Anda di halaman 1dari 20

Pertumbuhan Populasi Drosophila melanogaster (lalat buah)

Arfenda Harum Luthfia, K4313013


Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
e-mail: arfendaharum@student.uns.ac.id
Abstrak
Percobaan ini memiliki tujuan untuk a) mengenal lalat buah; b) membedakan seks lalat buah dewasa
secara morfologi; c) mempelajari pertumbuhan populasi lalat buah. Percobaan dilakukan di Laboratorium
KKI dan KKC di gedung D FKIP UNS pada hari Selasa, 22 Maret 2016 hingga 6 April 2016 dengan
pengamatan setiap harinya. Lalat buah ditangkap dengan oerangkap berupa buah buahan yang masak lalu
dibius dengan kapas yang dibasahi eter untuk dapat dimasukkan ke dalam botol kultur yang berisi media
makanan lalat. Media terdiri dari tape dan pisang serta pengawet makanan yaitu Natrium benzoat. Diletakkan
pula kertas merang sebagi tempat lalat untuk bertengger agar tidak jatuh dan tenggelam pada media. Lalat
diidentifikasi menggunakan bantuan lup dan dimasukkan dalam botol kultur sesuai perbandingan, botol 1
terdiri dari 1 jantan dan 2 betina sedangkanbotol 2 terdiri dari 2 jantan dan 3 betina. Analisis kuantitaif
berupa kurva pertumbuhan populasi berdasarkan rasio hidup mati dan jenis kelamin, serta analisis laju
pertumbuhan populasi intirnsik (rN) melalui data laju natalitas (b) dan laju mortalitas (d). Laju pertumbuhan
populasi setelah 15 hari adalah 0 dari botol 1 dan botol 2 dikarenakan tidak adanya kelahiran yang dialami
dan hanya ada kematian dari tiap lalat dalam botol yang dikulturkan. Laju mortalitas botol 1 0,33 sedangkan
pada botol 2 0,67. Sepasang jantan dan betina mati pada botol 1 serta 2 ekor betina dan satu jantan mati pada
botol 2. Sehingga disimpulkan lalat jantan lebih mampu bertahan hidup dari lalat betina. Hal ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain karena suhu, pergerakan individu, intensitas cahaya.

Kata kunci: pertumbuhan populasi, Drosophilla melanogaster, individu, kurva logistik


Pendahuluan
Kemampuan bereproduksi suatu serangga erat kaitannya dengan jumlah individu dari setiap
jenis kelamin yang ada dalam populasi. Perkembangan suatu populasi sangat dipengaruhi oleh
perbandingan individu (nisbah kelamin) dari setiap jenis serangga. Sedangkan reproduksi serangga
sangat dipengaruhi oleh jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Borror, et al., 1982; Santoso,
2011). Pertumbuhan populasi dalam hal ini merupakan perubahan ukuran populasi pada periode
waktu tertentu. Populasi dapat dikatakan mengalami pertumbuhan bila laju natalitas lebih besar dari
laju mortalitas.
Populasi dapat diukur secara statistik dan bukan merupakan sifat dari individu-individu
penyusunnya. Namun populasi memiliki unsur unsur tersendiri antara lain:
1. Laju Perkembangan Populasi
Perubahan jumlah populasi disetiap waktu merupakan tanda dari laju perkembangan
populasi. Biasanya, dipengaruhi jumlah kelahiran, kematian dan migrasi. Model eksponensial
merupakan model pertumbuhan yang sangat sederhana. Individu berkembang tidak dibatasi
oleh lingkungan seperti kompetisi dan keterbatasan akan suplai makanan. Laju perubahan
populasi dapat dihitung jika banyaknya kelahiran, kematian dan migrasi diketahui. Dalam
demografi dan ekologi, tingkat pertumbuhan populasi (PGR= Percentage Growth) adalah
tingkat di mana jumlah individu dalam suatu populasi meningkat dalam jangka waktu tertentu
sebagai fraksi dari populasi awal. Secara khusus, PGR biasanya mengacu pada perubahan
1 | Page

dalam populasi selama periode waktu unit, sering dinyatakan sebagai persentase dari jumlah
individu dalam populasi pada awal periode itu, dengan rumus sebagai berikut:
Percentage Growth = Growth rate x 100%

2. Natalitas
Natalitas atau kelahiran adalah kemampuan suatu populasi untuk menambah jumlah
anggotanya secara besar. Biasanya diperoleh dengan membagi jumlah individu baru yang
dihasilkan dengan satuan waktu (dNt/dt) (laju natalitas absolute) yang dapat juga dinyatakan
dalam jumlah individu baru per-satuan waktu per-satuan populasi (dNt/Ndt) (natalitas spesifik).
Untuk kemudian dinyatakan sebagai laju natalitas.
3. Mortalitas
Mortalitas merupakan ukuran jumlah kematian yang umumnya dikarenakan akibat
spesifik pada suatu populasi, yang terjadi dalam skala besar suatu populasi, per dikali satuan.
Laju ini sama dengan laju kematian pada manusia/hewan
Kajian mengenai pertumbuhan populasi ini dianggap penting karena membantu dalam
analisis laju pertumbuhan populasi, penentuan model pertumbuhan populasi, serta dalam hal
analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan populasi tersebut. Kurva pertumbuhan
eksponensial didefinisikan dengan beberapa pendapat. Menurut Basukriadi (2011), grafik yang
menggambarkan secara aritmatik laju pertumbuhan populasi dN/dt = rN, dikenal sebagai kurva
bentuk J atau kurva laju pertumbuhan eksponensial. Kurva pertumbuhan populasi pada lingkungan
terbatas disebut kurva bentuk S (sigmoid). Kurva sigmoid memliki beberapa perbedaan dengan
kurva J. Kurva sigmoid memiliki asimptot atas (kurva tidak melebihi titik maksimal tertentu), dan
kurva ini mendekati asimptot secara perlahan, tidak secara mendadak atau tajam. Kurva sigmoid
disebut juga kurva logistik. Dalam pertumbuhan populasi, kurva seperti ini diperlukan sebagai
bahan analisis.
Drosophila melanogaster (lalat buah) merupakan salah satu serangga kecil
dengan panjang dua sampai lima milimeter yang sering kita temukan
komunitasnya di sekitar buah yang rusak/busuk (Iskandar, 1987; Aini, 2008).
Serangga ini seringkali digunakan dalam penelitian biologi terutama dalam
perkembangan ilmu genetika (Manning, 2006; Aini, 2008). Ada beberapa
alasan Drosophila melanogaster dijadikan sebagai model organisme, menurut
Iskandar (1987) dalam Aini (2008) antara lain karena D. melanogaster ukuran
tubuhnya kecil, mudah ditangani dan mudah dipahami, praktis, siklus hidup
singkat yaitu hanya dua minggu, murah dan mudah dipelihara dalam jumlah
besar, mudah berkembangbiak dengan jumlah anak banyak, masih mudah
2 | Page

