I.
Pendahuluan
Fenomena penyalahgunaan zat banyak berdampak pada penelitian otak
dan psikiatri klinis. Beberapa zat dapat mempengaruhi baik keadaan mental yang
dirasakan secara internal, seperti mood, maupun aktivitas yang dapat diamati
secara eksternal, seperti perilaku. Zat dapat menyebabkan gejala neuropsikiatri
yang tidak dapat dibedakan dengan gejala gangguan psikiatri umum tanpa kausa
yang diketahui (contohnya skizofrenia dan gangguan mood), dan oleh karena itu,
gangguan psikiatri primer dan gangguan yang melibatkan penggunaan zat
mungkin berkaitan. Bila gejala depresi yang tampak pada beberapa orang yang
tidak mengonsumsi zat yang dapat mengubah otak tidak dapat dibedakan dengan
gejala depresi pada orang yang pernah mengonsumsi zat yang dapat mengubah
otak, mungkin terdapat kesamaan berbasis otak antara perilaku mengonsumsi zat
dengan depresi. Adanya zat yang dapat mengubah otak merupakan petunjuk
mendasar untuk mengetahui cara otak berkerja baik pada keadaan normal maupun
abnormal.1
Zat psikoaktif, kini sering disebut dengan NAPZA, yaitu singkatan dari
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain. Sebutan yang mirip di masyarakat
adalah narkoba, yang merupakan akronim dari narkotika, psikotropika, dan
bahan-bahan (atau obat-obatan, zat adiktif lain) berbahaya.2
Who (world Health Organization) technical Report series, no. 516 sejak tahun
1973 telah menggolongkan zat-zat tersebut dengan istilah dependenceproducing drugs sebagai berikut:2
1. Alcohol-barbiturate type-e.g., ethanol, barbiturates, and certain others
drugs with sedative effects, such as chloral hydrate, chlordiazepoxide,
diazepam, meprobamate, and metaqualone.
2. Amphetamine type-e.g., amptehtamine, dexamphetamine, methamphetamine, methylphenidate, and phenmetrazine;
3. Canabis type-e.g., preparation of Cannabis sativa L, such as marihuana
(bhang, dagga, kif, maconha), ganja, and hashish (charas);
4. Cocaine type-e.g., cocaine and coca leaves;
1
II.
Epidemiologi
Dewasa ini diperkirakan di Indonesia terdapat lebih dari 3,5 juta pengguna
zat psikoaktif (Badan Narkotika Nasional, 2006). Dalam jumlah tersebut, hanya
kurang dari 10 ribu orang yang tersentuh layanan terapi: 1000 orang dalam
terapi substitusi metadon, 500 orang terapi substitusi buprenorfin, kurang dari
1000 orang dalam rehabilitasi (pesantren, theraupetic communities, kelompok
bantu diri/self-help group), 2000 orang dalam layanan medis lain dan sekitar 4000
orang menjadi penghuni lembaga pemasyarakatan dan tahanan polisi. Sedangkan
hasil penelitian BNN bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas
Indonesia (puslitkes-UI) pada tahun 2008 menunjukkan angka prevalensi pecandu
narkoba di Indonesia sebesar 1,9% atau sekitar 3,1-3,5 juta jiwa. Di tahun 2011
angka prevalensi itu naik menjadi 2,2% atau sekitar 3,7-4,7 juta orang.2,3
III.
Defenisi
Adiksi berasal dari bahasa Inggris addiction yang berarti ketagihan atau
kecanduan (Echols & Shadily, 1975). Istilah adiksi banyak dicantumkan sebagai
salah satu diagnosis. Adiksi membuat seseorang, baik secara fisik maupun
psikologis
mengurangi
kapasitasnya
sebagai
manusia
untuk
berfungsi
yang
tampak
pada
individu
yang
selalu
membayangkan,
kenikmatan
dari
pengonsumsian
narkoba
demikian,
ketergantungan
psikologis
ditandai
dengan
kriteria
diagnostik
tertentu.
Menurut
PPDGJ-III,
Gangguan
dengan
berlanjutnya
rekuren
yang
dialami
mungkin
disebabkan
atau
mengalami
penyalahgunaan
NAPZA,
belum
tentu
menderita
ketergantungan.2
IV.
sampai
usia
dewasa
cukup
bebas dan
berkesempatan
negatif.
Keadaan Putus Alkohol: halusinasi, ilusi (bad dream), kejang,
Delirium Tremens, gemetar, keluhan gastrointestinal, muka merah,
2. Opioid
Merupakan salah satu golongan NAPZA yang sangat kuat potensi
ketergantungannya, sehingga disebut dengan julukan horror drug.
Termasuk golongan opioid adalah: morfin, petidin, heroin, metadon,
kodein. Golongan opioid yang paling sering disalahgunakan adalah:
heroin. Heroin di Indonesia disebut: putaw (atau pete, hero atau
petewe). Heroin merupakan opioid semisintetik yang yang berasal dari
morfin. Bentuk heroin: kristal putih yang larut dalam air. Bila heroin
berwarna berarti berasal dari kontaminannya.
Di Indonesia, sekurangnya terdapat 300-500 ribu orang dengan
adiksi heroin (di AS, sekurangnya 810.000 orang menjadi adiksi heroin ).
Studi menunjukkan bahwa jumlah pengguna lama agak menurun selama
masyarakat
Traffic accidents
Perilaku kriminal sampai tindak kekerasan
Gangguan perilaku sampai antisosial (mencuri, mengancam,
3. Ganja
Daun ganja (juga kembangnya) berasal dari tanaman perdu
Cannabis sativa. Bahan aktifnya berasal dari tanaman ganja yang bersifat
adiktif, disebut delta tetra hidrokannabinol (THK) yang hanya larut dalam
lemak. Karena tidak dapat larut dalam air, THK tinggal lama didalam
lemak jaringan (termasuk jaringan lemak otak, sehingga menyebabkan
brain damage). Gambaran klinis disebakan ganja tergolongan kombinasi
antara CNS-depresant, stimulansia dan halusinogenik. Di Indonesia, ganja
disebut dengan cimek, gelek, maribuana, hashish. Bentuk umumnya:
serpihan daun atau kembang ganja yang diperjual belikan-belikan bentuk
lintingan, gram-graman, kilo-kiloan hingga berton-ton. Dikenal juga
bentuk lain yaitu : budha stick dan minyak ganja.
4. Kokain
Kokain adalah sejenis stimulansia yang di Indonesia saat ini belum
begitu populer. Namun bertambahnya sitaan kokain secara ilegal dan
meningkatnya kasus-kasus penggunaan kokain akhir-akhir ini, bukan tidak
mungkin epidemi akan merajai pasaran peredaran NAPZA dalam masamasa mendatang.
Kokain dihasilkan dari daun tumbuhan yang disebut Erythroxylon
coca. Tanaman tersebut tumbuh subur di sebelah timur pegunungan Andes
di Amerika Selatan.
Bentuk kokain yang diperjualbelikan di Indonesia dalam bentuk
bubuk putih. Harga 1 gram sekitar sejuta dua ratus ribu rupiah (lebih
mahal dari heroin).
Umumnya pengguna kokain memulai kebiasaannya dengan cara
snorting dan berakhir dengan menyuntik intravenous atau dengan cara
merokok.
Akibat penyalahgunaan kokain adalah:
1. Problem fisik:
Dengan penggunaan snorting dapat terjadi komplikasi: pilek
terus menerus, sinusitis, epistaksis, luka-luka pada rongga
10
Inhalasi
melalui
merokok
dapat
menyebabkan
radang
diinginkan.
