Anda di halaman 1dari 9

Seorang Remaja yang Masuk ke RS karena Penyakit Jantung Reumatik

Junaedi
102013463
Fakultas Kedokteran Kristen Krida Wacana
jund16.js@gmail.com
Pendahuluan
Demam Reumatik (DR) merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang digolongkan
pada kelainan vaskuler atau kelainan jaringan ikat. Proses reumatik ini merupakan reaksi peradangan
yang dapat mengenai banyak organ tubuh, terutama jantung, sendi, dan system saraf pusat. Manifestasi
klinis demam reumatik adalah akibat kuman Streptokokus Group-A (SGA) beta hemolitik pada
tonsilofaringitis dengan masa laten 1-3 minggu. Dikatakan bahwa serangan pertama demam reumatik
terdapat pada umur 5-15 tahun. Yang sangat penting dari penyakit demam reumatik akut ini adalah
dalam hal kemampuannya menyebabkan katup-katup jantung menjadi fibrosis, yang akan
menimbulkan gangguan hemodinamik dengan penyakit jantung yang kronis dan berat. Demam
reumatik merupakan kelainan jantung yang biasanya bukan kelainan bawaan, melainkan didapat.1
Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan oleh dokter dimana pada kasus ini dapat dilakukan secara auto maupun allo
anamnesa.

Keluhan Utama yang di dapati pada pasien adalah sesak didahului batuk, mudah lelah,dan
sering berdebar-debar sejak bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang yang dipatkan adalah sesak nafas meningkat setelah aktivitas fisik
dan membaik setelah pasien beristirahat atau tidur dengan 2-3 bantal

Riwayat Penyakit Dahulu : sering sakit tenggorokan

Riwayat Obat : tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada

Riwayat Sosial : tidak ada

kepala

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kelainan jantung mencakupi inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pertama kali adalah melihat keadaan umum, kesadaran pasien dan
dilanjutkan pemeriksaan tanda-tanda vital pasien dengan hasil suhu tubuh 36,3 C, tekanan darah

120/80mmHg, denyut nadi: 140x/menit, frekuensi pernafasan: 40x/menit.


Pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan aukultasi pada dada pasien tersebut.
Didapatkan hasil ictus cordis tampak dua jari lateral pada linea midclavicularis sinistra pada ICS 6,
pada auskultasi jantung terdengar pansistolik murmur grade 3/6 di apeks jantung dan pada auskultasi
paru hasilnya vesikuler dan ronki basah halus pada kedua basal paru, serta adanya bunyi murmur pada
ICS 2 linea sternalis kanan.
Pemeriksaan Penunjang
1. Tracheal Swab
Pasien ada keluhan sering sakit tenggorokan jadi dilakukan swab tenggorok pasien tersebut langsung
dihantar kelab untuk di periksa dan dikultur apakah terdapat ada mikroorganisme yang menyebabkan
pasien merasa sakit tenggorokan selama ini.
2. Complete Blood Count
Pemeriksaan complete blood count adalah bagi mengetahui hitung jumlah sel darah.Selain harus juga
diperiksa enzim dan zat-zat yang terlibat penting dalam aktivitas jantung.Misalnya, enzim troponin,
creatinine kinase, zat-zat seperti hitung jumlah kalsium, magnesium dan juga sodium yang berperan
penting dalam menegakkan diagnosa kelainan di jantung.
3. Chest X-Ray (CXR)
Pada pemeriksaan CXR didapatkan beberapa hal penting yaitu terlihat pembesaran atrium kiri dan
ventrikel kiri, serta mungkin tanda-tanda bendungan paru pada kasus regurgitasi mitral yang
berat.Kadang-kadang terlihat pengapuran pada anulus mitral. Sedangkan pada kasus ringan tanpa
gangguan hemodinamik yang nyata, besar jantung biasanya normal.Pada foto CXR pasien ini
didapatkan adanya pembesaran jantung (kardiomegali) dengan pinggang jantung menghilang dan apeks
membulat yang menunjukkan pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri.
4. Elektrokardiografi (EKG)
Ketika dilakukan pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) saat istirahat kelihatan normal.Akan tetapi
pada saat melakukan aktifitas fisik atau emosi ketidak seimbangan mulai terjadi, dan timbullah
keluhan-keluhan akibat otot jantung kekurangan oksigen. EKG merekam pencatatan aktifitas jantung
atas dasar perbedaan potensial listrik yang berguna untuk :
1.

