Anda di halaman 1dari 7

Prinsip Taxable-Deductible dan NontaxableNondeductible dalam PPh

Posted: 2 February 2015 | Author: Nasikhudin | Filed under: Bangga Bayar


Pajak | Tags: deductible, nondeductible,nontaxable, pasal 4 UU PPh, Pasal 6 uu PPh, pasal 9 UU PPh, prinsip keadilan
dalam pajak, taxable |Leave a comment

DALAM dunia Pajak Penghasilan (PPh) kita sering mendengar istilah taxable-deductible dannontaxablenondeductible yang terjemahan bebasnya kira-kira berbunyi apabila suatu penghasilan dapat dipajaki
bagi pihak yang menerimanya, maka atas pengeluaran penghasilan tersebut dapat dibebankan sebagai
biaya oleh pihak yang mengeluarkannya; atau apabila suatu penghasilan tidak dapat dipajaki bagi pihak
yang menerimanya, maka atas pengeluaran penghasilan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya
oleh pihak yang mengeluarkannya.
Prinsip ini merupakan pengejawantahan dari kepentingan negara dalam mengumpulkan uang pajak.
Secara kasar dapat disampaikan bahwa apabila ada uang pajak yang masuk ke negara dari pengeluaran
tersebut, maka dapat dibebankan sebagai biaya dalam pembukuan Wajib Pajak. Namunapabila tidak ada
uang pajak yang masuk ke negara dari pengeluaran tersebut, maka tidak dapat dibebankan sebagai
biaya dalam pembukuan Wajib Pajak. Sekali lagi, negara memiliki hak monopoli dalam mengatur
rakyatnya, termasuk dalam urusan perpajakan.
Tapi, apakah prinsip taxable-deductible dan nontaxable-nondeductible ini berlaku mutlak? Mari coba kita
lihat.
Untuk melihat prinsip ini secara utuh kita harus menggabungkan beberapa pasal dalam UU PPh.
Prinsip taxable diatur di Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, Sedangkan prinsip deductiblediatur
di Pasal 6 UU PPh. Sementara itu, prinsip nontaxable diatur di Pasal 4 ayat (3) UU PPh, dan
prinsip nondeductible diatur di Pasal 9 UU PPh. Sedangkan untuk melihat suatu penghasilan
yangtaxable tersebut dikenai pajak apa, kita harus melihat setiap pasal yang mengaturnya, misalnya di
Pasal 15, 19, 21, 22, 23, 24, 25, 26, maupun Pasal 29 UU PPh.
Tabel berikut memperlihatkan contoh taxable-deductible:
Bagi Pene

rima

Bagi Pemberi

Penghasilan

Penghasilan

Jenis Penghasilan

Taxable Bagi

Jenis Biaya

Yang Menerima

Penggantian atau imbalan

PPh Pasal 21,

Biaya gaji, biaya

berkenaan dengan pekerjaan

PPh Pasal 23,

honor, biaya

atau jasa yang diterima atau

PPh Pasal 4 ayat

diperoleh termasuk gaji, upah,

Deductible

(2)

tunjangan, biaya
komisi, dll

Ya

tunjangan, honor, komisi, bonus,


gratifikasi, uang pensiun, atau
imbalan dalam bentuk lainnya
Hadiah dari undian atau

PPh Pasal 21,

Biaya hadiah/biaya

pekerjaan atau kegiatan, dan

PPh Pasal 23,

promosi/biaya lainnya

penghargaan

Ya

PPh Pasal 4 ayat


(2)

Keuntungan karena penjualan

PPh Pasal 25/29

atau karena pengalihan harta

Kerugian karena

Ya

penjualan atau
pengalihan harta
yang dimiliki dan
digunakan
perusahaan

Penerimaan kembali pembayaran

PPh Pasal 25/29

pajak yang telah dibebankan

Beban Pajak (selain

Ya

PPh)

sebagai biaya dan pembayaran


tambahan pengembalian pajak
Bunga termasuk premium,

PPh Pasal 23

Biaya bunga

Ya

Royalti

PPh Pasal 23

Biaya royalti

Ya

Sewa

PPh Pasal 23,

Biaya sewa

Ya

PPh Pasal 21,

Biaya gaji, biaya

Ya

PPh Pasal 25/29

alimentasi, biaya

diskonto, dan imbalan sebagai


jaminan pengembalian utang

PPh Pasal 4 ayat


(2)
Penerimaan atau perolehan
pembayaran berkala

lainnya
Keuntungan karena pembebasan

PPh Pasal 25/29

utang
Dividen yang menjadi objek
Pajak

Biaya piutang tak

Ya

tertagih
PPh Pasal 4 ayat
(2), PPh Pasal
23

Mengurangi R/E

Ya

*dengan catatan biaya-biaya di atas merupakan biaya yang berhubungan dengan pengeluaran untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Sedangkan contoh untuk prinsip nontaxable-nondeductible diberikan pada tabel berikut:
Bagi Pene

