Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

Kejang Demam Kompleks

Pembimbing: dr. Roito Elmina G.H, Sp.A


Oleh:
Yudianto Eko Prayogi Tanod (2010730117)

KEPANITERAAN KLINIK STASE PEDIATRI RSIJ PONDOK KOPI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2014

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat yang sangat luas kepada kita
semua. Atas pertolongan dan kekuasaan-Nya yang begitu sempurna, penulis dapat
menyelesaikan tugas kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak ini. Shalawat serta salam juga
penulis haturkan ke junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat
manusia dari zaman Jahilliyah menuju zaman yang penuh cahaya bagi umat yang bertaqwa
kepada-Nya.
Penulis menyadari ketidaksempurnaan tugas laporan kasus ini. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan saran, kritik, dan koreksi untuk perbaikan penyajian laporan
kasus ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi khalayak.
Jakarta, November 2014
Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................................
I. LAPORAN KASUS.....................................................................................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................................
2.1 Kejang Demam

14

2.1.1 Definisi 14
2.1.2 Klasifikasi

14

2.1.3. Etiologi 15
2.1.4. Faktor Risiko

15

2.1.5. Patofisiologi

16

2.1.6. Manifestasi Klinis

21

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang


2.1.8. Diagnosa Banding
2.1.9. Komplikasi

21

22

22

2.1.10 Penatalaksanaan

23

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................

1. LAPORAN KASUS STATUS BANGSAL


I. IDENTITAS
Nama

: An. Ak

Jenis Kelamin

: Perempuan

Tempat/tanggal lahi

: Jakarta, 11 April 2013

Umur

: 1 tahun, 7 bulan

Nama ayah

: Tn. H

Umur

: 31 tahun

Pekerjaan ayah

: Karyawan

Pendidikan

: SMA

Nama ibu

: Ny. N

Umur

: 37 tahun

Pekerjaan ibu

: IRT

Pendidikan

: SMA

Alamat

: Penggilingsn, Jakarta Timur

Masuk RS/Pukul

: Jumat, 14 November 2014 / 00.30 WIB

II. ANAMNESA (Alloanamnesa dengan ibu pasien pada Rabu, 14 November 2014-09.05
WIB)
Keluhan Utama
Kejang 3x sejak 1 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS)
Riwayat Penyakit Sekarang
Satu hari SMRS pasien demam disertai batuk dan pilek. Demam tinggi terus-menerus, dan
kejang muncul berulang sampai 3x, awalnya kaki dan tangan kaku kemudian klojotan
disertai bibir pucat dan mata mendelik ke atas. Kejang terjadi 5 menit kemudian berhenti
sendiri. Setelah kejang pasien menangis dan sadar dirumah. Saat kejang anak hanya
didiamkan. Keluhan kejang ini di dahului oleh demam, saat diukur dirumah suhu pasien
38,7C. Demam terus-menerus sejak 1 hari, keluhan ini disertai batuk berdahak sulit
dikeluarkan, batuk sejak 1 hari. Terdapat pilek, tampak lemas dan lesuh, sesak napas
disangkal, mencret disangkal, BAK dan BAB normal. Pasien diberi Paracetamol syrup
sementara. Nafsu makan menurun disangkal. Di keluarga pasien ada yang menderita kejang
demam.

Riwayat Penyakit Dahulu+ Riwayat Pengobatan dan Alergi

Usia 13 bulan pernah kejang disertai demam selama 5 menit yang terjadi berulang (2x),

berhenti tanpa pengobatan, dan setelah kejang anak sadar.


Usia 15 bulan, anak kejang disertai demam selama 5 menit kejang berhenti.
Pasien muncul kemerahan pada lengan dan kaki pasien telah mengonsumsi susu
lactogen pada usia 6 bulan. Kemudian ibu pasien menggantikannya dengan susu
formula bebelac.

Riwayat Penyakit pada Keluarga

Kakak pasien ada riwayat kejang demam, tetapi kakak pasien sudah meninggal di
karenakan sakit kejang demam pada usia 1tahun.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Ibu rutin memeriksakan kehamilannya ke dokter (8 kali) dengan keluhan hipertensi.
Persalinan secara Caesar di Rumah Sakit dengan indikasi ibu pasien mengalami hipertensi.
Bayi cukup bulan, langsung menangis dan tidak terdapat cacat bawaan dengan berat lahir
3100g, panjang badan 48 cm.

