Anda di halaman 1dari 9

Daftar pustaka :

- Budiyanto, 2006, Pendidikan Kewarganegaraan, Erlangga, Jakarta.


- Muhammad Yamin Notonegoro, Ir. Seokarno Berdasarkan Termilogi

http://wisnupendem.blogspot.co.id/2014/06/makalah-pancasila-danpenyimpangannya.html

A. PENGERTIAN PANCASILA
Untuk memahami pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupun
peristilahannya, maka pengertian pancasila meliputi :
1. Pengertian Pancasila secara Etimologis
Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta dari India. Menurut Muhammad Yamin, dalam
bahasa Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam arti secara leksikal, yaitu : Panca dan
Sila. Panca artinya lima, sila artinya batu sendi, alas, dasar, peraturan tingkah laku yang
baik/senonoh.
Secara etimologis kata Pancasila berasal dari Pancasila yang memiliki arti secara harfiah
dasar yang memiliki lima unsur. Kata Pancasila mula - mula terdapat dalam kepustakaan
Budha di India.Dalam ajaran Budha terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan
melalui Samadhi dan setiap golongan mempunyai kewajiban moral yang berbeda.Ajaran
moral tersebut adalah Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila.
2. Pengertian Pancasila secara Historis
Pembahasan historis Pancasila dibatasi pada tinjauan terhadap perkembangan rumusan
Pancasila sejak tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan keluarnya Instruksi Presiden RI No.12
Tahun 1968. Pembatasan ini didasarkan pada dua pengandaian, yakni:
a. Telah tentang dasar negara Indonesia merdeka baru dimulai pada tanggal 29 Mei
1945, saat dilaksanakan sidang Badan Penyelidik Usaha - usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI);
b. Sesudah Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 tersebut, kerancuan pendapat tentang
rumusan Pancasila dapat dianggap tidak ada lagi.
1) Sidang BPUPKI (29 Mei 1945 dan 1 Juni 1945)
Dalam sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan
telaah pertama tentang dasar negara Indonesia merdeka sebagai berikut: 1) Peri Kebangsaan;
2) Peri Kemanusiaan; 3) Peri Ketuhanan; 4) Peri Kerakyatan; 5) Kesejahteraan Rakyat.
Ketika itu ia tidak memberikan nama terhadap lima (5) azas yang diusulkannya sebagai dasar
negara.

Pada tanggal 1 Juni 1945, dalam sidang yang sama, Ir. Soekarno juga mengusulkan lima (5)
dasar negara sebagai berikut: 1) Kebangsaan Indonesia; 2) Internasionalisme; 3) Mufakat
atau Demokrasi; 4) Kesejahteraan Sosial; 5) Ketuhanan Yang Berkebudayaan. Dan dalam
pidato yang disambut gegap gempita itu, ia mengatakan: ... saja namakan ini dengan
petundjuk seorang teman kita ahli bahasa, namanja ialah Pantja Sila ... (Anjar Any,
1982:26).
2) Piagam Jakarta (22 Juni 1945)
Rumusan lima dasar negara (Pancasila) tersebut kemudian dikembangkan oleh Panitia
9 yang lazim disebut demikian karena beranggotakan sembilan orang tokoh nasional, yakni
para wakil dari golongan Islam dan Nasionalisme. Mereka adalah: Ir. Soekarno, Drs.
Mohammad Hatta, Mr. A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakir, H.A.
Salim, Mr. Achmad Subardjo, K.H. Wachid Hasjim, Mr. Muhammad Yamin.
Rumusan sistematis dasar negara oleh Panitia 9 itu tercantum dalam suatu naskah
Mukadimah yang kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta, yaitu:
a. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemelukknya;
b. Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab;
c. Persatuan Indonesia;
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan;
e. Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam sidang BPUPKI tanggal 14 Juli 1945, Piagam Jakarta diterima sebagai
rancangan Mukadimah hukum dasar (konstitusi) Negara Republik Indonesia. Rancangan
tersebut khususnya sistematika dasar negara

(Pancasila) pada tanggal 18 Agustus

disempurnakan dan disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menjadi:
a. Ketuhanan Yang Maha Esa;
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
c. Persatuan Indonesia;
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan;
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
sebagaimana tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945.
3) Konstitusi RIS (1949) dan UUD Sementara (1950)

Dalam kedua konstitusi yang pernah menggantikan UUD 1945 tersebut, Pancasila
dirumuskan secara lebih singkat menjadi: 1) Pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa; 2)
Perikemanusiaan; 3) Kebangsaan; 4) Kerakyatan; 5) Keadilan sosial.
Sementara itu di kalangan masyarakat pun terjadi kecenderungan menyingkat rumusan
Pancasila dengan alasan praktis/ pragmatis atau untuk lebih mengingatnya dengan variasi
sebagai berikut: 1) Ketuhanan; 2) Kemanusiaan; 3) Kebangsaan; 4) Kerakyatan atau Kedau
latan Rakyat; 5) Keadilan sosial. Keanekaragaman rumusan dan atau sistematika Pancasila itu
bahkan tetap berlangsung sesudah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang secara implisit tentu
mengandung pula pengertian bahwa rumusan Pancasila harus sesuai dengan yang tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945.
4) Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968
Rumusan yang beraneka ragam itu selain membuktikan bahwa jiwa Pancasila tetap
terkandung dalam setiap konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, juga memungkinkan
terjadinya penafsiran individual yang membahayakan kelestariannya sebagai dasar negara,
ideologi, ajaran tentang nilai - nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Menyadari bahaya tersebut, pada tanggal 13 April 1968, pemerintah mengeluarkan Instruksi
Presiden
RI No.12 Tahun 1968 yang menyeragamkan tata urutan Pancasila seperti yang tercantum
dalam Pembukaan UUD.
B. NILAI NILAI YANG TERKANDUNG DALAM SILA PANCASILA
Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin, dan
menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Dalam Dictionary of Sociology an
Related Sciences nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda
untuk memuaskan manusia. Menurut C Klukhon, nilai bukanlah keinginan melainkan apa
yang diinginkan. Sedangkan, menurut Kamus ilmiah populer nilai adalah ide tentang apa
yang baik, benar, bijaksana, dan apa yang berguna, sifatnya lebih abstrak dari norma.
Nilai dibagi menjadi dua macam yaitu :
1. Nilai yang mendarah daging yaitu nilai yang sudah menjadi kepribadian bawah sadar atau
yang mendorong timbulnya tindakan tanpa berpikir panjang lagi.

Contohnya : orang yang taat beragama maka akan menderita saat ia melanggar larangan
dari norma agama tersebut.
2. Nilai dominan yaitu nilai yang dianggap lebih penting daripada nilai-nilai yang lain.
Beberapa pertimbangan dominan atau tidaknya nilai tersebut bisa dilihat dari :
Banyaknya orang yang menganut nilai tersebut.
Lamanya nilai tersebut dirasakan oleh anggota kelompok tersebut.
Tingginya usaha mempertahankan nilai tersebut.
Tingginya kedudukan orang-orang yang membawakan nilai tersebut.
Pancasila di rumuskan bukan semata tanpa arti. Dalam setiap sila dalam Pancasila
mengandung nilai-nilai luhur. Nilai-nilai inilah yang jika diterapkan secara konsisten dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dapat menjadi pendorong untuk kemajuan bangsa.
Nilai nilai yang terkandung dalam Sila Pancasila yaitu sebagai berikut :
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Inti sila ketuhanan yang maha esa adalah kesesuaian sifat-sifat dan hakikat Negara
dengan hakikat Tuhan. Kesesuaian itu dalam arti kesesuaian sebab-akibat. Maka dalam segala
aspek penyelenggaraan Negara Indonesia harus sesuai dengan hakikat nila-nilai yang berasal
dari tuhan, yaitu nila-nilai agama. Telah dijelaskan di muka bahwa pendukung pokok dalam
penyelenggaraan Negara adalah manusia, sedangkan hakikat kedudukan kodrat manusia
adalah sebagai makhluk berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan. Dalam pengertian ini
hubungan antara manusia dengan tuhan juga memiliki hubungan sebab-akibat. Tuhan adalah
sebagai sebab yang pertama atau kausa prima, maka segala sesuatu termasuk manusia adalah
merupakan ciptaan Tuhan.
Hubungan manusia dengan tuhan, yang menyangkut segala sesuatu yang berkaitan
dengan kewajiban manusia sebagai makhluk tuhan terkandung dalam nilai-nilai agama. Maka
menjadi suatu kewajiban manusia sebagai makhluk tuhan, untuk merealisasikan nilai-nilai
agama yang hakikatnya berupa nila-nilai kebaikan, kebenaran dan kedamaian dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Disisi

lain

Negara

adalah

suatu

lembaga

kemanusiaan

suatu

lembaga

kemasyarakatan yang anggota-anggotanya terdiri atas manusia, diadakan oleh manusia untuk
manusia, bertujuan untuk melindungi dan mensejahterakan manusia sebagai warganya. Maka
Negara berkewajiban untuk merealisasikan kebaikan, kebenaran, kesejahteraan, keadilan
perdamaian untuk seluruh warganya.

Maka dapatlah disimpulkan bahwa Negara adalah sebagai akibat dari manusia,
karena Negara adalah lembaga masyarakat dan masyarakat adalah terdiri atas manusiamanusi adapun keberadaan nilai-nilai yang berasal dari tuhan. Jadi hubungan Negara dengan
tuhan memiliki hubungan kesesuaian dalam arti sebab akibat yang tidak langsung, yaitu
Negara sebagai akibat langsung dari manusia dan manusia sebagai akibat adanya tuhan.
Maka sudah menjadi suatu keharusan bagi Negara untuk merealisasikan nilai-nilai agama
yang berasal dari tuhan.
Jadi hubungan antara Negara dengan landasan sila pertama, yaitu ini sila ketuhanan
yang mahaesa adalah berupa hubungan yang bersifat mutlak dan tidak langsung. Hal ini
sesuai dengan asal mula bahan pancasila yaitu berupa nilai-nilai agama , nilai-nilai
kebudayaan, yang telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala yang
konsekuensinya harus direalisasikan dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara.
2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Inti sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah landasan manusia. Maka
konsekuensinya dalam setiap aspek penyelengaraan Negara antara lain hakikat Negara,
bentuk Negara, tujuan Negara , kekuasaan Negara, moral Negara dan para penyelenggara
Negara dan lain-lainnya harus sesuai dengan sifat-sifat dan hakikat manusia. Hal ini dapat
dipahami karena Negara adalah lembaga masyarakat yang terdiri atas manusia-manusia,
dibentuk oleh anusia untuk memanusia dan mempunyai suatu tujuan bersama untuk manusia
pula. Maka segala aspek penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan hakikat dan sifat-sifat
manusia Indonesia yang monopluralis , terutama dalam pengertian yang lebih sentral
pendukung pokok Negara berdasarkan sifat kodrat manusia monodualis yaitu manusia
sebagai individu dan makhluk social.
Oleh karena itu dalam kaitannya dengan hakikat Negara harus sesuai dengan hakikat
sifat kodrat manusia yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk social. Maka bentuk dan
sifat Negara Indonesia bukanlah Negara individualis yang hanya menekankan sifat makhluk
individu, namaun juga bukan Negara klass yang hanya menekankan sifat mahluk social ,
yang berarti manusia hanya berarti bila ia dalam masyarakat secara keseluruhan . maka sifat
dan hakikat Negara Indonesia adalah monodualis yaitu baik sifat kodrat individu maupun
makhluk social secara serasi, harmonis dan seimbang. Selain itu hakikat dan sifat Negara
Indonesia bukan hanya menekan kan segi kerja jasmani belaka, atau juga bukan hanya
menekankan segi rohani nya saja, namun sifat Negara harus sesuai dengan kedua sifat
tersebut yaitu baik kerja jasmani maupun kejiwaan secara serasi dan seimbang, karena dalam

praktek pelaksanaannya hakikat dan sifat Negara harus sesuai dengan hakikat kedudukan
kodrat manusia sebagai makhluk berdiri seniri dan makhluk tuhan.
3. Sila Persatuan Indonesia
Inti sila persatuan Indonesia yaitu hakikat dan sifat Negara dengan hakikat dan sifatsifat satu. Kesesuaian ini meliputi sifat-sifat dan keadaan Negara Indonesia yang pada
hakekatnya merupakan suatu kesatuan yang utuh, setiap bagiannya tidak berdiri sendirisendiri. Jadi Negara merupakan suatu kesatuan yang utuh , setiap bagiannya tidak berdiri
sendiri-sendiri. Jadi Negara Indonesia ini merupakan suatu kesatuan yang mutlak tidak
terbagi-bagi , merupakan suatu Negara yang mempunyai eksistensi sendiri, yang mempunyai
bentuk dan susunan sendiri. Mempunyai suatu sifat-sifat dan keadaan sendiri. Kesuaian
Negara dengan hakikat satu tersebut meliputi semua unsur-unsur kenegaraan baik yang
bersifat jasmaniah maupun rohania, baik yang bersifat kebendaan maupun kejiwaan. Hal itu
antara lain meliputi rakyat yang senantiasa merupakan suatu kesatuan bangsa Indonesia,
wilayah yaitu satu tumpah darah Indonesia, pemerintah yaitu satu pemerintahan Indonesia
yang tidak bergantung pada Negara lain, satu bahasa yaitu bahasa nasional indoneisa,satu
nasib dalam sejarah, satu jiwa atau satu asas kerokhanian pancasila. Kesatuan dan persatuan
Negara, bangsa dan wilayah Indonesia tersebut, membuat Negara dan bangsa indoneisa
mempunyai keberadaan sendiri di antara Negara-negara lain di dunia ini
Dalam kaitannya dengan sila persatuan Indonesia ini segala aspek penyelenggaraan
Negara secara mutlak harus sesuai dengan sifat-sifat dan hakikat satu. Oleh karena itu dalam
realisasi penyelenggaraan negaranya, baik bentuk Negara, penguasa Negara, lembaga
Negara, tertib hukum, rakyat dan lain sebagainya harus sesuai dengan hakikat satu serta
konsekuensinya

harus

senantiasa

merealisakan

kesatuan

dan

persatuan.

Dalam

pelaksanaannya realisasi persatuan dan kesatuan ini bukan hanya sekedarberkaitan dengan
hal persatuannya namun juga senantiasa bersifat dinamis yaitu harus sebagaimana telah
dipahami bahwa Negara pada hakekatnya berkembang secara dinamis sejalan dengan
perkembangan zaman, waktu dan keadaan.
4. Sila

Kerakyatan

yang

Dipimpin

Oleh

Hikmat

Kebijaksanaan

Dalam

Permusyawaratan/perwakilan.
Inti sila keempat adalah kesesuaian sifat-sifat dan hakikat Negara dengan sifat-sifat
dan hakikat rakyat. Dalam kaitannya dengan sila keempat ini, maka segala aspek
penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan sifat-sifat dan hakekat rakyat, yang merupakan
suatu keseluruhan penjumlahan semua warga Negara yaitu Negara Indonesia. Maka dalam
penyelenggaraan Negara bukanlah terletak pada suatu orang dan semua golongan satu buat

semua, semua buat satu. Dalam hal ini Negara berdasarkan atas hakikat rakyat , tidak pada
golongan atau individu. Negara berdasarkan atas permusyawaratan dan kerjasama dan
berdasarkan atas kekuasaan rakyat. Negara pada hakikatnya didukung oleh rakyat oleh rakyat
itu dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan. Negara dilakukan untuk kepentingan seluruh
rakyat , atau dengan lain perkataan kebahagian seluruh rakyat dijamain oleh Negara.
Dalam praktek pelaksanaannya pengertian kerakyatan bukan hanya sekedar
berkaitan dengan pengertian rakyata secara kongkrit saja namun mengandung suatu asas
kerokhanian , mengandung cita-cita kefilsafatan. Maka pengertian kesesuaian dengan hakikat
rakyat tersebut, juga menentukan sifat dan keadaan Negara, yaitu untuk keperluan seluruh
rakyat . maka bentuk dan sifat-sifat Negara mengandung pengertian suatu cita-cita
kefilsafatan yang demokrasi yang didalam pelaksanaannya meliputi demokrasi politik dan
demokrasi politik dan demokrasi sosial ekonomi.
Telah dijelaskan di muka bahwa pendukung pokok Negara adalah manusia yang
bersifat monodualis sedangkan rakyat pada hakikatnya terdiri atas manusia-manusai. Oleh
karena itu kesesuaian Negara dengan hakikat rakyat ini berkaitan dengan sifat Negara kita,
yaitu Negara demokrasi monodualis, yang berarti demokrasi yang sesuai dengan sifat kodrat
manusia yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk social dalam suatu kesatuan
dwitunggal, dalam keseimbangan dinamis yang selalu sesuai dengan situasi, kondisi dan
keadaan zaman. Dalam pelaksanaannya demokrasi monodualis ini juga bersifat kekeluargaan
yaitu prinsip hidup bersama yang bersifat kekeluargaan.
5. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Inti sila kelima yaitu keadilan yang mengandung makna sifat-sifat dan keadaan
Negara Indonesia harus sesuai dengan hakikat adil, yaitu pemenuhan hak dan wajib pada
kodrat manusia hakikat keadilan ini berkaitan dengan hidup manusia , yaitu hubungan
keadilan antara manusia satu dengan lainnya, dalam hubungan hidup manusia dengan
tuhannya, dan dalam hubungan hidup manusia dengan dirinya sendiri. Keadilan ini sesuai
dengan makna yang terkandung dalam pengertian sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan
beradab. Selanjutnya hakikat adil sebagaimana yang terkandung dalam sila kedua ini terjelma
dalam sila kelima, yaitu memberikan kepada siapapun juga apa yang telah menjadi haknya
oleh karena itu inti sila keadilan social adalah memenuhi hakikat adil.
Realisasi keadilan dalam praktek kenegaraan secara kongkrit keadilan social ini
mengandung cita-cita kefilsafatan yang bersumber pada sifat kodrat manusia monodualis ,
yaitu sifat kodrat manusia sebagai individu dan makhluk social. Hal ini menyangkut realisasi

keadilan dalam kaitannya dengan Negara Indonesia sendiri (dalam lingkup nasional) maupun
dalam hubungan Negara Indonesia dengan Negara lain (lingkup internasional).
Dalam lingkup nasional realisasi keadilan diwujudkan dalam tiga segi (keadilan
segitiga) yaitu:
1.

Keadilan distributive, yaitu hubungan keadilan antara Negara dengan warganya. Negara
wajib memenuhi keadilan terhadap warganya yaitu wajib membagi-bagikan terhadap
warganya apa yang telah menjadi haknya.

2.

Keadilan bertaat (legal), yaitu hubungan keadilan antara warga Negara terhadap Negara.
Jadi dalam pengertian keadilan legal ini negaralah yang wajib memenuhi keadilan terhadap
negaranya.

3.

Keadilan komulatif, yaitu keadilan antara warga Negara yang satu dengan yang lainnya,
atau dengan perkataan lain hubungan keadilan antara warga Negara.
Selain itu secara kejiwaan cita-cita keadilan tersebut juga meliputi seluruh unsur
manusia, jadi juga bersifat monopluralis. Sudah menjadi bawaan hakikatnya hakikat mutlak
manusia untuk memenuhi kepentingan hidupnya baik yang ketubuhan maupun yang
kejiwaan, baik dari dirinya sendiri-sendiri maupun dari orang lain, semua itu dalam realisasi
hubungan kemanusiaan selengkapnya yaitu hubungan manusia dengan dirinya sendiri,
hubungan manusia dengan manusia lainnya dan hubungan manusia dengan Tuhannya.
C. MAKNA SILA SILA PANCASILA
1. Arti dan Makna Sila Ketuhanan yang Maha Esa
Mengandung arti pengakuan adanya kuasa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan yang
Maha Esa
Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing - masing dan beribadah
menurut agamanya.
Tidak memaksa warga negara untuk beragama.
Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.
Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah
menurut agamanya masing - masing.
Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga
negara dan mediator ketika terjadi konflik agama.
2. Arti dan Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan
Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa.
Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah.
3. Arti dan Makna Sila Persatuan Indonesia

Nasionalisme.
Cinta bangsa dan tanah air.
Menggalang persatuan dan kesatuan Indonesia.
Menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan dan perbedaan

warna kulit.
Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan.
4. Arti dan Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan
Hakikat sila ini adalah demokrasi.
Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru
sesudah itu diadakan tindakan bersama.
Dalam melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran bersama.
5. Arti dan Makna Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat.
Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan bersama
menurut potensi masing - masing.
Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai
dengan bidangnya.

Anda mungkin juga menyukai