Anda di halaman 1dari 4

Contoh kasus : Perjanjian Pinjam Meminjam

Misalkan : Si A adalah orang yang meminjamkan

Si B adalah peminjam

~ Pasal 1342

Jika isi suatu perjanjian sudah jelas dan dapat dimengerti oleh kedua belah pihak yang
mengadakan perjanjian, maka tidak diperkenankan adanya penafsiran lebih lanjut terhadap isi
perjanjian tersebut.

“ Si A mengadakan perjanjian pinjam meminjam dengan si B. Yang mana dalam perjanjian


tersebut dinyatakan bahwa si A meminjamkan uang sebesar Rp 50 juta kepada si B, dan akan
dikembalikan dalam waktu satu bulan “. Isi perjanjian ini sudah jelas, sehingga tidak diperlukan
adanya penafsiran.

~ Pasal 1343

Jika isi perjanjian masih dapat ditafsirkan atau diubah, maka dalam penafsirannya harus
disesuaikan dengan keinginan kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian, daripada
mempertahankan isi perjanjian yang ada.

“ Si B meminta jangka waktu yang lebih panjang, yaitu dua bulan. Dan si A menyetujuinya “. Isi
perjanjian harus ditafsirkan dengan menyertakan permintaan si B dalam perjanjian.

~ Pasal 1344

Jika isi perjanjian dapat ditafsirkan menjadi dua jenis penafsiran, maka harus dipilih isi
perjanjian ( setelah ditafsirkan ) yang dapat menyelesaikan atau menuntaskan perjanjian tersebut,
dan tidak membuat isi perjanjian yang mengakibatkan tidak terselesaikannya atau batalnya suatu
perjanjian.

“ Si A mengajukan dalam perjanjian, si B harus menambah jumlah uang sebanyak 10 % pada


saat pengembalian. Namun, si B menolak, karena Si A memakai teknik rentenir “. Penafsiran
yang diambil adalah penolakan si B terhadap usulan si B. Karena penafsiran pertama dapat
menyebabkan batalnya perjanjian.
~ Pasal 1345

Jika isi perjanjian bisa ditafsirkan menjadi dua bentuk penafsiran, maka penafsiran isi
perjanjian yang dipilih adalah isi yang sesuai dengan sifat-sifat perjanjian.

“ Si A dan Si B harus menafsirkan perjanjian sesuai dengan sifat perjanjian yang berdasarkan
pada syarat sahnya perjanjian ( tertera pada Pasal 1320 KUHperdata ) “.

~ Pasal 1346

Penafsiran suatu isi perjanjian harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi tempat atau
Negara di mana perjanjian itu terjadi.

“ Si A dan Si B mengadakan perjanjian di Indonesia “.Pasal 1754 KUHPerdata yang menyatakan


bahwa pinjam meminjam adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkan
sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua
itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang
sama. Secara keseluruhan pinjam-meminjam diatur dalam pasal 1754-1769 KUHPerdata.
Sehingga isi perjanjian harus sesuai dengan kebiasaan ( yang telah menjadi aturan hukum )
tersebut.

~ Pasal 1347

Semua kebiasaan pada tempat terjadinya perjanjian dianggap telah menjadi isi suatu
perjanjian, meskipun tidak dinyatakan secara jelas.

“ Kebiasaan ( yang telah menjadi aturan hukum ) tersebut dianggap telah terdapat dalam isi
perjanjian “.

~ Pasal 1348

Semua janji dalam suatu perjanjian harus ditafsirkan berdasarkan hubungan pembuat
perjanjian secara menyeluruh.

“ Penafsiran perjanjian yang dibuat si A dan si B berdasarkan hubungan orang yang


meminjamkan uang dengan peminjam yang mencakup isi perjanjian secara keseluruhan “.
~ Pasal 1349

Penafsiran suatu perjanjian berdasarkan pihak yang merasa dirugikan dalam suatu
perjanjian.

“ Si A merasa dirugikan karena si B meminta jangka wakru yang lama dalam pengembalian
pinjaman “. Isi perjanjian harus ditafsirkan berdasarkan keinginan si A yang menuntut si B untuk
mengembalikan uang secepatnya.

~ Pasal 1350

Isi suatu perjanjian adalah hal-hal yang bersifat nyata dan bukanlah hal-hal yang bersifat
khayalan.

“ Penafsiran isi perjanjian pinjam meminjam antara si A dan si B nyata “. Di mana dalam
perjanjian tersebut tercantum kewajiban masing-masing pihak, yaitu :
Kewajiban-kewajiban Orang yang Meminjamkan
 Pemberi pinjaman tidak dapat meminta kembali barang yang dipinjamkan sebelum lewat
waktu yang telah ditentukan di dalam perjanjian. (Pasal 1759 KUHPerdata)

 Jika jangka waktu peminjaman tidak ditentukan maka bila pemberi pinjaman menu ntut
pengembalian barang pinjaman itu, Pengadilan boleh memberikan sekadar ketonggaran
kepada peminjam sesudah mempertimbangkan keadaan. (Pasal 1760 KUHPerdata)

 Jika telah dijanjikan bahwa peminjam barang atau uang akan mengembalikannya bila ía
mampu untuk itu, maka kalau pemberi pinjaman menuntut pengembalian barang
pinjaman atau barang pmjaman itu, Pengadilan boleh menentukan waktu pengembalian
sesudah mempertimbangkan keadaan. (Pasal 1761 KUHPerdata)

 Ketentuan Pasal 1753 berlaku juga dalam perjanjian pinjam-meminjam .(Pasal 1762
KUHPerdata)

Kewajiban-kewajiban Si Peminjam
 Barangsiapa meminjam suatu barang wajib mengembalikannya dalam jumlah dan
keadaan yang sama dan pada waktu yang diperjanjikan. ( Pasal 1763 KUHPerdata)

 Jika ia tidak mungkin memenuhi kewajiban itu maka ia wajib membayar harga barang
yang dipinjamnya dengan memperhatikan waktu dan tempat pengembalian barang itu
menurut perjanjian. Jika waktu dan tempat tidak diperjanjikan maka pengembalian harus
dilakukan menurut nilai barang pinjaman tersebut pada waktu dan tempat peminjaman.
(Pasal 1764 KUHPerdata)

~ Pasal 1351

Pihak yang membuat penafsiran terhadap isi perjanjian, tidak dapat dikatakan telah
membatasi supremasi hukum terhadap perjanjian.

“ Si A atau si B yang menafsirkan perjanjian tidak dianggap membatasi kekuatan perjanjian di


mata hukum “.

Anda mungkin juga menyukai