Menentukan hipertrofi

2.

Menentukan terdapat gangguan miokard

3.

Membantu diagnosis spesifik disritmia

4.

Membantu diagnosis perikarditis / efusi pericard

5.

Mengetahui efek berbagai obat terhadap kardiovaskular

6.

Menentukan terdapat gangguan metabolik atau elektrolit

7.

Ada 12 hantaran yang perlu dicatat pada EKG : I, II, III, aVR, aVL, aVF, V1, V2, V3, V4,
V5, V6.

8.

V3R dan V4R disebut hantaran dada kanan penting untuk menggambarkan keadaan
ventrikel kanan.1

5. Ekokardiografi (ECHO)
Menilai beratnya penyumbatan atau kebocoran katup tersebut.Bila penyumbatan atau kebocoran
ringan, tidak diperlukan tindakan khusus, selain pemberian obat untuk menunjang fungsi
jantung.Namun jika penyumbatan atau kebocoran memberat, diperlukan pergantian katup jantung
dengan operasi. Ekokardigrafi Doppler dapat dipergunakan untuk mengetahui morfologi lesi katup
mitral, derajat atau beratnya MR.2 Hasil ekokardiografi yang telah dilakukan pada pasien ini 1 bulan
SMRS menunjukkan adanya mitral regurgitasi dengan fungsi sistolik dari ventrikel kiri yang telah
menurun, selain itu dari gambaran ekokardiografi juga tampak dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.2
Diagnosis Kerja
RHD (Rheumatic Heart Disease)
RHD atau dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan penyakit jantung rematik didahului oleh
penyakit demam rematik, dominan menyerang anak berumur 5-15 tahun. Dimana demam rematik
merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang dapat mengenai banyak organ tubuh
terutama jantung, sendi, dan sistem saraf pusat. 3 Kausa dari penyakit demam rematik ini adalah
streptococcus grup A yang kebanyakan beta hemolitikus, walaupun sebenarnya mekanisme
sesungguhnya sampai terjadinya RHD belum sepenuhnya dimengerti.3
Diagnosis Banding
Miokarditis
Miokarditis merupakan penyakit inflamasi pada miokard, yang disebabkan karena infeksi maupun non
infeksi. Miokarditis primer diduga karena infeksi akut atau respons autoimun pasca infeksi viral.
Sedangkan yang sekunder disebabkan oleh patogen seperti bakteri, jamur dan lain- lain. Gejala paling
jelas adalah demam, nyeri dada, nyeri otot, nyeri sendi, dan malaise. Biasanya pasien tidak mempunyai
keluhan kardiovaskular, tetapi memiliki kelainan pada segmen ST dan gelombang T pada EKG.4

Endokarditis infektif (EI)


Endokarditis infektif (EI) adalah infeksi mikroba pada permukaan endotel jantung. Infeksi biasanya
paling banyak mengenai katup jantung, namun juga dapat terjadi pada lokasi defek septal, atau korda
tendinea atau endokardium mural. Lesi yang khas berupa vegetasi, yaitu massa yang terdiri dari
platelet, fibrin, mikroorganisme dan sel-sel inflamasi, dengan ukuran yang bervariasi. EI akut
menunjukkan toksisitas yang nyata dan berkembang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu,
mengakibatkan destruksi katup jantung dan infeksi metastatik, dan penyebabnya khas yaitu
Staphylococcus aureus. Sebaliknya, EI subakut berkembang dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan dengan penyebabnya biasanya Streptococcus viridans, enterococci, staphylococci koagulase
negatif atau coccobacilli gram negative. Demam merupakan gejala dan tanda yang paling sering
ditemukan pada EI. Murmur jantung ditemukan pada 80-85% pasien EI katup asli, dan sering tidak
terdengar pada EI katup asli. Pembesaran limpa ditemukan pada 15-50% pasien dan lebih sering pda EI
subakut.5
PDA (Persistent Ductus Arteriosus)
PDA atau Persistent Ductus Arteriosus merupakan suatu keadaan dimana ductus arteriosus seseorang
tidak mengalami degradasi walaupun telah menjadi neonatus, biasanya hal ini dialami oleh kaum
wanita. Semenjak tekanan di aorta lebih besar daripada di arteri pulmonalis, maka darah akan mengalir
terus-menerus dari aorta menuju arteri pulmonalis, hal ini menyebabkan vena pulmonalis
menghantarkan darah overload menuju ventrikel kiri.6 Sekitar hampir 50% darah akan mengalami
sirkulasi balik menuju paru-paru, hal ini memicu jantung untuk melakukan kompensasi dengan bekerja
lebih keras untuk memenuhi permintaan tubuh, biasanya pada awalnya anak tersebut tidak akan
mengalami gejala apapun dalam beberapa tahun pertama, namun lambat laun pertumbuhan dan
perkembangan anak itu akan mengalami retardasi, dan heart failure dapat terjadi setelahnya, dyspnoea
merupakan gejala pertama dari penyakit ini. Gejala klinis yang khas dari penyakit PDA adalah suara
marchinery murmur yang terdengar continue dan paling besar biasanya di IC 2 dibawah klavikula,
selain itu denyut nadi juga bertambah dalam hal volume darah apabila sudah mulai terjadi dekompresi
aliran darah dari aorta menuju arteri pulmonalis.
ASD (Atrial Septal Defect)
ASD merupakan salah satu congenital heart disease paling sering ke-2 setelah VSD dalam hal
intensitasnya. Ada 2 jenis ASD yakni ostium primum dan ostium sekundum, kebanyakan kasus
merupakan ostium sekundum. Semenjak ventrikel kanan lebih fleksible daripada ventrikel kiri dan

