Disfungsi Ereksi
Disfungsi Ereksi
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang masih memberikan
kesehatan dan kemudahan kepada kami dalam menyelesaikan makalah yang berjudul
Disfungsi Ereksi
Makalah ini kami susun untuk membantu mahasiswa mempermudah dan memperdalam
pengetahuannya dalam bidang penyakit disfungsi ereksi dan bagaimana pengobatan terapi
terhadap penyakit ini.
Namun, kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini masih kurang sempurna
dan terdapat
kesalahan baik dari segi penulisan maupun dari segi materi yang kami
tuliskan.Oleh karena itu,segala pendapat,kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan,untuk lebih menyempurnakan tugas ini.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat dalam rangka melengkapi materi pelajaran
pada program pendidikan serta sekaligus melatih mahasiswa untuk terampil dalam
memperhatikan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi.
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ...........................................................................
1.1 Latar Belakang ............................................................................
1.2 Manfaat Penelitian .....................................................................
Kel.4(Disfungsi Ereksi)-STFB
Page 2
BAB I
PENDAHULUAN
Page 3
BAB II
ISI
Kel.4(Disfungsi Ereksi)-STFB
Page 4
2.1 Pengertian
Disfungsi Ereksi atau erectile dysfunction adalah disfungsi sexsual yang ditandai
dengan ketidakmampuan atau mempertahankan ereksi pada pria untuk mencapai
kebutuhan sexsual dirinya sendiri maupun pasangannya. Disfungsi ereksi (DE)
merupakan masalah yang signifikan dan umum di bidang medis, merupakan kondisi
medis yang tidak berhubungan dengan proses penuaan walaupun prevalensinya
meningkat sejalan dengan bertambahnya usia
2.2 Etiologi
Banyak faktor yang berhubungan dengan terjadinya DE ini. Walaupun secara garis
besar faktor penyebabnya dibagi menjadi penyebab fisik (organik), psikologis
(psikogenik), tetapi belum tentu salah satu faktor tersebut menjadi penyebab tunggal DE.
Faktor fisik menyebabkan sekitar 60-80% kasus DE. Yang termasuk penyebab fisik
1
2
adalah
penyakit kronik (misalnya aterosklerosis, diabetes dan penyakit jantung)
obat-obatan, contoh antihipertensi (terutama diuretik thiazid dan penghambat beta),
antiaritmia
3
4
5
6
7
8
9
(digoksin),
antidepresan
dan
antipsikotik
(terutama
neuroleptik),
Kel.4(Disfungsi Ereksi)-STFB
Page 5
bertambah umur seorang pria, maka impotensi semakin sering terjadi, meskipun
impotensi bukan merupakan bagian dari proses penuaan tetapi merupakan akibat dari
penyakit yang sering ditemukan pada usia lanjut. Sekitar 50% pria berusia 65 tahun dan
75% pria berusia 80 tahun mengalami impotensi.
Agar bisa tegak, penis memerlukan aliran darah yang cukup. Karena itu penyakit
pembuluh darah (misalnya aterosklerosis) bisa menyebabkan impotensi. Impotensi juga
bisa terjadi akibat adanya bekuan darah atau akibat pembedahan pembuluh darah yang
menyebabkan terganggunya aliran darah arteri ke penis.
2.3 Patofisiologi
Ereksi terjadi melalui 2 mekanisme:
1 Pertama, adalah reflex ereksi oleh sentuhan pada penis (ujung batang dan sekitarnya).
2 Kedua, ereksi psikogenik karena rangsangan erotis. Keduanya menstimulir sekresi nitric
oxide yang memicu relaksasi otot polos batang penis (corpora cavernosa), sehingga
aliran darah ke area tersebut meningkat dan terjadilah ereksi. Disamping itu, produksi
testosteron (dari testis) yang memadai dan fungsi hipofise (pituitary gland) yang bagus,
diperlukan untuk ereksi.
