Anda di halaman 1dari 45

Mechanical Engineering

Syiah Kuala University

Fitri Handayani/ OJT/ Unsyiah/ Teknik Mesin/ 2008


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknologi dan industri terus berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan. Perubahan memberikan efek positif terhadap perubahan kondisi kekinian
yang semakin membaik. Salah satu hal positif yang diberikan yaitu kebutuhan akan
energy. Kebutuhan manusia terhadap energi mengharuskan manusia untuk mencari
sumber-sumber energi baru untuk dapat dieksploitasi secara maksimal dan efisien.
Indonesia adalah Negara yang kaya akan sumber daya alam terutama minyak dan
gas. Bahkan, sektor ini menjadi penyumbang utama dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Minyak bumi dan gas alam adalah sumber daya alam yang
bernilai ekonomis dan memberikan kontribusi yang sangat penting dalam kehidupan
manusia.
Saat ini Indonesia memiliki 2 kilang LNG, yaitu masing-masing 8 train di
Bontang Kalimantan yang dikenal dengan PT. Badak, dan 6 train di Lhokseumawe yang
dikenal dengan nama PT. Arun (yang sekarang ini hanya beroperasi 2,5 train), dan tidak
menutup kemungkinan akan ditemukannya lagi reservoir-reservoir gas alam alam atau
reservoir minyak bumi yang baru di tempat-tempat atau daerah-daerah lainnya yang
berpotensi di Indonesia, seperti misalnya baru-baru ini telah ditemukannya ladang gas
alam di Kepulauan Natuna, walaupun sekarang ini pembangunannya masih dalam tahap
perencanaan.
PT. Arun NGL (Natural Gas Liquefation) yang berada di Lhokseumawe,
merupakan salah satu bukti kemajuan teknologi saat ini yang berkembang pada dunia
industri khususnya. Dimana PT. Arun NGL merupakan salah satu perusahaan nasional
berskala internasional selalu bertekad untuk merespon terhadap segala kemajuan
teknologi yang ada, salah satunya bekerjasama dengan Yokogawa Hokushin Electric
Japan dari Jepang dalam bidang teknologi kontrol yaitu Distributed Control System. Ini
merupakan teknologi pengontrolan yang berbasis computer.

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

PT. Arun NGL adalah suatu perusahaan yang mengolah gas alam cair atau yang
disebut LNG (Liquefied Natural Gas) dengan menggunakan proses teknologi cryogenic.
Teknologi yang digunakan dalam pencairan gas alam ini melibatkan berbagai proses yang
menggunakan peralatan-peralatan industri seperti gas compressor, heat exchanger, pump,
boiler serta alat-alat lainnya.
1.2 Maksud dan Tujuan Pelaksanaan Kerja Praktek
Maksud dan tujuan dari pelaksanaan Kerja Praktek ini adalah agar mahasiswa
mengetahui bagaimana lingkungan kerja yang sesungguhnya di suatu perusahaan, juga
diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperolehnya dibangku kuliah dalam
menganalisa permasalahan yang terjadi di pabrik. Tujuan dari pelaksanaan Kerja Praktek
ini adalah untuk memperkenalkan mahasiswa tentang pentingnya keselamatan kerja
(safety) dan disiplin waktu dalam melaksanakan tugas, dimana pengalaman tersebut
nantinya akan menjadi bekal bagi mahasiswa dalam menghadapi dunia kerja.
Sasaran dan tujuan umum dari penulisan ini diwujudkan untuk pengembangan
wawasan yang sesuai dengan topik yang dibahas berikut ini :
Mengetahui akan rangkaian proses produksi yang ada pada kilang PT. Arun
NGL.
Dapat mengaplikasikan beberapa ilmu yang telah didapat pada Jurusan Teknik
Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala.
Mengetahui fungsi-fungsi dari peralatan proses.
1.3

Permasalahan
Teknologi yang digunakan dalam pencairan gas alam meliputi berbagai proses

yang menggunakan peralatan-peralatan industri seperti turbin gas, kompresor, heat


exchanger, main heat exchanger, pump, boiler serta alat-alat lainnya. Luasnya masalah
peralatan yang digunakan maka penulis hanya membahas mengenai kegagalan pada Heat
exchanger dengan kode E-2708 A yang merupakan heat exchanger yang berfungsi

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

memanaskan lanjut sulfinol untuk proses melepaskan senyawa beracun

H2 S

dan

CO2 agar tidak terjadi pencemaran

BAB II
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
2.1

Sejarah Singkat Berdirinya PT. Arun NGL


Arun adalah nama desa kecil yang berada 30 km Tenggara Lhokseumawe,

dimana sumur pertama gas alam ditemukan oleh Mobil Oil Indonesia Inc., kontraktor
bagi hasil Pertamina, pada tahun 1971. Nama desa kecil ini diabadikan sebagai nama
lapangan gas alam Arun dan nama perusahaan kilang pencairan gas alam, yaitu PT. Arun
NGL di Lhokseumawe. Diperkirakan cadangan gas ini cukup untuk 20 tahun produksi
dengan besar reservoir dibawah bebatuan kapur 18,5 x 5 km.
Kilang LNG Arun dimiliki dan dibangun oleh Pertamina di Blang Lancang,
Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam yang terletak di pantai utara Sumatera.
Lokasi tersebut dipilih menggingat kemudahan sarana transportasi laut dan dekat dengan
ladang gas Arun sehingga biaya dapat ditekan sekecil mungkin.
Keputusan untuk membangun kilang LNG Arun dibuat setelah ditemukannya
salah satu sumber gas terbesar di dunia pada tahun 1971 oleh Mobil Oil Indonesia Inc.,
mitra usaha Pertamina atas dasar kontrak bagi hasil.
PT. Arun NGL merupakan perusahaan dengan menggunakan sistem perusahaan
persero, dengan sistem pembagian saham operasi sebagai berikut:
1.

Pertamina

2.

Mobil Oil Indonesia Inc.

3.

Japan Indonesia LNG Company (JILCO)

55%
30%
15%

Tetapi dengan perjanjian, semua aset yang dimiliki oleh PT. Arun merupakan
milik Pertamina. Dalam melaksanakan pembangunan LNG, pilihan jatuh pada Bachtel
Inc, mengingat pengalamannya baik dalam pembangunan kilang LNG maupun proyek
proyek besar lainnya yang terbesar diseluruh dunia.

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

Untuk proses pencairan gas, dipilih sistem air produk dan chemical
incorporation, mengingat sistem tersebut merupakan suatu sistem yang telah teruji.
Pekerjaan engineering dan perincian perkiraan biaya, dilaksanakan pada bulan Januari
1974 di San Francisco kemudian di London dan di Jakarta. Kesibukan-kesibukan
sehubungan dengan pembangunan sudah terasa sejak awal Januari 1974, sedangkan alat
dan bahan konstruksi mulai berdatangan awal 1975.
Dalam rangka pembangunan proyek, Pertamina membentuk suatu Task yang
merupakan gabungan antara Pertamina dan Mobil Oil Indonesia. Tujuan utama adalah
melaksanakan pengawasan mulai dari perencanaan sampai dengan selesainya proyek.
2.1.1

Lapangan Gas Arun.


Lapangan gas Arun dikenalkan dan dikelola oleh EMOI (Exxon Mobil Oil

Indonesia), yang bertindak sebagai kontraktor bagi hasil Pertamina. Lapangan Arun ini
ditemukan di daerah blok B di daerah perkampungan Arun.

Gambar 2.1 Peta Lokasi Arun LNG Plant (Sumber : Library Technical)
Pada saat itu diperkirakan terdapat cadangan gas alam yang terletak diantara
celah-celah batu kapur sebanyak 17 trilyun cuft yang terbentang pada daerah yang
berukuran panjang 18,5 x 5 Km dan mempunyai kedalaman 2882 m dengan tekanan
sebesar 499 kg/cm2 dan temperatur 177 oC. Dengan cadangan gas sebesar itu maka PT.
Arun mampu mengoperasikan 6 train pencairan gas alam paling sedikit selama 20 tahun.

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

Ladang gas PT. Arun ini dibagi menjadi 4 stasiun pengumpul yang disebut
Cluster, yang masing-masing mempunyai luas 6 hektar (ha), ditambah dengan fasilitas
pengontrol dan bangunan lainnya yang disebut point A. Melalui dua buah train pemisah
yang dipasang di setiap cluster, hidrokarbon tersebut dapat dipisahkan menjadi kondensat
dan gas. Gas kondensat dipisahkan diladang Arun kemudian gas-gas tersebut dialirkan
melalui pipa 42 dan kondensat melalui pipa 20. Keduanya dikirim ke kilang LNG
sejauh 30 Km.

Gambar 2.2 Kilang PT.Arun NGL


Setiap train terdiri dari Fin-fan cooler, Gas to gasheat exchanger, 3 tingkat drum
pemisah, 2 unit pompa kondensat, dan Reinjection Compressor (1 buah di cluster II dan
2 buah di cluster III)
Kapasitas setiap cluster adalah 600 mega million standart cubic feet (MMSCFD),
dengan kapasitas maksimal adalah 750 MMSCFD, yang akan menghasilkan 556
MMSCFD gas ditambah dengan 37100 barrel per day (bpd) kondensat. Sampai saat ini,
PT. Arun mempunyai 6 buah train pencairan gas alam dan yang beroperasi saat ini 2,5
train yang dilengkapi dengan unit pemisah gas dan kondensat, pemurnian gas,
penyimpanan serta dibantu dengan unit-unit utilitas.
Masing-masing train pencairan gas alam mengolah 282 MMSCFD gas untuk
menghasilkan 9500 m3/hari LNG (pada 100% kapasitas desain), namun dengan beberapa
modifikasi dan plant test masing masing train mampu beroperasi rata-rata pada kapasitas
115-117 %.

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

2.1.2 Kilang LNG


Kilang LNG Arun meliputi daerah seluas 271 Ha (92,5) km 2. Dua buah
pelabuhan untuk loading LNG dengan bobot 95.000 death weight ton(DWT) kapal LNG
dengan kedalaman 14 meter (diukur pada air surut), panjang 1200 meter, lebar 350 meter
dengan jalan masuk sebesar 50 meter.
Khusus untuk kondensat dilengkapi dengan dua sarana loading yaitu:
1.

Single Point Mooring(SPM)untukukurankapal 40.000-280.000 DWT

2. Multi Buoy Mooring (MBM)untukukurankapal 30.000-100.000 DWT.


Sesampainya gas di unit 20 kemudian gas dialirkan ke unit selanjutnya untuk
diolah menjadi produk dengan kualitas yang dikehendaki. Gas diolah diproses II dan III
yaitu dimurnikan dari senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki seperti merkuri,
senyawa-senyawa sulfida dan karbon dioksida. Sehingga diperoleh tiga unsur gas alam
yang paling ringan yaitu metana, ethana, dan sedikit propana yang dicairkan menjadi
LNG.
2.1.3

Hasil-Hasil Produksi Kilang


Kondensat yang dihasilkan sebagian besar diekspor ke Amerika pantai barat,

Jepang, Singapura dan New Zealand melalui pelabuhan. LNG diangkut ke terminal
pembeli di Jepang dengan menggunakan kapal tanker yang dibuat khusus untuk
pengangkutan LNG. Kapal tanker ini diperoleh Pertamina dari Burma GasTransport Ltd,
atas dasar kontrak selama 10 tahun. Kapal-kapal ini dibuat oleh Quicy Ship Building.
LPG adalah singkatan dari Liquified Petroleum Gas, yang artinya gas dari hasil
penyulingan Crude Oil yang dicairkan. LPG ini diproduksi dengan pertimbangan, untuk
memanfaatkan unsur-unsur Propana dan Butana sebagai unsur yang mempunyai nilai jual
relatif tinggi.

2.1.4

Perkembangan PT. Arun NGL


Pabrik LNG PT. Arun terdiri atas enam train dan pembangunan keenam train di
PT. Arun berlangsung dalam tiga 3 tahap pengerjaan, yaitu:
2.1.4.1 Arun Project I

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

Proyek ini meliputi pembangunan train 1, 2, dan 3 oleh kontraktor Bechtel Inc
pada awal tahun 1974 hingga akhir tahun 1978. Train 1 mulai menghasilkan LNG pada
bulan Agustus 1978, train 2 pada bulan September 1978 dan train 3 pada bulan Februari
1979. Pengapalan LNG pertama proyek ini dilakukan tanggal 4 Oktober 1978 dengan
tujuan Jepang bagian barat.
2.1.4.2 Arun Project II
Awal tahun 1981 unit pemurnian gas dari train 1, 2 dan 3 kilang LNG Arun
mengalami modifikasi untuk peningkatan kapasitas produksi menjadi 115% dari
rancangan kapasitas semula 1,7 juta ton LNG per train per tahun. Awal tahun 1982 kilang
Arun dikembangkan lagi dengan menambah 2 train (train 4 dan train 5) untuk
meningkatkan kapasitas produksi sebesar 3,4 juta ton per tahun, untuk diekspor ke Jepang
bagian timur. Perluasan proyek ini diserahkan kepada Chiyoda Chemical Engineering &
Construction Co. Ltd., sebagai kontraktor utama yang bekerja sama dengan Mitsubisi
Corp dan PT. Purna Bina Utama (PBI). Train 4 mulai berproduksi pada bulan Oktober
1983 dan train 5 pada bulan Januari 1984.
2.1.4.3 Arun Project III
Proyek ini juga merupakan pengembangan dari proyek-proyek sebelumnya.
Pengembangan proyek dilanjutkan dengan pembangunan train 6 yang dilakukan oleh
kontraktor utama JGC Corporation yang dimulai pada 15 November 1984 dan selesai
September 1986. Proyek ini meliputi realisasi kontrak jual dengan Korea Selatan.Tanggal
21 Oktober 1986 dilakukan pengapalan pertama dengan tujuan jepang bagian barat.
Pada awal beroperasi kilang PT. Arun hanya memproduksi LNG yang
mengandung komponen terbanyak adalah metana dan sedikit etana serta fraksi berat
lainnya yang dimanfaatkan sebagai media pendingin kilang dan menghasilkan kondensat
yang merupakan produk sampingan dari pengolahan fraksi berat gas alam.
Sebagai langkah perluasan produksi dan pengembangan usaha, PT. Arun
melakukan diversifikasi produk dengan memanfaatkan unsur-unsur propana dan butana
yang mempunyai nilai jual lebih tinggi dibandingkan dengan kondensat yang merupakan
hasil penggabungan kedua unsur tersebut. Sehingga diharapkan dapat menambah devisa
negara.

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

Selain menghasilkan LNG sebagai produk utama, PT. Arun juga menghasilkan
LPG dan kondensat sebagai produk samping. Produksi pertama kondensat dihasilkan
pada 21 Mei 1977 dan dikapalkan pada tanggal 14 Oktober 1977.
Pengapalan pertama LPG dilakukan pada tanggal 2 Agustus 1988 ke negara
tujuan Jepang, namun sejak tahun 1999 PT. Arun tidak lagi memproduksi LPG, karena
jumlah cadangan gas alam yang semakin menurun. Sebagai upaya mempertahankan
produksi maka diupayakan pencarian sumber baru seperti ladang gas Pase dan North
Sumatera Offshore(NSO).
2.2

Sejarah Singkat Berdirinya NSO Plant


Pada tahun 1972 ditemukan sumber gas alam lepas pantai di North Sumatra

Offshore (NSO), yangterletak di Selat Malaka 107,6 km (68 mil) dari lokasi kilang PT.
Arun Blang-Lancang. Ladang gas alam NSO yang luasnya 27.500 ha dan berada pada
kedalaman laut 350 ft (106,68 m).
Selanjutnya pada tahun 1998 dilakukan pembangunan proyek NSO yang meliputi
unit pengolahan gas untuk fasilitas lepas pantai (offshore) di PT. Arun. Fasilitas ini
dibangun untuk mengolah 450 mmscfd gas alam dari platformoffshore sebagai
tambahan bahan baku gas alam dari ladang Arun di Lhoksukon yang semakin berkurang.
Tujuan dari pembangunan kilang NSO ini adalah untuk melakukan proses
pengolahan guna memenuhi spesifikasi bahan baku yang sesuai dengan persyaratan
proses pencairan gas alam yang sudah ada di kilang Arun. Gas umpan yang berasal dari
NSO memiliki kandungan H2S dan CO2 yang tinggi sehingga diperlukan proses
pemisahan terlebih dahulu sebelum masuk ke train LNG. Upaya ini dilakukan dengan
menurunkan kadar H2S dari 1,5 % menjadi 128 ppm dan CO 2 dari 33 % menjadi 24%
mol, sehingga sesuai dengan spesifikasi rancangan trainLNG. Dan mengingat kadar H2S
yang sangat tinggi dalam gas umpan dari ladang NSO maka perlu digunakan teknologi
terbaik yang tersedia saat ini dan biasa disebut BestAvailable Control Technologi (BACT)
agar tidak menimbulkan pencemaran.
2.3

Orientasi LNG Plant Site


Pada masing-masing train pencairan gas alam tersebut mengelola 282 mmscfd

gas untuk menghasilkan 9.500 m 3/hari LNG pada 100 % kapasitas disain. Namun

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

demikian dengan beberapa modifikasi dari plant test, maka masing-masing trainmampu
beroperasi dan menghasilkan rata-rata pada kapasitas 115 %-117 %.
LNG yang dihasilkan oleh PT. Arun NGL sampai saat ini di ekspor ke Korea
Selatan dan Jepang. Di Negara konsumen tersebut LNG diubah menjadi gas dengan
sistem pemanasan air laut yang digunakan sebagai bahan bakar pada industri-industri
berat dan untuk keperluan rumah tangga.
Kelebihan dari pada gas ini adalah karena sifatnya yang hampir tidak
menimbulkan polusi udara, tidak beracun, aman dan beratnya lebih ringan dari air, udara,
serta mempunyai nilai bakar yang tinggi.
Sejak dioperasikannya kilang gas alam PT. Arun pada tahun 1977, gas alam yang
mengandung unsur-unsur hidrokarbon yang kemudian diproses menjadi gas cair metana
(CH4) dan etana (C2H6), sedangkan unsur-unsur yang lebih berat digunakan sebagai
refrigerant pada unit-unit dalam train dan sebagian kembali kedalam proses untuk
dibentuk menjadi LNG dan kondensat.
2.4

Struktur Organisasi PT. Arun NGL


Sistem organisasi PT. Arun pada saat ini masih dalam perubahan yaitu proses

restrukturisasi organisasi melalui Work Process Reengineering. Pada saat ini PT. Arun
melaksanakan kegiatan program perubahan terhadap oraganisasi yang lama dengan
melibatkan pihak-pihak yang terkait seperti Cambridge Management Consulting,
konsultan yang ditunjuk PT.Arun, Change ManagementTeam, anggota manajemen PT.
Arun (Manager and Superintendent), Task Force.
Perubahan yang dilakukan tersebut saat ini memasuki fase pemeliharaan dan
pemantapan. Sebelum organisasi baru dikembangkan mereka menetapkan prinsip-prinsip
pengembangan organisasi baru. Pengembangan organisasi baru tersebut bertujuan untuk
penyederhanaan proses kerja.

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

Gambar 2.3 Struktur Organisasi PT. Arun NGL


Pimpinan tertinggi organisasi PT. Arun adalah President Director(PD) yang
berkantor di Jakarta. Sedangkan PT. Arun plant site dipimpin oleh

seorang Vice

President Director(VPD). VPD PT. Arun melapor kepada President Director. Vice
President Director PT. Arun membawahi tiga divisi dan empat non divisi setingkat seksi,
yaitu:
A. Production Division (Divisi I)
B. Plant Operation Support Division (Divisi II)
C. Service and Development Division (Divisi III)
D. Seksi Public Relations
E. Seksi Finance and Accounting
F. CIT (Continous Improvement Team)
G. SeksiGeneral Audit

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

10

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

2.4.1

Production Division
Tugas utama divisi production adalah mengolah gas alam menjadi gas alam cair

(LNG) serta merencanakan produk LNG dan kondensat, menyimpan LNG dan kondensat,
mengapalkan ke tujuan serta mencegah terjadinya

kerugian perusahaan. Divisi ini

membawahi empat seksi, yaitu:


1. Seksi LNG / NSO Process.
2. Seksi Utilities.
3. Seksi SL & SHP ( Storage & Loading and Shipping ).
4. Seksi FSHE ( Fire and Safety Healty Environmental ).
2.4.2

Plant Operation Support Division


Divisi ini mengemban tugas utama untuk pemeliharaan sarana dan prasarana

kerja yang terkait dengan pemrosesan gas alam menjadi gas alam cair (LNG) dan
kehidupan keluarga di perumahan perusahaan (Community). Divisi ini membawahi empat
seksi, yaitu:
1. Seksi Maintenance Support.
2. Seksi Plant Area Maintenance.
3. Seksi T & ES (Technical and Engineering Services).
4. Seksi Supply Chain.
2.4.3

Service and Development Division


Divisi ini mengemban tugas utama untuk memberikan pelayanan dalam bidang

kepegawaian, fasilitas, sarana dan prasarana kerja. Divisi ini bertugas untuk mendukung
pelaksanaan tugas divisi lain dengan menyediakan sumber daya yang diperlukan. Divisi
ini membawahi tiga seksi, yaitu:
1. Seksi HR (Human Resources).
2. Seksi Facilities Service.
3. Seksi Legal Affairs.
2.4.4

Public Relation Section


Seksi ini bertugas menangani hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan

masyarakat. Seksi ini mengkomunikasikan kebijakan dan kegiatan PT. Arun kepada

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

11

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

masyarakat melalui media cetak dan elektronik. Seksi ini juga menangani tamu-tamu
perusahaan yang berkunjung ke PT. Arun NGL.
2.4.5

Finance and Accounting Section


Seksi ini bertugas menangani administrasi keuangan perusahaan seperti

membayar invoice, gaji pegawai, bonus dan tunjangan-tunjangan. Seksi ini juga
menangani pembayaran pajak perusahaan dan pegawai. Pajak pegawai dipotong langsung
dari gaji bulanan. Seksi ini juga bertugas membuat laporan keuangan setiap bulan dan
pada akhir tahun.
2.4.6

Continous Improvement Team (CIT)


Continous Improvement Team Section ini melakukan evaluasi terhadap perubahan

organisasi dan melakukan pengembangan organisasi perusahaan pada masa yang akan
datang. Berdasarkan kriteria atau standart yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak
untuk masa yang akan datang.
2.4.7

General Audit Section


Seksi ini bertanggung jawab untuk memeriksa aliran keuangan dan kewajaran

pemakaian setiap asset atau harta benda milik perusahaan yang dipakai untuk keperluan
proses kilang maupun keperluan administrasi di kantor PT. Arun NGL. Seksi ini secara
struktur organisasi di bawah Presiden Direktur tetapi karena seksi ini berkantor di Plant
Site maka secara pelaporan dan pengawasan tetap di bawah VPD (Vice President
Director).
2.5

Kondisi PT. Arun NGL Saat Ini


PT.Arun NGL merupakan suatu perusahaan yang mengelola Liquified Natural

Gas (LNG), dan kondensat sebagai produk sampingan dari LNG, serta sulfur sebagai
produk samping dari NSO plant. Prinsip utama dari pencairan gas alam ini adalah
menurunkan suhu gas dari 32C menjadi -160C dengan proses pendinginan dan ekspansi
pada temperatur yang rendah sekali yang disebut cryogenic yaitutemperatur pada suhu
-160C dengan tekanan 1 atm (atmosfer).
Komposisi LNG didominasi oleh metana (CH3) dan sedikit etana (C2H4 ) serta
propana (C3H5). Selain memproduksi LNG sebagian produk utama, PT.Arun NGL juga

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

12

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

menghasilkan kondensat sebagai produk sampingan yang merupakan fraksi fraksi


hidrokarbon berat yang terikut bersama sama dengan gas alam dari sumbernya yaitu
ladang gas Arun LNG dan Ladang gas NSO.
Kondensat merupakan alternatif energi yang mempunyai prospek cukup baik
dewasa ini. Kondensat yang di produksi harus mempunyai persyaratan dan spesifikasi
yang telah ditentukan, yaitu RVP (Rate Vapor Pressure) maksimum 13 psi pada
temperatur 100C dengan specific gravity 0,76 (54 API).
Saat ini Indonesia memiliki 3 kilang LNG yang masing-masing 8 train di PT.
Badak Bontang Kalimantan Timur, 2 train di BP Indonesia Tangguhdan 6 train di
PT.Arun Lhokseumawe, NAD, tetapi saat ini hanya 2 train yang beroperasi di PT. Arun
NGL yaitu train 4 dan 5 yang terdiri dari unit 30 dan unit 40 sedangkan train 1, 2, 3 dan 6
tidak lagi difungsikan karena menipisnya cadangan gas yang dimiliki.

BAB III
URAIAN PROSES PRODUKSI
2.1

Pengantar Proses
Seperti yang telah kita ketahui PT. Arun NGL adalah suatu perusahaan yang

mengolah gas alam yang berasal dari ladang gas Arun untuk menghasilkan gas alam cair
(LNG), dan kondensat sebagai produk sampingan. Proses pencairan tersebut dilakukan di
unit 40 pada train yang telah ada dengan proses ekspansi yang sangat rendah sekali yang
disebut dengan proses cryogenic.
Pada saat ini PT. Arun NGL juga memiliki pabrik/unit penanganan sulfur yang
disebut dengan NSO Plant. Pembangunan NSO Plant ini dikarenakan kandungan feed gas

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

13

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

yang berasal dari ladang NSO berbeda dengan kandungan gas alam yang berasal dari
ladang gas arun sehingga tidak dapat langsung diproses di unit train PT. Arun NGL
karena memiliki spesifikasi yang berbeda. Produk (gas) yang dihasilkan dari plant ini
nantinya dapat mendekati spesifikasi feed gas yang berasal dari ladang gas arun, sehingga
memenuhi syarat untuk diproses pada unit train PT. Arun NGL.
2.2

Uraian Proses LNG


Proses pencairan gas alam yang berlangsung di PT. Arun NGL dilakukan dengan

beberapa tahap yaitu proses I, proses II dan III, storage and loading serta didukung oleh
unit-unit penunjang yang antara lain terdiri atas tenaga listrik, uap, air, nitrogen dan lainlain.
2.2.1

Proses I
Secara umum tugas-tugas dari proses I adalah sebagai berikut:

Menerima gas dan kondensat dari point A Lhoksukon dan gas alam dari ladang NSO.
Menjaga kestabilan penyediaan gas ke proses II untuk bahan pembuatan LNG.
Menyiapkan bahan-bahan untuk Multi Componen Refrigerant (MCR).
Mensuplai gas ke PT. PIM
Unit-unit yang melaksanakan fungsi tersebut adalah:

Unit 17 adalah unit yang berperan dalam pengiriman gas, sedangkan unit 18 adalah

unit yang berperan dalam pengiriman kondensat dari point A Lhoksukon.


Unit 19 adalah unit yang berperan dalam pengiriman gas dari unit 20A menuju ke
pabrik PIM. Pada unit ini gas diturunkan tekanannya, dipisahkan hidrokarbon cairnya

dan dikembalikan ke unit 20B.


Unit 20A (inlet facilities), yaitu dimana pada unit ini gas dan kondensat bersama-

sama masuk First Stage Flash Drum untuk proses pemisahan.


Unit 20B adalah unit penstabilan kondensat dari unit 20A yang diolah lagi dengan

menstabilkan tekanan uap.


Unit 25 adalah unit yang berperan untuk menaikkan tekanan gas yang berasal dari
unit 20, selanjutnya gas tersebut dikirim ke proses II dan III untuk pembuatan LNG.

Unit 51/52 adalah unit yang berperan untuk memisahkan bahan-bahan yang didapat
dari proses II menjadi komponen-komponen etana, propana, dan fraksi yang lebih
berat. Etana, propana dan butana digunakan untuk MCR. Fraksi yang lebih berat

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

14

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

diinjeksikan ke pipa kondensat yang akan dikirimkan ke tangki kondensat. Kelebihan


pada etana, propana dan butana dijadikan feed gas LNG.

2.2.2

Proses II dan III


Proses II dan III adalah salah satu bagian di bidang operasi yang bertugas

mengolah gas alam menjadi LNG. Proses II dan III terjadi pada setiap train yang ada.
Setiap train terdiri dari dua unit, yaitu unit 30 dan unit 40.
Unit 30 berfungsi untuk memisahkan bahan-bahan pengotor yang terdapat di
dalam gas umpan, seperti merkuri (Hg), karbon dioksida (CO 2) dan asam sulfida (H2S).
Merkuri dihilangkan dengan menggunakan penyerap karbon aktif yang mengandung
sulfur (carbon bed adsorber). Sedangkan CO2 dan H2S dihilangkan dengan menggunakan
penyerap larutan potassium karbonat (carbonat absorber dan DEA absorber).
Reaksi yang terjadi dalam peristiwa penyerapan komponen-komponen Hg, CO 2
dan H2Stersebut adalah sebagai berikut:

Reaksi Penyerapan Hg
Hg

Hgs

Reaksi Penyerapan CO2


CO2 + H2O + K2CO3

(1)

2 KHCO3

(2)

Reaksi penyerapan H2S


H2S + K2CO3

KHS + KHCO3

(3)

Sedangkan unit 40 berfungsi untuk mengolah lebih lanjut gas yang keluar dari
unit 30. Pada unit ini gas akan dihilangkan dari kandungan uap air dengan menggunakan
feed vapor dryer, kemudian gas tersebut dipisahkan antara fraksi hidrokarbon berat dan
fraksi hidrokarbon ringan di dalam scrub tower. Fraksi hidrokarbon berat akan mencair
dan fraksi hidrokarbon ringannya akan dipisahkan secara distilasi. Fraksi berat dikirim ke
proses I untuk dialirkan ke refrigerant preparation unit untuk memperoleh etana dan
propana yang dibutuhkan sebagai media pendingin dalam proses pencairan nanti.
Sedangkan

fraksi

ringan

akan

didinginkan

kembali

oleh

Multi

Component

Refrigerant(MCR). Gas dingin tersebut selanjutnya dikirim ke Main Heat Exchanger


(MHE) untuk menurunkan tekanan dan temperatur. Maka terjadilah LNG yang telah

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

15

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

dicairkan tersebut memiliki suhu + -162oC yang akan dikirim tangki penyimpanan
(storage) dan siap untuk dikapalkan. Sedangkan yang masih dalam fasa gas dikirim ke
sistem bahan bakar untuk keperluan dapur boiler.
Tabel 2.1 Komposisi LNG
Komposisi

% Mol

Nitrogen

0,072

Metana

89,685

Karbon dioksida

0,000

Etana

7,236

Propana

1,993

Iso-Butana

0,487

N-Butana

0,506

Iso-Pentana

0,035

N-Pentana

0,006

Heksana plus

0,000

Sumber: Production Division Laboratory, PT. Arun NGL (September, 2011)

Tabel 2.2 Komposisi Kondensat


Komposisi

% Mol

% Volum

% Berat

Etana

9,473

6,686

3,556

Propana

14,772

10,726

8,132

Total Butana

3,873

3,249

2,811

Total Pentana

4,036

3,869

3,636

Total Heksana

66,772

74,990

81,651

Sumber: Production Division Laboratory, PT. Arun NGL (September, 2011)


2.3

Pengolahan Gas NSO

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

16

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

Pada tahun 1992 ditemukan sumber gas alam lepas pantai yang diberi
namaNorthSumatraOffshore (NSO) yang terletak di Selat Malaka pada jarak sekitar 107,6
km dari kilang PT. Arun di Blang Lancang. Selanjutnya pada tahun 1998 dilakukan
pembangunan proyek NSO yang meliputi unit pengolahan gas untuk fasilitas lepas pantai
(offshore). Fasilitas ini dibangun untuk mengolah 460 mmscfd gas alam dari NSO
sebagai bahan tambahan bahan baku gas alam dari ladang Arun di Lhoksukon yang
semakin berkurang sementara kontrak pembelian LNG masih berlanjut.
Gas alam dari ladang NSO mengandung banyak impuritis yang berbahaya seperti
asam sulfida (H2S) dan karbon dioksida (CO2) dan beberapa elemen sulfur lainnya, hal ini
menyebabkan gas alam dari ladang NSO tidak dapat diolah secara langsung di unit train
yang dimiliki oleh PT. Arun NGL. Untuk menangani impuritis-impuritis tersebut maka
PT. Arun NGL membangun suatu unit untuk proses pemisahan terlebih dahulu sebelum
masuk ke train LNG. Gas yang dihasilkan dari unit NSO plant ini mempunyai kandungan
impuritis (CO2 dan H2S) yang mendekati kandungan impuritis gas alam yang berasal dari
ladang gas Arun, sehingga memenuhi syarat untuk diproses pada unit train yang ada

Gambar 2.1 Diagram InteraksiAntar Unit di NSO Plant (Sumber: Book I, LNG & NSO
Comprehensive)
Untuk memurnikan feedgas alam NSO dari gas H2S yang berbahaya ini, PT. Arun
NGL menggunakan teknologi BACT (Best Available Control Technology). Pemisahan gas
H2S dilakukan melalui proses absorpsi dengan menggunakan larutan Sulfinol dan
Flexsorb SE sebagai larutan penyerap. Berikut komposisi gas yang berasal dari kilang
NSO dengan ladang gas Arun:
Tabel 2.3 Komposisi feedgas dari NSO dan ladang gas Arun

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

17

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

Komponen
Heksana plus

NSO (% mol)
0,193

Arun (% mol)
0,352

Nitrogen

1,162

0,373

Metana

60,294

71,717

Karbon dioksida

33,028

19,651

Etana

2,741

4,708

Hidrogen sulfida

1,489

80 ppm

Propana

0,675

1,752

Iso-Butana

0,145

0,464

N-Butana

0,156

0,547

Iso-Pentana

0,072

0,272

N-Pentana
0,045
0,164
Sumber : Production Division Laboratory,PT Arun NGL (September 2011)
2.3.1

Pengoperasian Ladang NSO


Gas alam dari ladang NSO A sebannyak 460 mmscfd diproses di anjungan

untuk menghilangkan kondensat, lumpur dan air. Kemudian gas tersebut dikirim ke
kilang NSO PT.Arun di blang lancang untuk diproses lebih lanjut seperti uraian berikut:
1. Pemisahan partikel dan fraksi berat feedgas di inletseparator. Pemisahan dilakukan
untuk menghindari terikutnya fraksi-fraksi berat yang dapat mengganggu proses
selanjutnya.
2. Proses treatmentdi unit Sulfinol untuk mengurangi kadar CO 2 dan H2S. Pada unit ini
CO2 dan H2S diserap oleh larutan penyerap Sulfinol. Gas yang keluar dari sulfinol
absorber dikirim ke unit 26, aliran yang mengandung CO 2 dikirim ke thermaloxidizer.
3. Menaikkan tekanan dan mengirim gas yang telah diproses ke kilang LNG untuk
menjalani proses pencairan.
4. Gas yang mengandung kadar H2S tinggi (acidgas) akan dikirim ke sulfurrecoveryunit
untuk menghasilkan sulfur dalam bentuk sulfur padat (pellet).
5. Gas dari Sulfur Recovery Unit akan dikirim ke TailGasCleanUpUnit untuk menjalani
pemisahan H2S. Gas yang masih mengandung H2S akan direcycle ke Sulfur Recovery
Unit.
6. Gas dari Gas CleanUpUnit yang mengandung sedikit H2S (+100 ppm) akan dikirim
ke thermaloxidizer dan akan dibakar bersama CO2.
2.3.2

InletFacility

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

18

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

Gas alam yang telah dikeringkan di ladang gas NSO lepas pantai dan telah bebas
dari lumpur, dimasukkan dalam slug catcher pada Sulfinolunit (unit 27) untuk
memisahkan kondensat yang terikut dalam feed gas.Penyaringan dalam inlet separator
ini akan menangkap dan memisahkan partikel padat yang mungkin terdapat dalam aliran
gas.
2.3.3

Sulfinol Unit (Unit 27)


Unit sulfinol terdiri dari absorber, stripper, surge tank, flash vessel dan

CO2ventabsorberPada unit ini CO2, H2S, sulfida dan campuran sulfur organik lainnya
(RHS dan COS) dalam gas umpan diserap oleh solvent (pelarut) organik sulfinol dengan
komposisi 50% MDEA, 30% sulfolane dan 20% H 2O. Kemudian dilakukan pemisahan
antara pelarut dengan H2S dan CO2 yang terserap sehingga solvent ini dapat digunakan
terus menerus. Uraian garis besar proses sulfinol adalah sebagai berikut:
1. Proses pertama adalah penyerapan di absorber terhadap CO 2, H2S, senyawa-senyawa
sulfida organik dan komponen-komponen lainnya. Besarnya aliran gas NSO tersebut
adalah 460 mmscfd.
2. Melalui proses penyerapan ini kadar CO 2 di dalam gas NSO akan berkurang dari 33%
mol menjadi 24,5% mol, sementara kadar H 2S sebesar 1,5% mol turun menjadi <
300 ppm. Gas yang keluar dari sulfinol absorber ini disebut dengan sweetgas atau
treatedgas.
3. Sweet gas dari sulfinol absorber sebanyak 410mmscfd selanjutnya dikirim ke kilang
LNG PT. Arun setelah dinaikkan tekanannya menjadi 825 psig (50 kg/cm 2) oleh
compressor. Aliran sweetgas yang mempunyai kadar H2S+ 300 ppm tersebut
selanjutnya digabungkan dengan sweet gas yang berasal dari ladang gas arun untuk
diproses lebih lanjut dalam kilang LNG yang sudah ada.
4. Proses kedua terjadi di stripper, yaitu terjadi proses pelepasan (stripping) CO2 dan
H2S dari larutan penyerap karena adanya perbedaan daya serap pada suhu yang
berbeda. Proses ini menghasilkan aliran acid gas yang mengandung komponen utama
CO2 sebanyak 72% mol dan H2S sebesar 24% mol, uap air dan lain-lain.
5. Acid gas kemudian dialirkan ke sulfur recovery unit untuk menghasilkan sulfur padat,
sementara gas CO2, akan dialirkan ke thermaloxydizer untuk dibakar.
2.3.4

Unit Kompresi Gas (Unit 26)


Aliran gas yang keluar dari sulfinolunit, sebelum masuk ke train (kilang) Arun

mengalami kompresi untuk dinaikkan tekanannya. Proses kompresi dilakukan oleh

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

19

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

kompresor. Gas yang keluar dari kompressor didinginkan melalui E-2606 dan dilewatkan
ke drum D-2603 untuk menghilangkan air yang terkondensasi. Gas kemudian dipanaskan
dalam reheater E-2603 agar suhunya menjadi 6oC di atas dew point dengan menggunakan
steam, agar air tidak terkondensasi yang dapat menyebabkan kondensasi pada pipa.
2.3.5

Sulfur Recovery Unit (Unit 28)


Sulfur Recovery Unit ini bertujuan untuk mengubah H2S dalam aliranacid gas

dari sulfinol treating unit menjadi sulfur dengan pembakaran gas buangan dengan
memakai proses clauss. Proses yang didasari reaksi katalitik dengan menggunakan katalis
titanium dioksida terdiri dari satu reaction furnace dan tiga converter serta fasilitas
penanganan sulfur lainnya. Uraian garis besar sulfur recovery unit adalah:
1. Acid gas dari sulfinol unit sebanyak 25 mmscfd dengan kandungan CO 2 sebesar 72%
mol dan H2S sebesar 24% mol, bersama dengan gas yang di-recycle dari tail gas
cleaning up unit sebanyak 3 mmscfd dimasukkan ke dalam reaction furnace. Pada
reaction furnace juga dimasukkan udara untuk menyediakan oksigen yang
dibutuhkan. Pada reaction furnace, konversi H2S menjadi sulfur berkisar 50 - 55%.
2. Gas yang keluar dari reaction furnace dan mengandung sulfur pada fasa gas
didinginkan di sulfur condenser I sehingga suhunya turun dari 315oC menjadi 173oC,
sisa gas yang tidak terkonversi dipanaskan lagi di reheater I dengan menggunakan
converter I. Disini reaksi clauss berlanjut dengan menggunakan katalis titanium
oksida, sementara konversi yang terjadi adalah 75 - 86%.
3. Gas yang keluar dari converter I yang suhunya 340oC dan mengandung sulfur pada
fasa gas didinginkan di sulfur II sehingga suhunya menjadi 166oC. Sehingga sisa gas
yang tidak terkonversi dipanaskan di reheater II sampai suhunya 215oC, kemudian
dialirkan ke conventer II. Disini reaksi clauss berlanjut dengan menggunakan katalis
yang sama, sementara konversi yang terjadi adalah 90 92%.
4. Gas yang keluar dari converter IIdengan suhu 233oC dan mengandung sulfur pada
fasa gas didinginkan di sulfur condenser III sehingga suhunya menjadi 161oC. Sisa
gas yang tidak terkonversi dipanaskan di reheater IIIsampai suhunya menjadi 195oC,
kemudian dialirkan ke converter III. Disini reaksi clauss

berlanjut dengan

menggunakan katalis CRS-231. Sementara konversi yang terjadi adalah 95 97%.


5. Gas yang keluar dari converter III dengan suhu 198oC dan menggunakan sulfur pada
fasa gas didinginkan di sulfur condenser IV sehingga suhunya menjadi 127oC dan
sisa gas yang tidak terkonversi dialirkan ke tail gas clean up unit. Jika tail gas clean
up unit ini shutdown, maka gas yang keluar dari sulfur condenser IV langsung
dikirim ke thermal oxidizer untuk dibakar.

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

20

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

Konversi akhir yang dicapai pada proses diatas mencapai sekitar 97%. Hasil yang
diperoleh dari reaction furnace dan 3 buah converter ini berupa molten sulfur yang
dialirkan ke sulfur pit untuk selanjutnya dikirim ke instalasi pengumpulan dan
pembutiran yang berada di area dermaga.
2.3.6

Unit Pembutiran Sulfur (Unit 59)


Dari sulfur pit, molten sulfur dipompa dan dialirkan ke sulfur solidification unit

melalui steam jacketed pipe line. Di area molten sulfur storage, molten sulfur ditampung
di satu fasilitas penampung (pit) yang dilengkapi dengan steam heater untuk menjaga
agar sulfur tetap dalam keadaan cair. Kapasitas tangki penyimpanan keseluruhan adalah 5
hari produksi atau sekita 1160 ton. Uraian garis-garis besar proses pada sulfur
solidification unit adalah:
1. Dari sulfur pit, molten sulfur dialirkan ke distributor yang dilengkapi lubang-lubang
dengan diameter tertentu pada bagian dasarnya dan diletakkan pada jarak tertentu dari
pelletizing tank untuk melewatkan molten sulfur.
2. Dari lubang distribusi, lelehan sulfur akan jatuh ke pelletizing tankyang berisi air
pada bagian dasarnya. Selama menempuh jarak dari dasar lubang disrtribusi ke
permukaan air di pelletizing tank, lelehansulfur akan mengalami proses pendinginan
oleh udara sehingga berbentuk tablet.
3. Di dalam pelletizing tank yang berisi air, sulfur yang telah berbentuk tablet akan
mengalami proses pendinginan yang lebih sempurna. Dengan adanya gaya grafitasi,
sulfur tablet akan turun ke tangki bagian bawah melalui splitter box untuk selanjutnya
masuk ke dewatering screen. Disini sulfur padat akan dipisahkan oleh air.
4. Kemudian sulfur padat dibawa ke sulfur storage menggunakan conveyer, sedangkan
air yang bercampur sedikit sulfur padat dimasukkan ke centrifugalseparator untuk
memisahkan sisa-sisa sulfur yang masih bercampur dengan air yang kemudian akan
digabungkan dengan produk sulfur dari vibrating screen dan dikirim ke sulfur
storage dengan menggunakan conveyer. Sisa air yang diperoleh ditampung di sump
tank.
5. Di sump tank air dari centrifugal separator dicampur dengan air make-up untuk
kemudian dipompa ke process water cooler dan digunakan kembali sebagai
pendinginan di sulfur pelletizing tank.
2.3.7

Tail Gas Clean Up Unit (Unit 29)

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

21

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

Tail gas clean up unit merupakan unit pengolahan gas sisa yang keluar dari sulfur
recovery unit (SRU) sebelum dibakar di thermal oxidizer. Gas umpan yang masuk
berjumlah + 39 mmscfd dengan komposisi 63% CO2, 0,4% H2S serta sejumlah senyawa
COS, CS2, dan S yang akan dikonversikan menjadi H 2S. Dari unit ini akan dihasilkan
aliran gas terolah dengan kandungan senyawa sulfur rendah, CO 2, dan H2S sekitar 100
ppm.
Adapun uraian proses yang terjadi pada unit ini secara garis besar dijelaskan
sebagai berikut:
1. Gas sisa (tail gas) dari unit sulfur recovery yaitu 63% CO2, 0,4% H2S dan sejumlah
senyawa sulfur lainnya (COS, CS 2 dan S) yang berjumlah sekitar+ 39 mmscfd dan
memiliki suhu 130oC dialirkan ke feed heaterreducing gasgenerator. Pada saat yang
sama juga dialirkan uap air (steam), udara dan gas alam. Pada unit ini tail gas
dinaikkan suhunya sampai 354oC untuk memenuhi suhu kondisi operasi reaktor
hidrolisis/hidrogenasi.
2. Dari feed heater reducing gas generator, gas yang telah dinaikkan suhunya
dikonversikan menjadi H2S dalam reaktor hidrolisis/hidrogenasi tersebut dengan
menggunakan katalis cobalt molibdenum (CoMo). Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
Hidrogenasi:
3H2 + SO2H2S + 2H2O ......................................................... (1)
H2 + S H2S ............................................................................ (2)
Hidrolisis:
COS + H2O CO2 + H2S ........................................................ (3)
CS2 + 2H2O CO2 + 2H2S ...................................................... (4)
Dalam reaktor, gas tersebut mengalami kenaikan suhu sampai 50 oC. Setelah
keluar dari reaktor, gas tersebut didinginkan kembali menjadi 176,7 oC di reactor
effluent cooler.
3. Gas yang keluar dari reactor effluent cooler akan diturunkan lagi suhunya di direct
contant condenser/desuperheater sampai suhu 38oC. Penurunan suhu dilakukan untuk
memenuhi kondisi operasi penyerapan H2S di dalam amine absorber.
4. Dari direct contant condenser/desuperheater, gas dialirkan ke amine absorber. Di
amine absorber gas yang mengandung H2S tinggi tersebut akan mengalami proses
absorbsi dengan menggunakan pelarut campuran senyawa amin. Pada proses absorbsi
tersebut akan dihasilkan dua aliran yaitu:

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

22

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

- Larutan amine yang kaya H2S ( rich amine solution) dan


- Aliran gas yang berkadar H2S rendah
5. Larutan amine yang kaya H2S akan dipisahkan dari kandungan H2S di amine
regenerator dengan menggunakan steam. Gas terpisah yang diperoleh dari amine
regenerator yang masih mengandung 47% H2S dikembalikan ke unit sulfur recovery
untuk diproses dan menghasilkan pellet. Sedangkan laruan amine yang berkadar H2S
rendah (lean amine) akan dikembalikan ke amine absorber, dan digunakan kembali
untuk menyerap H2S.
6. Aliran gas yang keluar dari amine absorber, yang mengandung kadar H 2S rendah,
sekitar 100 ppm dikirim ke thermal oxidizer untuk dibakar bersama-sama yang
berasal dari CO2vent scrubber di sulfinol unit. Hasil pembakaran yang terjadi di
thermal oxidizer selanjutnya dibuang ke atmosfir melalui stack yang terdapat di unit
thermal oxidizer tersebut.

BAB IV
PELAKSANAAN TUGAS KHUSUS
4.1

Judul Tugas Khusus


Judul tugas khusus yang penulis pilih untuk penyelesaian Kerja Praktek di PT

Arun NGL adalah Studi Kasus Retak pada E-2708B di SRU (Sulfur Recovery Unit)
4.2

Permasalahan Tugas Khusus


PT. Arun LNG telah menggunakan heat exchanger (HE) tipe 304L stainless steel

(SS) untuk sulfinol regenerator preheater yang berada di SRU (sulfur recovery unit).
Setelah penggunaaan selama 13 tahun, HE mengalami kebocoran di dua sisi shell -

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

23

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

sebagian besar di bagian bawah barel dekat dengan sulfinol inlet sekitar 24 inch - dan
pada posisi jam sembilan, dekat plat nama. Inspeksi (pemetaan Ultrasonik Testing/UT)
menegaskan bahwa ditemukan daerah retak dengan ketebalan dinding rata-rata adalah
13,5 mm, sedangkan ketebalan asli adalah 12,7 mm. Diidentifikasi bahwa Chlorida Stress
Corrosion Cracking (CSCC) sebagai penyebab kegagalan dengan kadar klorida yang
cukup tinggi dalam sulfinol.
4.3

Tujuan Tugas Khusus


Tujuan dari tugas khusus ini adalah untuk mengidentifikasi penyebab crack dan

memberikan rekomendasi untuk memperbaiki area crack sehingga retak tidak menyebar
dan akhirnya kemungkinan pecah pada shell E-2708 B.dapat dikendalikan.
4.4

Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus


Pelaksanaan Kerja Praktek di PT Arun NGL dimulai sejak tanggal 02 April 2012

s/d

30 April 2012 dan penulis mendapat penempatan di Technical & Engineering

Services.
4.5

Metodologi Kerja Praktek


Untuk mengumpulkan dan pengolahan data selama kerja praktek, penulis

menggunakan metode sebagai berikut:

Observasi : yaitu dengan mengamati proses di lapangan,

Inteterview : yaitu dengan melakukan wawancara, diskusi serta bertanya


langsung dengan Engineer dan operator pada Main Control Room,

Mempelajari dan mengambil data pada panel Main Control Room laboratorium,
dan perpustakaan.

Studi literatur : yaitu dengan mempelajari berbagai buku dan artikel yang
berkaitan dengan proses dan tugas khusus.

Serta konsultasi langsung dengan pembimbing/mentor.

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

24

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
5.1

Bentuk Produk (product forms)

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

25

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

Gambar 5.1: Komponen penyusun pada tipe shell-tube heat exchanger


(sumber: secshellandtube.com)
Material dan hubungannya terhadap tegangan desain digunakan dalam hubung
TEMA standard heat exchanger diberikan dalam ASME Boiler and Pressure Vessel Code,
Section 8, Division 1. Bentuk produk yang digunakan pada shell-and-tube exchanger
parts berdasarkan buku Heat Exchanger Design Handbook adalah sebagai berikut:
a. Tubes
Tube sendiri dapat berupa solid drawn, electric resistance welded (ERW), atau
fusion welded dan redrawn. Tube solid-drawn secara umum praktis dibandingkan tube
ERW untuk tekanan tinggi. Bagaimanapun, tidak jarang tube berisi longitudianl crackline
discontinuities, yang dapat menyebar ketika tabung bertekanan, dan akan sulit untuk
mengatakan risiko kegagalan lebih besar dengan seamless atau ERW. Tube redrawn dan
fusion-welded merupakan pilihan ekonomis untuk tube austenik kromium-nikel. Dalam
kondisi as-welded, las dapat mempunyai ketahanan korosi yang lebih besar dari material
induk, tetapi pengatuh ini telah dihilangkan oleh redrawing yang diikuti oleh solution
treatment pada 1.000-1050oC.

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

26

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

Gambar 5.2 U-tube heat exchanger dari titanium


(sumber: szfenggang.en.made-in-china.com)
b. Tubesheets
Tubesheet adalah pelat, lembaran, atau sekat yang berlubang dengan pola
lubang yang dirancang untuk menerima pipa atau tube. Lembaran-lembaran ini
digunakan untuk mendukung dan mengisolasi tabung dalam penukar panas dan boiler
atau untuk mendukung elemen filter. Tergantung pada aplikasi, tubesheet dapat dibuat
dari berbagai logam atau komposit resin atau plastik. Sebuah tabung lembar dapat
dilindungi dalam bahan kelongsong yang berfungsi sebagai penghalang korosi dan
isolator dan juga dapat dilengkapi dengan anoda galvanik. Lembaran tabung dapat
digunakan berpasangan dalam aplikasi pertukaran panas atau secara sendiri ketika
mendukung elemen dalam filter.
Tubesheet dapat dipasangkan dengan baja austenik kromium-nikel oleh
fusion welded atau teknik explosif. Explosive caldding digunakan untuk mencegah
kegagalan brittle, sebagai contoh yaitu penggunaan impac-tested plate,

memastikan

bahwa mechined grooves beradius baik atau pemanasan awal sebelum pengelasan

Gambar 5.3 Tubesheet yang umum ada di pasaran


(sumber: indonetwork.co.id)
c. Shells, channels, covers, and bonnets
Shells, channels, covers, and bonnets secara umum dipabrikasi dari plat,
meskipun dalam kasus high-pressure exchangers, komponen ini dibuat dengan cara
forging. Pengecoran telah digunakan untuk tingkat batasan: besi cor telah digunakan
untuk channels dari kondenser kecil, dan perunggu atau kuningan cor untuk floating-head

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

27

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

cover. Plates pada plat HE dibuat dari lembaran logam yang dibentuk dengan banyak cara
untuk saling mendukung dan memperbaiki tingkat perpindahan panas. Formabilitas
sebagai sifat penting untuk material yang digunakan dalam tipe yang pasti dari plate heat
exchanger. Sifat mampu las juga tipe paling penting dari HE sebagai persyaratan
kebutuhan. Hal ini merupakan sifat penting untuk tube hingga ke pengelasan tubesheet.
Meskipun kemajuan teknologi pengelasan, tipe dari joint ini masih cenderung untuk gagal
dalam penggunaan.

Gambar 5.4 bentuk-bentuk shell dan penutupnya


5.2

Konstruksi Material (Material of Construction)

Material yang umum digunakan pada heat exchanger dalam heat exchanger design
hanbooks dibedakan menjadi dua material pokok yaitu material untuk kondisi (service)
tidak korosif dan material untuk kondisi korosif. Material konstruksi untuk kondisi non-

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

28

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

korosif ditunjukkan pada tabel 5.1. Material yang umum digunakan untuk kondisi korosi
dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.1 Material untuk kondisi nonkorosif
Type of heat
Temperature range (oC)
Below-100
-100 to -45
-45 to 0
0 to 500
Above 500

Material

exchanger
Any
Any
Any
Any
Shell and tube

Austenic Cr-Ni steel, alumunium


3 Ni steel
Impact-tested carbon steel
Carbon steel
Refactory-lined steel

Tabel 5.2 Material untuk kondisi korosif


Material
Carbon steel
Ferritic carbon-molydenum and chromium-

Type service use


Mildly corrosive fluids; tempered cooling water
Elevated-temperature hydrogen service; sulfur-

molybdenum alloys
Ferritic chromium steel

bearing oils above 30oC


Tubes for moderately

corrosive

service;

cladding for shells or channels in contact with


Austenitic chromium-nickel steel
Alumunium
Copper alloys: admiralty, alumunium barss,

corrosive sulfur-bearing oil


General corrosion-resistant duties
Infrequently used for mildly corrosive service
Fresh-water cooling in surface condenser;

supro-nickel
High nickel-chromium-molydenum alloy

brackish and seawater cooling generally


Resistance to meneral acids and Cl-containing

Titanium

acids
Seawater coolers and condensers (including

Glass
Carbon
Lining:

plate heat exchangers)


Air preheaters for large furnaces
Severely corrosive duties
.
Lead and rubber

Channel for seawater coolers

Austenitic chromium-nickel steel

General corrosion resistance

Aluminium, epoxy resin

Exposure to sea and brackish water

Coating:

5.3

Korosi dan Tipe Kerusakan Lainnya


Heat exchanger merupakan subjek dengan banyak model penurunan mutu yang

berkaitan dengan aliran seperti korosi erosi (erosion-corrosion), fretting dan fatik. Stress
corrosion cracking (SCC) juga dapat dialami karena tegangan yang dipaksa atau tegangan

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

29

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

yang sudah ada sejak awal. Ada tiga tipe utama kerugian secara langsung yang
berhubungan dengan aliran fluida, yaitu kavitasi (cavitationi), Impingement damage dan
erosion-corrosion. Kerusakan lainnya yang juga sering terjadi yaitu avoidance of erosioncorrosion, fretting corrosion, dan fatigue failure (lihat heat exchanger design handbook
buku 1, 4, dan 5). Beberapa mekanisme kerusakan yang mungkin tarjadi diantaranya
adalah:
1. Tube side pitting corrosion in exchangers
Heat exchanger menggunakan air laut untuk menghilangkan panas dari gas
umpan merupakan subjek untuk masalah korosi yang disebabkan oleh adanya
logam terkorosi akibar aksi air laut. Tindakan inspeksi yang dapat dilakukan yaitu
eddy current inspection, interna rotating ultrasonik inspection. Material yang
umum digunakan untuk air laut adalah paduan Monel 400, 90/10 atau 70/30
Cu/Ni, beberapa stainless steel dan titanium.
2. Bio-fouling in exchangers
Heat exchanger menggunakan air laut untuk menghilangkan panas dari gas
umpan dan refreigerant dapat jadi subjek untuk bio-fouling dari bakteri, algae,
atau mahluk hidup laut lainnya menempel pada HE atau mungkin berkoloni di
dalam exchanger, impeding flows, dan masalah worsening corrosion.biofouling
sering menghasilkan korosi tipe pitting bagian bawah yang menumpuk.
Pengaruhnya secara khusus pada beberapa stainless steel. Paduan cupronikel dan
monel kadang digunakan seperti paduan nikel sengan penambahan molybdenum
untuk ketahanan pitting. Perlakuan panas digunakan untuk control biofouling.

3. Chloride Stress Corrosion Cracking (CSCC)


Stainless steel pada vessel dan piping dapat retak karena adanya klorida. CSCC
sering terjadi antara temperature 60oC-200oC. CSCC juga disebabkan oleh isolasi
ekternal dari equipment yang beroperasi pada range temperatur ini, jika isolasi
basah. Klorida dapat lepas keluar dari isolasi atau dapat dari sumber lain. CSCC
dinyatakan oleh dye penetrant examination. Perlakuan panas umumnya tidak
efektif untuk mencegah retak. Dalam beberapa kasus, pemilihan material yang
tahan retak harus dipilih, dengan kandungan padungan nikel minimum 40%.
Ferritik dan duplex stainless steel juga tahan terhadap CSCC.

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

30

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

4. Tube to Tubesheet Leaks


Pada tube-shell heat exchanger, tube secara mekanik normal dirol dalam
tubesheet. Joint merupakan subjet untuk kebocoran (biasanya sangat kecil)
setelah beberapa periode operasi. Sistem kritis dimana fluida tube dan shell side
bercampur hasil dalam proses yang man atau masalah kualitas produk harus
dijadikan potensi ini. Leaking pada sambungan tube-tubesheet dapat dideteksi
oleh soap bubble testing dari sambungan. Untuk sensitivitass yang lebih tinggi
dapat digunakan halide leak detector, helium mass spectrometry.
5. Baffle Wear
Kerusakan tipe ini terjadi pada tube tipe shell-tube heat exchanger karena
kecepatan shell side cukup untuk menginduksikan getaran ke dalam tube. Tube
berlawanan baffle sehingga terjadi loss pada material dan akhirnya tube
merembes. Tindakan inspeksi yang umum dilakukan adalah Eddy current
inspection dan internal rotating ultrasonic inspection. Aktivitas desain dan teknik
meliputi pengecekan desain HE untuk kemungkinan getaran tube dengan
pemeriksaan kecepatan di shell side, diameter tube, ketebalan, dan panjang
unsupported antara baffle, program computer yang tersedia untuk analisis ini. HE
yang diproduksi dengan standar TEMA menyediakan toleransi bafflespecial
close fit) yang dapat membantu untuk menghilangkan atau mengurangi masalah.

5.4

Stainless Steel Grade 304


Stainless Steel grade 304 merupakan stainless steel yang paling umum

digunakan. Stainless steel ini merupakan jenis baja austenit, baja tahan korosi dengan
kekuatan, ketangguhan, sifat mampu las yang sangat baik. Stainless steel 304L Stainless
steel 304H mempunyai kandungan karbon minimum yang menjamin kekuatan yang baik
pada temperatur tinggi. Stainless steel 304LN merupakan SS 304 dengan penguatan
nitrogen.
Material tipe 304L merupakan variasi karbon ekstra rendah dari tipe 304 dengan
kandungan karbon maksimum 0,03% yang menghilangkan presipitasi karbida akibat

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

31

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

pengelasan. Hal tersebut membuat paduan ini dapat digunakan dalam kondisi aswelded, bahkan dalam kondisi korosif yang parah. Tipe ini memiliki sifat mekanik yang
lebih rendah dari tipe 304 dan jarang dilakukan proses anil setelah pengelasan jika tidak
dibutuhkan untuk mengidentifikasi tegangan sisa.
Tabel 5.1 Komposisi Material tipe 304 SS
TIPE
304
304H
304N
304L
Karbon
0,08 max 0,08 max 0,08 max
0,035 max
Mangan
2,00 max 2,00 max 2,00 max
2,00 max
Posfor
0,04 max 0,04 max 0,04 max
0,04 max
Sulfur
0,03 max 0,03 max 0,03 max
0,03 max
Silikon
0,75 max 0,75 max 0,75 max
0,75 max
Kromium
18-20
18-20
18-20
18-20
Nikel
8-11
8-11
8-11
8-11
Nitrogen
0,1-0,16
Besi
Balance
Sumber: http://sbecpl.com/products/stainless-steel/ss-304-304l/
KOMPOSISI

304LN
0,035 max
2,00 max
0,04 max
0,03 max
0,75 max
18-20
8-11
0,1-0,16

Tabel 5.2 Spesifikasi Material Tipe 304 SS


TIPE 304
AMS 5513
ASTM A 240
ASTM A 666

TIPE 304L
AMS 5511
ASTM A 240
ASTM A 666
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1

Data Operasi
Adapun data lapangan untuk Heat Exchanger E-2708B di NSO dapat dilihat pada

tabel 6.1.
Tabel 6.1 Data Operasi
Tin
Tout
Pin
Pout

6.2

Sulfinol
103C
116C
3,4 kgf/cm2
4,6 kgf/cm2
10,3 kg/s

Steam
159C
149C
4,2 kgf/cm2
3,7 kgf/cm2
5,12 kg/s

Proses

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

32

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

Heat exchanger horizontal tipe shell-tube menggunakan steam/vapor sebagai


pemanas bagian dalam pada tube untuk memanaskan lanjut sulfinol pada shell side.
Steam masuk ke exchanger untuk memanaskan sulfinol pada temperatur 159C dan turun
hingga 149C. Sulfinol yang digunakan sebagai absorber di unit 27 mengandung klorida
dan masuk ke unit sekitar 103C dan temperatur keluarannya mencapai 116C.
Kandungan klorida dalam sulfinol tidak lebih dari 1000 ppm. Unit beroperasi sekitar 18
jam per hari kerja. Selama downtime shell side tetap terisi dengan sulfinol.

Gambar 6.2 Horizontal heat exchanger tipe shell-tube


Pada bagian shell merupakan aliran sulfinol yang temperaturnya lebih rendah
daripada steam yang masuk pada bagian tube heat exchanger, sehingga terjadi pertukaran
panas antara sulfinol dan steam. Sesuai dengan fungsinya, sulfinol yang keluar dari heat
exchanger ini akan mengalami kenaikan temperatur dan tekanan, sebaliknya, steam akan
mengalami penurunan temperatur dan tekanan. Untuk lebih spesifik, heat exchanger ini
menggunakan shell dengan type divide flow dan tube dengan type U-tube two pass.
Material yang digunakan pada bagian shell adalah stainless steel 304L.
6.3

Investigasi Korosi
Pada kasus ini kegagalan yang terjadi pada heat exchanger E-2708 B disebabkan

oleh pertumbuhan retak pada sisi shell. Retak yang terjadi pada bagian dinding luar shell
dari heat exchanger, terlihat pada Gambar 6.2

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

33

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

Gambar 6.2 Posisi rambatan retak pada E-2708B

Gambar 6.3 Rambatan retak pada sisi luar shell di dekat plat nama.

Gambar 6.4 Crack pada inlet sulfinol


Dari Gambar 6.2 dan 6.3 terlihat bahwa crack terjadi pada dua sisi shell yaitu
pada sisi di dekat plat nama dan di sisi inlet sulfinol. Retak yang terjadi berdasarkan

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

34

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

analisa diawali oleh kondisi isolasi yang jenuh akibat rusaknya lapisan metal jacket.
Isolasi yang terbuka di daerah nozzle maupun di daerah lain akan mudah untuk dimasuki
oleh air hujan sehingga juga akan memicu korosi di bawan isolasi (corrosion under
isolation). Kondisi ini diperparah dengan kandungan klorida dalam sulfinol yang tinggi
yaitu 300 ppm. Fluida yang dialirkan, dalam kasus ini sulfinol, memungkinkan untuk
meninggalkan endapan atau deposit pada permukaan bagian dalam shell sehingga laju
korosi pada daerah ini menjadi lebih tinggi.
Pada shell bagian atas tidak tampak adanya perambatan retak yang artinya bahwa
stress corrosion tidak terjadi. Stress corrosion pada bagian ini umumnya disebabkan oleh
fluida korosif menerima tekanan yang tidak sama akibat turbulasi yang sering terjadi.
Pengelasan tidak menjadi faktor penyebab korosi, kondisi pengelasan telah memenuhi
standar pengelasan dan standar pengujian las. Heat exchanger ini telah mendapat
sertifikat kelayakan penggunaan peralatan yang berarti pengelasan dan desain tidak
bermasalah. Persyaratan keamanan dan keselamatan kerja selama unit beroperasi tidak
melebihi ketentuan yang diberikan (lihat tabel 6.1)
Tabel 6.1 Ketentuan persyaratan keamanan dan keselamatan kerja E-2708B
KETENTUAN
Tekanan kerja tidak melebihi (kg/cm2g)
Temp. kerja tidak melebihi (oC)
Temp. kerja tidak boleh kurang dari (oC)

6.4

SHELL
9,5
315
-

TUBE
6,3
343
-

Kegiatan Inspeksi
Chloride Stress Corrosion Cracking (CSCC) secara normal ditunjukkan oleh dye

penetrant examination atau inspeksi DPT ( Dye Penetrant Test ). Penetran berfungsi
untuk mendeteksi cacat pada permukaan sebuah material. Setelah itu kita juga harus
mengetahui apa apa saja komponen atau alat alat penetrant tersebut antaralain :
cleaner/remover, developer, penetrant.
Cara melakukan inspeksi penetrant ini tergolong sederhana, disini akan di
jelaskan secara terperinci cara melakukan inspeksi penetrant.
1. Bersikan

seluruh

permukaan

yang

akan

diuji,

dengan

menggunakan

cleaner/remover dan dengan bantuan sikat kawat, martil, dan kain lap agar
permukaasn terlihat bersih secara visual.
2. Setelah permukaan tersebut benar benar bersih dari segala macam kotoran dan
cairan apapun, semprotkan cairan penetrant yang biasanya berwarna merah,
kemudian tunggu selama 5 10 menit.

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

35

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

3. Bersihkan kembali permukaan yang telah diberi penetran tersebut, dengan


menggunakan kain dan cleaner/remover, caranya jangan terlalu kuat menekandan
menggosok kain tersebut, karena ada kemungkinan jika terlalu kuat di gosok,
maka penetrant yang sudah meresap bisa keluar kembali dan tidak mendapatkan
hasil yang sempurna.
4. Semprotkan developer untuk mengangkat warna penetrant yang telah meresap
tadi jika ada cacat pada material tersebut.
5. Amati hasilnya, apabila ada indikasi cacat, maka warna merah yang telah
merseap tadi akan muncul kembali kepermukaan. Warna merah yang menujukkan
adanya indikasi cacat merah tua sperti warna merah cairan penetrant tersebut,
karena di lapangan kita akan melihat banyak warna merah nantinya jadi disini
kita harus benar benar teliti dalam proses pengamatan langsung secara visual.
Berikut fungsi fungsi komponen atau seperangkat alat yang di pakai untuk inspeksi
penetrant.
1. Cleaner / remover berfungsi untuk membersihkan permukaan material yang akan
di inspeksi.
2. Penetrant berfungsi mendeteksi cacat permukan material, biasanya bewarna
merah.
3. Developer berfungsi untuk mengangkat kembali warna merah yang telah meresap
ke pori pori material jika ada cacat maka developer akan mengangkat warna
merah kepermukaan.

Gambar 6.5 Alat pengujian DPT

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

36

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

Pemeriksaan metallografi dari dinding shell menunjukkan kegagalan terjadi


melalui retakan transgranular. Retakan transgranular pada austenitic stainless steel sering
disebabkan oleh ion klorida pada tingkat residual stress yang tinggi.
6.5

Hasil Invesigasi
Dengan pertimbangan dan hasil analisa di atas, maka dapat diambil kesimpulan

bahwa penyebab kegagalan E-2708B yang terbuat dari stainless steel tipe 304L adalah
Chloride Stress Corrosion Cracking (CSCC). Kesimpulan ini berdasarkan beberapa
pertimbangan, yaitu:
1. E-2708B mengalami retak yang disebabkan oleh kandungan klorida pada sulfida
absorber. Tipe 304L SS ini tidak cukup tahan terhadap pitting corrosion dalam
larutan yang mengandung klorida di atas 66 C, khususnya pada daerah las dan
dalam heat affected zone (HAZ). CSCC juga mungkin terjadi pada temperatur di
atas 71 C, walau kandungan klorida yang hanya sedikit (ppm).
2. Chloride Stress Corrosion Cracking (CSCC) lebih memungkinkan sebagai
penyebab kegagalan karena adanya faktor penyebab yang berkaitan yaitu:
kandungan ion klorida, grade 304 SS rentan terhadap klorida, isolasi eksternal
yang mengisolasi HE berada pada temperatur antara 60 C dan 200 C dan isolasi
basah sehingga klorida dapat terlepas keluar dari isolasi.
6.6

Rekomendasi/ Penanggulangan Crack


Pengaruh tegangan untuk menghasilkan CSCC sangat kecil sehingga heat

treatment secara umum tidak efektif untuk mencegah cracking. Pemberian tekanan
tegangan permukaan oleh shot peening terkadang telah diberikan. Dan dalam beberapa
kasus, material yang tahan terhadap cracking harus dipilih. Penambahan paduan nikel
dapat melebihi 40% Ni. Ferritik dan duplex stainless steels juga tahan terhadap cracking.
Untuk menanggulangi kasus yang terjadi pada E-2708, maka dapat dilakukan
dengan beberapa solusi yang memungkinkan, yaitu:
1. Memperbaiki daerah rambatan retak dengan memotong area disekitaran retak dan
digantikan dengan material yang sama dengan material awal yaitu tipe 304 L SS.
2. Memperbaiki daerah rambatan dengan metoda penutupan dengan las.
3. Melakukan tindakan preventif pasca perbaikan.
4. Modifikasi lingkungan dengan menggunakan corrosion inhibitor.

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

37

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

5. Untuk kasus khusus, memilih material yang lebih tahan terhadap CSCC.
6.6.1

Memperbaiki Daerah Retakan


Shell side yang retak akibat korosi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Memperbaiki daerah rambatan dengan metoda penutupan dengan las.


Perbaikan ini dilakukan dengan cara melubangi daerah retak dengan membuang
material pada daerah sekitaran retak dengan gerinda atau gauging. Kemudian dilakukan
pemeriksaan dengan NDT (Non Distructive Test) atau pemeriksaan lain seperti UT
(Ultrasonic Test), radiograph test, untuk memastikan retak yang tertinggal. Dibuat groove
dan di las kembali, kemudian dilakukan pemeriksaan kembali dengan NDT atau alat uji
lain untuk memeriksa bahwa pengelasan telah dilakukan dengan melihat adanya cacat
yang mungkin dihasilkan. Perbaikan dengan cara ini dapat dilakukan pada retak dengan
rambatan yang tidak meluas, hanya berupa rambatan retak lurus dengan cabang retak
yang tidak melebar. Perbaikan ini tidak sesuai untuk kasus yang terjadi pada E-2708B
karena rambatan retak melebar sehingga sulit membuat groove untuk proses pengelasan.
2. Memperbaiki daerah rambatan retak dengan me-replate.
Pada kasus ini, perbaikan dengan cara ini lebih memungkinkan untuk dilakukan.
Daerah rambatan retak dapat di-replate dengan material yang sama yaitu dari 304L SS
dan kemudian dilakukan pengelasan. Untuk sisi inlet shell, replate yang dilakukan jauh
lebih besar karena juga harus menghilangkan sebagian sisi inlet. Setelah pengelasan juga
dilakukan pengujian untuk memeriksa cacat las dan kesenyawaan las dengan material
induk.
6.6.2

Preventif Pasca Perbaikan (coating, insulation & catodic protection)


Tindakan preventif pasca perbaikan dapat dilakukan dengan pelapisan (coating),

isolasi dan juga penggunaan katodik proteksi. Tindakan pelapisan (coating) dapat
dilakukan dengan pelapisan berbasis silicon seperti produk dari HAGU CS-100 Herac.
Coating ini berbasis silicon warna aluminum tahan temperatur hingga 600 oC
(http://rajaombaksejahtera). Heat Resistant Alumunium Coating (Herac) mengandung
resin silikon yang tahan terhadap oksidasi serta temperatur tinggi. Material ini juga tahan
terhadap kelembaban udara yang korosif dan pengaruh cuaca, namun tidak dianjurkan

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

38

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

untuk coating yang terendam air. Coating ini sangat tahan untuk pekerjaan di luar
ruangan. Herac ditujukan untuk coating pada cerobong asap, tungku pemanas, boiler, heat
exchanger, dan alat-alat bertemperatur tinggi lainnya. Spesifikasi dari coating ini adalah:
Type of coating
: Heat resistant
Color
: Silver aluminium
Gloss
: Semi Gloss
Drying time
-tack free
: 30 minites at 25oC
-to function
: 2 hours at 25 oC or above
Recoat Internal
: 1 hour at 200oC, 4 hours at 25oC
Dry fil thickness recommended : 50 micron
Thinner type
: Hagu CT 808
Methode of Application
: Brush, Roller, Spray
Thinning Ratio -Spray
: 10-30%
-Roller & Brush : 5-15%
Maximum Heat resistant
: 600oC
Kemasan
: 20 kg
(sumber: http://rajaombaksejahtera.com/produk-kami/coating.html?start=4)

Penggunaan isolasi yang umum digunakan memberikan kemungkinan terhadap


korosi di bawah isolasi semakin besara, sehingga penggunaan ini mestinya dapat
diperkecil dengan menemukan jenis isolasi terbaru. Seperti produk dari nansulate yang
mampu mengeliminasi adanya kemungkinan korosi di bawah isolasi. Nansulate
Thermal Insulation Coatings lebih spesifik digunak untuk HE dan steam boiler. Tipe dari
produk ini direkomendasikan karena memiliki beberapa keunggulan diantaranya:

Reduce heat/energy loss


Lower surface temperature
Clear coating allows visual surface inspection
Eliminate Corrosion Under Insulation (CUI)
Can be applied through mist method to running equipment - no downtime
Mold and moisture resistant - improved air quality
Low labor and equipment cost to install
(sumber: http://www.nansulate.com/heat_exchanger_boiler_insulation.htm)

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

39

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

Gambar 6.6 Aplikasi produk nansulate pada dunia industri

6.6.3

Modifikasi Lingkungan Dengan Menggunakan Corrosion Inhibitor


Modifikasi lingkungan. Lingkungan yang agresif, misal mengandung NaOH atau

NaCl dengan konsentrasi tinggi, ditambah adanya oxygen, akan mendorong terjadinya
SCC ini. Pada kenyataannya, tekanan oksigen terlarut atau spesies oksidasi lainnya sangat
penting terhadap retak dari stainless steel dalam solusi klorida, dan jika oksigen dihapus,
retak tidak akan terjadi. Penambahan corrosion inhibitor bisa mengurangi potensi ini.
Inhibitor adalah bahan kimia yang bereaksi dengan permukaan logam, atau
lingkungan pada permukaan yang terkena, memberikan tingkat perlindungan permukaan
Inhibitor sering bekerja dengan penyerapan diri mereka pada permukaan logam,
melindungi permukaan logam dengan membentuk sebuah film. Inhibitor biasanya
didistribusikan dari solusi atau dispersi. Efektivitas inhibitor korosi tergantung pada
komposisi fluida, kuantitas air, dan flow regime. Beberapa termasuk dalam formulasi
lapisan pelindung. Inhibitor memperlambat proses korosi dengan baik, yaitu:

Meningkatkan perilaku polarisasi anodik atau katodik (Tafel slopes);

Mengurangi gerakan atau difusi ion pada permukaan logam;

Peningkatan tahanan listrik dari permukaan logam.

Sifat dari agen korosif tergantung pada (i) bahan yang dilindungi, yang paling
sering benda logam, dan (ii) pada agen korosif (s) untuk dinetralkan. Para agen korosif
umumnya oksigen, hidrogen sulfida, dan karbon dioksida. Oksigen umumnya dihilangkan
dengan inhibitor reduktif seperti amina dan hydrazines :

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

40

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

O2+N2H42H2O+N2

Dalam contoh ini, hidrazin mengubah oksigen, zat korosif umum, untuk air, yang
umumnya jinak. Terkait inhibitor korosi oksigen Hexamine , fenilendiamin , dan
dimethylethanolamine , dan turunannya. Antioksidan seperti sulfit dan asam askorbat
kadang-kadang digunakan. Beberapa inhibitor korosi membentuk lapisan pasivator pada
permukaan oleh chemisorption . benzotriazole adalah salah satu spesies seperti yang
digunakan untuk melindungi tembaga . Untuk pelumasan , dithiophosphates seng yang
umum - mereka deposit sulfida pada permukaan. Kesuaian bahan kimia yang

ditambahkan tergantung banyak factor termasuk temperature operasi.


6.6.3

Memilih Material Yang Terhadap CSCC


Untuk kasus khusus yang mengharuskan pemilihan material, tipe 2205 DSS

(duplex stainless steels) dapat dipilih untuk menggantikan tipe 304L SS maupun tipe 316
SS. Tipe ini tahan terhadap pitting dan CSCC hingga temperatur 220 oC dalam air dengan
kandungan klorida mencapai 2.000 ppm. Perbandingan tingkat ketahanan pitting dan
CSCC dari stainless steels tipe 316, 304, 2205 DSS dapat dilihat pada gambar 6.6 dan
6.7. Pengaruh temperatur dan kandungan klorida ditunjukkan gambar 6.6, daerah di atas garis
menyebabkan pitting dan di bawahnya diperkirakan tidak terjadi pitting.

Gambar 6.6 ketahanan pitting corrosion dari 3 garde stainless stell yang berbeda. .

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

41

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

Gambar 6.7 ketahanan CSCC dalam keadaan netral (aqueous solution) dari SS yang berbeda

Tabel 6.2 menunjukkan biaya relatif dari material dan heat exchanger yang telah
difabrikasi dalam tiga tipe stainless steel yang berbeda, tipe 316L 304L, dan 2205 DSS,
jika tidak ada perubahan desain. Biaya material dan fabrikasi yang cukup tinggi pada
2205 DSS sebagain dapat diimbangi dengan mendesain ulang unit, menggunakan
kekuatan yield yang dua kali lebih tinggi untuk mengurangi ketebalam dinding sehingga
menurunkan berat shell dan tube. Duplex Stainless steel tipe 2205 setidaknya mampu
menyediakan masa garansi yang lebih lama daripada unit 304L SS, biaya penghematan
menjadi lebih signifikan. Tabel 6.2 menunjukkan kalkukasi siklus biaya kasar, tidak
termasuk penyesuaian inflasi, biaya tenaga kerja untuk menginstal unit pengganti atau
biaya downtime karena kebocoran yang tak terduga. Estimasi hanya memasukkan biaya
pembelian langsung unit baru tipe 304L setiap dua tahun atau unit tipe 316L setiap empat
tahun pada harga saat ini. Tabel 6.3 menunjukkan biaya material, biaya fabrikasi dan life
cycle cost dengan asumsi bahwa tipe 316L SS dua kali lebih lama dan tipe 2205 DSS lima
kali lebih lama dibandingkan ketahanan CSCC dari tipe 314L SS.
Tabel 6.2 Komposisi kimia dari grade stainless steel

Sumber: http://www.imoa.info/_files/moly_job/rendering_plant.pdf

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

42

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

Tabel 6.3 Biaya material, biaya fabrikasi dan life cycle cost

Sumber: http://www.imoa.info/_files/moly_job/rendering_plant.pdf

BAB VII
PENUTUP
7.1

Kesimpulan
Dari uraian dan hasil pengamatan maka dapat disimpulkan bahwa kgagalan pada

Heat Exchanger 2708 B yang ditandai dengan pertumbuhan crack pada shell disebabkan
oleh clorida sress crrosion cacking (CSCC). Rekomendasi yang dapat dibuat untuk
memperpanjang umur HE dapat dilakukan dengan tahapan berikut ini, yaitu:
1. Memperbaiki daerah rambatan retak dengan memotong area disekitaran retak dan
digantikan dengan material yang sama dengan material awal yaitu tipe 304 L SS.
2. Melakukan pelapisan (coating) pada seluruh badan shell HE yang telah di-repair,

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

43

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

3. Melakukan tindakan preventif dengan mengisolasi kembali shell,


7.2

Saran
Untuk memperkecil kandungan klorida di dalam sulfinol di butuhkan analisa

khusus untuk mampu menguranginya baik itu seperti destilasi, degasifikasi,


demineralisasi. Proteksi katodik juga dapat diterapkan pada struktur HE dengan
penggunaan anodik atau sebuah external power supply sebagai tindakan untuk
memperlambat

laju

korosi.

Melanjutkan

inspeksi

terhadap

E-2708A

sebagai

perbandingan terhadap E-2708B yang telah diperbaiki untuk mengetahui masa jenuh dari
bahan isolasi. Jika dilakukan pengadaan untuk peremajaan heat exchanger maka dapat
dipilih HE dari 2205 duplex stainless steel (DSS) dengan kandungan molybdenum yang
lebih tahan terhadap klorida dibandingkan dengan tipe 304 L SS.

DAFTAR PUSTAKA
ASM Metal Handbook Volume 12 Failure Analysis.
ASM Metal Handbook Volume 11 Failure Analysis and Prevention.
Anonim. 2012. SS 304 & SS304L, Shanghavi Bothra Engineering.
http://sbecpl.com/products/stainless-steel/ss-304-304l/
http://www.aksteel.com/pdf/markets_products/stainless/austenitic/304_304L_Data_Sheet.
pdf

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

44

Mechanical Engineering
Syiah Kuala University

FITRI HANDAYANI/TM08/OJT/UNSYIAH 2012

45

Anda mungkin juga menyukai