rima

Bagi Pemberi

Penghasilan

Penghasilan

Jenis Penghasilan
Pembayaran dari perusahaan

Jenis Biaya

NontaxableBagi

Nondeductible

Yang Menerima
Ya

Dividen yang

asuransi kepada orang

dibayarkan oleh

pribadi sehubungan dengan

perusahaan asuransi

asuransi kesehatan asuransi

kepada pemegang

kecelakaan, asuransi jiwa,

polis

Ya

asuransi dwiguna, dan


asuransi beasiswa
Bantuan atau sumbangan

Ya

Bantuan atau

Ya

sumbangan
Warisan

Ya

Warisan

Ya

Bagian laba yang diterima

Ya

Gaji yang dibayarkan

Ya

atau diperoleh anggota

kepada anggota

perseroan komanditer yang

persekutuan, firma,

modalnya tidak terbagi atas

atau perseroan

saham-saham, persekutuan,

komanditer yang

perkumpulan, firma dan

modalnya tidak terbagi

kongsi termasuk pemegang

atas saham

unit KIK
Pertanyaan selanjutnya, apakah prinsip taxable-deductible dan nontaxable-nondeductible ini berlaku
mutlak? Sayangnya tidak. Karena ternyata ada yang taxable-nondeductible atau bahkan nontaxabledeductible atau dalam bahasa lainnya dapat dipajaki saat diberikan kepada pihak yang menerima, namun
tidak dapat dibebankan sebagai biaya oleh pihak yang mengeluarkan, dan sebaliknya, tidak dapat
dipajaki saat diberikan kepada pihak yang menerima, namun tetap dapat dibebankan sebagai biaya oleh
pihak yang mengeluarkan. Berikut beberapa contohnya:
Taxable-Nondeductible

Nontaxable-Deductible

Pemberian natura kepada

Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana

karyawan oleh perusahaan yang

nasional, sumbangan dalam rangka penelitian dan

dikenai PPh Final atau WP yang

pengembangan, biaya pembangunan infrastruktur sosial,

menggunakan norma

dan sumbangan fasilitas pendidikan

perhitungan khusus
Jumlah yang melebihi kewajaran

Pemberian natura berupa penyediaan makanan/minuman

yang dibayarkan kepada

di tempat kerja bagi seluruh pegawai

pemegang saham

Pemberian natura atau kenikmatan yang merupakan


keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana
keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut
mengharuskannya, seperti pakaian dan peralatan khusus
untuk keselamatan kerja, pakaian satpam, serta akomodasi
awak kapal

Pemberian natura dan kenikmatan di daerah terpencil

Akibat ketidak-konsistenan prinsip ini dalam pelaksanaan, di satu sisi Wajib Pajak akan merasa dirugikan
apabila pengeluarannya yang tidak dapat dibebankan tetapi dikenai pajak bagi yang menerima (taxablenondeductible). Sementara di sisi lain, negara akan merasa dirugikan apabila pengeluaran yang dapat
dibebankan tetapi tidak ada uang pajak yang masuk (nontaxable-deductible).
Oleh karena itu prinsip ini sebaiknya tidak selalu dikait-kaitkan dalam pembahasan mengenai keadilan
dalam pajak.
Semoga bermanfaat.

1. Deductible Expense ( biaya yang dapat dikurangkan)..


a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, & dan memelihara penghasilan termasuk :
* Biaya bahan baku
* Upah / gaji
* Bunga
* Sewa
* Royalti
* Transportasi
* Biaya adm
* Premi asuransi yg d bayar pemberi kerja
* Pajak kecuali PPH
b. Kerugian selisih kurs
c. Biaya penelitian
d. Biaya beasiswa,pelatihan
e. Piutang tak tertagih
f. Sumbangan yg dapat dibiayakan
g. Pemupukan dana cadangan untuk bank, asuransi,biaya reklamasi

2. Non Deductible Expense (biaya yg tidak dapat dikurangkan)


a. Pembayaran deviden koperasi
b. Pemupukan dana cad.
c. Natura
d. Sumbangan
e. Pph
f. Biaya kepentingan pribadi
h. Sanksi adm, sanksi pajak
i. Premi asuransi yg dbayar sendiri

BIAYA-BIAYA YANG DAPAT DIKURANGKAN (DEDUCTIBLE EXPENSES):


1. Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; termasuk
: biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk
upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam
bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah,
premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan.
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi
atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
dan Pasal 11A.
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan;
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan.
5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
7. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan.
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, yang memenuhi persyaratan
ketentuan perpajakan, yaitu
1.

Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial.

2.

Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan


Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis
mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan
debitur yang bersangkutan

3.

Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, dan

4.

Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Direktorat Jenderal Pajak, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak

9.

Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang

ketentuannya ditur dengan Peraturan Pemerintah.

10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
12. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai