Oleh: Sutaryono *
l
pola pemanfaatan ruang, instrumen pengendali dalam alih fungsi lahan, sampai
ia
pemahaman minor bahwa penataan ruang dipandang sebagai ‘alat’ bargaining
Tr
antara birokrat dan pihak swasta/investor yang akan menanamkan investasinya
3
mencoba mengedepankan peluang otonomi daerah dalam penataan ruang,
m
o !
co
termasuk di dalamnya adalah partisipasi masyarakatnya, mengingat otonomi
e
ft.
ca t
*
Kepala Pusat Penelitian & Pengabdian pada Masyarakat (PPPM), Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional
(STPN) Yogyakarta
1
penyelenggaraan penataan ruang di wilayah masing-masing, mengingat UU ini
secara tegas menyebutkan bahwa salah satu kewajiban daerah otonom adalah
menyusun perencanaan dan tata ruang daerah. Hal ini menunjukkan bahwa
l
ia
Nasional Di Bidang Pertanahan yang lahir pada era UU Nomor 22 Tahun 1999.
Tr
Dalam Keppres tersebut meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan tentang
3
lokasi, penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan
m
dan perencanaan penggunaan tanah di wilayah Kabupaten/Kota memberikan
o !
co
e
peluang bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan upaya-upaya penataan ruang
ft.
ca t
a
secara otonom. Namun demikian, peluang tersebut seringkali memunculkan
ns
w e
Hal ini menjadi satu ancaman bagi terwujudnya penataan ruang yang menjamin
dilakukan oleh daerah otonom harus tetap mengacu pada kerangka keterpaduan
2
administrasinya. Hal ini penting dilakukan, agar kegiatan penataan ruang bagi
konflik dengan daerah lain. Dalam konteks penataan ruang di daerah otonom,
l
ia
ruang itu sendiri. Dalam hal ini karakteristik wilayah dan kemampuan tanah harus
Tr
sungguh-sungguh diperhatikan, agar rekomendasi yang dihasilkan dalam
3
agar perencanaan itu mampu mengakomodasikan semua komponen yang ada.
m
Terobosan-terobosan perlu dilakukan dan segala kemungkinan perlu dijajaki
o !
co
e
agar perkembangan wilayah yang berdasarkan pada perencanaan ruang dapat
ft.
ca t
a
memberikan keuntungan maksimal namun tetap terkontrol dalam bingkai
ns
w e
desain penataan ruang yang aspiratif dan akomodatif. Dalam perencanaan ini
ilmu serta partisipasi masyarakat dan swasta, baik secara langsung maupun
perwakilan.
3
Proses penataan ruang yang termanifestasi dalam penyusunan rencana
tata ruang, selama ini masih bersifat general pada wilayah nasional, wilayah
propinsi dan kabupaten/kota. Hal ini menunjukkan bahwa rencana tata ruang
masih bersifat ‘elitis’ dan kurang ‘membumi’. Artinya rencana tata ruang yang
l
ia
terkesan ‘hanya’ sebagai dokumen pelengkap.
Tr
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak
dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam
3
Penataan Ruang sebagai salah satu aturan pelaksana dari UU Nomor 24 Tahun
m
1992 telah menjamin adanya keterlibatan masyarakat dalam penataan ruang.
o !
co
e
Hal tersebut sudah sejalan dengan yang telah digariskan oleh pemerintah bahwa
ft.
ca t
a
penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Pertanyaan yang
ns
w e
ataukah ‘hanya sekedar’ formalitas mengikuti trend dan aturan yang berlaku? Hal
w
w
F
ini perlu dicermati mengingat banyak kasus yang menunjukkan bahwa partisipasi
PD
dalam penataan ruang. Artinya, potensi besar yang dimiliki masyarakat luas
4
baik pada tahapan perencanaan, pemanfaatan ruang sampai tahapan
pembangunan.
l
ia
dimulai dari wilayah desa sebagai basis pembangunan masyarakat. Pemerintah
Tr
Desa dan Badan Perwakilan Desa (berdasarkan UU 32/2004, BPD adalah
3
banyak bersentuhan dengan masyarakat harus diberikan peran yang cukup
m
dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan ruang sampai tahapan pengendalian
o !
co
e
pemanfaatan ruang. Pemerintahan Desa (Lurah Desa dan BPD) dapat berperan
ft.
ca t
a
sebagai fasilitator dalam kegiatan penataan ruang bagi masyarakat. Lembaga
ns
w e
gagasan pembangunan di tingkat desa perlu dilibatkan dalam proses ini. Model
C
w
pedukuhan dieksplorasi pada rakorbang pada tingkat desa. Pada tahapan inilah
akan dihasilkan- meskipun masih sangat sederhana- disain tata untuk wilayah
desa. Apabila disain tata ruang desa ini dijadikan embrio dalam kegiatan
dalam penataan ruang sudah mulai terwujud. Di samping itu, masyarakat akan
5
dihasilkan melalui kegiatan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang.
memberikan ruang interaksi yang lebih luas kepada pemerintahan desa dan
l
ia
berbagai agenda masyarakat yang berhubungan dengan penataan ruang,
Tr
termasuk meningkatkan kapasitas (capacity building) kelembagaan desa dalam
3
penataan ruang yang berorientasi pada fungsi wilayah dan kelestarian
m
lingkungan. o !
co
e
Penutup
ft.
ca t
a
Beberapa upaya perubahan dalam penyusunan disain tata ruang di
ns
w e
holder yang terlibat dalam pemanfaatan ruang untuk saling berkolaborasi dan
C
w
ini penataan ruang dalam kerangka otonomi daerah merupakan peluang yang
PD
kewenangannya.
penyusunan dan pelaksanaan rencana tata ruang yang sudah ditetapkan secara
6
keterlibatan masyarakat tersebut akan mendorong tingkat partisipasi dalam
mematuhi dan mengawasi segala bentuk kegiatan yang terjadi di atas ruang
l
ia
Tr
o !
m
3 co
e
ft.
ca t
a
ns
w e
r
.s
C
w
w
F
PD