Gejala fisik putus zat kurang dikenal. Namun secara mental
sangat merugikan, berupa: agitasi, depresi, fatigue, high
craving, cemas, marah meledak-ledak, gangguan tidur, mimpi
aneh, makan berlebihan, mudah tersinggung, mual, otot-otot
11
suntikan
amfetamin
2. Problem psikiatri
Perilaku agresif
Confusional state, psikosis paranoid sampai skizofrenia
Kondisi putus zat menyebabkan: lethargy, fatigue, exausted,
serangan panik, gangguan tidur.
Depresi berat sampai suicide
Halusinasi (terutama ecstacy dan shabu)
3. Problem sosial
Tindak kekerasan (berkelahi)
Kecelakaan lalu lintas
Aktivitas kriminal
4. Sebab kematian
Suicide
Serangan jantung
Tindak kekerasan, kecelakaan lalu lintas
Dehidrasi, sindrom keracunan air
6. Benzodiazepin
Derivat benzodiazepin dikenal dalam bentuk tablet dan suntikan.
Dalam bentuk suntikan umumnya menggunakan injeksi diazepam.
12
Sedang
dalam
bentuk
tablet
cukup
bervariasi:
nitrazepam,
V.
masyarakat
Prombem marital
Tinggal kelas, dikeluarkan dari sekolah karena tingkah laku
13
mencari hiburan
Ingin diterima sebagai anggota suatu kelompok karena menganggap
bahwakelompok yang ingin dimasukinya mempunyai tren yang patut
diikuti
Ingin coba-coba atau ingin mencari pengalaman baru
Merasa dijauhkan atau diasingkan atau tidak dicintai atau merasa
tidak dihargai.
Pribadi yang lemah atau mudah goyah akan mudah terjerumus dalam
lingkaran peredaran narkoba, karena itu pengenalan dan pengetahuan
tentang bahaya narkoba akan menjadi sangat penting untuk menjauhkan
seseorang dari penyalahgunaan narkoba.
2. Faktor Lingkungan
Dari sudut pandang lingkungan, seseorang dapat terjerumus dalam
pemakaian dan pengedaran narkoba karena keadaan sebagai berikut:
-
keluarga
Keluarga yang kurang pengawasannya terhadap sesama anggota keluarga
Lingkungan sosial yang tidak harmonis dan tidak terikat dengan berbagai
norma seperti norma hukum, agama, susila, dan lain-lain
14
kemasannya.
Modus operansu para pelaku tindak pidana narkoba semakin jeli dan
VI.
16
17
kelompok, atau keluarga bisa jadi efektif. Edukasi tentang penyalahgunaan zat
serta dukungan terhadap upaya pasien adalah faktor eksternal dalam penanganan.1
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA, Gangguan Terkait Zat edited by Muttaqin H,
Sihombing Retna NE. in Kaplan&Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis, 2 nd
ed. ECG: Jakarta. 2012, p. 86-146
2. Husain AB, Gangguan Penggunaan Zat. in Buku Ajar Psikiatrik edited by
Elvira SD, Hadisukanto G. Badan Penerbit FKUI: Jakarta. 2010, p. 138-69
3. Humas bnn. Rehabilitasi Adiksi Berbasis Masyarakat Dalam Rangka
Dukungan
Penguatan
Masyarakat[online]
2013.
Lembaha
Cited.
2013
Rehabilitasi
Augs.26.
Komponen
Available
from
URL:www.bnn.go.id/
4. Dariyo A, Penyalagunaan narkoba. in Psikologi Perkembangan Dewasa
Muda. Gramedia widiasarana Indonesia: Jakarta. 2004, p. 23-34.
5. Maslim R, ed. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat. in
PPDGJ-III. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK-Unika Atmajawa: Jakarta.
2001, p. 36-43
6. Darman F ,ed. Sekilas tentang Narkoba. in Mengenal Jenis dan Efek
Buruk Narkoba. Visimedia: Jakarta. 2006, p. 13-24
19