menguraikan beberapa mutan (King, 1962; Aini, 2008), serta memiliki empat
pasang kromosom raksasa yang terdapat pada kelenjar saliva pada fase larva
(Strickberger, 1962; Aini, 2008).
Menurut Shelly dan Nishida (2004) dalam Sunarno (2015) lalat buah mempunyai 4 stadium
hidup yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Siklus hidup dari telur menjadi dewasa berlangsung
selama 16 hari. Suhu optimal 260C, sedangkan kelembaban relatif sebesar 70%. Kelembaban tanah
sangat berpengaruh terhadap perkembangan pupa. Kelembaban tanah yang sesuai untuk stadia pupa
adalah 0-9%. Cahaya mempunyai pengaruh langsung terhadap perkembangan lalat buah. Lalat buah
betina akan meletakkan telur lebih cepat dalam kondisi yang terang, sebaliknya pupa lalat buah
tidak akan menetas apabila terkena sinar.
Reproduksi dimulai dengan memasukkan telur kedalam kulit buah atau di dalam luka atau
cacat buah secara berkelompok yang dilakukan oleh lalat betina. Lalat buah betina bertelur sekitar
15 butir. Telur berwarna putih transparan dan berbentuk bulat panjang. Larva lalat berkembang di
dalam daging buah selama 6-9 hari. Kemudian larva mengorek daging buah sambil mengeluarkan
enzim yang berfungsi melunakkan daging buah sehingga mudah diisap dan dicerna, selain bakteri
pembusuk yang mempercepat aktivitas pembusukan buah. Jika aktivitas pembusukan sudah
mencapai tahap lanjut, buah akan jatuh ke tanah, larva lalat buah memasuki tahap pupa, larva
masuk dalam tanah dan menjadi pupa. Pupa berwarna kecoklatan berbentuk oval dengan panjang 5
mm. Secara lebih jelasnya siklus lalat buah mengalami skilus hidup sebagai berikut.
Drosophila melanogaster mengalami metamorfosis sempurna,siklus hidupnya terdiri dari
fase telur, larva, pupa, dan imago atau Drosophila melanogaster dewasa. Tahapan larva masih
dibagi lagi menjadi larvar instar 1, larva instar 2, dan larva instar 3 (Geiger, 2002):

Gambar 1. Siklus Hidup Lalat Buah


Siklus hidup Drosophila melanogaster dimulai dari tahap telur. Pada suhu 25 o C telur akan
menetas setelah 24 jam sejak peletakkan telur. Telur milik Drosophila melanogaster berbentuk

3 | Page

lonjong dengan panjang 0,5 mm, terdapat sepasang filamen pada salah satu ujung telur untuk
mencegah telur tenggelam dalam media dan membantu dalam pernapasan (Shorrocks, 1972).

Gambar 2. Siklus Telur Lalat Buah Hingga menjadi Lalat


Setelah menetas larva akan mengalami 3 tahapan yaitu, larva instar 1, larva instar 2, dan
larva instar 3. Larva instar 1 muncul setelah telur menetas, selanjutnya berubah menjadi larva instar
2 sehari setelahnya, untuk kemudian larva instar 2 berkembang menjadi larva instar 3 setelah dua
hari. Dalam fase ini, larva akan terus makan hingga ukurannya membesar. Larva makan dengan
mulut yang terdapat pada bagian ventral segmen kepala dan bernapas menggunakan spirakel
anterior. Kecepatan makan dan geraknya bertambah seiring perkembangan larva. Selama proses
makan, larva akan membuat saluran-saluran pada medium. Aktivitas pembuatan saluran pada
medium dapat dijadikan indikator apakah larva tumbuh dan berkembang dengan baik (Demerec et
al., 1996).
Pada tahap akhir larva, larva instar 3 dapat mencapai panjang 4,5 mm. Tubuh larva terdiri
dari 12 segmen: 1 segmen kepala, 3 segmen thorax, dan 8 segmen abdomen. Tubuhnya yang
transparan membuat beberapa organ dalamnya dapat terlihat. Organ-organ yang dapat dilihat antara
lain lemak tubuh larva, usus yang terpilin, gonad (organ seks) dan tabung Malpighia. Menurut
Shorrocks (1972), gonad pada Drosophila melanogaster jantan lebih besar dari pada gonad
pada Drosophila melanogaster betina, sehingga kelamin larva Drosophila melanogaster dapat
dikenali.
Sebelum pupasi (proses menjadi pupa), larva instar 3 meninggalkan medium dan merayap
pada bagian yang kering, biasanya pada dinding botol atau pada kertas tissue yang disediakan.
Larva kemudian membentuk tanduk pupal (pupal horns), pergerakannya menjadi berkurang, dan
4 | Page