Ereksi merupakan hasil dari suatu interaksi yang kompleks dari faktor psikologik,
neuroendokrin dan mekanisme vaskular yang bekerja pada jaringan ereksi penis. Organ
erektil penis terdiri dari sepasang korpora kavernosa dan korpus spongiosum yang
ditengahnya berjalan urethra dan ujungnya melebar membentuk glans penis. Korpus
spongiosum ini terletak di bawah kedua korpora kavernosa. Ketiga organ erektil ini
masing-masing diliputi oleh tunika albuginea, suatu lapisan jaringan kolagen yang padat,
dan secara keseluruhan ketiga silinder erektil ini di luar tunika albuginea diliputi oleh
suatu selaput kolagen yang kurang padat yang disebut fasia Buck. Di bagian anterior
kedua korpora kavernosa terletak berdampingan dan menempel satu sama lain di bagian
medialnya sepanjang 3/4 panjang korpora tersebut. Pada bagian posterior yaitu pada
radix krura korpora kavernosa terpisah dan menempel pada permukaan bawah kedua
ramus iskiopubis. Korpora kavernosa ini menonjol dari arkus pubis dan membentuk pars
pendularis penis. Permukaan medial dari kedua korpora kavernosa menjadi satu
membentuk suatu septum inkomplit yang dapat dilalui darah. Radix penis
bulbospongiosum diliputi oleh otot bulbokavernosus sedangkan korpora kavernosa
diliputi oleh otot iskhiokavernosus.
Kel.4(Disfungsi Ereksi)-STFB
Page 6
Jaringan erektil yang diliputi oleh tunika albuginea tersebut terdiri dari ruang-ruang
kavernus yang dapat berdistensi. Struktur ini dapat digambarkan sebagai trabekulasi otot
polos yang di dalamnya terdapat suatu sistim ruangan yang saling berhubungan yang
diliputi oleh lapisan endotel vaskular dan disebut sebagai sinusoid atau rongga lakunar.
Pada keadaan lemas, di dalam korpora kavernosa terlihat sinusoid kecil, arteri dan
arteriol yang berkonstriksi serta venula yang yang terbuka ke dalam vena emisaria. Pada
keadaan ereksi, rongga sinusoid dalam keadaan distensi, arteri dan arteriol berdilatasi
dan venula mengecil serta terjepit di antara dinding-dinding sinusoid dan tunika
albuginea. Tunika albuginea ini pada keadaan ereksi menjadi lebih tipis. Glans penis
tidak ditutupi oleh tunika albuginea sedangkan rongga sinusoid dalam korpus
spongiosum lebih besar dan mengandung lebih sedikit otot polos dibandingkan korpus
kavernosus.
Penis dipersarafi oleh sistem persarafan otonom (parasimpatik dan simpatik) serta
persarafan somatik (sensoris dan motoris). Serabut saraf parasimpatik yang menuju ke
penis berasal dari neuron pada kolumna intermediolateral segmen kolumna vertebralis
S2-S4. Saraf simpatik berasal dari kolumna vertebralis segmen T4L2 dan turun melalui
pleksus preaortik ke pleksus hipogastrik, dan bergabung dengan cabang saraf
parasimpatik membentuk nervus kavernosus, selanjutnya memasuki penis pada
pangkalnya dan mempersarafi otot-otot polos trabekel. Saraf sensoris pada penis yang
berasal dari reseptor sensoris pada kulit dan glans penis bersatu membentuk nervus
dorsalis penis yang bergabung dengan saraf perineal lain membentuk nervus pudendus.
Kedua sistem persarafan ini (sentral/psikogenik dan periferal/ refleksogenik) secara
tersendiri maupun secara bersama-sama dapat menimbulkan ereksi.
Sumber pendarahan ke penis berasal dari arteri pudenda interna yang kemudian
menjadi arteri penis komunis dan kemudian bercabang tiga menjadi arteri kavernosa
(arteri penis profundus), arteri dorsalis penis dan arteri bulbouretralis. Arteri kavernosa
memasuki korpora kavernosa dan membagi diri menjadi arteriol-arteriol helisin yang
bentuknya seperti spiral bila penis dalam keadaan lemas. Dalam keadaan tersebut arteriol
helisin pada korpora berkontraksi dan menahan aliran darah arteri ke dalam rongga
lakunar. Sebaliknya dalam keadaan ereksi, arteriol helisin tersebut berelaksasi sehingga
aliran darah arteri bertambah cepat dan mengisi rongga-rongga lakunar. Keadaan
relaksasi atau kontraksi dari otot-otot polos trabekel dan arteriol menentukan penis dalam
keadaan ereksi atau lemas. Selama ini dikenal adrenalin dan asetilkolin sebagai
Kel.4(Disfungsi Ereksi)-STFB
Page 7
neurotransmiter pada sistem adrenergik dan kolinergik, tetapi pada korpora kavernosa
ditemukan adanya neurotransmiter yang bukan adrenergik dan bukan pula kolinergik
(non adrenergik non kolinergik = NANC) yang ternyata adalah nitric oxide/NO. NO ini
merupakan mediator neural untuk relaksasi otot polos korpora kavernosa. NO
menimbulkan relaksasi karena NO mengaktifkan enzim guanilat siklase yang akan
mengkonversikan
guanosine
triphosphate
(GTP)
menjadi
cyclic
guanosine
monophosphate (cGMP). cGMP merangsang kalsium keluar dari otot polos korpora
kavernosa, sehingga terjadi relaksasi. NO dilepaskan bila ada rangsangan seksual. cGMP
dirombak oleh enzim phosphodiesterase (PDE) yang akan mengakhiri/ menurunkan
kadar cGMP sehingga ereksi akan berakhir. PDE adalah enzim diesterase yang
merombak cyclic adenosine monophosphate (cAMP) maupun cGMP menjadi AMP atau
GMP. Ada beberapa isoform dari enzim ini, PDE 1 sampai PDE7. Masing-masing PDE
ini berada pada organ yang berbeda. PDE5 banyak terdapat di korpora kavernosa.
Page 8
1. Tidak mampu ereksi sama sekali atau tidak mampu mempertahankan ereksi secara
berulang ( paling tidak selama 3 bulan ).
2. Tidak mampu mencapai ereksi yang konsisten
3. Ereksi hanya sesaat ( dalam referensi tidak disebutkan lamanya )
2.6 Pemeriksaan diagnostik
1 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda hipogonadisme (termasuk testis kecil,
ginekomasti dan berkurangnya pertumbuhan rambut tubuh dan janggut) memerlukan
perhatian khusus. Pemeriksaan penis dan testis dikerjakan untuk mengetahui ada
tidaknya kelainan bawaaan atau induratio penis. Bila perlu dilakukan palpasi transrektal
dan USG transrektal. Tidak jarang ED disebabkan oleh penyakit prostat jinak ataupun
prostat ganas atau prostatitis.
Pemeriksaan rektum dengan jari (digital rectal examination), penilaian tonus
sfingter ani, dan bulbo cavernosus reflek (kontraksi muskulus bulbokavernous pada
perineum setelah penekanan glands penis) untuk menilai keutuhan dari sacral neural
outflow. Nadi perifer dipalpasi untuk melihat adanya tanda-tanda penyakit vaskuler. Dan
untuk melihat komplikasi penyakit diabetes ( termasuk tekanan darah, ankle bracial
2
Kel.4(Disfungsi Ereksi)-STFB
Page 9
4. Pengobatan untuk memulihkan fungsi seksual, yang terdiri dari pengobatan bedah dan
pengobatan non bedah (konseling seksual dan sex theraphy, obat-obatan, alat bantu seks,
serta pelatihan jasmani).
Pada kenyataannya tidak mudah untuk mendiagnosa masalah disfungsi seksual.
Diantara yang paling sering terjadi adalah pasien tidak dapat mengutarakan masalahnya
semua kepada dokter, serta perbedaan persepsi antara pasien dan dokter terhadap apa
yang diceritakan pasien. Banyak pasien dengan disfungsi seksual membutuhkan
konseling seksual dan terapi, tetapi hanya sedikit yang peduli. Oleh karena masalah
disfungsi seksual melibatkan kedua belah pihak yaitu pria dan wanita, dimana masalah
disfungsi seksual pada pria dapat menimbulkan disfungsi seksual ataupun stres pada
wanita, begitu juga sebaliknya, maka perlu dilakukan dual sex theraphy. Baik itu
dilakukan sendiri oleh seorang dokter ataupun dua orang dokter dengan wawancara
keluhan terpisah. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terapi atau penanganan
disfungsi seksual pada kenyataanya tidak mudah dilakukan, sehingga diperlukan
diagnosa yang holistik untuk mengetahui secara tepat etiologi dari disfungsi seksual yang
terjadi, sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat pula.
2.8 Penanganan dan pengobatan
Penanganan disfungsi ereksi tentu harus disesuaikan dengan penyebabnya.
Penangannan disfungsi ereksi melibatkan keikutsertaan pasangan suami-istri. Karena
gaya hidup sangat berperan, maka modifikasi gaya hidup sangat berperan dalam
penatalaksanaannya. Pria yang mengalami disfungsi ereksi harap mengurangi konsumsi
rokok, menghindari kegemukan, dan meningkatkan aktivitas fisik. Kadang diperlukan
terapi psikoseksual untuk mengatasi penyebab psikogenik seperti kecemasan dan depresi.
Kel.4(Disfungsi Ereksi)-STFB
Page 10
Berbagai jenis pengobatan yang tersedia untuk mengatasi masalah DE dapat dilihat
pada tabel 1. Terdapat banyak cara yang digunakan untuk terapi DE, salah satunya adalah
dengan obat oral yang mulai dipasarkan secara luas yaitu sildenafil. Obat ini hanya
bekerja bilamana terdapat stimulasi seksual dan diminum satu jam sebelum aktifitas
seksual dengan dosis antara 25 100mg. Sildenafil bekerja dengan menghambat
kompetitif enzim PDE 5 yang banyak terdapat pada korpus kavernosus penis, sehingga
menyebabkan relaksasi otot polos yang terdapat berlangsung lebih lama, dengan
demikian ereksi juga akan berlangsung lebih lama. Masih banyak kontradiksi mengenai
penggunaan sildenafil dalam penatalaksanaan DE, dengan angka keberhasilannya sekitar
60-70 %. Pada penderita diabetes angka keberhasilan hanya sekitar 50 %. Kontraindikasi
pemakaian sildenafil adalah pasien yang menggunakan preparat nitrat, adanya riwayat
stroke, infark miokard, hipotensi, penyakit degeneratif retina dan obat yang membuat
waktu paruh sildenafil menjadi lebih panjang.
Penanganan disfungsi ereksi dengan farmakologi dan bedah dibagi menjadi 3 lini terapi,
yaitu:
1
Kel.4(Disfungsi Ereksi)-STFB
Page 11
Terapi lini pertama yaitu memberi oral pada pasien. Untuk tahap ini, Badan Pengawasan
Obat-obatan dan Makanan telah mengizinkan tiga jenis obat yang beredar di Indonesia,
masing-masing dikenal dengan jenis obat
a. Sildenafil (viagra),
b. Tadalafil (Cialis) dan
c. Vardenafil (Levitra).
Ketiga jenis obat ini merupakan obat untuk menghambat enzim Phosphodiesterase-5
(PDE-5), suatu enzim yang terdapat di organ penis dan berfungsi untuk menyelesaikan
ereksi penis. Ketiga jenis obat ini memiliki kelebihan dan kekurangan :
a. Sildenafil merupakan preparat erektogenik golongan PDE-5 yang pertama kali
ditemukan. Mula kerja Sildenafil antara jam 1 jam. Sedangkan masa kerjanya
berkisar 5-10 jam. Dari segi profilnya, Sildenafil tidak begitu selektif dalam
menghambat PDE-5. karena, zat ini ternyata juga menghambat PDE-6, jenis enzim
yang letaknya di mata. Kondisi ini menyebabkan penglihatan mata menjadi biru
(blue vision). Obat ini juga tidak bisa diminum berbarengan dengan makanan karena
absorsi (penyerapannya) akan terganggu jika lambung dalam kondisi penuh.
b. Vandenafil, lebih selektif dalam menghambat PDE-5 mengingat dosisnya tergolong
kecil yaitu antara 10mg-20mg. Mula kerjanya lebih cepat, 10 menit 1jam, dengan
masa kerja 5-10 jam. Keunggulan Vandenafil adalah absorsinya tidak dipengaruhi
oleh makanan. Jadi jika Anda ingin melakukan hubungan intim dengan istri setelah
candle light dinner, boleh-boleh saja. Kelemahannya, akan terjadi vasodilatasi
(pelebaran pembuluh darah di hidung sehingga menyebabkan hidung tersumbat).
Biasanya minum pertama akan menyebabkan pening.
c. Tadalafil, masa kerjanya jauh lebih panjang yaitu 36 jam. Mula kerjanya sekitar 1
jam dan tidak dipengaruhi oleh makanan sehingga absorsinya tidak terganggu.
Kekurangannya, obat ini juga menghambat PDE-11 enzim yang letaknya di
pinggang sehingga jika mengkonsumsi ini, si pria akan mengalami rasa sakit di
pinggang.
Sedangkan farmakologi topikal dapat digunakan pada penderita yang tidak dapat
mengkonsumsi obat penghambat PDE 5. Obat topikal dioleskan pada kulit batang penis
dan glans penis. Beberapa agen yang biasa digunakan adalah solusio minoksidil,
nitrogliserin dan gel papaverin. Sementara penggunaan VCD bertujuan untuk
memperbesar penis secara pasif yang kemudian cincin pengikat pada pangkal penis akan
mempertahankan darah dalam penis. Namun penggunaan VCD ini dapat menimbulkan
2
efek samping berupa nyeri, sulit ejakulasi, perdarahan bawah kulit (petekie) dan baal.
Terapi lini kedua
Kel.4(Disfungsi Ereksi)-STFB
Page 12
Paad terapi lini keduan yang terdiri dari suntikan intravernosa dan pemberian alprostadil
melalui uretra. Terapi suntikan intrakarvenosa yang digunakan adalah penghambat
adrenoreseptor dan prostaglandin. Prinsip kerja obat ini adalah dapat menyebabkan
relakasasi otot polos pembuluh darah dan karvenosa yang dapat menyebabkan ereksi.
melakukan penyuntikan secara entrakavernosa dan pengobatan secara inraurethra yang
memasukkan gel ke dalam lubang kencing. Pasien dapat melakukan sendiri cara ini
3
Kel.4(Disfungsi Ereksi)-STFB
Page 13
affair.
Bakar Lemak Perut
Lebih dari 50% pria dengan diabetes mengalami gangguan ereksi. Menjaga berat
ideal dan menyingkirkan lemak jahat pada perut adalah cara terbaik menghindari
diabetes. Tapi jika sudah terlanjur tetap kontrol kadar gula darah Anda.
Hindari Benturan Benda Keras
Perkiraan para ahli, lebih dari tiga pria dengan gangguan fungsi ereksi mengalami
penile trauma. Jadi, berhati-hatilah saat melakukan aktivitas seksual dengan posisi
Kel.4(Disfungsi Ereksi)-STFB
Page 14
teori ereksi di pagi hari terjadi karena tubuh mengalirkan darah yang mengandung
banyak oksigen ke arah Mr Dick.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Disfungsi
Ereksi
adalah
salah
satu
penyakit
sexsual
pada
pria
yaitu,
ketidakmampuan untuk mencapai atau menjaga ereksi tetap pada waktu penentrasi.
3.2 Saran
Saran kami yaitu jagalah baik-baik alat reproduksi anda terutama pada pria, jangan
terlalu keseringan menggunakan obat-obatan dan hindarilah yang namanya gangguan
psikologis contohnya,stress,pusing dll.
Kel.4(Disfungsi Ereksi)-STFB
Page 15
DAFTAR PUSTAKA
Boolell M, Gepi-Attee S, Gingel JC, Allen MJ. Sildenafil : a novel effective oral therapy for
male erectile dysfucntion. Br J Urol 1996;78:257-61.
Feldman HA, Goldstein I, Hatzichrictou DG, Krane RJ, McKinley JB. Impotence and its
medical and psychosocial correlates : results of the Massachusetts male aging study. J Urol
1994;151:54-61.
Garbett R. New generation ED treatment in pipeline. Asian Medical News 2000;22:5.
Henwood J. Sildenafil for erectile dysfunction. Medical Progress 1999;26:37-9.
Kel.4(Disfungsi Ereksi)-STFB
Page 16
Shah PK, Schwartz I, Mc Carthy D, Saldana MJ, Villaran C, Alholel B. et al. Sildenafil in the
treatment of erectile dysfunction. N Engl J Med 1998;339:699-702.
Taher A, Karakata S, Adimoelya A, Pangkahila W, Kakiailatu F. Penatalaksanaan disfungsi
ereksi. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan;10 Juli 1999;Jakarta: Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia.
http://srirahayumanjja.blogspot.com/2013/04/makalah-impotensi_28.html
Kel.4(Disfungsi Ereksi)-STFB
Page 17