Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN TUTORIAL

BLOK KURATIF DAN REHABILITATIF IV


SKENARIO III

KELOMPOK TUTORIAL I :
KETUA

: Alfin Tiara Shafira

(131610101007)

SCRIBER MEJA

: Zhara Hafzah Audilla

(131610101003)

SCRIBER PAPAN

: Dessy Fitri Wulandari

(131610101086)

ANGGOTA
Ria Dhini M.

(131610101004)

Dewi Muflikhah

(131610101012)

Elisa Arianto

(131610101075)

Lilis Putri Anjasnurani

(131610101076)

Rr. Nektara Titan D(131610101082)


Sani Sonia

(131610101090)

Nawang Lintang C

(131610101094)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2016

KATA PENGANTAR
Pertama, puji syukur kehadirat Illahi Robbi, Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas segala bimbingan dan petunjuk-Nya , serta berkat rahmat, nikmat, dan
karunia-Nya sehingga kami diberi kesempatan untuk menyelesaikan laporan
tutorial dengan scenario III Blok Kurhab VI.
Laporan tutorial yang kami buat ini sebagai salah satu sarana untuk lebih
mendalami materi kuratif dan rehabilitatif. Kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. drg. Nuzulul Hikmah, M.Biomed, yang telah memberi kami kesempatan dan
bimbingan untuk lebih mendalami materi dengan pembuatan laporan tutorial
ini.
2. Teman-teman kelompok tutorial I yang telah berperan aktif dalam pembuatan
laporan tutorial ini.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini mengandung banyak
kekurangan,baik dari segi isi maupun sistematika. Oleh karena itu, kami mohon
maaf jika ada kesalahan karena kami masih dalam proses pembelajaran. Kami
juga berharap laporan tutorial ini yang telah kami buat ini dapat bermanfaat untuk
pendalaman pada blok ini.

Jember, 21 April 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman Judul..... 1
Kata Pengantar . 2
Daftar Isi .......... 3
BAB I Pendahuluan .... 4
1.1 Latar Belakang ................... 4
1.2 Rumusan Masalah .................. 4
1.3 Tujuan Makalah ................ 5
BAB II Pembahasan 6
2.1 Faktor Penyebab Kegagalan pada Gigi Tiruan Tetap ................................ 6
2.2 Evaluasi Perawatan Pendahuluan pada Kasus ........................................... 15
2.3 Perawatan Pendahuluan pada Kasus .......................................................... 17
2.4 Desain Gigi Tiruan Baru untuk Kasus ....................................................... 28
2.5 Tahap Perawatan pada Kasus ..................................................................... 28
BAB III Kesimpulan.. 31
Daftar Pustaka .. 32

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ibu Akhmad, 49 tahun, merasakan ketidaknyamanan karena adanya
kegoyangan gigi tiruan tetap pada rahang atas kiri. Keadaan ini telah dirasakan 3
hari yang lalu setelah mengunyah makanan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan foto panoramik dan periapikal, pada gigi
25 menunjukkan post perawatan endodontik dengan pemasangan pasak,
radiolucent berbatas jelas pada apikal gigi, dan tampak fraktur pada retainer. Pada
gigi 27 menunjukkan fraktur pada akar palatal, radiolucent pada bagian apikal
gigi dan resorbsi tulang alveolar sampai 2/3 panjang akar gigi. Secara klinis gigi
25 dan 27 merupakan retainer dengan desain extracoronal retainer berupa
porcelain fused to metal dan pontic pada gigi 26 dengan tipe ridge lap pontic.
Retainer dan pontic dihubungkan dengan connector tipe fixed-fixed bridge. Di
samping itu pada gigi 25 terdapat karies permukaan akar pada bagian bukal dan
gigi penyangga 27 tampak adanya resesi gingiva dan karies permukaan akar pada
bagian bukal dan palatal. Tampak adanya pengelupasan lapisan estetik (lapisan
porcelain) pada oklusal retainer gigi 25.
Penderita menginginkan penggantian gigi tiruan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa faktor penyebab kegagalan pada gigi tiruan tetap ?
2. Apa saja evaluasi perawatan pendahulan pada kasus di atas ?
3. Apa saja perawatan pendahulan pada kasus di atas ?
4. Bagaimakah desain gigi tiruan baru untuk kasus di atas ?
5. Apa saja tahap perawatan pada kasus di atas ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan menjelaskan faktor penyebab kegagalan pada gigi tiruan tetap.
2. Mengetahui dan menjelaskan evaluasi perawatan pendahulan pada kasus di
atas.
3. Mengetahui dan menjelaskan perawatan pendahulan pada kasus di atas.
4. Mengetahui dan menjelaskan desain gigi tiruan baru untuk kasus di atas.
5. Mengetahui dan menjelaskan tahap perawatan pada kasus di atas.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Faktor Penyebab Kegagalan Pada Gigi Tiruan Tetap

2.1.1

Faktor biologis
a. Rasa tidak nyaman
Ketika nyaman gigi tiruan merupakan salah satu faktor kegagalan. Rasa
tidak nyamanan bisa dipengaruhi oleh faktor penyebab kegagalan gigi
tiruan yang lain.
b. Karies
Karies pada gigi penyangga merupakan kegagalan biologis yang paling
umum. Karies dapat mempengaruhi jembatan dalam beberapa cara, baik
secara langsung pada margin dari retainer atau tidak langsung dengan di
tempat lain pada gigi dan menyebar ke permukaan casting atau
mungkin disebabkan karena kegagalan sementasi.
Penyebab :
-

Tepi retainer yang terlalu panjang


Tepi retainer yang terbuka
Kerusakan atau keausan pada retainer
Oral hygiene yang buruk
Kesalahan pemilihan retainer

Pemeriksaan :
-

Pemeriksaan visual (diskolorasi di sekitar margin)


Melakukan sondasi pada retainer dengan eksplorer yang tajam
Radiografi pada karies interproksimal

Penatalaksanaan
-

Apabi lesi karies kecil maka dapat dilakukan prosedur konservatif


Lapian emas adalah pilihan bahan yang tepat untuk karies pada

margin
Pada daerah dengan akses yang terbatas, amalgam lebih dipilih
daripada emas karena marginal seal jangka panjang
6

Pada area yang membutuhkan estetik dapat digunakan glass

ionomer
Apabila karies terletak di proksimal, protesa harus dilepas untuk
meningkatkan akses. Apabila lesi kecil maka dilakukan perluasan
untuk mengambil jaringan kariesnya kemudian ditumpat dengan
menggunakan amalgam.

c. Perforasi pulpa
Saat pemeriksaan pasien mengeluhkan adanya sensitivitas pada gigi
abutment pasca insersi gigi tiruan jembatan, rasa sakit spontan atau
kelainan periapikal yang terdeteksi pada gambaran radiografi.
Penyebab:
-

Panas yang berlebih pada saat preparasi


Pengurangan gigi yang berlebihan
Trauma oklusal
Keterlibatan semen

Penatalaksanaan
-

Membuat perforasi dan direstorasi dengan gold foil atau amalgam


Apabila retainer logam menjadi longgar atau terjadi fraktur

porselen maka dilakukan pembuata protesa baru


Dilakukan perawatan endodontic untuk mengembalikan kualitas
dan kuantitas truktur gigi untuk pendukung dan retensi dari protesa.

d. Kerusakan periodontal
Pemeriksaan klinis menunjukkan adanya resesi gingiva, keterlibatan
daerah furkasi, pembentukan poket, dan kegoyangan gigi. Halini dapat
berupa kerusakan periodontal yang menyeluruh di rongga mulut yang
mungkin berhubungan dengan drifting gigi atau mungkin terlokalisasi
pada abutment jembatan.
Penyebab :
-

Instruksi tidak adekuat pada prosthesis hygiene atau pasien dengan

implementasi rendah
Protesa yang menghalangi oral hygiene yang baik

Adaptasi marginal buruk


Permukaan axial over kontur
Konektor terlalu besar sehingga membatasi embrasur pada servikal
Kontak pontik yang besar pada puncak edentolous
Protesa dengan permukaan yang kasar sehingga menyebabkan

akumulasi plak
Trauma oklusi
Jumlah gigi abutment kurang

Penatalaksanaan
-

Apabila penyakit periodontal ringan hingga sedang dilakukan

scaling dan root planning serta kontroll plask


Apabila penyakit periodontal sedang hingga berat dilkukan bedah

flap, bone graft, dsb.


Occlusal adjustment
Apabila prognosis dari gigi abutment menurun, maka gigi tersebut
harus dicabut

e. Masalah oklusal
Kegagalan gigi tiruan jembatan yang berhubungan dengan masalah
oklusal dapat ditandai dengan adanya facet yang besar, kegoyangan
gigi, rasa nyeri pada saat di perkusi, kontak yang terbuka, fraktur cusp,
dan keterlibatan nyeri pada otot-otot pengunyahan.
Penatalaksanaan
-

Kontak oklusal yang sentrik dan eksentrik dapat menyebabkan


egoyangan gigi. Apabila dapat terdeteksi secara dini, hal ini dapat

dihilangkan dengan cara occlusal adjustment


Pada pasien dengan kebiasaan buruk bruxism, maka dibuatkan

night guard atau occlusal splint.


Ketidanyamanan neuromuscular berhubungan dengan oklusi yang
salah dalam kegagalan gigi tiruan cekat dapat diatasi dengan cara
membentuk kembali kontak giginya

f. Fraktur gigi penyangga

Fraktur koronal

Fraktur koronal dapat disebabkan karena karies pada gigi abutment.


Fraktur juga dapat disebabkan karena preparasi gigi yang berlebihan
sehingga menyebabkan struktur gigi tidak mampu untuk menahan
beban oklusal.
Penatalaksanaan :

Apabila defek kecil dapat direstorasi dengan amalgam, gold foil,

atau resin.
Apabila terdapat fraktur koronal yang besar di sekeliling retainer,

maka dibuatkan ful coverage retainer.


Apabila fraktur menyebabkan terbukanya pulpa, maka dilakukan

perawatan endodontic.
Fraktur akar
Fraktur akar sering terjadi pada gigi yang mengalami trauma. Fraktur
juga dapat terjadi selama perawatan endodontik akibat preparasi yang
berlebihan. Apabila fraktur akar terletak jauh dibawah tulang alveolar,
maka harus diekstraksi dan dibuatkan protesa baru.

g. Perforasi gigi
Lubang pasak atau pasak yang digunakan dalam restorasi dengan pin
retained yang teletak salah dapat menyebabkan perforasi lateral.
-

Apabila perforasi terletak lebih ke oklusal ligamen periodontal,

maka preparasi diperluas untuk menutupi defek.


Apabila perforasi meluas ke ligamen periodontal maka dilakukan
bedah periodontal untuk menghaluskan atau menempatkan restorasi

pada area perforasi.


Apabila area tersebut tidak dapat diakses maka gigi tersebut harus
diekstraksi.

h. Intrusi gigi pendukung


Intrusi gigi pendukung dapat terjadi karena perubahan yang terjadi
dimana posisi gigi pendukung menjauhi bidang oklusal.
2.1.2

Faktor Mekanis

a. Kehilangan retensi
Hal ini terjadi akibat pengaruh beban oklusi yang tidak seimbang pada
bagian lain dari gigi tiruan jembatan. Retainer yang longgar
menyebabkan kerusakan yang cepat dari gigi abutment. Pasien mungkin
menyadari kelonggaran atau sensitivitas terhadap suhu atau permen.
juga mungkin ada rasa tidak enak yang berulang dan bau, yang harus
dibedakan dari gejala serupa yang disebabkan oleh kebersihan atau
periodontal masalah mulut yang buruk.
Penatalaksanaan :
-

Apabila retainer menjadi longgar, gigi tiruan jembatan harus

dilepas sehingga gigi abutment dapat dievaluasi.


Apabila restorasi dapat dilepas dari gigi yang dipreparasi tanpa
kerusakan dan tidak ada karies, maka penyemenan kembali dapat
dilakukan. Prosedur penyemenan yang salah, seperti kontaminasi
dengan pelembab atau ruang kosong pada semen meningkat
mungkin dapat menyebabkan masalah.

b. Fraktur konektor
Rangka jembatan atau konektor yang kaku seperti patutan yang disolder
dapat patah. Mobilitas tiap bagian akan menyebabkan kegagalan
tersebut, tetapi perlu diperiksa juga gangguan oklusi dengan palpasi
jari, kertas artikulasi, atau malam indikator oklusal.
Penatalaksanaan :
-

Fraktur konektor sulit untuk dideteksi pada gigi penyangga dengan


tanpa mobilitas. Wedges ditempatkan di bawah konektor untuk
memisahkan komponen gigi tiruan jembatan untuk memastikan
diagnosis. Kadang-kadang inlay seperti preparasi Dovetail dapat
dikembangkan dalam logam untuk menjangkau lokasi fraktur dan

casting dapat disemen untuk menstabilkan prostesa.


Jika hal ini tidak mungkin dan pembuatan ulang tidak dapat dengan
cepat dicapai, konektor tersebut harus dihilangkan dengan
memotong melalui konektor utuh. Gigi tiruan sebagian lepasan
10

sementara dapat diinsersikan untuk menjaga ruang yang ada dan


-

memenuhi persyaratan estetika.


Akan lebih baik bila memungkinkan untuk menggabungkan
beberapa satuan jembatan dengan menyolder sendi pada tengah
pontics sebelum porselen ditambahkan. Hal ini dapat memberikan
luas permukaan yang lebih besar untuk sendi yang disolder dan
juga diperkuat oleh porselen penutup.

c. Fraktur porselen
Fraktur porselen terjadi baik dengan logam keramik dan restorasi all
ceramic. Sebagian besar fraktur porcelain fused to metal dapat
dikaitkan dengan karakteristik desain yang tidak tepat dari kerangka
logam atau masalah yang berhubungan dengan oklusi. Restorasi all
ceramic umumnya gagal karena kekurangan dalam preparasi gigi atau
adanya gaya oklusal yang berat. Sudut yang tajam atau sudut tajam atau
daerah yang sangat kasar dan tidak teratur di atas area pelapisan
bertindak sebagai titik konsentrasi tegangan yang menyebabkan
penjalaran retak dan patah keramik. Pengecoran logam yang terlalu tipis
tidak cukup mendukung porselen, sehingga lentur dan patah pada
porselen. porselen yang tidak didukung oleh logam dalam porcelain
fused to metal mungkin patah karena kegagalan kohesif dalam porselen.
Penanganan yang tidak tepat dari alloy selama pengecoran, finishing
atau aplikasi dari porselen dapat menyebabkan kontaminasi logam.
Penatalaksanaan :
-

Metode terbaik adalah membuat protesa baru.


Bahan resin sering digunakan untuk membangun kembali bentuk
porselen di daerah dimana fraktur terjadi, memadai untuk
pencocokan warna yang baik dapat dicapai. Retensi dari material
ini umumnya dengan mechanical interlocking, apabila diletakkan
pada gigi dengan tekanan kunyah yang besar seringkali mengalami
kegagalan.

11

Apabila fraktur disebabkan karena tekanan oklusal yang besar,


bagian yang berkontak dengan gigi tersebut dihindarkan mada
metal-ceramic junction dan harus 1.5 mm dari junction.

d. Kegagalan penyemenan
Kegagalan penyemenan dapat disebabkan karena melonggarnya retainer
karena retensi mekanis yang tidak memadai sebagai kekuatan adhesi
kimia, dan kekuatan kohesif semen yang terbatas. Kegagalan
penyemenan juga dapat terjadi karena teknik sementasi yang buruk.
Semen resin dianggap paling kuat. Namun kelemahan utama dari semen
resin yaitu perembesan H2O yang menyebabkan peningkatan tekanan
pada interface yang bertindak sebagai ruang hidrolik, yang mengarah ke
kegagalan.

e. Gigi tiruan jembatan yang lepas dari penyangga


Gigi tiruan jembatan yang lepas dari gigi penyangga dapat terjadi
karena sebagai berikut :
-

Adanya torsi atau ungkitan


Kesalahan teknik penyemenan (bahan semen kurang baik atau

pengadukan yang kurang sempurna)


Terlarutnya semen karena terbukanya tepi restorasi
Gigi penyangga goyang
Gigi penyangga mengalami karies
Kesalahan dalam pemilihan retainer
Restorasi tidak akurat

2.1.3 Estetik
a. Perubahan warna gigi tiruan
b. Ketidakcocokan warna
Ketidakcocokan warna disebabkan oleh sebagai berikut :

12

Ketidakmampuan operator untuk mencocokkan gigi alami pasien

dengan tersedia warna porselen.


Pilihan warna yang tidak memadai karena metamerism.
Pengurangan gigi tidak cukup atau kegagalan untuk karena bentuk

yang salah atau desain kerangka yang menampilkan logam.


Di samping itu, gigi alami mengalami perubahan warna yang tidak
terjadi dalam porselen, sehingga pencocokan warna tidak dapat

diterima.
Bentuk margin

atau

bentuk

serviks

dari

protesa

dapat

meningkatkan akumulasi plak, menyebabkan inflamasi gingiva,


yang menghasilkan warna jaringan lunak yang tidak wajar atau
bentuk yang estetis tidak dapat diterima
c. Hilangnya facing (porcelain)
Hilangnya facing atau lapisan estetik dapat disebabkan karena
kurangnya retensi, perubahan dari kerangka logam, maloklusi dan
pengolahan bahan pelapis yang salah serta keausan bahan.
2.1.4

Penyebab kegagalan GTJ:


a. Pinggiran restorasi retainer yang terlampau panjang, kurang panjang
atau
b. tidak lengkap serta terbuka.

c. Terjadi kerusakan pada bahan mahkota retainer yang lepas, embrasure


yang terlalu sempit, pilihan tipe retainer yang salah, serta mahkota
sementara yang merusak atau mendorong gingiva terlalu lama.
d. Inadekuat gigi abutment
e. Oral hygiene buruk
f. Bidang oklusi yang terlalu luas
g. Penimbunan sisa makanan antara pontik dan retainer, tekanan yang
berlebih pada gingiva. Daerah servikal yang sakit, shock termis oleh
karena pasien belum terbiasa.

13

h. Retainer atau jembatan lepas dari gigi penyangga. Ada kalanya satu
jembatan yang lepas secara keseluruhan dapat disemen kembali
setelah penyebab dari lepasnya restorasi tersebut diketahui dan
dihilangkan. Jika tidak semua retainer lepas maka jembatan
dikeluarkan dengan cara dirusak dan dibuatkan kembali jembatan
yang baru, jika sesuatu dan kondisi memungkinkan
i. Jembatan kehilangan dukungan, dapat terganggu oleh karena
jembatan, luas permukaan oklusal, bentuk embrasure, bentuk retainer,
kurang gigi penyangga, trauma pada periodontium dan teknik
pencetakan.
j. Kesalahan cara preparasi, preparasi yang tidak dilindungi dengan
mahkota sementara, karies yang tersembunyi, rangsangan dari semen
serta terjadinya perforasi.
k. Jembatan patah. Dapat diakibatkan oleh hubungan oleh shoulder atau
bahu yang tidak baik, teknik pengecoran yang salah serta kelelahan
bahan.
l. Kehilangan lapisan estetik.
m. Trauma oklusal.
n. Beban kunyah yang berlebihan.
o. Tekanan yang berlebihan pada jaringan lunak.
2.2

Evaluasi Perawatan Pendahulan Pada Kasus Di Atas


Setelah GTJ selesai difabrikasi dari laboratorium (belum jadi sepenuhnya
baru backing logam), sebelum dipasangkan pada pasien GTJ ini perlu
dievaluasi terlebih dahulu, terutama pada kualitas backing logam dan
facing porcelainnya (pada tipe PFM), namun jika tidak menggunakan
bahan ini maka tidak perlu dievaluasi. Disini dievaluasi kecekatan GTC,
ketepatan marginal, kontak proksimal, ruang untuk facing, kontak oklusal
dan artikulasi. Jika evaluasinya baik, maka backing logam ini
dikembalikan lagi ke laboratorium untuk dibuatkan facing porselennya.

14

Setelah jadi sepenuhnya, kembali dilakukan evaluasi pemeriksaan di gigi


pasien namun belum disementasi secara permanen.
Evaluasi ini meliputi:

Kecekatan ( fitness/self retention ).


GTC harus memiliki kecekatan yang maksudnya saat dipasangkan
bisa pas dan tidak jatuh saat dipasang di gigi hasil preparasi dan
mampu melawan gaya-gaya ringan yang berlawanan dengan arah

insersi tanpa sementasi.


Marginal fitness & integrity.
Diperiksa pada bagian tepi servikal restorasi menggunakan sonde halfmoon; apakah ada bagian yang terlalu pendek atau terbuka serta
dilakukan pemeriksaan mengelilingi servikal. Kemudian dilihat juga
kondisi gusi, apakah mengalami kepucatan (menandakan tepi servikal
yang terlalu panjang sehingga menekan gusi). Disini perlu dilakukan
pengurangan panjang namun jangan sampai terlalu pendek yang dapat

berakibat terbukanya tepi restorasi.


Kontak proksimal.
Kontak tidak boleh terlalu menekan, overhanging, atau overkontur
(terlalu ke labial atau lingual atau oklusal). Perhatikan juga efek dari
ACF karena gaya ini sangat berpengaruh terhadap kondisi inklinasi
gigi. Pengecekan dilakukan dengan menggunakan benang gigi dan
dilewatkan di proksimal gigi tetangga ataupun antar GTC. Disini
benang harus mengalami hambatan ringan namun tidak sampai

merobek benang.
Stabilitas dan adaptasi ke mukosa gingiva.
Merupakan kedudukan pada gigi penyangga harus tetap dan tepat,
sehingga tidak goyang, memutar, ataupun terungkit meskipun tidak
diberi gaya. Untuk masalah faktor ungkit umumnya diperiksa dengan
menekan salah satu gigi penyangga. Adaptasi mukosa tentu perlu
karena nantinya GTJ akan menekan gusi meskipun ringan namun
tetap tidak boleh membuat perubahan warna pada gusi yang dapat
berujung pada resesi serta untuk memaksimalkan efek self cleansing
pada daerah embrasurnya.

15

Penyesuaian oklusal.
Pemeriksaan dilakukan menggunakan kertas artikulasi dan diletakan
di titik kontak dan titi oklusi dan suruh pasien menggigit kertas
tersebut dalam kondisi oklusi sentris. Hasil yang baik adalah tidak
adanya tanda pada hasil restorasi yang menandakan bahwa oklusi
sudah nyaman dan tidak ada yang mengganjal atau ketidaknyamanan
saat beroklusi. Hal ini perlu karena ketidaknyamanan ini dapat

berujung pada gangguan sistem mastikasi.


Estetika.
Syarat estetis selalu menjadi poin utama dalam setiap restorasi,
khususnya pada masa kini dimana pasien menginginkan restorasinya
sewarna gigi dan seideal mungkin, maka pada bagian yang terlihat
saat tersenyum (anterior dan sebagian kecil posterior) maka restorasi
harus sewarna gigi tetangganya dan harus mengikuti kontur, anatomi,
dan bentuk normal gigi tersebut.

2.3

Perawatan Pendahulan Pada Kasus Di Atas


Perawatan ini meliputi:
1. Tindakan-tindakan yang berhubungan dengan perawatan jaringan
pendukung gigi abutment
Hal ini berguna untuk mendapatkan jaringan yang sehat pada gigi
yang ada sehingga dapat memberikan dukungan dan fungsi yang baik
untuk gigi tiruan.
Mengevaluasi keadaan jaringan periodontal gigi abutment secara
radiografi juga perlu dilakukan untuk menilai apakah gigi tersebut
masih dapat digunakan sebagai penyangga atau tidak.
2. Tindakan Konservasi
Sebelum merencanakan gigi tiruan harus diketahui perbaikan yang
akurat terhadap gigi-gigi yang ada.
16

3. Tindakan Prostetik
Setelah semua gigi penyangga dan jaringan pendukungnya dievaluasi
tahap berikutnya adalah pembuatan gigi tiruan cekat yang baru.
Keuntungan dari perencanaan, pembuatan dan pelaksanaan persiapan
di dalam mulut yang teliti adalah sangat mendasar. Preparasi yang
tepat akan mengarahkan gaya pengunyahan, sehingga desain gigi
tiruan akan mendukung satu sama lain. Gaya yang seimbang dan
didistribusikan dengan sesuai dapat membantu mempertahankan
struktur rongga mulut yang masih ada dan restorasi.
Akhirnya keadaan ini dapat menghasilkan ramalan, prognosa yang baik
untuk suatu restorasi. Setelah dilakukan perawatan pendahuluan yang baik,
barulah dapat dilakukan pengambilan cetakan pada pasien untuk
pembuatan gigitiruan, karena gigi tiruan dapat bertindak sebagai pengganti
fungsi gigi yang hilang dan mengembalikan kesehatan jaringan mulut.
2.3.1

Perawatan Pendahuluan Secara Umum


Perawatan pendahuluan adalah tindakan yang dilakukan terhadap gigi,
jaringan lunak maupun keras, dalam rangka mempersiapkan mulut untuk
menerima gigitiruan.
Keberhasilan atau gagalnya gigitiruan sebagian lepasan tergantung pada
beberapa faktor diantarnya meliputi:
1. Kondisi mulut pasien
2. Keadaan periodontal gigi yang dipilih
3. Prognosa gigi tersebut.
Tujuan perawatan pendahuluan selain untuk mengadakan sanitasi mulut,
juga untuk menciptakan kondisi oklusi normal, yang menjamin kesehatan
gigi dan jaringan pendukungnya.

2.3.2

Perawatan Lanjutan Pada Kasus Di Atas

1. Penatalaksanaan pada gigi 25

17

Pada kasus di atas tindakan pertama yang dilakukan oleh dokter gigi yaitu
pembongkaran crown pada gigi 25.
a. Pertimbangan pembongkaran crown pada kasus di atas
Pada gigi 25 tampak fraktur pada retainer dan ampak adanya
pengelupasan lapisan estetik (lapisan porcelain) pada oklusal retainer.

b. Pertimbangan sebelum pemilihan sistem pembongkaran crown


Sebelum menentukan sistem pembongkaran yang akan digunakan
penting untuk mengetahi kondisi pasien. Beberapa hal yang harus
dipertimbangkan sebelum pembongkaran crown dan bridge adalah
sebagai berikut:

Kontraindikasi medis
Misalnya penggunaan ultrasonic menjadi kontraindikasi pada
pasien dengan hepatitis-B

Restorability of retainers
Status periodontal
Akses intraoral
Status of underlying core
Semen yang digunakan
Material crown dan bridge

c. Klasifikasi pembongkaran crown dan bridge


Ada beberapa mekanisme untuk pembongkaran crown dan bridge,
yang

dapat

diklasifikasikan

menjadi

beberapa

grup

untuk

memudahkan dokter gigi memilih mekanisme yang tepat sesuai


dengan situasi klinis pasien yang bersangkutan. Sistem pembongkaran
ini dapat dibagi menjadi 3 grup yaitu:
1. Conservative disassembly
Prosthesis yang tinggal tetap utuh. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengaplikasikan gaya perkusi dan traksi untuk membongkar semen
sehingga prosthesis dapat dibuka dari gigi abutment. Alat-alat yang
dapat digunakan pada teknik ini adalah:

18

a. Richwill crown and bridge remover


-

Pembongkaran crown dan bridge yang menggunakan resin


thermoplastic.

Resin dilunakkan didalam air panas kemudian diletakkan pada


crown atau bridge yang akan dibongkar secara interoklusal.

Setelah itu pasien diminta untuk menggigit resin tersebut


hingga 2/3 bagian resin tertekan

Kemudian dinginkan resin dengan air, lalu lakukan gerakan


membuka mulut yang tajam sehingga membuat crown terlepas.
Dalam melakukan metode ini perlu diperhatikan apakah gigi
antagonisnya gigi tiruan atau gigi asli, sehingga tidak
menyebabkan restorasi di rahang yang berlawanan ikut
terlepas.

Gambar 1: Richwill crown and bridge remover


b. Ultrasonics
Penggunaan energi ultasonik dapat membongkar crown dan bridge
dengan menghancurkan semen. Penggunaan energi ultrasonik ini
biasanya berhasil dalam pembongkaran restorasi crown dan bridge
c. Pneumatic(KaVo)CORONAflex
Teknik ini dapat membongkar crown dan bridge dengan
menggunakan brass wire yang diulirkan melalui embrassure space
19

pada bridge sehingga membentuk suatu loop yang akan


memberikan gaya untuk mengangkat bridge.
Merupakan air-driven device yang terhubung dengan standard
dental handpiece hoses via KaVos MULTIflex coupler. Alat ini
bekerja dengan memberikan kontrol low amplitude pada ujungnya
sepanjang sumbu axis dari gigi abutment. Loop diulirkan dibawah
konektor dan ujung dari crown remover diletakkan pada bar.
Dampaknya dapat diaktifasi dengan memindahkan finger index
dari pipa udara pada handpiece.
Peralatan ini juga dilengkapi dengan clamps yang dapat
dipasangkan pada crown menggunakan autopolymerization resin,
sehingga dapat melepaskan crown.

Gambar 2: Pneumatic(KaVo)CORONAflex
d. Sliding hammer
Prinsip dasar dari penggunaan sliding hammer adalah pemilihan
ujung yang tepat untuk digunakan pada margin crown dan kemudian
tahanannya didorong pada tangkai pendek, ketukan cepat dapat
melonggarkan restorasi . Variasi dari sliding hammer banyak tersedia
dipasaran. Penguunaan sistem ini terkadang bisa menyebabkan

20

ketidaknyamanan pasien dan penggunaannya terkadang tidak selalu


berhasil. Rusaknya margin porselen juga dapat terjadi karena
penggunaan teknik ini.

Gambar 3: Sliding hammer


e. Crown tractors
Crown tractors mencengkram restorasi dengan menggunakan
pegangan rubber yang di desain untuk melepaskan restorasi tanpa
merusaknya. Teknik ini efektif untuk membongkar crown sementara
yang disementasi dengan sementasi sementara, atau untuk crown
yang sulit untuk dilepaskan pada saat proses try in. Pegangan halus
pada teknik ini dapat mengurangi risiko rusaknya margin porselen
f. Matrix bands
Penggunaan Siqveland matrix band pada crown, yang dipasangkan
pada undercut dan kemudian ditarik secara vertikal, dapat menjadi
salah satu teknik yang berhasil untuk pembongkaran crown dan
bridge.

21

Gambar 4: Siqveland matrix band


2. Semi-conservative disassembly
Kerusakan minor pada prosthesis dapat terjadi tetapi masih ada
kemungkinan untuk restorasi dapat digunakan kembali. Teknik ini
dialkukan

membuat

celah

kecil

pada

prosthesis,

sehingga

memungkinkan gaya untuk diaplikasikan diantara preparasi dan bridge


untuk merusak luting semen.
Seperti yang telah dijelaskan diawal bahwa percobaan pembongkaran
tanpa merusak restorasi tidak selalu berhasil dan terkadang juga dapat
menyebabkan rasa tidak nyaman pada pasien, oleh karena itu dapat
digunakan teknik semi-conservative, dengan merusak sebagian restorasi
untuk membongkar crown dan bridge. Keuntungan teknik ini adalah
trauma yang dialami pasien lebih sedikit dibandingkan pada teknik
conservative.
Alat-alat yang digunakan untuk pembongkaran crown dan bridge secara
semi-conservative adalah:
a. Wamkeys
Wamkeys merupakan simple-narrow shanked cam yang tersedia
dalam 3 ukuran. Ukuran wamkeys yang tepat dimasukkan pada
bagian restorasi yang sudah di buatkan celah menggunakan bur,

22

kemudian masukkan wamkeys pada celah kecil tersebut. Berikan


gaya naik-turun berlawanan dan searah jalur insersi serta gerakan
ke kanan dan kekiri hingga crown lepas dari gigi abutment.
Restorasi tersebut dapat di sementasi kembali dan celah tadi dapat
ditambal dengan plastic filling material.

Gambar 5: WAMKey
b. Metalift system
Sistem ini menggunakan prinsip jack-screw.Protesa metalceramic dapat di bongkar menggunakan sistem ini, walaupun harus
dilakukan dengan hati-hati untuk melepaskan ceramic dari area
dimana terdapat celah yang dibuat pada.

23

A. Gigi abutment I1 mandibula longgar, sedangkan gigi abutment


posteriornya, yakni premolar, telah disementasi
B. Pembuatan akses ke coping logam dengan menembus porselen
menggunakan diamond bur
C. Pada restorasi metal dibentuk lubang kecil pada setiap gigi
abutment sebagai panduan pengangkatan gigi tiruan tersebut
D. Lubang tersebut dibentuk menggunakan bur khusus
E. Lubang tersebut harus berpenetrasi ke bagian metal, biasanya
ditandai dengan terlihatnya semen
F. Dengan instrumen Metalift yang diulirkan masuk ke gigi tiruan
cekat tersebut, maka akan merusak perlekatan semen
G. Sehingga GTJ tersebut dapat diangkat
H. Periksa kondisi gigi abutment. Jika kondisi gigi abutment baik,
maka dapat dilakukan sementasi ulang.

24

3. Destructive disassembly
Destructive disassemblyberarti melakukan pemotongan pada crown
menggunakan bur tungsten carbide diamond . Tahapannya adalah
sebagai berikut:

A. Gigi tiruan jembatan jenis cantilevered partial ini ingin digantikan


dengan gigi tiruan jembatan yang baru karena alasan estetis dan
periodontal.
B. Restorasi tersebut dibelah dengan hati-hati hingga memotong bagian
porselen, yaitu lebih mudah dilakukan pada sisi fasial dan insisal
C. Pemotongan ini dilakukan hingga mencapai bagian metal hingga semen,
sehingga ujung bur pemotong diposisikan dekat margin gingiva

25

D. Bagian gingiva dilepaskan menggunakan suatu instrument


E. Seluruh bagian gigi tiruan dipotong hingga ke margin gingiva
F. Gunakan instrument seperti semen spattle untuk ditempatkan pada
bagian yang telah terpotong dan dirotasi untuk mendorong bagian gigi
tiruan agar terlepas dari gigi abutment
G. Setelah terlepas, periksa gigi abutment lalu pertimbangkan apakah perlu
dilakukan perbaikan terhadap gigi abutment dan jaringan periodontal.
H. Protesa yang telah dipotong
2. Penatalaksanaan pada gigi 25
a. Pertimbangan penatalaksaan pada gigi 25
Pada gigi 25 menunjukkan post perawatan endodontik dengan
pemasangan pasak, radiolucent berbatas jelas pada apikal gigi, dan
tampak fraktur pada retainer. Di samping itu pada gigi 25 terdapat
karies permukaan akar pada bagian bukal
b. Setelah mengetahui pertimbangan pada gigi 25 maka penatalaksaan
yaitu :
1. Gigi 25 dipertahankan karena jaringan periodontal gigi 25 bagus.
2. Gigi 25 tampak radiolucent berbatas jelas pada apikal gigi
kemungkinan

mengalami

infeksi

yaitu

granuloma

karena

pemasangan pasak yang kurang pas atau perawatan saluran akar


yang kurang steril.
3. Relief of pain, menghilangkan rasa sakit yang diderita pasien
karena infeksi.
4. Perawatan saluran akar kembali karena prognosis baik.
5. Jika prognosis buruk dapat di ekstraksi dan dibuatkan GTSL.

3. Penatalaksanaan pada gigi 27


a. Pertimbangan penatalaksaan pada gigi 27
Pada gigi 27 menunjukkan fraktur pada akar palatal, radiolucent pada
bagian apikal gigi dan resorbsi tulang alveolar sampai 2/3 panjang akar
gigi dan gigi penyangga 27 tampak adanya resesi gingiva dan karies
permukaan akar pada bagian bukal dan palatal.

26

b. Setelah mengetahui pertimbangan pada gigi 27 maka penatalaksaan


yaitu :
1. Gigi 27 diekstraksi karena prognosis buruk.
4. Penatalaksanaan pada gigi 24
a. Pertimbangan penalataksanaan pada gigi 24
Pada kasus di atas gigi 24 tidak mengalami kelainan baik secara klinis
maupun secara fotorongent. Dapat diartikan gigi 24 dalam keaadan
baik dan normal
b. Setelah mengetahui pertimbangan pada gigi 24 maka penatalaksaan
yaitu :
1. Gigi 24 dipreparasi untuk dijadikan gigi abutment.
5. Penatalaksanaan pada gigi 28
a. Pertimbangan penalataksanaan pada gigi 28
Pada kasus di atas gigi 28 tidak mengalami kelainan baik secara klinis
maupun secara fotorongent. Dapat diartikan gigi 28 dalam keaadan
baik dan normal
b. Setelah mengetahui pertimbangan pada gigi 28 maka penatalaksaan
yaitu :
1. Gigi 28 dipreparasi untuk dijadikan gigi abutment.

2.4

Desain Gigi Tiruan Baru Untuk Kasus Di Atas


Pertimbangan pemilihan desain dasar Gigi Tiruan Jembatan:
1. Fixed-fixed Bridge
-

Jika gigi 28 mempunyai prognosis baik dan dapat sebagi gigi


abutment

Gigi 24 sebagai gigi abutment

Gigi 26 dan 27 yang hilang diberi pontik

27

Gigi 25 karena post perawatan endodontik sehingga inadequate


sebagai gigi abutment maka displinting dan dihubungkan
dengan gigi 24

Connector tipe non rigid dan rigid

2.5

Tahap Perawatan Pada Kasus Di Atas

1.

Cetak model study


Sendok cetak : perforated stock tray
Bahan cetak : alginat (irreversible hydrocolloid)
Metode mencetak : mukostatik
Bahan pengisi : gips tipe III

2.

Melalukan perawatan pendahuluan secara umum baik secara lanjutan.

3.

Cetak model kerja


Sendok cetak : perforated stock tray
Bahan cetak : elastomer silicone adhesi (putty dan injection)
Metode mencetak : double impression (teknik one phase) dengan tekanan
mukodinamis
Bahan pengisi : gips tipe 4
Cara mencetak
-

Putty (kotak) : aduk bahan putty, ambil perbandingan 1:1 base : katalis
lalu aduk hingga warna berubah hijau, lalu letakkan pada dasar sendok

cetak.
Aduk light body, aduk di glass slab dengan cement spatel setelah
homogen, masukkan ke dalam injeksi kemudian injeksikan di atas

4.

sendok cetak yang telah diberi putty tadi.


Cetak ke dalam mulut pasien
Pengecoran dengan gips tipe 4

Pemilihan warna

28

Pemilihan warna gigi : sesuai dengan warna gigi tetangga dengan bantuan
pedoman warna (shade guide) untuk menentukan value (tingkat warna
gelap ke terang), chroma (kepekatan warna), hue (merah atau kuning).
5.

Pembuatan temporary bridge


Sebelum pasien pulang diberikan gigi tiruan sementara anterior posterior 3
unit dari self curing acrylic dengan teknik indirect yang nanti akan
disemenkan dengan zinc oxide free eugenol.

6.

Proses laboraturium
- Pembuatan die : bagian dari model kerja yang slicing untuk dapat
dibuka dan dipasangkan lagi pada model yang bertujuan untuk
-

membuat mahkota terutama bagian proksimal.


Pembuatan model/pola malam bridge & pembuatan pontik
Prosedurnya meliputi :

Casting : memanaskan logam yang bertujuan untuk mendapatkan


copping yang dilakukan pada bahan tanam investmen

7.

Soldering dengan timah

Insersi bridge
- Try in bridge yang harus diperhatikan adalah keadaan estetis (warna
dan bentuk), kontak proksimal antara tepi mahkota jaket dengan gigi
sebelahnya dan tidak boleh menekan gingiva serta pemeriksaan kontak
-

8.

oklusal dan kontak marginal.


Penyemenan Bridge menggunakan GIC tipe 1.

Instruksi

untuk

memeliharaan

gigi

tiruan

jembatan

yang

telah

dipasangkan.

29

BAB III
KESIMPULAN
Gigi tiruan tetap adalah suatu restorasi yang tidak dapat dilepas sendiri
oleh pasien karena dilekatkan secara permanen pada gigi asli atau akar gigi
yang merupakan pendukung utama dari alat tersebut. Gigi tiruan tetap
dibuat untuk mengembalikan fungsi pengunyahan, fungsi estetik, fungsi
fonetik, mencegah terjadinya pemindahan tempat dari gigi-gigi sekitar
ruangan yang kosong dan ntuk memelihara atau mempertahankan
kesehatan gingiva.
Penggunaan gigi tiruan tetap dapat mengalami kegagalan, di antaranya:
1. Biologikal

30

Rasa tidak nyaman, karies, perforasi pulpa, kerusakan periodontal,


masalah oklusal, fraktur gigi penyangga.
2. Mekanikal
Fraktur gigi tiruan, keausan oklusal gigi tiruan.
3. Estetik
Perubahan warna gigi tiruan, kontur yang tidak sesuai.
Untuk kasus pada skenario dibuat kan gigi tiruan tetap baru dengan tipe
fixed fixed bridge.

DAFTAR PUSTAKA
Annusavice. 2003. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Gigi. Jakarta:
EGC.
Aryanto, Gunadi H., dkk. 1991. Buku Ajar Ilmu Geligi Tiruan
Sebagian Lepasan Jilid I. Jakarta: Hipokrates.
Aryanto, Gunadi H., dkk. 1993. Buku Ajar Ilmu Geligi Tiruan
Sebagian Lepasan Jilid II. Jakarta: Hipokrates.
Barclay,

C.W;

Walmsley,

A.D.

1998.

Fixed

and

Removable

Prosthodontics.Birmingham: Churcill Livingstone, hal 115.

31

Basker RM. 2003. Perawatan Prostodontik Bagi Pasien Tak


Bergigi Edisi 3. Jakarta: EGC.
Ewing JE. Fixed Partial Prosthesis. 2nd ed. Philadelphia: Lea & Febinger,
1959: 169-77.
Martanto, P. 1985. Teori dan Praktek Ilmu Mahkota dan
Jembatan Jilid 1 Edisi 2. Bandung: Penerbit Alumni.
Prajitno, H.R. 1991. Ilmu Geligi Tiruan Jembatan: Pengetahuan
Dasar dan Rancangan Pembuatan. Jakarta: EGC.
Sharma, A., dkk. 2012. Removal of Failed Crown and Bridge.
Jurnal Section: Clinical and Experimental Dentistry. India:
4(3):e167-72.
Smith,Bernard G N;Howe, Leslie C. 2007. Planning and Making Crown and
Bridges, 4th ed. New York: Informa Healthcare.
Tylman SD. Construction of Pontics For Fixed Partial Dentures: Indications,
Types, and Materials. In Theory and Practice of Crown and Fixed
Partial Prosthodontics. 6th ed. Saint Louis: CV Mosby 1970: 26, 165,
650-81.

32

Anda mungkin juga menyukai