mulai berdiam menyerupai penampilan pupa. Kulit terakhir larva, yang juga menjadi kulit pupa,
mengalami pengerasan dan penggelapan. Setelah 3,5 jam pupa akan sepenuhnya terpigmentasi
(Shorrocks, 1972). Drosophila melanogaster dewasa muncul dari puparium melalui operkulum
yang terletak pada bagian dorsal permukaan cangkang pupa. Ketika imago mendorong operkulum,
lapisan operkulum pecah. Tubuh imago muda berukuran lebih kecil, berwarna lebih terang dan
memiliki sayap yang belum terentang. Dalam beberapa jam, tubuh imago akan menggelap dan
membulat, serta merentangkan sayapnya (Shorrocks, 1972). Ditambahkan oleh Borror (1992)
setelah keluar dari pupa, lalat buah warnanya masih pucat dan sayapnya pun belum merentang.
Sementara itu lalat betina akan kawin setelah berumur 8 jam dan akan menyimpan sperma dalam
jumlah yang sangat banyak dari lalat buah jantan. Walupun banyak sperma yang masuk kedalam
mikropil yang terdapat pada ujung anterior tapi hanya satu yang dapat berfertilisasi dengan
pronoleus betina dan yang lainnya segera berabsorpsi dalam perkembangan jaringan embrio.
Waktu yang dibutuhkan Drosophila melanogaster untuk melengkapi siklus hidupnya sangat
dipengaruhi oleh suhu (Demerece et al., 1996). Siklus hidup lalat dewasa Drosophila melanogaster
sekitar 9 hari. Menurut Silvia (2003), lalat buah mempunyai siklus hidup yang sangat pendek yaitu
sekitar 12 hari pada suhu kamar sehingga pada hari ketigabelasnya ia akan mati. Dalam kondisi
yang kurang optimum, lalat dapat menghasilkan telur hingga 25 butir tiap tahunnya dengan
berbagai jenis kelamin. Perbedaan jenis kelamin umumnya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
1. Faktor Lingkungan.
Biasanya dipengaruhi keadaan fisiologis. Kadar hormon kelamin dalam tubuh yang tidak
seimbang penghasilan atau peredarannya, maka fenotip pada suatu makhluk mengenai kelaminnya
berubah.
2. Faktor Genetik.
Komposisi bahan genetik terdapat di dalam kromosom yang berbeda menjadikan beda jenis
kelamin suatu organisme kerena perbedaan kelamin itu terletak dalam komposisi kromosom. Inti sel
tubuh lalat Drosophila memiliki 8 buah kromosom saja, sehingga mudah diamati dan dihitung. 6
buah kromosom (3 pasang) pada lalat betina maupun jantan sama bentuknya, disebut kromosorn
autosom (kromosom tubuh) dan 2 buah kromosom (1 pasang) disebut kromosom kelamin (seks
kromosom) karena bentuknya berbeda antara lalat jantan dan lalat betina. Hal ini juga menjadi salah
satu alasan mengapa lalat dijadikan subjek penelitian pertumbuhan populasi.
Meskipun kecil, pembedaan seks lalat buah masih cukup mudah jika dilihat dari
morfologinya. Lalat dewasa berwarna merah kecoklatan, dengan dada berwarna gelap. Terdapat 2
garis kuning membujur pada dada dan garis melintang pada bagian perut. Pada lalat betina, ujung
perutnya lebih runcing dibandingkan lalat jantan (Sunarno, 2015).
5 | Page

Dari bahasan pertumbuhan populasi dan karakteristik Drosophila melanogaster, percobaan


ini bertujuan untuk mengenal lalat buah, membedakan seks lalat buah dewasa secara morfologi,
mempelajari pertumbuhan populasi lalat buah. Membedakan seks lalat buah dewasa dapat
dibedakan dengan bantuan kaca pembesar sebagai alat bantu pengamatan.
Alat dan Bahan
Pada percobaan kali ini digunakan lalat buah jantan dan betina yang normal, eter sebagai
pembius lalat serta media lalat yang terdiri dari tape, pisang, dan natrium benzoat. Dibutuhkan juga
botol jam sebagai habitat lalat nantinya dan kaca pembesar atau lup digunakan untuk membedakan
seks jantan dan betina secara morfologi.
Metode
a. Pembuatan medium makanan
Media lalat dibuat dengan menghaluskan 50 gram buah pisang dengan 25 gram tape
kemudian dimasukkan dalam air yang setengah mendidih sambil diaduk aduk agar homogen.
Ditambahkan 0,5 Natrium benzoat sebagai pengawet media. Media diusahakan agar tidak terlalu
lembek dan agak padat agar tidak menyulitkan pengamatan dan penghitungan jumlah individu
lalat nantiya. Setelah media dibuat, media ditaruh di dalam botol jam yang telah steril. Lalu
dipasang kertas merang yang dipasang berdiri di atas media tadi. Botol jam kemudian ditutup
dengan plastik bening yang telah diberi lubang kecil kecil sebagai sirkulator udara dan diikat
karet gelang. Botol jam ditaruh di tempat yang suhunya sesuai yaitu suhu ruangan. Pada
percobaan ini botol jam diletakkan di Laboratorium KKI Gedung D, FKIP UNS hingga 15 hari
berturut turut.
b. Esterisasi dan Pengamatan
Penangkapan Drosophila melanogaster dilakukan di sekitar kampus UNS dan rumah para
praktikan menggunakan umpan buah dalam kantung plastik, yang diletakkan ditempat yang
6 | Page

terbuka. Buah yang digunakan bervariasi, seperti buah pisang, pepaya, tomat dan jeruk manis
yang sudah masak lalu dimasukkan didalam kantung plastik besar.
Penangkapan Drosophila ditunggu selama 1 jam serta dihindarkan dari gangguan hewan
lain maupun manusia. Hasil tangkapan tidak langsung dimasukkan dalam botol kultur melainkan
diidentifikasi jenis kelaminnya terlebih dahulu.
Dalam pengidentifikasian Drosophila melanogaster terlebih dahulu dibius. Pembiusan
dilakukan untuk dapat mendiamkan dalam waktu singkat selama diteliti, menggunakan eter dan
kapas. Digunakan eter dosis ringan agar lalat terbius secara sementara. Lalat dibius dengan
membasahi kapas dengan eter secukupnya. Lalat yang biasanya terbius 5 10 menit, dipindah
perlahan di atas kertas putih dengan bantuan kuas lalu dilihat morfologinya agar dapat dibedakan
seksnya. Lalat yang diambil harus dipastikan bahwa dia masih hidup. Drosophila melanogaster
yang sudah diletakkan dalam botol kultur dibiarkan kawin secara acak dalam medium (Michel,
1995; Siburian, 2013).
c. Pengamatan Pertumbuhan Populasi
Dalam pengumpulan lalat, jangan sampai meletakkan lalat yang belum sadar langsung di
atas media karena lalat bisa tenggelam dalam medium tersebut. Letakkan dahulu lalat diatas
kertas merang.
Untuk mengamati pertumbuhan lalat dengan baik, digunakan kertas label pada setipa botol
-

kultur dengan ketentuan:


Kelompok :
Jumlah jantan : betina :
Tanggal mulai:
Setelah proses pemindahan lalat selesai, tutup segera botol kultur dengan plastik yang sudah
dilubangi tadi dan diikat karet gelang. Pengamatan lalat dilakukan selama 15 hari berturut turut
dengan selalu mencatat pertumbuhan populasinya dalam tabel data pengamatan (Karyanto,
2016).

