisan ilmiah.
e. Kata populer adalah kata yang lazim digunakan oleh masyarakat luas dalam kegiatan
sehari-hari untuk semua lapisan masyarakat.
f. Jargon adalah kata-kata teknisatau rahasia dalam suatu bidang ilmu tertentu, dalam
bidang seni, perdagangan, kumpulan rahasia, atau kelompok-kelompok khusus
lainnya.
g. Kata slang adalah kata yang digunakan pada ragam percakapan yang khas. Misalnya,
bahasa gaul. Bahasa seperti ini tidak bisa digunakan dalam karya tulis ilmiah karena
merupakan bahasa nonstandar. Slang lebih merupakan gramatika, bersifat temporal
dan lebih umum digunakan oleh kaula muda.
3.2. Saran

19

Dengan adanya makalah ini penulis dapat mengetahui lebih mendalam tentang
diksi atau pemilihan kata, serta penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat
bermanfaat bagi pelajar, mahasiswa serta semua pihak yang membaca makalah ini. Melalui
makalah ini supaya penulis dapat memahami lebih mendalam lagi sehingga dapat membentuk
generasi yang cerdas dan berbudi pekerti yang baik. Penulis menyadari dalam pembuatan
makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Maka penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, untuk dapat menulis
makalah yang lebih baik lagi kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Tri. 2007. Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik. Yogyakarta : CV. Andi Offset
20

Amran, Tasai. 2010. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta : CV. Akademika Pressindo
Enre. 1988. Ragam Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga
Keraf, Gorys. 2005. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Moeliono, Anton. 1991. Santun bahasa. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Nero, Agus. 2007. Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas
Widyatama
Rahaedi, Kunjana. 2003. Bahasa Indonesia Perguruan Tinggi. Jakarta : Erlangga
Sugono, Dendy. 2003. Buku Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Bahasa
Widyamartaya. 1990. Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga

21

Anda mungkin juga menyukai