Riwayat Tumbuh Kembang


5

Kesan: Riwayat tumbuh kembang terhambat. Pada Saat usia 1,7 tahun pasien hanya
bisa duduk tanpa berpengan tangan dan sudah bisa mengangkat kepala ketika tengkurap
atau aktivitas lainnya, dan pasien tidak bisa berdiri tanpa berpegangan. Pada pasien
tentang bicara hanya bisa memanggil mamama dan papapapa, hanya bisa dua kata.
Motorik halus pada pasien ini memegang dengan ibu jari dan tangan, mencorat-coret
dan meraih mainan. Untuk personal sosial pada pasien dag-dag dengan tangan,
tersenyum spontan, meraih mainan nya, bertepuk tangan dan bermain dengan orang.

Riwayat Makanan
ASI eksklusif diberikan hingga usia 1 bulan. Setelah itu anak mendapat susu formula
lactogen sampai usia 6 bulan, tetapi karena ada alergi yang menimbulkan kemerahan pada
lengan dan kaki pasien, maka ibu pasien menggantinya dengan susu formula bebelac.
makanan tambahan berupa 1 mangkuk kecil bubur beras merah 1x sehari ditambahn susu
formula 4-5 botol.
Kesan: kualitas kurang baik, kuantitas tidak seimbang.
Riwayat Imunisasi
Jenis Imunisasi
BCG
DPT
Polio
Hepatitis B
Campak
Kesan: Imunisasi tidak lengkap

Jumlah
1x
2x
4x
3x
1x

Usia
0 bln dengan skar 4 mm
2 bln/ 4 bln/
0bln/ 2 bln/ 4 bln/ 6 bln
0bln/ 1bln/ 6bln
9bln

Anamnesis Sistem:
SSP

: saat kejang kaki dan tangan kaku kemudian klojotan yang


berlangsung selama 5 menit kemudian berhenti sendiri. Setelah
kejang, os sadar dan menangis

Mata

: mata merah (-), mata berair (-), nyeri pada mata (-)

THT

: gangguan pendengaran (-), riwayat keluar cairan dari telinga (-)

Kardiovaskular

: berdebar-debar (-)

Respirasi

: batuk berdahak (sering), pilek (+).

Gastrointestinal

: BAB normal

Urogenital

: nyeri saat BAK(-), kencing sedikit-sedikit (-)

Endokrin

: pembesaran kelenjar di leher (-), kelainan genital disangkal

Muskuloskeletal

:gangguan gerak (-), nyeri tekan (-)


7

III. PEMERIKSAAN FISIK (Dilakukan pada Rabu, 16 Juli 2014-20.55 WIB)


Kesan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran

: Composmentis

Tanda vital
1. Suhu

: 380 C (aksila)

2. Nadi

: 110 kali/menit, teratur, teraba kuat, isi cukup

3. Nafas

: 35 kali/menit, teratur, torako-abdominal

4. Tekanan darah: 95/65 mmHg

Status Gizi
1. Tinggi badan : 79 cm
2. Berat badan : 10 kg
3. Lingkar kepala: 42,5 cm (Mikrocephal)
4. Lingkar lengan atas: 11.0 cm (Normal- Frisancho)
BB/U = 10/11,4 kg x 100%
= 87,7 % (Gizi Baik- WHO 2006)
TB/U = 79/81 cm x 100%
= 97,5 % (Normal- WHO 2006)
BB/TB = 10/11 kg x 100%
= 91 % (Gizi Baik- WHO 2006)
Kesimpulan status gizi : Gizi Baik berdasarkan data antropometrik.
Pemeriksaan Khusus
Kulit

: petekie (-), purpura (-).

Kepala dan leher


1. Bentuk

: Mikrocephal

2. UUB

: sudah menutup

3. Rambut

: Hitam, tidak mudah dicabut, distribusi rata

4. Mata

: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor.


8

5. Hidung

: sekret -/-, epistaksis -/-.

6. Mulut

: Mukosa bibir sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil bengkak (-)

7. Gigi

: Tidak karies gigi. Tidak ginggivitis

8. Faring

: Hiperemis (-). Tidak edema

9. Telinga

: Normotia. Tidak tampak sekret. Tidak nyeri tekan

10. Leher

: Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak membesar

Dada
1. Inspeksi

: Bentuk dada simetris, retraksi (-)

2. Palpasi

: Tidak ada fraktur costae. Tidak nyeri tekan.

3. Auskultasi : Jantung: Bising jantung 1, 2 murni. Gallop (-), Murmur (-)


Paru : vesikular di seluruh lapang paru, rongki(-), wheezing (-)
Abdomen
1. Inspeksi

: datar, tidak tampak venektasi

2. Auskultasi : Peristaltik usus baik, terdengar 10x/menit.


3. Perkusi

: Timpani seluruh lapang abdomen

4. Palpasi

: Nyeri tekan (-) seluruh lapang abdomen. Nyeri lepas (-). Hepar dan

lien tidak membesar


Ekstremitas
1. Akral

: hangat

2. Otot

: Tidak atrofi. Tidak hipertrofi

3. Tulang

: Tidak fraktur. Tidak kifosis. Tidak lordosis, skoliosis (+)

4. Sendi

: Tidak edema, tidak ada gangguan pergerakan sendi.

Tungkai kanan Tungkai kiri Lengan kanan


Lengan kiri
Gerakan
Aktif
Aktif
Aktif
Aktif
Tonus
Kuat(skor 5)
Kuat(skor 5)
Kuat(skor 5)
Kuat(skor 5)
Trofi
_
_
_
_
Klonus
_
_
_
_
Refleks fisiologis
+
+
+
+
Refleks patologis
_
_
_
_
Meningeal sign
_
_
_
_
Sensibilitas
+
+
+
+
Meningeal Sign: Kaku kuduk (-), Brudzinki I (-), Brudzinki II (-), Kernig Sign (-), Lasegue
sign (-)
Genitalia

: Perempuan, kelainan genital (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG:


-

Pemeriksaan darah rutin:


Hemoglobin : 9,4 mg/dl (N)
Leukosit
: 11700/ul (H)
Hematokrit : 29% (L)
Trombosit
: 557.000/ul (N)

V. RESUME
Anak perempuan 1 tahun 7 bulan kejang 3x sejak 1 hari SMRS. Kejang (+) 5 menit
tonik-klonik, berhenti sendiri, setelah kejang sadar (+). batuk berdahak (+) sejak 1 hari
SMRS. Pilek (+) sejak 1 hari SMRS. Tampak lemah dan lesuh.
Dari pemeriksaan fisik: kesadaran komposmentis, suhu 38OC (aksila), HR= 110x/menit,
RR= 35x/ menit, meningeal sign (-).
Dari pemeriksaan lab: haemoglobin 9,4mg/dl, Trombosit 557.000/uL dan hematokrit
29%.
Tumbuh kembang terhambat (berdasarkan Danver Development screening test),
imunisasi dasar kurang lengkap.
IV. DIAGNOSIS KERJA
Kejang demam kompleks
Anemia suspect defisiensi zat besi
Global Delayed Development
Imunisasi tidak lengkap
V. RENCANA PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan darah rutin :Hemoglobin, hematokrit, trombosit, leukosit (H2TL).
2. Pemeriksaan elektrolit
3. Pemeriksaan hapusan darah perifer (anemia mikrositik: MCH dan MCV)

Slide darah pada Anemia makrositik didapatkan peningkatan MCV menyebabkan


Metabolisme abnormal asam nukleat pada prekursor sel darah merah (defisiensi folat
atau cobalamin, obat-obat yang mengganggu sintesa asam nukleat: zidovudine,
hidroksiurea).
Slide darah pada Anemia mikrositik didapatkan MCV kurang 80 fL dan penurunan
haemoglobin dalam eritrosit. Dengan penurunan MCH (mean concentration
hemoglobin) dan MCV, akan didapatkan gambaran mikrositik hipokrom pada apusan
darah tepi. Penyebab anemia mikrositik hipokrom: Berkurangnya Fe: anemia
defisiensi Fe, anemia penyakit kronis/anemia inl amasi, defisiensi tembaga.