Hasil dan Pembahasan


Dari hasil percobaan diperoleh data sebagai berikut:
Hari
Ke0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
7 | Page

BOTOL 1 (1 jantan : 2 betina)


Hidup
Mati
Betina
Jantan
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2

0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1

BOTOL 2 (2 jantan : 3 betina)


Hidup
Mati
Betina
Jantan
5
5
5
4
4
4
4
4
4
3
3

0
0
0
1
1
1
1
1
1
2
2

2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2

3
3
3
2
2
2
2
2
2
1
1

11
2
1
1
1
3
12
2
1
1
1
3
13
2
1
1
1
2
14
1
2
0
1
2
15
1
2
0
1
2
Analisis Kuantitatif Pertumbuhan Drosophila melanogaster

2
2
3
3
3

2
2
1
1
1

1
1
1
1
1

A. Rasio Hidup Mati pada Pertumbuhan Populasi Drosophila Melanogaster


Berdasarkan data hasil pengamatan, pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster rasio
hidup mati dapat direpresentasikan ke dalam bentuk kurva seperti yang tertera pada gambar 3. dan
gambar 4. sebagai berikut:

2 222222222222
13

111111111111
10

000

Jumlah Drosophila melanogaster

333

0 1 2 3 4

Populasi Drosophila melanogaster Botol Kultur I

Hari keHidup

Mati

Gambar 3. Kurva pertumbuhan populasi rasio hidup mati Drosophila melanogaster botol kultur I.

Populasi Drosophila melanogaster Botol Kultur II


6

6
55 5 5

4 4 4 4 4 4

Jumlah Drosophila melanogaster

3
2

5
3 3 3 3 3 3

11

2 2 2 2 2 2
1 1 1 1 1 1
15

13

11

00 0 0

Hari keHidup

Mati

Gambar 4. Kurva pertumbuhan populasi rasio hidup mati Drosophila melanogaster botol kultur II.

B. Rasio Jenis Kelamin dalam satu botol pada Pertumbuhan Populasi Drosophila
Melanogaster

8 | Page

Berdasarkan data hasil pengamatan, pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster rasio


jenis kelamin dapat direpresentasikan ke dalam bentuk kurva seperti yang tertera pada gambar 5.
dan gambar 6. sebagai berikut:

Populasi Drosophila melanogaster Botol Kultur I


4

Jumlah Drosophila melanogaster

22 2 2
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

15

13

11

0
3

Hari kebetina

jantan

Gambar 5. Kurva pertumbuhan populasi rasio jenis kelamin Drosophila melanogaster botol kultur I.

Populasi Drosophila melanogaster Botol Kultur II


4

4
33 3 3

Jumlah Drosophila melanogaster

22 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
11

1 1 1 1 1 1

15

13

11

Hari kebetina

jantan

Gambar 6. Kurva pertumbuhan populasi rasio jenis kelamin Drosophila melanogaster botol kultur II.

C. Rasio Jenis Kelamin Jantan dan Betina pada Pertumbuhan Populasi Drosophila
Melanogaster tiap botol
Berdasarkan data hasil pengamatan, perbandingan pertumbuhan populasi Drosophila
melanogaster jantan pada botol I dan botol II dapat direpresentasikan ke dalam bentuk kurva seperti
yang tertera pada gambar 7. sebagai berikut:

9 | Page

Pertumbuhan Populasi Drosophila melanogaster Jantan pada Botol I dan Botol II


4

4
33 3 3

Jumlah Drosophila melanogaster

22 2 2 2 2 2 2 2 2
11

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

15

13

11

Hari keBotol 1

Botol 2

Gambar 7. Kurva perbandingan pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster jantan pada botol I dan botol II.

Berdasarkan data hasil pengamatan, perbandingan pertumbuhan populasi Drosophila


melanogaster betina pada botol I dan botol II dapat direpresentasikan ke dalam bentuk kurva seperti
yang tertera pada gambar 8. sebagai berikut:

Pertumbuhan Populasi Drosophila melanogaster Betina pada Botol I dan Botol II


4

4
3

Jumlah Drosophila melanogaster

22 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

15

13

11

0
3

Hari keBo2tol

Botol 1

Gambar 8. Kurva perbandingan pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster betina pada botol I dan botol
II.

1. Analisis Laju Pertumbuhan Populasi Lalat Buah pada Botol I1


a. Perhitungan laju natalitas (b)
jumlah kelahiran
Laju natalitas (b) = jumlah populasi x 1 00 %
b=
b=0
10 | P a g e

0
x 100
3

b. Perhitungan laju mortalitas (d)


jumlah kematian
Laju mortalitas (d) = jumlah populasi x 1 00 %
d=

2
x 100
3

d = 0,67
c. Perhitungan laju pertumbuhan (r)
r=bd
r = 0 0,67 = - 0,33 r < 0 maka termasuk laju pertumbuhan logistik
d. Carrying capacity (K) yaitu jumlah populasi maksimal yang dapat hidup, pada botol I
sebesar 3.
e. Rumus model pertumbuhan logistik ( N = 3 )
(KN )
dN
=r max N
dt
K
(33)
dN
=(0,33)(3)
dt
3
dN
=0
dt
Nilai dN/dt = rN, dimana rN merupakan laju pertumbuhan populasi. Hasil analisis pada
botol kultur I menunjukkan nilai rN sebesar 0. Laju pertumbuhan pada botol 1 relatif konstan
artinya jumlah populasi relatif stabil meskipun waktu terus berlalu. Kurva pertumbuhan populasi
lalat buah pada botol kultur I dapat dilihat pada gambar 10.

Laj u Pertum b u han Drosop h il a m el anog aster b otol 1


Laju Pertumbuhan
4

33 3 3
Jumlah Drosophila melanogaster

2 2

2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

11

0
Hari ke-

Gambar 10. Kurva laju pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster pada botol I.