tekanan di jantung kiri lebih besar dari jantung kanan maka darah dari atrium kiri akan mengalir
melalui celah di septum atrium menuju atrium kanan, lalu menuju ventrikel kanan dan akhirnya arteri
pulmonalis, yang akhirnya lambat laun dapat mengakibatkan hipertensi pulmonal(shunt reversal).
Pada kelainan ini biasanya asimptomatik dalam beberapa tahun kehidupan, dan biasanya baru
ditemukan pada saat seorang anak melakukan check-up rutin di rumah sakit, tanda-tanda klinis yang
muncul merupakan akibat dari overload-nya ventrikel kanan yang mengakibatkan terlambatnya ejeksi
dari ventrikel kanan dan suara murmur yang muncul akibat aliran darah yang banyak tersebut.7
VSD (Ventricular Septal Defect)
VSD merupakan suatu kelainan yang muncul atas hasil tidak komplitnya pembentukan septum di
ventrikel, secara embriologi interventrikular septum mempunyai bagian membranous dan muscular,
kebanyakan kasus sekarang adalah perimembranous defect, dimana letak lokasi defeknya berada
diantara batas bagian septum membranous dan muscular.
Aliran darah dari tekanan tinggi ventrikel kiri akan menuju ventrikel kanan yang bertekanan rendah
mengakibatkan pansystolic murmur.5
Jika tidak ada gangguan turbulensi darah yang lain di jantung, maka defek berukuran kecil di ventrikel
mengakibatkan suara murmur yang keras, sebaliknya defek yang besar akan mengakibatkan suara
murmur yang halus/pelan. Berbeda dengan kelainan yang lain, gejala yang muncul dapat mulai terasa
pada 4-6 minggu pertama kehidupan, dan apabila dilakukan X-ray dapat terlihat ventrikel kanan dan
kiri mengalami hipertrofi, lambat laun apabila tidak ditangani dengan baik dan dini dapat juga terjadi
Eisenmengers syndrom.5
Etiologi RHD (Rheumatic Heart Disease)
Penyebab jantung rematik ini diperkirakan adalah reaksi autoimun yang disebabkan oleh demam
rematik. Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut, subakut, kronik,
atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran
pernafasan bagian atas. Demam reumatik akut ditandai oleh demam berkepanjangan, jantung berdebar
keras, kadang cepat lelah. Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun,
penyakit ini jarang dijumpai pada anak di bawah usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun. 7 Penyakit
ini berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta Streptococcus Hemolyticus
Grup A berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi streptococcus di kulit
maupun di saluran nafas, demam rematik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi streptococcus di

kulit.8
Epidemologi RHD (Rheumatic Heart Disease)
Diperkirakan 15,6 juta orang di dunia memiliki penyakit jantung reumatik dan 470ribu kasus demam
reumatik (60%nya akan berkembang menajdi penyakit jantung reumatik). Setiap tahun terjadi 230 ribu
kematian akibat komplikasi penyakit ini. Insidens demam reumatik mencapai 50 kasus tiap 100.000
anak di negara negara berkembang. Demam reumatik merupakan penyakit akibat kemiskinan dan
kepadatan penduduk.
Risiko timbulnya demam reumatik setelah suatu episode faringitis streptokokal diperkirakan sekitar
0,3%-3%. faringitis akobat SGA biasanya terjadi pada masa kanak kanan (5-15 tahun)9
Patofisiologi
Demam reumatik akut ditandai dengan lesi infalamasi non supuratif pada sendi, jantung, jaringan
subkutan, dan sistem saraf pusat. Demam reumatik terjadi setelah infeksi faring oleh streptokkokus
beta hemolitikus grup A (SGA) strain reumatogenik. Mimikri molekular merupakan penyebab jejas
jaringan yang terjadi pada demam reumatik. Baik pertahanan humoral maupun selular terlibat pada
penjamu yang rentan secara genetik. Pada proses ini, respon imun pasien (baik sel B maupun sel T)
tidak dapat membedakan mikroba yang menginvasi dengan jaringan pejamu. Hasilnya adalah inflamasi
yang dapat bertahan setelah infeksi akut.9
Manifestasi Klinis
Demam reumatik bermanifestasi dalam berbagai gejala dan tanda tunggal atau kombinasi:
1. Nyeri tenggorokan: hanya sekitar 35-60% pasien mengingat atas yang terjadi beberapa minggu
sebelumnya.
2. Poliartritis simetris dan melibatkan sendi sendi besar, seperti lutut, mata kaki, siku, dan
pergelangan tangan. Artritis bersifat transien dan dapat terjadi bersamaan atau berpindah dari
satu sendi ke sendi yang lain. Awitan biasanya 2-3 minggu setelah episode faringitis dan
memiliki respons baik dengan memberikan aspirin.
3. Karditis terjadi pada 30-60% kasus demam reumatik akut pertama. Lebih sering terjadi pada
anak anak dibandingkan dewasa. Pada pemeriksaan fisis yang dapat ditemukan takikardia,
kardiomegali, bunyi jantung III, regurgitasi mitral, regurgitasi aorta, bising carey coombs, ronki
basah halus, dan ekokardiografi. Perikarditis bermanifestasi sebagai efusi perikardial atau
pericardial friction rub.
4. Sydenham chorea gangguan neurologis yang ditandai gerakan involunter, kelemahan muskular,
instabilitas emosi, dan perubahan kepribadian. Gerakan jerking yang biasa terjadi biasanya

cepat, tidak terkoordinasi, dan timbul pada tangan, kaki, atau wajah. Biasanya ditemukan pada
usia dibawah 20 tahun atau perempuan. Hal ini diakibatkan reaksi autoantibodi dengan
gangliosida otak. Chorea dapat berlangsung hingga 2-3 tahun tetapi tidak meninggalkan
kerusakan permanen.
5. Eritema marginatum erupsi erimatosa pada batang tubuh dengan pola serpiginosa, tidak gatal,
dan tidak nyeri. Umumnya ditemukan pada pasien yang kulit terang.
6. Nodul subkutan jarang terjadi (<20% kasus) dan dihubungkan dengan karditis berat. Nodul
umumnya ditemukan diatas permukaan tulang atau pembungkus tendon seperti pada sikum
lutut, pergelangan tangan/kaki, tendo achilles, bagian belakang kepala, dan prosessus spinosus
vertebra.
7. Gejala lain demam, nyeri abdomen, artralgia, malaise, epistaksis.9
Penatalaksanaan
Pengobatan jantung rematik serta juga perawatan penyakit jantung rematik bisa dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
1. Tirah baring dan mobilisasi (kembali ke aktivitas normal) secara bertahap. Ini adalah PJR
untuk pertama kalinya yaitu istirahat total.
2. Pemberantasan terhadap kuman streptokokkus dengan pemberian obat antibiotik penisilin atau
eritromisin. Drug of choice bagi eradikasi kuman streptokokkus adalah golongan penisilin V. Untuk
profilaksis atau pencegahan dapat diberikan antibiotic penisilin benzatin atau sulfadiazine.
3. Antiinflamasi. Anti peradangan seperti salisilat dapat dipakai pada demam reumatik tanpa karditis
(peradangan pada jantung). Salisilat biasanya dipakai pada demam rematik tanpa karditis, dan
ditambah kortikosteroid jika ada kelainan jantung. Pemberian salisilat dosis tinggi dapat
menyebabkan intoksikasi dengan gejala tinitus dan hiperpnea. Untuk pasien dengan artralgia saja
cukup diberikan analgesik. Pada artritis sedang atau berat tanpa karditis atau tanpa kardiomegali,
salisilat diberikan 100 mg/kg BB/hari dengan maksimal 6 g/hari, dibagi dalam 3 dosis selama 2
minggu, kemudian dilanjutkan 75 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu kemudian. Kortikosteroid
diberikan pada pasien dengan karditis dan kardiomegali. Obat terpilih adalah prednison dengan
dosis awal 2 mg/kg BB/hari terbagi dalam 3 dosis dan dosis maksimal 80 mg/hari. Bila gawat,
diberikan metilprednisolon IV 10-40 mg diikuti prednison oral. Sesudah 2-3 minggu secara berkala
pengobatan prednison dikurangi 5 mg setiap 2-3 hari. Secara bersamaan, salisilat dimulai dengan
75 mg/kg BB/hari dan dilanjutkan selama 6 minggu sesudah prednison dihentikan. Tujuannya
untuk menghindari efek rebound atau infeksi streptokokus baru.10