10

Slide darah pada anemia normositik didapatkan MCV normal antara 80-100 fL.
Keadaan ini menyebabkan Anemia pada penyakit ginjal kronik. Sindrom anemia
kardiorenal : anemia, gagal jantung, dan penyakit ginjal kronik.

VI. TERAPI
1. Cefatoxime 500mg 3x sehari selama 5 hari
2. Paracetamol syrup 10-15 mg/kgBB/x = 100-150 mg/x
3. Diazepam oral 0,3 mg/kgB setiap 8 jam (= 4,5 mg)

atau diazepam rectal 0.5

mg/kgBB setiap 8 jam (= 7.5 mg diberikan jika suhu >38.5C


4. Infus RL dimana kebutuhan cairan = 1000 cc+ (10%x1000)= 1100 cc
Makrodrip= 1100cc x 20 tetes = 15 tetes/ menit
24x 60
5.

Imunisasi tidak lengkap, tetap dilanjutkan dengan diberikan vaksin DTwP atau DTaP
atau kombinasi dengan vaksin lain. Vaksin yang seharusnya dapat sesuai umur pasien
yaitu DPT, Polio, Hib, Influenza, MMR, dan Varizela.

6. Tatalaksana maintenance kejang demam dapat diberikan untuk kejang demam


kompleks dengan Asam Valproat 15-40 mg/KgBB/hari Apabila kejang lama > 15
menit, kejang fokal, ditemukan kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang.
7. Terapi Non-medikamentosa:
- Banyak minum air putih
- Berikan gizi seimbang (menu makan bervariasi)
8. Kebutuhan kalori usia 1 th-7bln= 100 kkal, BBI= 11kg
= 100x 11= 1100 kkal/hari makanan biasa
Karbohidrat= 60% x 1100= 660 kkal/hari= 165 g/hari
Protein = 25%x 1100= 275 kkal/hari= 69 g/hari
Lemak= 15%x 1100= 171 kkal/hari= 18 g/hari
R/ Paracetamol syrup 120mg/5ml No. I
3 dd 1 cth pc prn febris
R/ Diazepam syrup 5mg/5ml No.I
3 dd I cth prn demam >38.50C
R/ Ringer Lactat 500 ml No. I
immEDUKASI
VII. KOMUNIKASI DAN
- Menjaga higiene personal dan lingkungan
11

- Menjelaskan kepada orang tua bahwa kejang demam dapat terjadi berulang hingga usia
6 tahun sehingga ibu harus sedia termometer, obat penurun panas, dan obat anti kejang
di rumah serta dibawa jika bepergian.
- Jika kejang terjadi di rumah:
Pakaian ketat dibuka
Posisi kepala dimiringkan untuk mencegah cairan masuk ke jalan napas
Menjaga jalan napas agar oksigenasi cukup
Jangan menahan kejang dengan paksaan.
VII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam

: bonam

Quo ad Fungtionam

: dubia at malam

Quo ad Sanactionam

: bonam

CATATAN PERKEMBANGAN PENYAKIT


15 November 2014 (09:30 WIB)
S : Kejang (-), batuk berdahak (+), demam (+), pilek (+), tidak mau makan, minum susu 4
botol 200 ml, muntah (-).
O: Kesadaran= composmentis, KU= sakit sedang, Suhu= 38,40C (aksila), RR= 26x/menit,
HR= 98x/menit. Auskultasi vesikular di seluruh lapang paru. Air mata (+), mukosa
mulut kering (-), konjungtiva anemis(-), turgor kulit kembali cepat, akral hangat, RCT
< 2 detik.
A: 1. Riwayat kejang demam kompleks
2. Ispa
P : - Kotrimoksazol 240 mg 2x1
- Makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering (6x sehari), rendah serat. Berikan
buah-buahan terutama pisang. Hindari makanan merangsang (pedas, asam, terlalu
banyak lemak)
- Observasi tanda-tanda kejang
16 November 2014 (15:00 WIB)
S : Kejang (-), batuk berdahak (+), pilek (+), tidak mau makan, minum susu 7 botol 200
ml, muntah (-).
O: Kesadaran= composmentis, KU= sakit sedang, Suhu= 37,60C (aksila), RR=28x/menit,
HR= 97x/menit. Auskultasi vesikular di seluruh lapang paru. Air mata (+), mukosa
mulut kering(-), konjungtiva anemis(-), turgor kulit kembali cepat, akral hangat, RCT
< 2 detik.
A: 1. Riwayat kejamg demam kompleks
12

2. Ispa
P : - Kotrimoksazol 240 mg 2x1
- Pertimbangkan citarasa, bentuk dan rupa, waktu serta cara penyajian makanan anak.
Berikan makanan kesukaan anak.
- Observasi tanda-tanda kejang
17 November 2014 (09:40 WIB)
S : Kejang (-), demam (+), batuk berdahak (+), pilek (+). Pagi ini mau makan 3 sdm
bubur yang disediakan RS, minum susu banyak (tidak dihitung jumlah botol), BAK 5
jam yang lalu, muntah (-)
O: Kesadaran= composmentis, KU= sakit sedang, Suhu= 37,90C (aksila), RR=32x/menit,
HR= 110x/menit. Faring hiperemis (+), auskultasi vesikular di seluruh lapang paru.
turgor kulit kembali cepat, akral hangat, RCT < 2 detik, lemas (+).
A: 1. Riwayat kejang demam kompleks
2. Ispa
P : - Kotrimoksazol 240 mg 2x1
- Paracetamol 100-150 mg
- Observsi demam, jika suhu >38.50C berikan diazepam syrup oral 4,5 mg
18 November 2014 (08:30 WIB)
S : Kejang (-), demam (-), batuk kering (-). Belum BAB. Mau makan porsi yang
disediakan RS, minum susu banyak (tidak dihitung jumlah botol), BAK 30 menit yang
lalu, muntah (-).
O: Kesadaran= composmentis, KU= sakit sedang, Suhu= 36,50C (aksila), RR=29x/menit,
HR= 110x/menit. Auskultasi vesikular di seluruh lapang paru. Air mata (+), mata
cekung (-), mukosa mulut kering(-), konjungtiva anemis(-), turgor kulit kembali cepat,
akral hangat, RCT < 2 detik, lemas (-).
A: 1. Riwayat kejang demam kompleks
2. Ispa ( Perbaikan )
P : - Kotrimoksazol 2x1
- Pertimbangkan citarasa, bentuk dan rupa, waktu serta cara penyajian makanan
anak. Berikan makanan kesukaan anak.

13

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kejang Demam
2.1.1 Definisi (1)
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk kejang demam.
Bila anak yang berusia kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, epilepsy yang kebetulan
terjadi bersama demam.
2.1.2 Klasifikasi (1)
1. Kejang demam sederhana ( Simple Febrile Seizure )
2. Kejang demam kompleks ( Complex Febrile Seizure )
* Kejang Demam Sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umum tonik dan atau
klonik, umumnya akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu
kurang dari 24 jam.
* Kejang Demam Kompleks
14

Kejang demam dengan ciri ( salah satu dibawah ini ) :


1. Kejang lamanya > 15 menit
2. Kejang fokal atau parsial; satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3. Berulang lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam
Insiden
Kejang demam terjadi pada anak berusia 6 bulan sampai 5 tahun. Usia puncak
terjadinya kejang demam adalah antara 14 sampai 18 bulan. Dapat terjadi pada semua ras,
anak laki laki insiden terjadinya kejang demam lebih tinggi dari anak perempuan. Dan
insiden terjadinya kejang demam adalah 2 %. (2)
Etiologi dan pathogenesis tidak diketahui dengan pasti tetapi faktor genetik
berpengaruh dalam meningkatkan terjadinya kejang demam. Insiden terjadinya kejang
demam pada anak yang orang tuanya pernah mengalami kejang demam adalah 8 22 % dan
jika saudaranya mengalami kejang demam insidennya adalah 9 17 %.

(2)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kromosom 19p dan 8q13 21 telah
dipetakan sebagai kromosom yang berhubungan dengan terjadinya kejang demam. Di negara
Amerika, antara 2 % - 5 % anak anak menderita kejang demam pada usia 5 tahun. Satu
pertiga dari pasien ini akan mengalami rekurensi. Di Eropa barat diperoleh data statistik yang
serupa dengan di Amerika, sedangkan insiden di negara lain cukup bervariasi, yaitu India 5
10 %, Jepang 8,8 %, Guam 14 %, Hong Kong 0,35 %, dan Cina 0,5 1,5 %. (3)
2.1.3 Etiologi
Hingga saat ini masih belum diketahui dengan pasti penyebab terjadinya kejang
demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, radang telinga tengah,
infeksi saluran cerna dan saluran kemih. (3)
2.1.4. Faktor Resiko
Faktor resiko yang dapat menyebabkan kejang demam adalah (3)
1. Riwayat keluarga, dalam keluarga ada yang menderita kejang demam
2. Suhu tubuh yang tinggi
3. Terjadi hambatan dalam perkembangan anak
4. Anak pernah mengalami kejang demam pada usia > 28 hari ( kejang yang
membutuhkan perawatan perinatal ) Dengan adanya minimal 2 faktor resiko diatas
dapat meningkatkan probabilitas terjadinya kejang demam. Probabilitas kejang
15

demam yang akan terjadi pertama kali adalah 30 % Ibu yang mengkonsumsi alkohol
dan merokok saat masa kehamilan akan memiliki resiko 2 kali lebih tinggi dari yang
tidak
Satu pertiga dari jumlah anak anak yang pernah memiilki riwayat kejang demam akan
dapat menderita kejang demam berulang. Yang masih menjadi dilema adalah karena tidak ada
data yang mendukung teori bahwa peningkatan suhu dapat menyebabkan kejang demam. (3)
Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko yang dapat
menyebabkan kejang demam berulang adalah (1)
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 15 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang 80%, sedangkan bila tidak terdapat
faktor tersebut hanya 10 - 15 % kemungkinan berulang. Kemungkinan berulang paling besar
adalah tahun pertama. (1)
Berdasarkan penelitian terhadap 55 pasien, 29 pasien anak laki laki (53 %) dan 26
pasien anak perempuan (47 %), diperoleh bahwa 8 pasien mengalami kejang berulang
kembali sebanyak satu kali. Suhu yang terukur antara 38 38,5 C (7 dari 25 pasien, 28%),
riwayat epilepsi dalam keluarga (2 dari 2 pasien, 100%) berhubungan dengan rekurensi
terjadinya kejang demam kompleks. (3)
2.1.5 Patofisiologi (3)
Sel dikelilingi oleh suatu membran sel yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat
dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui ion Natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi
dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat
pada permukaan sel.

16

Gambar 1. (1). Pada fase istirahat, Ion Na+ ada di ekstra sel dan Ion K+ ada di intra sel.
Membran sel bagian dalam bersifat lebih negatif daripada ekstra sel, (2). Pada fase
depolarisasi, pintu ion chanel jadi terbuka, Ion Na+ masuk ke intra sel, tapi membran sel
bagian dalam masih tetap negatif. (3). Karena Ion Na+ masuk terus menerus membran sel
bagian dalam menjadi lebih positif, dan potensial membran sudah melewati ambang maka
terjadilah potensial aksi. (4). Setelah potensial aksi mencapai ambang batas, maka Ion Na+
keluar ke ekstra sel potensial membran kembali ke posisi semula. (5). Setelah itu terjadilah
hiperpolarisasi, dimana Ion K+ ikut keluar ke ekstra sel, setelah itu kemnbali ke posisi
istirahat.
Melalui gambar 1, dapat dijelaskan bahwa kejang dapat terjadi jika pompa Ion
Natrium Kalium terus terjadi dan melampaui ambang batas atas potensial aksi.

17

Gambar 2. Neurotransmitter. Neurotransmitter neurotransmitter yang dilepaskan ini dapat


merubah polarisasi membran sel postsinaptik. Diantara neurotransmitter neurotransmitter
tersebut ada yang mempermudah pelepasan muatan listrik dengan menurunkan potensial aksi.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Jadi pada kenaikan suhu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi
difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran sel tadi, dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik demikian besarnya sehingga dapat
meluas keseluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda.

18

Neurotransmitter
dalam jumlah besar

Sel tetangga

K+

Na+

KEJANG

Postsinaps

Gambar 3. Post sinaps : terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran sel
tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik demikian besarnya
sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.

Gambar 4. Mekanisme terjadinya kejang demam

19

Kejang demam terjadi pada anak berusia muda, saat ambang batas terjadinya kejang
masih rendah. Saat ini pula anak anak mudah sekali mengalami infeksi seperti infeksi
saluran pernapasan atas, otitis media, sindroma virus, dan menyebabkan respon berupa
peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Pada penelitian dengan menggunakan binatang
percobaan ditemukan bahwa pirogen endogen, salah satunya yaitu interleukin 1 dapat
meningkatkan aktivitas neuron, dan dapat menghubungkan antara demam dengan terjadinya
kejang. Penelitian sebelumnya yang juga mendukung adalah bahwa cytokin yang teraktivasi
dapat menyebabkan terjadinya kejang demam.
2.1.6 Manifestasi Klinik (4)
Kejang demam sederhana berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh secara cepat
mencapai 39 C. Kejangnya bersifat umum, tonik klonik dan berlangsung sekitar 10 menit,
kemudian diikuti periode postictal berupa perubahan kesadaran.
Didiagnosa sebagai kejang demam kompleks jika lamanya kejang lebih dari 15 menit,
kejangnya berulang di hari yang sama, atau timbulnya aktivitas kejang fokal.
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Anak yang menderita kejang demam sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan rutin berupa elektrolit serum, glucosa darah, calsium, foto retgen tulang, dan
pencitraan otak dapat membantu menegakkan diagnosis. Peningkatan leukosit sampai diatas
20.000/L dapat berhubungan dengan terjadinya bacteriemia. Pemeriksaan darah lengkap dan
kultur darah adalah pemeriksaan yang tepat untuk membantu diagnosa. Diagnosis meningitis
harus disingkirkan, karena pasien dengan meningitis purulenta (meningitis bacterial) juga
dapat ditemukan demam dan kejang. Tanda dari meningitis adalah fontanel yang menonjol,
kaku kuduk, stupor, dan iritabilitas. Tanda dari meningitis ini selalu dapat tidak ditemukan,
terutama pada anak yang berusia kurang dari 18 bulan. (1)
Pemeriksaan EEG (Elektroencephalografy) yang dilakukan diantara dua serangan
kejang tidak ditemukan kelainan, terutama jika diperiksa pada hari ke 8 ke 10 setelah
kejang. (1)
Setelah demam reda dan kejangnya teratasi, perlu dipertimbangkan apakah dilakukan
lumbal pungsi atau tidak untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis purulenta.
Semakin muda usia pasien semakin penting lumbal pungsi, karena tidak banyak yang dapat
ditemukan pada pemeriksaan fisik untuk mendiagnosa meningitis. Lumbal pungsi sebaiknya
dilakukan pada anak yang berusia lebih muda dari 2 tahun, masa penyembuhannya lama, dan
20

tidak ditemukannya penyebab kejang demamnya.

(1)

Resiko terjadinya meningitis purulenta

adalah 0.6 6,7%. (2)


Lumbal pungsi sangat dianjurkan untuk dilakukan pada pasien yang berusia kurang
dari 12 bulan, karena gejala meningitis purulenta minimal atau sama sekali tidak ada pada
usia ini. Lumbal pungsi dapat dipetimbangkan untuk dilakukan pada pasien yang berusia 12
18 bulan. Dan lumbal pungsi tidak rutin dilakukan pada pasien berusia diatas 18 bulan, pada
usia ini tergantung penemuan klinis meningitis purulenta. (2)
2.1.8 Diagnosis Banding (2)
Diagnosis banding kejang demam adalah
* Epilepsi
Kejang terjadi karena lepas muatan listrik yang berlebihan di sel
neuron syaraf pusat.
Manifestasi klinik :
Tidak ada maupun tidak diawali dengan demam, kejang dapat tonik/klonik/absensce,
setelah kejang terjadi penurunan kesadaran, tidak disertai dengan infeksi lain.
Pemeriksaan penunjang :
Dengan EEG ditemukan abnormalitas gelombang otak
* Meningitis/Ensepalitis
Manifestasi klinis yang ditemukan :
Panas, gangguan kesadaran, kejang, muntah-muntah, kaku kuduk (+)
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan LCS ditemukan warnanya keruh, tekanannya meningkat, bakteri yang
meningkat, protein meningkat, glukosa menurun, sel limfosit meningkat.

2.1.9 Komplikasi
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam dan kematian sampai saat ini
belum pernah dilaporkan. (1)
Tiga sampai enam persen anak anak yang mengalami kejang demam akan
mengalami epilepsi. Kejang demam kompleks dan kelainan struktural otak berkaitan dengan
peningkatan resiko terjadinya epilepsi. (5)
21

2.1.10 Penatalaksanaan Kejang (1)


Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan bila datang berobat kejangnya
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat menghentikan
kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah
0,3 0,5 mg/kg perlahan lahan dengan kecepatan 1 2 mg/menit atau dalam waktu lebih
dari 2 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam
rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak
dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan berat badan lebih dari 10
kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5
mg untuk anak diatas usia 3 tahun.
Kejang yang belum berhenti dengan diazepam rektal masih dapat diulang lagi dengan
cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dan
disini dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 0,5 mg/kg.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis
awal 10 20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila
kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 8 mg/kg/hari, yaitu 12 jam setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang
intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang
demamnya dan faktor resikonya, apakah kejang demam sederhana atau kompleks.

Pemberian obat saat demam (1)


*Antipiretik
Antipiretik dianjurkan diberi pada saat demam, walaupun tidak ditemukan bukti
bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam. Dosis
asetaminofen yang digunakan berkisar 10 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak
lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 10 mg/kg/kali, 3 4 kali sehari
Acetaminofen dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18
bulan, meskipun jarang. Paracetamol 10 mg/kg sama efektifnya dengan ibuprofen 5 mg/kg
dalam menurunkan suhu tubuh.

22

*Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
resiko berulangnya kejang, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam
pada suhu > 38,5 C.
Dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabakan ataksia, iritabel dan sedasi yang
cukup berat pada 25 39 % kasus.
Fenobarbital, karbamazepin, fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.
Pemberian obat rumatan (1)
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
resiko berulang kejang.
Dengan meningkatnya pengetahuan tentang kejang demam `benign` dan efek samping
penggunaan obat terhadap kognitif dan perilaku, profilaksis terus menerus diberikan dalam
jangka pendek, kecuali pada kasus yang sangat selektif. Pemakaian fenobarbital setiap hari
dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar (40 50 %). Obat pilihan saat
ini adalah asam valproat meskipun dapat menyebabkan hepatitis namun insidennya kecil.
Dosis asam valproat 15 40 mg/kg/hari dalam 2 3 dosis, fenobarbital 3 4
mg/kg/hari dalam 1 2 dosis.

23

Algoritma pengobatan medikamentosa saat terjadi kejang demam. (1)

24

DAFTAR PUSTAKA
1. Ismail Sofyan, Taslim S Soetomenggolo, Bistok Saing, dkk. Konsensus Penanganan
Kejang Demam. Indonesia: Badan Penerbit IDAI; 2005. P. 1-23
2. Baumann

Robert.

Febrile

Seizures.

http://emedicine.medscape.com/article/1176205-overview

Diakses

dari:

pada tanggal November

14, 2014.
3. Tenjani

Noorudin

R.

Pediatrics,

Febrile

Seizures.

Diakses

dari:

http://emedicine.medscape.com/article/801500-overview pada tanggal November 14,


2014.
4. Johnston Michael V. Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed. United States: Saunders;
2004. P. 1283-7
5. Schwartz M. William. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
ECG; 2005. P. 101-9

25

Anda mungkin juga menyukai