2. Analisis Laju Pertumbuhan Populasi Lalat Buah pada Botol II


a. Perhitungan laju natalitas (b)
11 | P a g e

jumlah kelahiran
x 1 00 %
jumlah populasi

Laju natalitas (b) =


b=

0
x 100
5

b=0
b. Perhitungan laju mortalitas (d)
jumlah kematian
Laju mortalitas (d) = jumlah populasi x 1 00 %
d=

3
x 100
5

d = 0.6
c. Perhitungan laju pertumbuhan (r)
r=bd
r = 0 0.6 = - 0.4 r < 0 maka termasuk laju pertumbuhan logistik
d. Carrying capacity (K), yaitu jumlah populasi maksimal yang dapat hidup, pada botol II
sebesar 5.
e. Rumus model pertumbuhan logistik ( N = 5 )
(KN )
dN
=r max N
dt
K
(55)
dN
=(0.6)(5)
dt
5
dN
=0
dt
Nilai dN/dt = rN, dimana rN merupakan laju pertumbuhan populasi. Hasil analisis pada
botol kultur II menunjukkan nilai rN sebesar 0. Laju pertumbuhan atas botol dua dikatakan konstan,
artinya jumlah populasi relatif stabil seiring waktu pengamatan yang teleh dilakukan. Kurva
pertumbuhan populasi lalat buah pada botol kultur II dapat dilihat pada gambar 11.

Laj u Pertum b u han Drosop h il a m el anog aster b otol 2


Laju Pertumbuhan

44 4 4 4 4

4
3
Jumlah Drosophila melanogaster

3 3 3 3

2 2

2 2

11
0
Hari ke-

Gambar 11. Kurva laju pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster pada botol II.

12 | P a g e

Analisis Kualitatif
Selama 15 hari, lalat diamati pertumbuhan populasinya. Dalam hal ini, besar populasi
dipengaruhi oleh density, dispersion, natality, mortality, age distribution, dan growth form. Populasi
hidup di dalam ekosistem dan agroekosistem yang memiliki perbedaan. Menurut Soesilohadi (2008)
dalam Sunarno (2015) ekosistem adalah interaksi populasi dalam komunitas yang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan fisik, sedangkan agroekosistem adalah ekosistem yang dibuat dan
dipelihara untuk memenuhi kebutuhan manusia. Strategi kehidupan hewan yang berupa R dan
K adalah strategi strategi yang dapat digunakan serangga dalam mempertahankan dinamika
kehidupannya. Perubahan populasi serangga sangat dipengaruhi oleh laju kelahiran, laju kematian,
dan perpindahan serangga.
Laju Pertumbuhan
1. Laju pertumbuhan populasi pada Botol 1
Berdasarkan data hasil

pengamatan, didapatkan hasil bahwa populasi Drosophila

melanogaster pada botol 1 tidak mengalami pertambahan jumlah, malah mengalami pengurangan
jumlah. Artinya tidak terjadi pertumbuhan populasi pada botol I. Jumlah populasi terbesar yang
dapat hidup dalam botol I hanya sebesar 3 ekor Drosophila melanogaster saja, yang mana jumlah
ini merupakan jumlah awal individu yang dimasukkan dalam botol.
Hari pertama hingga hari kedua pengamatan, jumlah individu masih utuh yaitu tiga ekor.
Mulai hari ketiga, jumlah Drosophila melanogaster menurun menjadi 2 ekor saja. Di sini terjadi
kematian salah satu betina. Hal ini terjadi hingga hari keduabelas. Hari ketigabelas, terjadi kematian
lagi pada betina sehingga tinggal satu ekor pejantan yang hidup dalam botol 1 hingga hari terakhir.
Analisis berdasarkan kurva survivorship, garis kurva yang dimiliki Drosophila
melanogaster pada laju pertumbuhan populasinya termasuk ke dalam tipe I. Hewan dengan kurva
eksponensial tipe I memiliki strategi R. Hewan tersebut dapat hidup di lingkungan yang kondisinya
kurang stabil. Sehingga memiliki tipe reproduksi precochition yaitu sesegera mungkin melakukan
reproduksi saat kondisi kurang menguntungkan agar dapat melanjutkan keturunannya. Hewan
dengan Strategi R dapat bereproduksi secara cepat, menghasilkan banyak anak yang umumnya
berukuran kecil, namun anak-anak ini tidak diasuh oleh induknya. Dari semua pemaparan di atas,
Drosophila melanogaster termasuk hewan dengan r strategiest karena memenuhi syarat-syarat di
atas.
Pada kurva survivorship terlihat bahwa titik pertumbuhan populasi

Drosophila

melanogaster tersebar dalam jarak yang relatif jauh dari garis kurva survivorship tipe I. Hal ini
menandakan bahwa pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster yang digunakan dalam
percobaan terpaut secara signifikan dengan teori yang sebenarnya.
13 | P a g e

Hasil perhitungan laju pertumbuhan intrinsik (rN) yang diperoleh melalui pembagian laju
natalitas (b) terhadap laju mortalitas (d), menunjukkan Drosophila melanogaster pada botol I adalah
0% atau tidak mengalami laju pertumbuhan intrinsik sama sekali, dilihat dari tidak adanya angka
kelahiran yang muncul pada populasi Drosophila melanogaster di botol I. Pertumbuhan populasi
hanya dapat muncul apabila terdapat laju natalitas pada suatu populasi. Sedangkan, pada botol 1
tidak ada sama seklali. Di sisi lain, laju mortalitas atau kematian pada Drosophila melanogaster
dalam botol I sebesar 0,33 yang artinya hampir separuh dari jumlah keseluruhan individu dalam
populasi mengalami kematian. Tidak adanya pasangan dalam bereproduksi dan waktu yang kurang
tepat mengakibatkan lalat tidak menghasilkan keturuna sama sekali dan akhirnya kelama lamaan
mereka mati sendiri.
2. Laju pertumbuhan populasi pada Botol 2
Berdasarkan data hasil

pengamatan, didapatkan hasil bahwa populasi Drosophila

melanogaster pada botol 2 sama halnya dengan botol 1, tidak mengalami pertambahan jumlah,
malah mengalami pengurangan jumlah. Pada botol 2 tidak terjadi pertumbuhan populasi. Jumlah
populasi terbesar yang dapat hidup dalam botol I hanya sebesar 5 ekor Drosophila melanogaster
saja, yang mana jumlah ini merupakan jumlah awal individu yang dimasukkan dalam botol pada
hari ke 0.
Hari pertama hingga hari kedua pengamatan, jumlah individu masih utuh yaitu lima ekor
dengan perbandingan dua ekor jantan dan dua ekor betina. Mulai hari ketiga, jumlah Drosophila
melanogaster menurun menjadi empat ekor saja. Kematian salah satu betina menjadi penyebab
berkurangnya populasi dalam botol dua. Jumlah lalat yang tinggal empat ekor itu bertahan hingga
hari kesembilan pengamatan. Pada hari kesepuluh, terjadi kematian lagi namun kali ini pada jantan
sehingga tinggal satu ekor pejantan dan dua ekor betina yang hidup dalam botol dua sampai hari
kedua belas. Dihari selanjutnya ditemukan lagi kematian pada betina, sehingga jumlahnya tersisa
dua ekor saja yang terdiri dari satu pejantan dan sat betina hingga hari kelima belas.
Analisis dilakukan berdasarkan kurva survivorship, didapatkan data bahwa garis kurva yang
dimiliki Drosophila melanogaster pada laju pertumbuhan populasinya termasuk dalam tipe I.
Hewan dengan kurva eksponensial tipe I memiliki strategi R. Hewan tersebut dapat hidup di
lingkungan yang kondisinya kurang stabil. Sehingga memiliki tipe reproduksi precochition yaitu
sesegera mungkin melakukan reproduksi saat kondisi kurang menguntungkan agar dapat
melanjutkan keturunannya. Hewan dengan Strategi R dapat bereproduksi secara cepat,
menghasilkan banyak anak yang umumnya berukuran kecil, namun anak-anak ini tidak diasuh oleh
induknya. Dari semua pemaparan di atas, Drosophila melanogaster termasuk hewan dengan r
strategiest karena memenuhi syarat-syarat di atas.
14 | P a g e

Pada kurva survivorship terlihat bahwa titik pertumbuhan populasi

Drosophila

melanogaster tersebar dalam jarak yang relatif jauh dari garis kurva survivorship tipe I. Hal ini
menandakan bahwa pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster yang digunakan dalam
percobaan terpaut secara signifikan dengan teori yang sebenarnya.
Hasil perhitungan dari laju pertumbuhan intrinsik (rN) yang diperoleh melalui pembagian
laju natalitas (b) terhadap laju mortalitas (d), menunjukkan Drosophila melanogaster pada botol II
adalah 0% atau tidak mengalami laju pertumbuhan intrinsik sama sekali, dilihat dari tidak adanya
angka kelahiran yang muncul pada populasi Drosophila melanogaster di botol II yang sama halnya
dengan botol I. Pertumbuhan populasi hanya dapat muncul apabila terdapat laju natalitas pada
suatu populasi. Sedangkan, pada botol 2 tidak ada sama sekali kelahiran yang terjadi. Di sisi lain,
laju mortalitas atau kematian pada Drosophila melanogaster dalam botol I sebesar 0,67 yang
artinya lebih dari setengah jumlah keseluruhan individu dalam populasi mengalami kematian.
Kematian pasangan dari masing masing lalat yang sama halnya terjadi pada botol pertama
membuat kemampuan bereproduksi mereka menurun dan akhirnya tidak menghasilkan keturunan
sama sekali.
Sex ratio adalah perbandingan serangga jantan dan betina yang mana semakin banyak betina
yang dihasilkan akan semakin cepat populasi serangga tersebut berkembang,. Ini merupakan
strategi lalat buah dan parasitoid untuk mengatur populasinya, rasio seks akan berfluktuasi
mengikuti fiuktuasi kondisi lingkungan, baik yang bersifat biotis maupun abiotis. Sistem three
trophic level (tanaman inang - lalat buah - parasitoid), memberikan konsekuensi bahwa populasi
parasitoid akan dipengaruhi kelimpahan larva lalat buah sebagai inangnya, sedangkan populasi lalat
buah akan dipengaruhi oleh kelimpahan tanaman inang. Perubahan kelimpahan tanaman inang akan
berakibat perubahan populasi lalat buah dan parasitoid. Mekanisme perubahan dapat terjadi melalui
fiuktuasi rasio seks sebagai tanggapan terhadap perubahan lingkungan. Dengan demikian rasio seks
akan berperan dalam dinamika populasi serangga. Rasio seks akan berfluktuasi dari waktu ke waktu
mengikuti perubahan lingkungan. Kemampuan betina untuk menghasilkan sejumlah sel telur
(keperidian) mempercepat pula pertambahan populasi lalat karena semakin tinggi tingkat keperidian
seekor serangga akan sernakin cepat populasi serangga tersebut berkembang (Sunarno, 2015).
Rasio jenis kelamin dari pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster pada botol 1
setelah pengamatan didapat data bahwa hanya lalat jantan yang mampu bertahan hidup hingga hari
terakhir pengamatan. Tidak adanya pertumbuhan populasi yang terjadi pada botol I dapat
disebabkan oleh komponen dalam populasi tersebut yang hanya tersisa lalat jantan. Lalat jantan
yang hanya tersisa seekor di dalam botol I tidak mungkin dapat menghasilkan generasi yang baru.
Hasilnya bisa sedikit berbeda jika lalat betina yang masih tersisa walaupun hanya satu ekor,
kemungkinan terjadi pertumbuhan populasi dari lalat masih ada jika lalat betina tersebut sudah
15 | P a g e

meletakkan telurnya yang pada suatu saat telur tersebut akan menetas dan menghasilkan laju
natalitas dalam populasi Drosophila melanogaster pada botol I.
Sama halnya dengan botol 1, lalat jantan dan betina sama sama mengalami kematian.
Kematian seekor jantan dan dua ekor betina terjadi di tengah pengamatan. Tersisanya sepasang
betina dan jantan pada botol juga ternyata tidak mengakibatkan adanya pertambahan individu pada
botol kultur yang kedua. Kemampuan bereproduksi sepertinya tidak maksimal dan mengakibatkan
tidak adanya kelahiran yang terjadi. Sejalan dengan Sunarno (2015) dapat dinyatakan juga bahwa
keperidian betina dalam menghasilkan telur juga lambat karena pada seminggu pertama tidak juga
menghasilkan telur malah mati dan meskipun lalat masih hidup hingga hari terakhir.
Fluktuasi dari lalat buah yang terjadi di dalam botol 1 dan botol 2 dikarenakan oleh
beberapa hal. Faktor yang mempengaruhinya terdiri eksternal dan internal. Faktor eksternal terdiri
dari lingkungan abiotik dan biotik. Lingkungan abiotik meliputi curah hujan, suhu, temperatur,
kelembaban, dan lain-lain yang akan membatasi atau mendorong populasi serangga untuk
berkembang. Curah hujan yang tinggi dapat mempengaruhi perkembangan populasi serangga secara
langsung yaitu dengan pengaruh fisiknya akibat turunnya hujan terutama untuk serangga- serangga
berukuran kecil seperti Drosophila melanogaster dan mempengaruhi secara tidak langsung yaitu
dengan membuat kondisi yang baik bagi perkembangan penyakit yang menjadikan serangga sakit
hingga mengalami kematian (Sunarno, 2015). Disisi lain suhu lingkungan tempat lalat hidup yang
kurang optimal juga mempengaruhi kemampuan reproduksi mereka. suhu dalam Laboratorium
yang terlalu fluktuatif sepertinya tidak nyaman bagi lalat sehingga mereka tidak bereproduksi
maksimal. Padahal seharusnya suhu yang baik adalah suhu ruangan yaitu sekitar 25 0C 280C. Pada
suhu ini lalat akan mengalami satu putaran siklus secara optimal. Sedangkan pada suhu rendah atau
sekitar 18oC, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan siklus hidupnya relatif lebih lama, yaitu
sekitar 18-20 hari. Pada suhu 30C, lalat dewasa yang tumbuh akan steril. Selain faktor lingkungan,
faktor nutrisi juga penting dalam pertumbuhan lalat. Ketersediaan makanan mempengaruhi jumlah
telur dari Drosophila melanogaster. Telur yang dikeluarkan akan menurun jumlahnya bila
kekurangan makanan. Lalat buah dewasa yang kekurangan makanan akan menghasilkan larva
berukuran kecil. Larva ini mampu membentuk pupa berukuran kecil, namun sering kali gagal
berkembang menjadi individu dewasa. Beberapa dapat menjadi dewasa yang hanya dapat
menghasilkan sedikit telur. Viabilitas dari telur-telur ini juga dipengaruhi oleh jenis dan jumlah
makanan yang dimakan oleh larva betina (Shorrocks, 1972). Namun dalam hal ini nutrisi sangat
cukup bagi lalat di dalam botol sehingga tidak menjadi masalah. Faktor terakhir yang
mempengaruhi

adalah

Intensitas

cahaya

secara

kualitas

dan

kuantitas.

Drosophila

melanogaster lebih menyukai cahaya remang-remang. Namun lalat mengalami pertumbuhan yang
lambat selama berada di tempat yang gelap. Cahaya yang di dapat terlalu terang karena
16 | P a g e

Laboratorium juga sering digunakan sehingga kurang mengoptimalkan rreproduksi dari lalat
tersebut karena terlalu terang.
Sementara faktor lingkungan biotik meliputi predator, parasitoid, patogen, kompetitor, dan
lain-lain. Kehadiran predator dan parasitoid dalam suatu pertanaman akan menekan perkembangan
populasi serangga hama tersebut (Soesilohadi, 2008; Sunarno, 2015), yang mana dalam hal ini tidak
menjadi masalah karena tidak adanya hama dll dalam botol kultur.
Menurut Seregeg (1986), pertumbuhan populasi pada Drosophila melanogaster mengikuti
model pertumbuhan logistik dengan kurva berbentuk S. Perubahan populasi pada organisme yang
hidup pada media semacam ragi yang dibiakkan dalam kondisi laboratoris dapat digambarkan
melalui kurva bentuk S yang menjadi khas perkembangbiakan sebagian besar organisme. Kurva ini
dimulai dari titik awal, dimana populasi berkembang cukup pesat, kemudian melambat, kemudian
menjadi stabil ketika mendekati daya dukung. Saat koloni ragi berkembang, maka individu yang
tinggal di dalamnya menurunkan tingkat reproduksi yang merupakan sarana persiapan untuk
menghadapi faktor-faktor seperti menipisnya persediaan makanan dan menumpuknya kotoran.
Efek-efek semacam ini meningkat bersamaan dengan meningkatnya populasi organisme.
Dilihat dari hasil percobaan, hasil percobaan tidak sesuai teori Seregeg. Harusnya lalat
betina lebih mampu bertahan hidup dari lalat jantan namun kenyataannya lalat jantan dapat lebih
bertahan dari lalat betina yang telah mati duluan. Menurut Aini (2008), lalat buah betina bisa
bertahan lebih lama dikarenakan kemampuan bereproduksinya yang lebih tinggi dibandingkan
pejantan. Faktor di atas merupakan faktor alamiah sedangkan masih banyak faktor alami lain yang
mempengaruhi tingkat kehidupan lalat buah seperti suhu, dan cahaya. Selain itu dikarenakan juga
lalat betina yang jatuh pada media yang lembek di dalam botol kultur sehingga tidak bisa lagi
bergerak dan akhirnya mati. Kekuatan media untuk tetap awet juga dipertaruhkan selama 15 hari
dilakukan pengamatan karena pada hari menuju akhir pengamatan media dan kertas merang di
dalam botol menjamur sehingga tidak nyaman lagi bagi lalat dan menambah jumlah kematian dari
lalat baik jantan maupun betina.
Dalam pengidentifikasian lalat sesuai jenis kelamin diperlukan pula ciri ciri morfologi
yang jelas pada Drosophila melanogaster.
Morofologi Lalat Buah
Drosophila melanogaster hasil tangkapan dapat dibedakan secara kelamin berdasarkan ciri
posteriornya. Pengamatan morfologis tersebut digunakan untuk membedakan Drosophila jantan
dengan betina. Drosophila betina memiliki karakteristik posterior yang lebih lancip dan bergaris
hitam sampai keujungnya (Suryo, 1990; Siburian, 2013). Ujung posterior abdomen lalat betina lebih
lancip. Lancipnya ujung posterior abdomen betina tersebut adalah karena adanya ovipositor. Jadi,
apabila dari pengamatan nampak adanya tonjolan ovipositor, maka dapat dipastikan bahwa
17 | P a g e