Prognosis
DR tidak akan kambuh bila infeksi streptokokus diatasi. Prognosis sangat baik bila karditis sembuh
pada saat permulaan serangan akut DR. Selama 5 tahun pertama perjalanan penyakit DR dan PJR tidak
membaik bila bising organik katup tidak menghilang. Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih
berat, dan ternyata DR akut dengan payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40%
setelah 10 tahun. Dari data penyembuhan ini akan bertambah bila penhgobatan pencegahan sekunder
dilakukan secara baik. Ada penelitian melaporkan bahwa stenosis mitral sangat tergantung pada
beratnya karditis, sehingga kerusakan katup mitral selama 5 tahun pertama sangat mempengaruhi
angka kematian DR ini.4
Komplikasi
Akut: miokarditis, gangguan sistem konduksi jantung (sinus takikardia, fibrasi atrium), valvulitis
(regurgitasi mitral akut), perikarditis.
Kronis: penyakit jantung katub reumatik ( regurgitasi/stenosis katub mitral/aorta), peningkatan resiko
endokarditis infeksi dengan atau tanpa fenomena tromboemboli. Gejalanya biasanya 10-20 tahun
setelah karditis akut atau demam reumatik.9
Kesimpulan
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau Rheumatic Heart Disease (RHD) diperkirakan oleh reaksi
autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi streptococcus
hemolitikus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik. Prognosis penyakit
adalah bergantung terhadap keparahan rusaknya katup yang terlibat sehingga menggangu aktivitas
normal jantung.

Daftar Pustaka
1. Functions Of ECG. http://www.webmd.com/heart-disease/electrocardiogram. Di unduh pada 19
Sept 2014
2. Tim C. Dermatologi dasar untuk praktik klinik. Jakarta: EGC; 2008.h.97-101
3. Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
5th ed. Jakarta: Internal publishing; 2009.
4. Leman S. Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik, buku ajar ilmu penyakit dalam.
Interna publishing. Jilid 2. Edisi 5. Jakarta. 2009.
5. Murphy JG, Lloyd MA. Mayo clinic cardiology concise textbook. 3rd ed. Canada: mayoclinic
scientific; 2007. p141-90.
6. Boon NA, Cumming AD, Walker BR. Davidsons principles & practices of medicine. 20th ed.
Churchill Livingstone; 2006.h.634
7. Kumar P, Clark M. Clinical medicine. 6th ed. USA: Saunders;2005
8. Parks T, Smeesters PR, Steer AC. Streptococcal skin infection and rheumatic heart disease. Curr
Opin Infect Dis. Apr 2012;25(2):145-53.
9. Tanto C, Liwang f, Hanifati S, Pradipta E.A. Kapita selekta kedokteran. Jilid 1. Edisi 4. Jakarta:
Media Aesculapius; 2014.h.76-8
10. Robertson KA, Volmink JA, Mayosi BM. Antibiotics for the primary prevention of acute
rheumatic fever: a meta-analysis. BMC Cardiovasc Disord. May 31 2005;5(1):11.

Anda mungkin juga menyukai