Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
PT. Arun NGL adalah suatu perusahaan yang mengolah gas alam cair atau yang
disebut LNG (Liquefied Natural Gas) dengan menggunakan proses teknologi cryogenic.
Teknologi yang digunakan dalam pencairan gas alam ini melibatkan berbagai proses yang
menggunakan peralatan-peralatan industri seperti gas compressor, heat exchanger, pump,
boiler serta alat-alat lainnya.
1.2 Maksud dan Tujuan Pelaksanaan Kerja Praktek
Maksud dan tujuan dari pelaksanaan Kerja Praktek ini adalah agar mahasiswa
mengetahui bagaimana lingkungan kerja yang sesungguhnya di suatu perusahaan, juga
diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperolehnya dibangku kuliah dalam
menganalisa permasalahan yang terjadi di pabrik. Tujuan dari pelaksanaan Kerja Praktek
ini adalah untuk memperkenalkan mahasiswa tentang pentingnya keselamatan kerja
(safety) dan disiplin waktu dalam melaksanakan tugas, dimana pengalaman tersebut
nantinya akan menjadi bekal bagi mahasiswa dalam menghadapi dunia kerja.
Sasaran dan tujuan umum dari penulisan ini diwujudkan untuk pengembangan
wawasan yang sesuai dengan topik yang dibahas berikut ini :
Mengetahui akan rangkaian proses produksi yang ada pada kilang PT. Arun
NGL.
Dapat mengaplikasikan beberapa ilmu yang telah didapat pada Jurusan Teknik
Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala.
Mengetahui fungsi-fungsi dari peralatan proses.
1.3
Permasalahan
Teknologi yang digunakan dalam pencairan gas alam meliputi berbagai proses
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
H2 S
dan
BAB II
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
2.1
dimana sumur pertama gas alam ditemukan oleh Mobil Oil Indonesia Inc., kontraktor
bagi hasil Pertamina, pada tahun 1971. Nama desa kecil ini diabadikan sebagai nama
lapangan gas alam Arun dan nama perusahaan kilang pencairan gas alam, yaitu PT. Arun
NGL di Lhokseumawe. Diperkirakan cadangan gas ini cukup untuk 20 tahun produksi
dengan besar reservoir dibawah bebatuan kapur 18,5 x 5 km.
Kilang LNG Arun dimiliki dan dibangun oleh Pertamina di Blang Lancang,
Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam yang terletak di pantai utara Sumatera.
Lokasi tersebut dipilih menggingat kemudahan sarana transportasi laut dan dekat dengan
ladang gas Arun sehingga biaya dapat ditekan sekecil mungkin.
Keputusan untuk membangun kilang LNG Arun dibuat setelah ditemukannya
salah satu sumber gas terbesar di dunia pada tahun 1971 oleh Mobil Oil Indonesia Inc.,
mitra usaha Pertamina atas dasar kontrak bagi hasil.
PT. Arun NGL merupakan perusahaan dengan menggunakan sistem perusahaan
persero, dengan sistem pembagian saham operasi sebagai berikut:
1.
Pertamina
2.
3.
55%
30%
15%
Tetapi dengan perjanjian, semua aset yang dimiliki oleh PT. Arun merupakan
milik Pertamina. Dalam melaksanakan pembangunan LNG, pilihan jatuh pada Bachtel
Inc, mengingat pengalamannya baik dalam pembangunan kilang LNG maupun proyek
proyek besar lainnya yang terbesar diseluruh dunia.
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
Untuk proses pencairan gas, dipilih sistem air produk dan chemical
incorporation, mengingat sistem tersebut merupakan suatu sistem yang telah teruji.
Pekerjaan engineering dan perincian perkiraan biaya, dilaksanakan pada bulan Januari
1974 di San Francisco kemudian di London dan di Jakarta. Kesibukan-kesibukan
sehubungan dengan pembangunan sudah terasa sejak awal Januari 1974, sedangkan alat
dan bahan konstruksi mulai berdatangan awal 1975.
Dalam rangka pembangunan proyek, Pertamina membentuk suatu Task yang
merupakan gabungan antara Pertamina dan Mobil Oil Indonesia. Tujuan utama adalah
melaksanakan pengawasan mulai dari perencanaan sampai dengan selesainya proyek.
2.1.1
Indonesia), yang bertindak sebagai kontraktor bagi hasil Pertamina. Lapangan Arun ini
ditemukan di daerah blok B di daerah perkampungan Arun.
Gambar 2.1 Peta Lokasi Arun LNG Plant (Sumber : Library Technical)
Pada saat itu diperkirakan terdapat cadangan gas alam yang terletak diantara
celah-celah batu kapur sebanyak 17 trilyun cuft yang terbentang pada daerah yang
berukuran panjang 18,5 x 5 Km dan mempunyai kedalaman 2882 m dengan tekanan
sebesar 499 kg/cm2 dan temperatur 177 oC. Dengan cadangan gas sebesar itu maka PT.
Arun mampu mengoperasikan 6 train pencairan gas alam paling sedikit selama 20 tahun.
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
Ladang gas PT. Arun ini dibagi menjadi 4 stasiun pengumpul yang disebut
Cluster, yang masing-masing mempunyai luas 6 hektar (ha), ditambah dengan fasilitas
pengontrol dan bangunan lainnya yang disebut point A. Melalui dua buah train pemisah
yang dipasang di setiap cluster, hidrokarbon tersebut dapat dipisahkan menjadi kondensat
dan gas. Gas kondensat dipisahkan diladang Arun kemudian gas-gas tersebut dialirkan
melalui pipa 42 dan kondensat melalui pipa 20. Keduanya dikirim ke kilang LNG
sejauh 30 Km.
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
Jepang, Singapura dan New Zealand melalui pelabuhan. LNG diangkut ke terminal
pembeli di Jepang dengan menggunakan kapal tanker yang dibuat khusus untuk
pengangkutan LNG. Kapal tanker ini diperoleh Pertamina dari Burma GasTransport Ltd,
atas dasar kontrak selama 10 tahun. Kapal-kapal ini dibuat oleh Quicy Ship Building.
LPG adalah singkatan dari Liquified Petroleum Gas, yang artinya gas dari hasil
penyulingan Crude Oil yang dicairkan. LPG ini diproduksi dengan pertimbangan, untuk
memanfaatkan unsur-unsur Propana dan Butana sebagai unsur yang mempunyai nilai jual
relatif tinggi.
2.1.4
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
Proyek ini meliputi pembangunan train 1, 2, dan 3 oleh kontraktor Bechtel Inc
pada awal tahun 1974 hingga akhir tahun 1978. Train 1 mulai menghasilkan LNG pada
bulan Agustus 1978, train 2 pada bulan September 1978 dan train 3 pada bulan Februari
1979. Pengapalan LNG pertama proyek ini dilakukan tanggal 4 Oktober 1978 dengan
tujuan Jepang bagian barat.
2.1.4.2 Arun Project II
Awal tahun 1981 unit pemurnian gas dari train 1, 2 dan 3 kilang LNG Arun
mengalami modifikasi untuk peningkatan kapasitas produksi menjadi 115% dari
rancangan kapasitas semula 1,7 juta ton LNG per train per tahun. Awal tahun 1982 kilang
Arun dikembangkan lagi dengan menambah 2 train (train 4 dan train 5) untuk
meningkatkan kapasitas produksi sebesar 3,4 juta ton per tahun, untuk diekspor ke Jepang
bagian timur. Perluasan proyek ini diserahkan kepada Chiyoda Chemical Engineering &
Construction Co. Ltd., sebagai kontraktor utama yang bekerja sama dengan Mitsubisi
Corp dan PT. Purna Bina Utama (PBI). Train 4 mulai berproduksi pada bulan Oktober
1983 dan train 5 pada bulan Januari 1984.
2.1.4.3 Arun Project III
Proyek ini juga merupakan pengembangan dari proyek-proyek sebelumnya.
Pengembangan proyek dilanjutkan dengan pembangunan train 6 yang dilakukan oleh
kontraktor utama JGC Corporation yang dimulai pada 15 November 1984 dan selesai
September 1986. Proyek ini meliputi realisasi kontrak jual dengan Korea Selatan.Tanggal
21 Oktober 1986 dilakukan pengapalan pertama dengan tujuan jepang bagian barat.
Pada awal beroperasi kilang PT. Arun hanya memproduksi LNG yang
mengandung komponen terbanyak adalah metana dan sedikit etana serta fraksi berat
lainnya yang dimanfaatkan sebagai media pendingin kilang dan menghasilkan kondensat
yang merupakan produk sampingan dari pengolahan fraksi berat gas alam.
Sebagai langkah perluasan produksi dan pengembangan usaha, PT. Arun
melakukan diversifikasi produk dengan memanfaatkan unsur-unsur propana dan butana
yang mempunyai nilai jual lebih tinggi dibandingkan dengan kondensat yang merupakan
hasil penggabungan kedua unsur tersebut. Sehingga diharapkan dapat menambah devisa
negara.
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
Selain menghasilkan LNG sebagai produk utama, PT. Arun juga menghasilkan
LPG dan kondensat sebagai produk samping. Produksi pertama kondensat dihasilkan
pada 21 Mei 1977 dan dikapalkan pada tanggal 14 Oktober 1977.
Pengapalan pertama LPG dilakukan pada tanggal 2 Agustus 1988 ke negara
tujuan Jepang, namun sejak tahun 1999 PT. Arun tidak lagi memproduksi LPG, karena
jumlah cadangan gas alam yang semakin menurun. Sebagai upaya mempertahankan
produksi maka diupayakan pencarian sumber baru seperti ladang gas Pase dan North
Sumatera Offshore(NSO).
2.2
Offshore (NSO), yangterletak di Selat Malaka 107,6 km (68 mil) dari lokasi kilang PT.
Arun Blang-Lancang. Ladang gas alam NSO yang luasnya 27.500 ha dan berada pada
kedalaman laut 350 ft (106,68 m).
Selanjutnya pada tahun 1998 dilakukan pembangunan proyek NSO yang meliputi
unit pengolahan gas untuk fasilitas lepas pantai (offshore) di PT. Arun. Fasilitas ini
dibangun untuk mengolah 450 mmscfd gas alam dari platformoffshore sebagai
tambahan bahan baku gas alam dari ladang Arun di Lhoksukon yang semakin berkurang.
Tujuan dari pembangunan kilang NSO ini adalah untuk melakukan proses
pengolahan guna memenuhi spesifikasi bahan baku yang sesuai dengan persyaratan
proses pencairan gas alam yang sudah ada di kilang Arun. Gas umpan yang berasal dari
NSO memiliki kandungan H2S dan CO2 yang tinggi sehingga diperlukan proses
pemisahan terlebih dahulu sebelum masuk ke train LNG. Upaya ini dilakukan dengan
menurunkan kadar H2S dari 1,5 % menjadi 128 ppm dan CO 2 dari 33 % menjadi 24%
mol, sehingga sesuai dengan spesifikasi rancangan trainLNG. Dan mengingat kadar H2S
yang sangat tinggi dalam gas umpan dari ladang NSO maka perlu digunakan teknologi
terbaik yang tersedia saat ini dan biasa disebut BestAvailable Control Technologi (BACT)
agar tidak menimbulkan pencemaran.
2.3
gas untuk menghasilkan 9.500 m 3/hari LNG pada 100 % kapasitas disain. Namun
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
demikian dengan beberapa modifikasi dari plant test, maka masing-masing trainmampu
beroperasi dan menghasilkan rata-rata pada kapasitas 115 %-117 %.
LNG yang dihasilkan oleh PT. Arun NGL sampai saat ini di ekspor ke Korea
Selatan dan Jepang. Di Negara konsumen tersebut LNG diubah menjadi gas dengan
sistem pemanasan air laut yang digunakan sebagai bahan bakar pada industri-industri
berat dan untuk keperluan rumah tangga.
Kelebihan dari pada gas ini adalah karena sifatnya yang hampir tidak
menimbulkan polusi udara, tidak beracun, aman dan beratnya lebih ringan dari air, udara,
serta mempunyai nilai bakar yang tinggi.
Sejak dioperasikannya kilang gas alam PT. Arun pada tahun 1977, gas alam yang
mengandung unsur-unsur hidrokarbon yang kemudian diproses menjadi gas cair metana
(CH4) dan etana (C2H6), sedangkan unsur-unsur yang lebih berat digunakan sebagai
refrigerant pada unit-unit dalam train dan sebagian kembali kedalam proses untuk
dibentuk menjadi LNG dan kondensat.
2.4
restrukturisasi organisasi melalui Work Process Reengineering. Pada saat ini PT. Arun
melaksanakan kegiatan program perubahan terhadap oraganisasi yang lama dengan
melibatkan pihak-pihak yang terkait seperti Cambridge Management Consulting,
konsultan yang ditunjuk PT.Arun, Change ManagementTeam, anggota manajemen PT.
Arun (Manager and Superintendent), Task Force.
Perubahan yang dilakukan tersebut saat ini memasuki fase pemeliharaan dan
pemantapan. Sebelum organisasi baru dikembangkan mereka menetapkan prinsip-prinsip
pengembangan organisasi baru. Pengembangan organisasi baru tersebut bertujuan untuk
penyederhanaan proses kerja.
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
seorang Vice
President Director(VPD). VPD PT. Arun melapor kepada President Director. Vice
President Director PT. Arun membawahi tiga divisi dan empat non divisi setingkat seksi,
yaitu:
A. Production Division (Divisi I)
B. Plant Operation Support Division (Divisi II)
C. Service and Development Division (Divisi III)
D. Seksi Public Relations
E. Seksi Finance and Accounting
F. CIT (Continous Improvement Team)
G. SeksiGeneral Audit
10
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
2.4.1
Production Division
Tugas utama divisi production adalah mengolah gas alam menjadi gas alam cair
(LNG) serta merencanakan produk LNG dan kondensat, menyimpan LNG dan kondensat,
mengapalkan ke tujuan serta mencegah terjadinya
kerja yang terkait dengan pemrosesan gas alam menjadi gas alam cair (LNG) dan
kehidupan keluarga di perumahan perusahaan (Community). Divisi ini membawahi empat
seksi, yaitu:
1. Seksi Maintenance Support.
2. Seksi Plant Area Maintenance.
3. Seksi T & ES (Technical and Engineering Services).
4. Seksi Supply Chain.
2.4.3
kepegawaian, fasilitas, sarana dan prasarana kerja. Divisi ini bertugas untuk mendukung
pelaksanaan tugas divisi lain dengan menyediakan sumber daya yang diperlukan. Divisi
ini membawahi tiga seksi, yaitu:
1. Seksi HR (Human Resources).
2. Seksi Facilities Service.
3. Seksi Legal Affairs.
2.4.4
masyarakat. Seksi ini mengkomunikasikan kebijakan dan kegiatan PT. Arun kepada
11
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
masyarakat melalui media cetak dan elektronik. Seksi ini juga menangani tamu-tamu
perusahaan yang berkunjung ke PT. Arun NGL.
2.4.5
membayar invoice, gaji pegawai, bonus dan tunjangan-tunjangan. Seksi ini juga
menangani pembayaran pajak perusahaan dan pegawai. Pajak pegawai dipotong langsung
dari gaji bulanan. Seksi ini juga bertugas membuat laporan keuangan setiap bulan dan
pada akhir tahun.
2.4.6
organisasi dan melakukan pengembangan organisasi perusahaan pada masa yang akan
datang. Berdasarkan kriteria atau standart yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak
untuk masa yang akan datang.
2.4.7
pemakaian setiap asset atau harta benda milik perusahaan yang dipakai untuk keperluan
proses kilang maupun keperluan administrasi di kantor PT. Arun NGL. Seksi ini secara
struktur organisasi di bawah Presiden Direktur tetapi karena seksi ini berkantor di Plant
Site maka secara pelaporan dan pengawasan tetap di bawah VPD (Vice President
Director).
2.5
Gas (LNG), dan kondensat sebagai produk sampingan dari LNG, serta sulfur sebagai
produk samping dari NSO plant. Prinsip utama dari pencairan gas alam ini adalah
menurunkan suhu gas dari 32C menjadi -160C dengan proses pendinginan dan ekspansi
pada temperatur yang rendah sekali yang disebut cryogenic yaitutemperatur pada suhu
-160C dengan tekanan 1 atm (atmosfer).
Komposisi LNG didominasi oleh metana (CH3) dan sedikit etana (C2H4 ) serta
propana (C3H5). Selain memproduksi LNG sebagian produk utama, PT.Arun NGL juga
12
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
BAB III
URAIAN PROSES PRODUKSI
2.1
Pengantar Proses
Seperti yang telah kita ketahui PT. Arun NGL adalah suatu perusahaan yang
mengolah gas alam yang berasal dari ladang gas Arun untuk menghasilkan gas alam cair
(LNG), dan kondensat sebagai produk sampingan. Proses pencairan tersebut dilakukan di
unit 40 pada train yang telah ada dengan proses ekspansi yang sangat rendah sekali yang
disebut dengan proses cryogenic.
Pada saat ini PT. Arun NGL juga memiliki pabrik/unit penanganan sulfur yang
disebut dengan NSO Plant. Pembangunan NSO Plant ini dikarenakan kandungan feed gas
13
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
yang berasal dari ladang NSO berbeda dengan kandungan gas alam yang berasal dari
ladang gas arun sehingga tidak dapat langsung diproses di unit train PT. Arun NGL
karena memiliki spesifikasi yang berbeda. Produk (gas) yang dihasilkan dari plant ini
nantinya dapat mendekati spesifikasi feed gas yang berasal dari ladang gas arun, sehingga
memenuhi syarat untuk diproses pada unit train PT. Arun NGL.
2.2
beberapa tahap yaitu proses I, proses II dan III, storage and loading serta didukung oleh
unit-unit penunjang yang antara lain terdiri atas tenaga listrik, uap, air, nitrogen dan lainlain.
2.2.1
Proses I
Secara umum tugas-tugas dari proses I adalah sebagai berikut:
Menerima gas dan kondensat dari point A Lhoksukon dan gas alam dari ladang NSO.
Menjaga kestabilan penyediaan gas ke proses II untuk bahan pembuatan LNG.
Menyiapkan bahan-bahan untuk Multi Componen Refrigerant (MCR).
Mensuplai gas ke PT. PIM
Unit-unit yang melaksanakan fungsi tersebut adalah:
Unit 17 adalah unit yang berperan dalam pengiriman gas, sedangkan unit 18 adalah
Unit 51/52 adalah unit yang berperan untuk memisahkan bahan-bahan yang didapat
dari proses II menjadi komponen-komponen etana, propana, dan fraksi yang lebih
berat. Etana, propana dan butana digunakan untuk MCR. Fraksi yang lebih berat
14
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
2.2.2
mengolah gas alam menjadi LNG. Proses II dan III terjadi pada setiap train yang ada.
Setiap train terdiri dari dua unit, yaitu unit 30 dan unit 40.
Unit 30 berfungsi untuk memisahkan bahan-bahan pengotor yang terdapat di
dalam gas umpan, seperti merkuri (Hg), karbon dioksida (CO 2) dan asam sulfida (H2S).
Merkuri dihilangkan dengan menggunakan penyerap karbon aktif yang mengandung
sulfur (carbon bed adsorber). Sedangkan CO2 dan H2S dihilangkan dengan menggunakan
penyerap larutan potassium karbonat (carbonat absorber dan DEA absorber).
Reaksi yang terjadi dalam peristiwa penyerapan komponen-komponen Hg, CO 2
dan H2Stersebut adalah sebagai berikut:
Reaksi Penyerapan Hg
Hg
Hgs
(1)
2 KHCO3
(2)
KHS + KHCO3
(3)
Sedangkan unit 40 berfungsi untuk mengolah lebih lanjut gas yang keluar dari
unit 30. Pada unit ini gas akan dihilangkan dari kandungan uap air dengan menggunakan
feed vapor dryer, kemudian gas tersebut dipisahkan antara fraksi hidrokarbon berat dan
fraksi hidrokarbon ringan di dalam scrub tower. Fraksi hidrokarbon berat akan mencair
dan fraksi hidrokarbon ringannya akan dipisahkan secara distilasi. Fraksi berat dikirim ke
proses I untuk dialirkan ke refrigerant preparation unit untuk memperoleh etana dan
propana yang dibutuhkan sebagai media pendingin dalam proses pencairan nanti.
Sedangkan
fraksi
ringan
akan
didinginkan
kembali
oleh
Multi
Component
15
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
dicairkan tersebut memiliki suhu + -162oC yang akan dikirim tangki penyimpanan
(storage) dan siap untuk dikapalkan. Sedangkan yang masih dalam fasa gas dikirim ke
sistem bahan bakar untuk keperluan dapur boiler.
Tabel 2.1 Komposisi LNG
Komposisi
% Mol
Nitrogen
0,072
Metana
89,685
Karbon dioksida
0,000
Etana
7,236
Propana
1,993
Iso-Butana
0,487
N-Butana
0,506
Iso-Pentana
0,035
N-Pentana
0,006
Heksana plus
0,000
% Mol
% Volum
% Berat
Etana
9,473
6,686
3,556
Propana
14,772
10,726
8,132
Total Butana
3,873
3,249
2,811
Total Pentana
4,036
3,869
3,636
Total Heksana
66,772
74,990
81,651
16
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
Pada tahun 1992 ditemukan sumber gas alam lepas pantai yang diberi
namaNorthSumatraOffshore (NSO) yang terletak di Selat Malaka pada jarak sekitar 107,6
km dari kilang PT. Arun di Blang Lancang. Selanjutnya pada tahun 1998 dilakukan
pembangunan proyek NSO yang meliputi unit pengolahan gas untuk fasilitas lepas pantai
(offshore). Fasilitas ini dibangun untuk mengolah 460 mmscfd gas alam dari NSO
sebagai bahan tambahan bahan baku gas alam dari ladang Arun di Lhoksukon yang
semakin berkurang sementara kontrak pembelian LNG masih berlanjut.
Gas alam dari ladang NSO mengandung banyak impuritis yang berbahaya seperti
asam sulfida (H2S) dan karbon dioksida (CO2) dan beberapa elemen sulfur lainnya, hal ini
menyebabkan gas alam dari ladang NSO tidak dapat diolah secara langsung di unit train
yang dimiliki oleh PT. Arun NGL. Untuk menangani impuritis-impuritis tersebut maka
PT. Arun NGL membangun suatu unit untuk proses pemisahan terlebih dahulu sebelum
masuk ke train LNG. Gas yang dihasilkan dari unit NSO plant ini mempunyai kandungan
impuritis (CO2 dan H2S) yang mendekati kandungan impuritis gas alam yang berasal dari
ladang gas Arun, sehingga memenuhi syarat untuk diproses pada unit train yang ada
Gambar 2.1 Diagram InteraksiAntar Unit di NSO Plant (Sumber: Book I, LNG & NSO
Comprehensive)
Untuk memurnikan feedgas alam NSO dari gas H2S yang berbahaya ini, PT. Arun
NGL menggunakan teknologi BACT (Best Available Control Technology). Pemisahan gas
H2S dilakukan melalui proses absorpsi dengan menggunakan larutan Sulfinol dan
Flexsorb SE sebagai larutan penyerap. Berikut komposisi gas yang berasal dari kilang
NSO dengan ladang gas Arun:
Tabel 2.3 Komposisi feedgas dari NSO dan ladang gas Arun
17
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
Komponen
Heksana plus
NSO (% mol)
0,193
Arun (% mol)
0,352
Nitrogen
1,162
0,373
Metana
60,294
71,717
Karbon dioksida
33,028
19,651
Etana
2,741
4,708
Hidrogen sulfida
1,489
80 ppm
Propana
0,675
1,752
Iso-Butana
0,145
0,464
N-Butana
0,156
0,547
Iso-Pentana
0,072
0,272
N-Pentana
0,045
0,164
Sumber : Production Division Laboratory,PT Arun NGL (September 2011)
2.3.1
untuk menghilangkan kondensat, lumpur dan air. Kemudian gas tersebut dikirim ke
kilang NSO PT.Arun di blang lancang untuk diproses lebih lanjut seperti uraian berikut:
1. Pemisahan partikel dan fraksi berat feedgas di inletseparator. Pemisahan dilakukan
untuk menghindari terikutnya fraksi-fraksi berat yang dapat mengganggu proses
selanjutnya.
2. Proses treatmentdi unit Sulfinol untuk mengurangi kadar CO 2 dan H2S. Pada unit ini
CO2 dan H2S diserap oleh larutan penyerap Sulfinol. Gas yang keluar dari sulfinol
absorber dikirim ke unit 26, aliran yang mengandung CO 2 dikirim ke thermaloxidizer.
3. Menaikkan tekanan dan mengirim gas yang telah diproses ke kilang LNG untuk
menjalani proses pencairan.
4. Gas yang mengandung kadar H2S tinggi (acidgas) akan dikirim ke sulfurrecoveryunit
untuk menghasilkan sulfur dalam bentuk sulfur padat (pellet).
5. Gas dari Sulfur Recovery Unit akan dikirim ke TailGasCleanUpUnit untuk menjalani
pemisahan H2S. Gas yang masih mengandung H2S akan direcycle ke Sulfur Recovery
Unit.
6. Gas dari Gas CleanUpUnit yang mengandung sedikit H2S (+100 ppm) akan dikirim
ke thermaloxidizer dan akan dibakar bersama CO2.
2.3.2
InletFacility
18
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
Gas alam yang telah dikeringkan di ladang gas NSO lepas pantai dan telah bebas
dari lumpur, dimasukkan dalam slug catcher pada Sulfinolunit (unit 27) untuk
memisahkan kondensat yang terikut dalam feed gas.Penyaringan dalam inlet separator
ini akan menangkap dan memisahkan partikel padat yang mungkin terdapat dalam aliran
gas.
2.3.3
CO2ventabsorberPada unit ini CO2, H2S, sulfida dan campuran sulfur organik lainnya
(RHS dan COS) dalam gas umpan diserap oleh solvent (pelarut) organik sulfinol dengan
komposisi 50% MDEA, 30% sulfolane dan 20% H 2O. Kemudian dilakukan pemisahan
antara pelarut dengan H2S dan CO2 yang terserap sehingga solvent ini dapat digunakan
terus menerus. Uraian garis besar proses sulfinol adalah sebagai berikut:
1. Proses pertama adalah penyerapan di absorber terhadap CO 2, H2S, senyawa-senyawa
sulfida organik dan komponen-komponen lainnya. Besarnya aliran gas NSO tersebut
adalah 460 mmscfd.
2. Melalui proses penyerapan ini kadar CO 2 di dalam gas NSO akan berkurang dari 33%
mol menjadi 24,5% mol, sementara kadar H 2S sebesar 1,5% mol turun menjadi <
300 ppm. Gas yang keluar dari sulfinol absorber ini disebut dengan sweetgas atau
treatedgas.
3. Sweet gas dari sulfinol absorber sebanyak 410mmscfd selanjutnya dikirim ke kilang
LNG PT. Arun setelah dinaikkan tekanannya menjadi 825 psig (50 kg/cm 2) oleh
compressor. Aliran sweetgas yang mempunyai kadar H2S+ 300 ppm tersebut
selanjutnya digabungkan dengan sweet gas yang berasal dari ladang gas arun untuk
diproses lebih lanjut dalam kilang LNG yang sudah ada.
4. Proses kedua terjadi di stripper, yaitu terjadi proses pelepasan (stripping) CO2 dan
H2S dari larutan penyerap karena adanya perbedaan daya serap pada suhu yang
berbeda. Proses ini menghasilkan aliran acid gas yang mengandung komponen utama
CO2 sebanyak 72% mol dan H2S sebesar 24% mol, uap air dan lain-lain.
5. Acid gas kemudian dialirkan ke sulfur recovery unit untuk menghasilkan sulfur padat,
sementara gas CO2, akan dialirkan ke thermaloxydizer untuk dibakar.
2.3.4
19
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
kompresor. Gas yang keluar dari kompressor didinginkan melalui E-2606 dan dilewatkan
ke drum D-2603 untuk menghilangkan air yang terkondensasi. Gas kemudian dipanaskan
dalam reheater E-2603 agar suhunya menjadi 6oC di atas dew point dengan menggunakan
steam, agar air tidak terkondensasi yang dapat menyebabkan kondensasi pada pipa.
2.3.5
dari sulfinol treating unit menjadi sulfur dengan pembakaran gas buangan dengan
memakai proses clauss. Proses yang didasari reaksi katalitik dengan menggunakan katalis
titanium dioksida terdiri dari satu reaction furnace dan tiga converter serta fasilitas
penanganan sulfur lainnya. Uraian garis besar sulfur recovery unit adalah:
1. Acid gas dari sulfinol unit sebanyak 25 mmscfd dengan kandungan CO 2 sebesar 72%
mol dan H2S sebesar 24% mol, bersama dengan gas yang di-recycle dari tail gas
cleaning up unit sebanyak 3 mmscfd dimasukkan ke dalam reaction furnace. Pada
reaction furnace juga dimasukkan udara untuk menyediakan oksigen yang
dibutuhkan. Pada reaction furnace, konversi H2S menjadi sulfur berkisar 50 - 55%.
2. Gas yang keluar dari reaction furnace dan mengandung sulfur pada fasa gas
didinginkan di sulfur condenser I sehingga suhunya turun dari 315oC menjadi 173oC,
sisa gas yang tidak terkonversi dipanaskan lagi di reheater I dengan menggunakan
converter I. Disini reaksi clauss berlanjut dengan menggunakan katalis titanium
oksida, sementara konversi yang terjadi adalah 75 - 86%.
3. Gas yang keluar dari converter I yang suhunya 340oC dan mengandung sulfur pada
fasa gas didinginkan di sulfur II sehingga suhunya menjadi 166oC. Sehingga sisa gas
yang tidak terkonversi dipanaskan di reheater II sampai suhunya 215oC, kemudian
dialirkan ke conventer II. Disini reaksi clauss berlanjut dengan menggunakan katalis
yang sama, sementara konversi yang terjadi adalah 90 92%.
4. Gas yang keluar dari converter IIdengan suhu 233oC dan mengandung sulfur pada
fasa gas didinginkan di sulfur condenser III sehingga suhunya menjadi 161oC. Sisa
gas yang tidak terkonversi dipanaskan di reheater IIIsampai suhunya menjadi 195oC,
kemudian dialirkan ke converter III. Disini reaksi clauss
berlanjut dengan
20
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
Konversi akhir yang dicapai pada proses diatas mencapai sekitar 97%. Hasil yang
diperoleh dari reaction furnace dan 3 buah converter ini berupa molten sulfur yang
dialirkan ke sulfur pit untuk selanjutnya dikirim ke instalasi pengumpulan dan
pembutiran yang berada di area dermaga.
2.3.6
melalui steam jacketed pipe line. Di area molten sulfur storage, molten sulfur ditampung
di satu fasilitas penampung (pit) yang dilengkapi dengan steam heater untuk menjaga
agar sulfur tetap dalam keadaan cair. Kapasitas tangki penyimpanan keseluruhan adalah 5
hari produksi atau sekita 1160 ton. Uraian garis-garis besar proses pada sulfur
solidification unit adalah:
1. Dari sulfur pit, molten sulfur dialirkan ke distributor yang dilengkapi lubang-lubang
dengan diameter tertentu pada bagian dasarnya dan diletakkan pada jarak tertentu dari
pelletizing tank untuk melewatkan molten sulfur.
2. Dari lubang distribusi, lelehan sulfur akan jatuh ke pelletizing tankyang berisi air
pada bagian dasarnya. Selama menempuh jarak dari dasar lubang disrtribusi ke
permukaan air di pelletizing tank, lelehansulfur akan mengalami proses pendinginan
oleh udara sehingga berbentuk tablet.
3. Di dalam pelletizing tank yang berisi air, sulfur yang telah berbentuk tablet akan
mengalami proses pendinginan yang lebih sempurna. Dengan adanya gaya grafitasi,
sulfur tablet akan turun ke tangki bagian bawah melalui splitter box untuk selanjutnya
masuk ke dewatering screen. Disini sulfur padat akan dipisahkan oleh air.
4. Kemudian sulfur padat dibawa ke sulfur storage menggunakan conveyer, sedangkan
air yang bercampur sedikit sulfur padat dimasukkan ke centrifugalseparator untuk
memisahkan sisa-sisa sulfur yang masih bercampur dengan air yang kemudian akan
digabungkan dengan produk sulfur dari vibrating screen dan dikirim ke sulfur
storage dengan menggunakan conveyer. Sisa air yang diperoleh ditampung di sump
tank.
5. Di sump tank air dari centrifugal separator dicampur dengan air make-up untuk
kemudian dipompa ke process water cooler dan digunakan kembali sebagai
pendinginan di sulfur pelletizing tank.
2.3.7
21
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
Tail gas clean up unit merupakan unit pengolahan gas sisa yang keluar dari sulfur
recovery unit (SRU) sebelum dibakar di thermal oxidizer. Gas umpan yang masuk
berjumlah + 39 mmscfd dengan komposisi 63% CO2, 0,4% H2S serta sejumlah senyawa
COS, CS2, dan S yang akan dikonversikan menjadi H 2S. Dari unit ini akan dihasilkan
aliran gas terolah dengan kandungan senyawa sulfur rendah, CO 2, dan H2S sekitar 100
ppm.
Adapun uraian proses yang terjadi pada unit ini secara garis besar dijelaskan
sebagai berikut:
1. Gas sisa (tail gas) dari unit sulfur recovery yaitu 63% CO2, 0,4% H2S dan sejumlah
senyawa sulfur lainnya (COS, CS 2 dan S) yang berjumlah sekitar+ 39 mmscfd dan
memiliki suhu 130oC dialirkan ke feed heaterreducing gasgenerator. Pada saat yang
sama juga dialirkan uap air (steam), udara dan gas alam. Pada unit ini tail gas
dinaikkan suhunya sampai 354oC untuk memenuhi suhu kondisi operasi reaktor
hidrolisis/hidrogenasi.
2. Dari feed heater reducing gas generator, gas yang telah dinaikkan suhunya
dikonversikan menjadi H2S dalam reaktor hidrolisis/hidrogenasi tersebut dengan
menggunakan katalis cobalt molibdenum (CoMo). Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
Hidrogenasi:
3H2 + SO2H2S + 2H2O ......................................................... (1)
H2 + S H2S ............................................................................ (2)
Hidrolisis:
COS + H2O CO2 + H2S ........................................................ (3)
CS2 + 2H2O CO2 + 2H2S ...................................................... (4)
Dalam reaktor, gas tersebut mengalami kenaikan suhu sampai 50 oC. Setelah
keluar dari reaktor, gas tersebut didinginkan kembali menjadi 176,7 oC di reactor
effluent cooler.
3. Gas yang keluar dari reactor effluent cooler akan diturunkan lagi suhunya di direct
contant condenser/desuperheater sampai suhu 38oC. Penurunan suhu dilakukan untuk
memenuhi kondisi operasi penyerapan H2S di dalam amine absorber.
4. Dari direct contant condenser/desuperheater, gas dialirkan ke amine absorber. Di
amine absorber gas yang mengandung H2S tinggi tersebut akan mengalami proses
absorbsi dengan menggunakan pelarut campuran senyawa amin. Pada proses absorbsi
tersebut akan dihasilkan dua aliran yaitu:
22
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
BAB IV
PELAKSANAAN TUGAS KHUSUS
4.1
Arun NGL adalah Studi Kasus Retak pada E-2708B di SRU (Sulfur Recovery Unit)
4.2
(SS) untuk sulfinol regenerator preheater yang berada di SRU (sulfur recovery unit).
Setelah penggunaaan selama 13 tahun, HE mengalami kebocoran di dua sisi shell -
23
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
sebagian besar di bagian bawah barel dekat dengan sulfinol inlet sekitar 24 inch - dan
pada posisi jam sembilan, dekat plat nama. Inspeksi (pemetaan Ultrasonik Testing/UT)
menegaskan bahwa ditemukan daerah retak dengan ketebalan dinding rata-rata adalah
13,5 mm, sedangkan ketebalan asli adalah 12,7 mm. Diidentifikasi bahwa Chlorida Stress
Corrosion Cracking (CSCC) sebagai penyebab kegagalan dengan kadar klorida yang
cukup tinggi dalam sulfinol.
4.3
memberikan rekomendasi untuk memperbaiki area crack sehingga retak tidak menyebar
dan akhirnya kemungkinan pecah pada shell E-2708 B.dapat dikendalikan.
4.4
s/d
Services.
4.5
Mempelajari dan mengambil data pada panel Main Control Room laboratorium,
dan perpustakaan.
Studi literatur : yaitu dengan mempelajari berbagai buku dan artikel yang
berkaitan dengan proses dan tugas khusus.
24
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
5.1
25
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
26
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
memastikan
bahwa mechined grooves beradius baik atau pemanasan awal sebelum pengelasan
27
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
cover. Plates pada plat HE dibuat dari lembaran logam yang dibentuk dengan banyak cara
untuk saling mendukung dan memperbaiki tingkat perpindahan panas. Formabilitas
sebagai sifat penting untuk material yang digunakan dalam tipe yang pasti dari plate heat
exchanger. Sifat mampu las juga tipe paling penting dari HE sebagai persyaratan
kebutuhan. Hal ini merupakan sifat penting untuk tube hingga ke pengelasan tubesheet.
Meskipun kemajuan teknologi pengelasan, tipe dari joint ini masih cenderung untuk gagal
dalam penggunaan.
Material yang umum digunakan pada heat exchanger dalam heat exchanger design
hanbooks dibedakan menjadi dua material pokok yaitu material untuk kondisi (service)
tidak korosif dan material untuk kondisi korosif. Material konstruksi untuk kondisi non-
28
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
korosif ditunjukkan pada tabel 5.1. Material yang umum digunakan untuk kondisi korosi
dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.1 Material untuk kondisi nonkorosif
Type of heat
Temperature range (oC)
Below-100
-100 to -45
-45 to 0
0 to 500
Above 500
Material
exchanger
Any
Any
Any
Any
Shell and tube
molybdenum alloys
Ferritic chromium steel
corrosive
service;
supro-nickel
High nickel-chromium-molydenum alloy
Titanium
acids
Seawater coolers and condensers (including
Glass
Carbon
Lining:
Coating:
5.3
berkaitan dengan aliran seperti korosi erosi (erosion-corrosion), fretting dan fatik. Stress
corrosion cracking (SCC) juga dapat dialami karena tegangan yang dipaksa atau tegangan
29
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
yang sudah ada sejak awal. Ada tiga tipe utama kerugian secara langsung yang
berhubungan dengan aliran fluida, yaitu kavitasi (cavitationi), Impingement damage dan
erosion-corrosion. Kerusakan lainnya yang juga sering terjadi yaitu avoidance of erosioncorrosion, fretting corrosion, dan fatigue failure (lihat heat exchanger design handbook
buku 1, 4, dan 5). Beberapa mekanisme kerusakan yang mungkin tarjadi diantaranya
adalah:
1. Tube side pitting corrosion in exchangers
Heat exchanger menggunakan air laut untuk menghilangkan panas dari gas
umpan merupakan subjek untuk masalah korosi yang disebabkan oleh adanya
logam terkorosi akibar aksi air laut. Tindakan inspeksi yang dapat dilakukan yaitu
eddy current inspection, interna rotating ultrasonik inspection. Material yang
umum digunakan untuk air laut adalah paduan Monel 400, 90/10 atau 70/30
Cu/Ni, beberapa stainless steel dan titanium.
2. Bio-fouling in exchangers
Heat exchanger menggunakan air laut untuk menghilangkan panas dari gas
umpan dan refreigerant dapat jadi subjek untuk bio-fouling dari bakteri, algae,
atau mahluk hidup laut lainnya menempel pada HE atau mungkin berkoloni di
dalam exchanger, impeding flows, dan masalah worsening corrosion.biofouling
sering menghasilkan korosi tipe pitting bagian bawah yang menumpuk.
Pengaruhnya secara khusus pada beberapa stainless steel. Paduan cupronikel dan
monel kadang digunakan seperti paduan nikel sengan penambahan molybdenum
untuk ketahanan pitting. Perlakuan panas digunakan untuk control biofouling.
30
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
5.4
digunakan. Stainless steel ini merupakan jenis baja austenit, baja tahan korosi dengan
kekuatan, ketangguhan, sifat mampu las yang sangat baik. Stainless steel 304L Stainless
steel 304H mempunyai kandungan karbon minimum yang menjamin kekuatan yang baik
pada temperatur tinggi. Stainless steel 304LN merupakan SS 304 dengan penguatan
nitrogen.
Material tipe 304L merupakan variasi karbon ekstra rendah dari tipe 304 dengan
kandungan karbon maksimum 0,03% yang menghilangkan presipitasi karbida akibat
31
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
pengelasan. Hal tersebut membuat paduan ini dapat digunakan dalam kondisi aswelded, bahkan dalam kondisi korosif yang parah. Tipe ini memiliki sifat mekanik yang
lebih rendah dari tipe 304 dan jarang dilakukan proses anil setelah pengelasan jika tidak
dibutuhkan untuk mengidentifikasi tegangan sisa.
Tabel 5.1 Komposisi Material tipe 304 SS
TIPE
304
304H
304N
304L
Karbon
0,08 max 0,08 max 0,08 max
0,035 max
Mangan
2,00 max 2,00 max 2,00 max
2,00 max
Posfor
0,04 max 0,04 max 0,04 max
0,04 max
Sulfur
0,03 max 0,03 max 0,03 max
0,03 max
Silikon
0,75 max 0,75 max 0,75 max
0,75 max
Kromium
18-20
18-20
18-20
18-20
Nikel
8-11
8-11
8-11
8-11
Nitrogen
0,1-0,16
Besi
Balance
Sumber: http://sbecpl.com/products/stainless-steel/ss-304-304l/
KOMPOSISI
304LN
0,035 max
2,00 max
0,04 max
0,03 max
0,75 max
18-20
8-11
0,1-0,16
TIPE 304L
AMS 5511
ASTM A 240
ASTM A 666
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1
Data Operasi
Adapun data lapangan untuk Heat Exchanger E-2708B di NSO dapat dilihat pada
tabel 6.1.
Tabel 6.1 Data Operasi
Tin
Tout
Pin
Pout
6.2
Sulfinol
103C
116C
3,4 kgf/cm2
4,6 kgf/cm2
10,3 kg/s
Steam
159C
149C
4,2 kgf/cm2
3,7 kgf/cm2
5,12 kg/s
Proses
32
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
Investigasi Korosi
Pada kasus ini kegagalan yang terjadi pada heat exchanger E-2708 B disebabkan
oleh pertumbuhan retak pada sisi shell. Retak yang terjadi pada bagian dinding luar shell
dari heat exchanger, terlihat pada Gambar 6.2
33
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
Gambar 6.3 Rambatan retak pada sisi luar shell di dekat plat nama.
34
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
analisa diawali oleh kondisi isolasi yang jenuh akibat rusaknya lapisan metal jacket.
Isolasi yang terbuka di daerah nozzle maupun di daerah lain akan mudah untuk dimasuki
oleh air hujan sehingga juga akan memicu korosi di bawan isolasi (corrosion under
isolation). Kondisi ini diperparah dengan kandungan klorida dalam sulfinol yang tinggi
yaitu 300 ppm. Fluida yang dialirkan, dalam kasus ini sulfinol, memungkinkan untuk
meninggalkan endapan atau deposit pada permukaan bagian dalam shell sehingga laju
korosi pada daerah ini menjadi lebih tinggi.
Pada shell bagian atas tidak tampak adanya perambatan retak yang artinya bahwa
stress corrosion tidak terjadi. Stress corrosion pada bagian ini umumnya disebabkan oleh
fluida korosif menerima tekanan yang tidak sama akibat turbulasi yang sering terjadi.
Pengelasan tidak menjadi faktor penyebab korosi, kondisi pengelasan telah memenuhi
standar pengelasan dan standar pengujian las. Heat exchanger ini telah mendapat
sertifikat kelayakan penggunaan peralatan yang berarti pengelasan dan desain tidak
bermasalah. Persyaratan keamanan dan keselamatan kerja selama unit beroperasi tidak
melebihi ketentuan yang diberikan (lihat tabel 6.1)
Tabel 6.1 Ketentuan persyaratan keamanan dan keselamatan kerja E-2708B
KETENTUAN
Tekanan kerja tidak melebihi (kg/cm2g)
Temp. kerja tidak melebihi (oC)
Temp. kerja tidak boleh kurang dari (oC)
6.4
SHELL
9,5
315
-
TUBE
6,3
343
-
Kegiatan Inspeksi
Chloride Stress Corrosion Cracking (CSCC) secara normal ditunjukkan oleh dye
penetrant examination atau inspeksi DPT ( Dye Penetrant Test ). Penetran berfungsi
untuk mendeteksi cacat pada permukaan sebuah material. Setelah itu kita juga harus
mengetahui apa apa saja komponen atau alat alat penetrant tersebut antaralain :
cleaner/remover, developer, penetrant.
Cara melakukan inspeksi penetrant ini tergolong sederhana, disini akan di
jelaskan secara terperinci cara melakukan inspeksi penetrant.
1. Bersikan
seluruh
permukaan
yang
akan
diuji,
dengan
menggunakan
cleaner/remover dan dengan bantuan sikat kawat, martil, dan kain lap agar
permukaasn terlihat bersih secara visual.
2. Setelah permukaan tersebut benar benar bersih dari segala macam kotoran dan
cairan apapun, semprotkan cairan penetrant yang biasanya berwarna merah,
kemudian tunggu selama 5 10 menit.
35
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
36
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
Hasil Invesigasi
Dengan pertimbangan dan hasil analisa di atas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa penyebab kegagalan E-2708B yang terbuat dari stainless steel tipe 304L adalah
Chloride Stress Corrosion Cracking (CSCC). Kesimpulan ini berdasarkan beberapa
pertimbangan, yaitu:
1. E-2708B mengalami retak yang disebabkan oleh kandungan klorida pada sulfida
absorber. Tipe 304L SS ini tidak cukup tahan terhadap pitting corrosion dalam
larutan yang mengandung klorida di atas 66 C, khususnya pada daerah las dan
dalam heat affected zone (HAZ). CSCC juga mungkin terjadi pada temperatur di
atas 71 C, walau kandungan klorida yang hanya sedikit (ppm).
2. Chloride Stress Corrosion Cracking (CSCC) lebih memungkinkan sebagai
penyebab kegagalan karena adanya faktor penyebab yang berkaitan yaitu:
kandungan ion klorida, grade 304 SS rentan terhadap klorida, isolasi eksternal
yang mengisolasi HE berada pada temperatur antara 60 C dan 200 C dan isolasi
basah sehingga klorida dapat terlepas keluar dari isolasi.
6.6
treatment secara umum tidak efektif untuk mencegah cracking. Pemberian tekanan
tegangan permukaan oleh shot peening terkadang telah diberikan. Dan dalam beberapa
kasus, material yang tahan terhadap cracking harus dipilih. Penambahan paduan nikel
dapat melebihi 40% Ni. Ferritik dan duplex stainless steels juga tahan terhadap cracking.
Untuk menanggulangi kasus yang terjadi pada E-2708, maka dapat dilakukan
dengan beberapa solusi yang memungkinkan, yaitu:
1. Memperbaiki daerah rambatan retak dengan memotong area disekitaran retak dan
digantikan dengan material yang sama dengan material awal yaitu tipe 304 L SS.
2. Memperbaiki daerah rambatan dengan metoda penutupan dengan las.
3. Melakukan tindakan preventif pasca perbaikan.
4. Modifikasi lingkungan dengan menggunakan corrosion inhibitor.
37
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
5. Untuk kasus khusus, memilih material yang lebih tahan terhadap CSCC.
6.6.1
isolasi dan juga penggunaan katodik proteksi. Tindakan pelapisan (coating) dapat
dilakukan dengan pelapisan berbasis silicon seperti produk dari HAGU CS-100 Herac.
Coating ini berbasis silicon warna aluminum tahan temperatur hingga 600 oC
(http://rajaombaksejahtera). Heat Resistant Alumunium Coating (Herac) mengandung
resin silikon yang tahan terhadap oksidasi serta temperatur tinggi. Material ini juga tahan
terhadap kelembaban udara yang korosif dan pengaruh cuaca, namun tidak dianjurkan
38
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
untuk coating yang terendam air. Coating ini sangat tahan untuk pekerjaan di luar
ruangan. Herac ditujukan untuk coating pada cerobong asap, tungku pemanas, boiler, heat
exchanger, dan alat-alat bertemperatur tinggi lainnya. Spesifikasi dari coating ini adalah:
Type of coating
: Heat resistant
Color
: Silver aluminium
Gloss
: Semi Gloss
Drying time
-tack free
: 30 minites at 25oC
-to function
: 2 hours at 25 oC or above
Recoat Internal
: 1 hour at 200oC, 4 hours at 25oC
Dry fil thickness recommended : 50 micron
Thinner type
: Hagu CT 808
Methode of Application
: Brush, Roller, Spray
Thinning Ratio -Spray
: 10-30%
-Roller & Brush : 5-15%
Maximum Heat resistant
: 600oC
Kemasan
: 20 kg
(sumber: http://rajaombaksejahtera.com/produk-kami/coating.html?start=4)
39
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
6.6.3
NaCl dengan konsentrasi tinggi, ditambah adanya oxygen, akan mendorong terjadinya
SCC ini. Pada kenyataannya, tekanan oksigen terlarut atau spesies oksidasi lainnya sangat
penting terhadap retak dari stainless steel dalam solusi klorida, dan jika oksigen dihapus,
retak tidak akan terjadi. Penambahan corrosion inhibitor bisa mengurangi potensi ini.
Inhibitor adalah bahan kimia yang bereaksi dengan permukaan logam, atau
lingkungan pada permukaan yang terkena, memberikan tingkat perlindungan permukaan
Inhibitor sering bekerja dengan penyerapan diri mereka pada permukaan logam,
melindungi permukaan logam dengan membentuk sebuah film. Inhibitor biasanya
didistribusikan dari solusi atau dispersi. Efektivitas inhibitor korosi tergantung pada
komposisi fluida, kuantitas air, dan flow regime. Beberapa termasuk dalam formulasi
lapisan pelindung. Inhibitor memperlambat proses korosi dengan baik, yaitu:
Sifat dari agen korosif tergantung pada (i) bahan yang dilindungi, yang paling
sering benda logam, dan (ii) pada agen korosif (s) untuk dinetralkan. Para agen korosif
umumnya oksigen, hidrogen sulfida, dan karbon dioksida. Oksigen umumnya dihilangkan
dengan inhibitor reduktif seperti amina dan hydrazines :
40
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
O2+N2H42H2O+N2
Dalam contoh ini, hidrazin mengubah oksigen, zat korosif umum, untuk air, yang
umumnya jinak. Terkait inhibitor korosi oksigen Hexamine , fenilendiamin , dan
dimethylethanolamine , dan turunannya. Antioksidan seperti sulfit dan asam askorbat
kadang-kadang digunakan. Beberapa inhibitor korosi membentuk lapisan pasivator pada
permukaan oleh chemisorption . benzotriazole adalah salah satu spesies seperti yang
digunakan untuk melindungi tembaga . Untuk pelumasan , dithiophosphates seng yang
umum - mereka deposit sulfida pada permukaan. Kesuaian bahan kimia yang
(duplex stainless steels) dapat dipilih untuk menggantikan tipe 304L SS maupun tipe 316
SS. Tipe ini tahan terhadap pitting dan CSCC hingga temperatur 220 oC dalam air dengan
kandungan klorida mencapai 2.000 ppm. Perbandingan tingkat ketahanan pitting dan
CSCC dari stainless steels tipe 316, 304, 2205 DSS dapat dilihat pada gambar 6.6 dan
6.7. Pengaruh temperatur dan kandungan klorida ditunjukkan gambar 6.6, daerah di atas garis
menyebabkan pitting dan di bawahnya diperkirakan tidak terjadi pitting.
Gambar 6.6 ketahanan pitting corrosion dari 3 garde stainless stell yang berbeda. .
41
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
Gambar 6.7 ketahanan CSCC dalam keadaan netral (aqueous solution) dari SS yang berbeda
Tabel 6.2 menunjukkan biaya relatif dari material dan heat exchanger yang telah
difabrikasi dalam tiga tipe stainless steel yang berbeda, tipe 316L 304L, dan 2205 DSS,
jika tidak ada perubahan desain. Biaya material dan fabrikasi yang cukup tinggi pada
2205 DSS sebagain dapat diimbangi dengan mendesain ulang unit, menggunakan
kekuatan yield yang dua kali lebih tinggi untuk mengurangi ketebalam dinding sehingga
menurunkan berat shell dan tube. Duplex Stainless steel tipe 2205 setidaknya mampu
menyediakan masa garansi yang lebih lama daripada unit 304L SS, biaya penghematan
menjadi lebih signifikan. Tabel 6.2 menunjukkan kalkukasi siklus biaya kasar, tidak
termasuk penyesuaian inflasi, biaya tenaga kerja untuk menginstal unit pengganti atau
biaya downtime karena kebocoran yang tak terduga. Estimasi hanya memasukkan biaya
pembelian langsung unit baru tipe 304L setiap dua tahun atau unit tipe 316L setiap empat
tahun pada harga saat ini. Tabel 6.3 menunjukkan biaya material, biaya fabrikasi dan life
cycle cost dengan asumsi bahwa tipe 316L SS dua kali lebih lama dan tipe 2205 DSS lima
kali lebih lama dibandingkan ketahanan CSCC dari tipe 314L SS.
Tabel 6.2 Komposisi kimia dari grade stainless steel
Sumber: http://www.imoa.info/_files/moly_job/rendering_plant.pdf
42
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
Tabel 6.3 Biaya material, biaya fabrikasi dan life cycle cost
Sumber: http://www.imoa.info/_files/moly_job/rendering_plant.pdf
BAB VII
PENUTUP
7.1
Kesimpulan
Dari uraian dan hasil pengamatan maka dapat disimpulkan bahwa kgagalan pada
Heat Exchanger 2708 B yang ditandai dengan pertumbuhan crack pada shell disebabkan
oleh clorida sress crrosion cacking (CSCC). Rekomendasi yang dapat dibuat untuk
memperpanjang umur HE dapat dilakukan dengan tahapan berikut ini, yaitu:
1. Memperbaiki daerah rambatan retak dengan memotong area disekitaran retak dan
digantikan dengan material yang sama dengan material awal yaitu tipe 304 L SS.
2. Melakukan pelapisan (coating) pada seluruh badan shell HE yang telah di-repair,
43
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
Saran
Untuk memperkecil kandungan klorida di dalam sulfinol di butuhkan analisa
laju
korosi.
Melanjutkan
inspeksi
terhadap
E-2708A
sebagai
perbandingan terhadap E-2708B yang telah diperbaiki untuk mengetahui masa jenuh dari
bahan isolasi. Jika dilakukan pengadaan untuk peremajaan heat exchanger maka dapat
dipilih HE dari 2205 duplex stainless steel (DSS) dengan kandungan molybdenum yang
lebih tahan terhadap klorida dibandingkan dengan tipe 304 L SS.
DAFTAR PUSTAKA
ASM Metal Handbook Volume 12 Failure Analysis.
ASM Metal Handbook Volume 11 Failure Analysis and Prevention.
Anonim. 2012. SS 304 & SS304L, Shanghavi Bothra Engineering.
http://sbecpl.com/products/stainless-steel/ss-304-304l/
http://www.aksteel.com/pdf/markets_products/stainless/austenitic/304_304L_Data_Sheet.
pdf
44
Mechanical Engineering
Syiah Kuala University
45