Drosophila tersebut adalah jenis kelamin betina (Iskandar, 1987; Siburian, 2013). Sedangkan bagian
abdomen jantan berujung tumpul, dan segmen terakhirnya berwarna hitam. Perbedaan lain dapat
dilihat dari ukuran tubuhnya. Drosophila melanogaster betina biasanya berukuran lebih besar
daripada jantan. Ditambahkan ciri-ciri umum Drosophila melanogaster dewasa menurur Miller
(2000):
1. Tubuh terbagi menjadi tiga segmen yaitu, kepala, dada, dan abdomen.
2. Drosophila melanogaster memiliki tiga pasang kaki yang bersegmen.
3. Drosophila melanogaster berwarna coklat dengan panjang 3 mm dan lebar 2 mm.
4. Drosophila melanogaster memiliki sepasang mata majemuk berwarna merah dengan tiga buah
mata tunggal berada di antara sepasang mata majemuk.
5. Pada bagian kepala terdapat sepasang antena yang masing-masing terbagi menjadi enam segmen,
segmen ke-6 berbentuk seperti semacam sungut disebut arista.
6. Terdapat garis-garis hitam pada dorsal abdomen.
Drosophila melanogaster jantan dan betina mempunya ciri yang berbeda sebagai berikut
(Demerec et al., 1996):
Tabel 1 Perbedaan Drosopila Melanogaster Jantan dan Betina
Jantan
Ukuran tubuh lebih kecil
Sayap lebih pendek
Ujung abdomen lebih tumpul dan berwarna

Betina
Ukuran tubuh lebih besar
Sayap lebih panjang
Ujung abdomen runcing dan berwarna lebih

lebih hitam
Mempunyai sisir kelamin (comb sex) pada

coklat
Tidak mempunyai sisir kelamin

kaki belakang

Gambar 12. Drosophila melanogaster jantan dan betina


Kesimpulan
18 | P a g e

1. Karakteristik Drosophilla melanogaster antara lain: ukuran tubuhnya yang kecil di mana
ukuran pejantan lebih kecil dari betina, memiliki siklus reproduksi yang terbilang cepat,
memiliki sepasang mata majemuk berwarna merah dengan tiga buah mata tunggal berada di
antara sepasang mata majemuk, jumlah kromosom relatif sedikit sehingga Drosophilla
melanogaster bagus dijadikan subyek untuk penelitian-penelitian dalam biologi.
2. Dalam pengidentifikasian sex Drosophila melanogaster, terdapat beberapa tanda yang dapat
digunakan untuk membedakan lalat jantan dan betina, antara lain:
Jantan
Ukuran tubuh lebih kecil
Sayap lebih pendek
Ujung abdomen lebih tumpul dan berwarna

Betina
Ukuran tubuh lebih besar
Sayap lebih panjang
Ujung abdomen runcing dan berwarna lebih

lebih hitam
Mempunyai sisir kelamin (comb sex) pada

coklat
Tidak mempunyai sisir kelamin

kaki belakang
3. Berdasarkan data pengamatan dan hasil analisis, dapat diketahui lau pertumbuhan populasi
Drosophila melanogaster selama 15 hari pengamatan sebagai berikut:
A. Pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster pada botol I:
a. Laju natalitas (b) = 0.
b. Laju mortalitas (d) = 33%= 0,33.
c. Laju pertumbuhan intrinsik (rN) = 0, tidak terjadi pertumbuhan populasi.
d. Kurva survivorship: tipe I hewan dengan strategi R.
e. Lalat jantan lebih mampu bertahan hidup, tersisa 1 ekor lalat jantan
B. Pertumbuhan populasi Drosophila melanogaster pada botol I:
a.

Laju natalitas (b) = 0.

b.

Laju mortalitas (d) = 67%= 0,67.

c.

Laju pertumbuhan intrinsik (rN) = 0, tidak terjadi pertumbuhan populasi.

d.

Kurva survivorship: tipe I hewan dengan strategi R.

e.

Tersisa 1 ekor lalat jantan dan 1 ekor lalat betina

4. Faktor yang mempengaruhi populasi Drosophila melanogaster


a. Suhu lingkungan mempunyai peranan penting.
b. Intensitas cahaya
c. Faktor fisiologis
Referensi
Aini, N. (2008). Kajian Awal Kebutuhan Nutrisi Drosophila melanogaster. Retrieved from
repository.ipb.ac.id.

19 | P a g e

Basukriadi.

(2011).

Populasi,

Ekosistem,

Biosfer.

Retrieved

from

http://staff.ui.ac.id/internal/131472297/material/EKOSISTEM.pdf.
Borror.J.D,Triplehorn. (1992). Pengenalan Pengajaran Serangga. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada Press.
Demerec, & Kaufmann. (1961). Drosophila Guide. Introduction to the Genetics and Cytology of
Drosophila melanogaster. Washington D.C: Carnegie Institution of Washington.
Karyanto, P & Alanindra, S. (2016). Modul Praktikum Ekologi Hewan. Surakarta: UNS Press.
Santoso, Rachmat Slamet. (2011). Identifikasi D. melanogaster pada Media Biakan Alami dari
Pisang Sepatu, Belimbing dan Jambu Biji. Buana Sains, 11 (2), 149-162.
Seregeg, G. (1986). Effect of The Environment on Sex Determination in. Surabaya: FP MIPA.
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surabaya.
Shorrocks, B. (1972). Drosophila. London: Ginn and Company Limited.
Silvia, Triana. (2003). Pengaruh Pemberian Berbagai Konsenterasi Formaldehida Terhadap
Perkembangan Larva Drosophila. Bandung : Jurusan Biologi Universitas Padjdjaran.
Sunarno. (2015). Dominasi Jenis Lalat Buah (Bactrocera spp) Di Tobelo Kabupaten Halmahera
Utara. Jurnal Agroforestri, X(1), 5765.
LAMPIRAN
1 Lembar laporan sementara
1 lembar dokumentasi praktikum

20 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai