Gangguan Somatoform
Disusun oleh:
Aidyl Fitrisyah
Dosen Pembimbing:
dr. Bambang Eko Sunaryanto, SpKJ
HALAMAN PENGESAHAN
Refrat
Judul
Gangguan Somatoform
Oleh:
Aidyl Fitrisyah
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran
Univesitas Sriwijaya Rumah Sakit Jiwa Daerah periode 2 - 30 Agustus 2010.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
refrat yang berjudul gangguan somatoform, yang merupakan salah satu syarat
untuk menempuh kepaniteraan klinik senior bagian ilmu kesehatan jiwa RSJD
Jambi.
Di dalam penyusunan refrat ini penulis menyadari keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman yang dimiliki, tetapi penulis mengucapkan terima kasih kepada
dr. Bambang Ekon Sunaryanto, SpKJ, berkat bantuan dan bimbingan dalam
penyusunan refrat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas bantuan dari
teman-teman di bagian ilmu kesehatan jiwa RSJD Jambi, sehingga penyusunan
refrat ini dapat diselesaikan walaupun masih jauh dari sempurna.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................
ii
iii
iv
24
25
iv
Bab I
Pendahuluan
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki
gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat
ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah
cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada
pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan
sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan
penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk
onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak
disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan (Pardamean E,
2007).
Gambaran yang penting dari gangguan somatoform adalah adanya gejala
fisik, dimana tidak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk hal
tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut
terkait dengan adanya faktor psikologis atau konflik. Karena gejala tak spesifik
dari beberapa sistem organ dapat terjadi pada penderita anxietas maupun penderita
somatoform disorder, diagnosis anxietas sering disalahdiagnosiskan menjadi
somatoform disorder, begitu pula sebaliknya. Adanya somatoform disorder, tidak
menyebabkan diagnosis anxietas menjadi hilang. Pada DSM-IV ada 4 kategori
penting dari somatoform disorder, yaitu hipokhondriasis, gangguan somatisasi,
gangguan konversi dan gangguan nyeri somatoform (Iskandar Y, 2009).
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian
(histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk
dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa
perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut. (PPDGJ III, 1993).
Bab II
Isi
Definisi
Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok
gangguan, ditandai dengan keluhan tentang masalah atau simptom fisik yang tidak
dapat dijelaskan oleh penyebab kerusakan fisik (Nevid, dkk, 2005). Pada
gangguan somatoform, orang memiliki simptom fisik yang mengingatkan pada
gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan
sebagai penyebabnya. Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan
emosional/gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan
sosial atau pekerjaan. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura
yang disadari atau gangguan buatan.
Etiologi
Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang
mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam
transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan
metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer
non dominan (Kapita Selekta, 2001).
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut (Nevid,
dkk, 2005):
a. Faktor-faktor Biologis
Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada
gangguan somatisasi).
b. Faktor Lingkungan Sosial
Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti peran
sakit yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.
c. Faktor Perilaku
Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:
-
Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari
situasi yang tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan
sekunder).
Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab
ganda yang terlibat adalah sebagai berikut:
-
Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simptom fisik sebagai tanda
dari adanya penyakit serius (hipokondriasis).
Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impulsimpuls yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simptom fisik
(gangguan konversi).
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala
fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah
berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa
tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya (Kapita Selekta, 2001). Beberapa
orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang
menekan
di
dalam
tenggorokan.
Masalah-masalah
seperti
ini
dapat
tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasuskasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi dimana seseorang berfokus pada
keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti
abnormalitas fisik yang dapat ditemukan (Nevid, dkk, 2005).
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian
(histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk
dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa
perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasuskasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit
serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.
Gambaran keluhan gejala somatoform:
Neuropsikiatri:
-
Kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik ;
Kardiopulmonal:
-
Jantung saya terasa berdebar debar. Saya kira saya akan mati
Gastrointestinal:
-
Saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum
ada dokter yang dapat menyembuhkannya
Genitourinaria:
-
Musculoskeletal
-
Saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang
waktu
Sensoris:
-
orgasme
terhambat,
penyakit-penyakit
neurologik,
Keluhan tersebut juga tampak meragukan atau dibesar-besarkan, dan orang itu
sering kali menerima perawatan medis dari sejumlah dokter, terkadang pada saat
yang sama.
Etiologi
Belum diketahui. Teori yang ada yaitu teori belajar, terjadi karena individu
belajar untuk mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan
kebutuhan akan perhatian dari keluarga dan orang lain
Epidemiologi
-
Wanita : pria = 10 :1, bermula pada masa remaja atau dewasa muda
Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.
atau:
Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau
efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau
alkohol)
Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau
pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan
pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk
kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis,
treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah
kondisi)
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular ddengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah
sosial
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3. Anti anxietas dan antidepressan
Prognosis
Dubia et malam. Pasien susah sembuh walau sudah mengikuti pedoman
pengobatan. Sering kali pada pasien wanita berakhir pada percobaan bunuh diri.
F.45.1 Gangguan Somatoform Tak Terperinci
Etiologi
Tidak diketahui
Epidemiologi
Bervariasi, di USA 10%-12% terjadi pada usia dewasa dan 20 % menyerang
wanita.
9
atau :
-
Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan,
keluhan gastrointestinal atau saluran kemih)
Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau
gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa
yang diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau
temuan laboratorium.
Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain
(misalnya gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood,
gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
10
11
adalah
keterpakuan
(preokupasi)
pada
ketakutan
menderita, atau keyakinan bahwa seseorang memiliki penyakit medis yang serius,
meski tidak ada dasar medis untuk keluhan yang dapat ditemukan. Berbeda
dengan gangguan somatisasi dimana pasien biasanya meminta pengobatan
terhadap penyakitnya yang seringkali menyebabkan terjadinya penyalahgunaan
obat, maka pada gangguan hipokondrik pasien malah takut untuk makan obat
karena dikira dapat menambah keparahan dari sakitnya.
Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa
simptom fisik yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius
yang mendasarinya, seperti kanker atau masalah jantung. Rasa takut tetap ada
meskipun telah diyakinkan secara medis bahwa ketakutan itu tidak berdasar.
Gangguan ini paling sering muncul antara usia 20 dan 30 tahun, meski dapat
terjadi di usia berapapun.
Orang dengan hipokondriasis tidak secara sadar berpura-pura akan
simptom fisiknya. Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik,
seringkali melibatkan sistem pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan
nyeri. Berbeda dengan gangguan konversi yang biasanya ditemukan sikap
ketidakpedulian terhadap simptom yang muncul, orang dengan hipokondriasis
sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli pada simptom dan hal-hal yang
mungkin mewakili apa yang ia takutkan.
Pada gangguan ini, orang menjadi sangat sensitif terhadap perubahan
ringan dalam sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan
sedikit sakit serta nyeri. Padahal kecemasan akan simptom fisik dapat
menimbulkan sensasi fisik itu sendiri, misalnya keringat berlebihan dan pusing,
bahkan pingsan. Mereka memiliki lebih lanjut kekhawatiran akan kesehatan, lebih
banyak simptom psikiatrik, dan mempersepsikan kesehatan yang lebih buruk
daripada orang lain. Sebagian besar juga memiliki gangguan psikologis lain,
terutama depresi mayor dan gangguan kecemasan.
12
Etiologi
Masih belum jelas
Epidemiologi
Biasanya terjadi pada usia dewasa, rasio antara wanita dan pria sama
Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis
Untuk diagnosis pasti gangguan hipokondrik, kedua hal ini harus ada:
Tidak disertai dengan waham dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang
penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).
14
Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (tidak
khas)
Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari
sistem/organ yang dimaksud
Kriteria ke 5, ditambahkan :
F.45.30 = Jantung dan Sistem Kardiovaskular
F.45.31 = Saluran Pencernaan Bagian Atas
F.45.32 = Saluran Pencernaan Bagian Bawah
F.45.33 = Sistem Pernapasan
F.45.34 = Sistem Genito-Urinaria
F.45.38 = Sistem atau Organ Lainnya
dimana rasa nyeri yang dirasakan menjadi lebih sakit atau lebih berkurang (Adler
et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Sedangkan pada nyeri somatoform,
pasien malah bertindak sebaliknya.
Etiologi
Tidak diketahui
Epidemiologi
Terjadi pada semua tingkatan usia, di USA 10-15% pasien datang dengan keluhan
nyeri punggung.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri
-
Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti
pada gangguan buatan atau berpura-pura).
Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan,
atau gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.
16
Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan
pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk
kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis,
treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah
kondisi)
4. Jika nyerinya akut (< 6 bulan), tambahkan obat simptomatik untuk gejala
yang timbul
5. Jika nyeri bersifat kronik (>6 bulan ), fokus pada pertahankan fungsi dan
motilitas tubuh daripada fokus pada penyembuhan nyeri
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah
sosial
4. Nyeri kronik: pertimbangkan terapi fisik dan pekerjaan, serta terapi
kognitif-behavioural
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3. Akut: acetaminophen dan NSAIDS (tidak dicampur) atau sebagai tambahan
pada opioid
4. Kronik: Trisiklik anti depresan, acetaminophen dan NSAID
5. Pertimbangkan akupunktur
Prognosis :
Jika gejala terjadi < 6 bulan, cenderung baik, dan jika gejala terjadi > 6
bulan, cenderung buruk (cenderung menjadi kronik).
17
Keluhan yang ada tidak melalui saraf otonom, terbatas secara spesifik pada
bagian tubuh/sistem tertentu
Tambahan DSM IV
Gangguan Konversi
Definisi
Adalah suatu tipe gangguan somatoform yang ditandai oleh kehilangan
atau kendala dalam fungsi fisik, namun tidak ada penyebab organis yang jelas.
Gangguan ini dinamakan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika
bahwa gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi, dari energi
seksual atau agresif yang direpresikan ke simptom fisik. Simptom-simptom itu
tidak dibuat secara sengaja atau yang disebut malingering. Simptom fisik biasanya
muncul tiba-tiba dalam situasi yang penuh tekanan. Tangan seorang tentara dapat
menjadi lumpuh saat pertempuran yang hebat, misalnya.
Dinamakan gangguan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika
bahwa gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi, dari energi
seksual atau agresif yang direpresikan ke simptom fisik. Gangguan ini
sebelumnya disebut neurosis histerikal atau histeria dan memainkan peranan
penting dalam perkembangan psikoanalisis Freud.
Menurut DSM, simptom konversi menyerupai kondisi neurologis atau
medis umum yang melibatkan masalah dengan fungsi motorik (gerakan) yang
volunter atau fungsi sensoris. Beberapa pola simptom yang klasik melibatkan
kelumpuhan, epilepsi, masalah dalam koordinasi, kebutaan, dan tunnel vision
18
(hanya bisa melihat apa yang berada tepat di depan mata), kehilangan indra
pendengaran atau penciuman, atau kehilangan rasa pada anggota badan (anastesi).
Simptom-simptom tubuh yang ditemukan dalam gangguan konversi sering
kali tidak sesuai dengan kondisi medis yang mengacu. Misalnya konversi epilepsi,
tidak seperti pasien epilepsi yang sebenarnya, dapat mempertahankan kontrol
pembuangan saat kambuh; konversi kebutaan, orang yang penglihatannya
seharusnya mengalami hendaya dapat berjalan ke kantor dokter tanpa membentur
mebel; orang yang menjadi tidak mampu berdiri atau berjalan di lain pihak
dapat melakukan gerakan kaki lainnya secara normal.
Etiologi
-
Teori behavioral, Ullman & Krasner (dalam Davidson, Neale, Kring, 2004),
terjadi karena individu mengadopsi simptom untuk mencapai suatu tujuan.
Individu berusaha untuk berperilaku sesuai dengan pandangan mereka
mengenai bagaimana seseorang dengan penyakit yang mempengaruhi
kemampuan motorik atau sensorik, akan bereaksi.
Epidemiologi
Terjadi pada 11-500 per 100.000 penduduk. Biasanya terjadi pada usia
anak-anak (akhir) hingga dewasa (awal). Jarang terjadi sebelum usia 10 tahun dan
setelah 35 tahun.
19
Paling tidak terdapat satu simptom atau defisit yang melibatkan fungsi
motorik volunternya atau fungsi sensoris yang menunjukkan adanya
gangguan fisik.
Simptom tidak dapat dijelaskan sebagai suatu ritual budaya atau pola
respon, juga tidak dapat dijelaskan dengan gangguan fisik apa pun melalui
landasan pengujian yang tepat.
Simptom tidak terbatas pada keluhan nyeri atau masalah pada fungsi
seksual, juga tidak dapat disebabkan oleh gangguan mental lain. Akan
tetapi,
beberapa
orang
dengan
gangguan
konversi
menunjukkan
20
untuk bunuh diri. Orang dengan gangguan dismorfik tubuh sering menunjukkan
pola berdandan atau mencuci, atau menata rambut secara kompulsif, dalam rangka
mengoreksi kerusakan yang dipersepsikan. Contoh lain, seseorang merasa
wajahnya seperti piringan, terlalu rata, sehingga tidak mau difoto. Mereka dapat
melakukan apa saja untuk memperbaiki keadaan yang rusak tersebut.
Pada gangguan dismorfik tubuh, individu diliputi dengan bayangan
mengenai kekurangan dalam penampilan fisik mereka. Membuatnya bisa berlamalama berkaca di depan cermin memandang bentuk tubuh yang dianggapnya
kurang, sering pasien mendatangi spesialis bedah dan kecantikan.
Etiologi
Tidak Diketahui
Epidemiologi
Muncul kebanyakan pada wanita, biasanya dimulai pada akhir masa
remaja, dan biasanya berkaitan dengan depresi, fobia sosial, gangguan
kepribadian (Phillips & McElroy, 2000; Veale et al.,1996 dalam Davidson, Neale,
Kring, 2004).
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh
-
Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain
(misalnya, ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia
nervosa).
22
Tatalaksana
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan
pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk
kehidupan nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis,
treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah
kondisi)
4. Khususnya menghindari pembedahan
Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah
sosial
4. Terapi kognitif-behavioural
Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3. Usahakan
untuk
mengurangi
gejala
hipokondriacal
dengan
SSRI
23
Pendekatan Penanganan
Beberapa pendekatan yang digunakan untuk menangani gangguan
somatoform adalah sebagai berikut:
- Penanganan Biomedis
Pada penanganan biomedis dapat digunakan antidepresan yang terbatas
dalam menangani hipokondriasis yang biasanya disertai dengan depresi.
- Terapi Kognitif-Behavioral
Terapi
ini
dapat
berfokus
pada
menghilangkan
sumber-sumber
24
Bab III
Penutup
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki
gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat
ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gambaran yang penting dari gangguan
somatoform adalah adanya gejala fisik, dimana tidak ada kelainan organik atau
mekanisme fisiologik. Dan untuk hal tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan
yang kuat bahwa gejala tersebut terkait dengan adanya faktor psikologis atau
konflik.
Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala
fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah
berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa
tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya.
Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi: gangguan
somatisasi, gangguan somatoform tak terperinci, gangguan hipokondriasis,
disfungsi otonomik somatoform, gangguan nyeri somatoform menetap, gangguan
somatoform lainnya, dan gangguan somayoform YTT. Sedangkan pada DSM-IV,
ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah
dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 1993. Comprehensive Textbook of Psychiatry
vol.2 6th edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore.
2. Wiguna, Imade (editor). 1997. Sinopsis Psikiatri jilid 2. Jakrta:
BinanupaAksara.
3. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. 2001. Media Aesculapicus : Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura.
4. Departemen Kesehatan R.I. 1993.Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III cetakan pertama. Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI : Jakarta
5. Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa cetakan kesembilan.
Airlangga University Press : Surabaya
6. Nevid, J.S., dkk. 2005. Psikologi Abnormal Jilid I.Edisi 5. PenerbitErlangga
: Jakarta
7. Pardamean E. 2007. Simposium Sehari Kesehatan Jiwa Dalam Rangka
Menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia : Gangguan Somatoform. Ikatan
Dokter Indonesia Cabang Jakarta Barat.
8. Tomb, D. A. 2004.Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. EGC : Jakarta
26