Anda di halaman 1dari 2

Essay singkat dari naskah sementara DITJEN RENHAN tentang PENGELOLAAN

TERPADU WILAYAH PERBATASAN.

Secara geografis, Indonesia berbatasan dengan 10 negara,yakni dengan


India,Thailand,Malaysia,Singapura,Vietnam,Filipina,PNG,Palau,Timor Leste dan
Australia. Bagi Indonesia penanganan wilayah perbatasan masih merupakan salah satu
persoalan pelik yang dihadapi pemerintah terutama karena masih terdapat sejumlah
bagian wilayah perbatasan dengan Negara-negara tetangga yang belum dapat
diselesaikan.
Permasalahan wilayah perbatasan bukan saja merupakan masalah internal suatu
Negara,melainkan juga masalah yang mempunyai dimensi internasional.
Penanganannya tidak dapat dilepaskan dari kerangka pelaksanaan politik luar negeri yang
pada hakekatnya bermuara dari rangkuman berbagai aspek kepentingan dalam dan luar
negeri ataupun aspek hukum,ekonomi,sosial,politik,keamanan dan pertahanan.
Permasalahan Wilayah Perbatasan yang dihadapi oleh Indonesia terdiri dari :
1. Batas laut wilayah, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Landas Kontinen (LK).
2. Demarkasi batas darat yaitu pemasangan pilar batas.
3. Kerjasama lintas batas dan masalah-masalah di wilayah perbatasan; dan
4. Pengelolaan wilayah udara dan penerbangan komersil internasional (Flight
Information Region/FIR).

Pengelolaan wilayah perbatasan dimasa lampau sebagai “halaman belakang” wilayah


NKRI, membawa implikasi terhadap kondisi wilayah perbatasan saat ini yang terisolir
dan tertinggal dari sisi sosial ekonomi. Munculnya paradigma ini disebabkan oleh system
politik dimasa lampau yang sentralistik dan sangat menekankan stabilitas keamanan.
Kehidupan masyarakat dikawasan perbatasan yang miskin infrastruktur dan tidak
memiliki aksesibilitas yang baik, pada umumnya sangat dipengaruhi oleh kondisi social
ekonomi di Negara tetangga. Kawasan perbatasan di Kalimantan misalnya,kehidupan
social ekonomi masyarakat,pada umumnya berkiblat ke wilayah Negara tetangga. Hal ini
disebabkan adanya infrastruktur yang lebih baik atau pengaruh social ekonomi yang lebih
kuat dari wilayah Negara tetangga. Secara jangka panjang,adanya kesenjangan
pembangunan dengan Negara tetangga tersebut berpotensi mengundang kerawanan di
bidang politik.
Kemiskinan menjadi permasalahan yang terjadi disetiap wilayah perbatasan baik
laut maupun darat. Hal ini dapat dilihat dari tingginya jumlah keluarga pra sejahtera di
wilayah perbatasan serta kesenjangan social ekonomi dengan masyarakat di wilayah
perbatasan Negara tetangga. Hal ini disebabkan oleh akumulasi berbagai factor,seperti
rendahnya mutu sumber daya manusia, minimnya infrastruktur pendukung, rendahnya
produktifitas masyarakat dan belum optimalnya pemanfaatan sumber daya alam di
wilayah perbatasan. Implikasi lebih lanjut dari kondisi kemiskinan masyarakat di wilayah
perbatasan mendorong masyarakat terlibat dalam kegiatan-kegiatan ekonomi illegal guna
memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini selain melanggar hukum dan potensial
menimbulkan kerawanan dan ketertiban juga sangat merugikan Negara.
Selain kegiatan ekonomi illegal,kegiatan illegal lain yang terkait dengan aspek
politik,ekonomi dan keamanan juga terjadi di wilayah perbatasan baik laut maupun darat
seperti penyelundupan senjata,amunisi dan bahan peledak serta narkoba. Kegiatan illegal
ini terorganisir dengan baik sehingga perlu koordinasi dan kerjasama bilateral yang baik
untuk menuntaskannya.
Wilayah perbatasan masih mengalami kesulitan aksesibilitas baik laut maupun darat
menuju pusat-pusat pertumbuhan. Seperti di wilayah Kalimantan Barat misalnya, sulitnya
aksesibilitas memunculkan kecendrungan masyarakat untuk berinteraksi dengan
masyarakat di wilayah Serawak dan Sabah. Minimnya aksesibilitas dari dan keluar
kawasan perbatasan wilayah merupakan salah satu factor yang turut mendorong orientasi
aktivitas social ekonomi masyarakat yang cenderung berkiblat ke Negara tetangga, yang
secara jangka panjang dikhawatirkan akan mengakibatkan degradasi nasionalisme pada
masyarakat perbatasan.
Sebagai dampak dari minimnya sarana dan prasarana di bidang pendidikan dan
kesehatan, kualitas SDM masyarakat disebagian besar wilayah perbatasan masih rendah.
Masyarakat belum memperoleh pelayanan kesehatan dan pendidikan sebagaimana
mestinya akibat jauhnya jarak dari pemukiman dengan fasilitas yang ada. Optimalisasi
potensi sumber daya alam dan pengembangan ekonomi di wilayah perbatasan akan sulit
dilakukan. Rendahnya tingkat pendidikan, ketrampilan serta kesehatan masyarakat
merupakan salah satu factor utama yang menghambat pengembangan ekonomi wilayah
perbatasan untuk dapat bersaing dengan wilayah Negara tetangga.
Adanya kesamaan budaya, adat dan keturunan (suku yang sama) dibeberapa wilayah
perbatasan seperti di Kalimantan Barat (Dayak dan Melayu), di Papua, NTT,
menyebabkan adanya kegiatan pelintas batas tradisional yang illegal dan sulit dicegah.
Di beberapa wilayah perbatasan terdapat tanah adat/ulayat yang berada di dua
wilayah Negara. Tanah ulayat ini sebagian menjadi ladang penghidupan yang diolah
sehari-hari oleh masyarakat perbatasan, sehingga pelintas batas antar Negara menjadi hal
yang biasa dilakukan setiap hari. Keberadaan tanah ulayat yang tetbagi dua oleh garis
perbatasan, secara geografis memerlukan pengaturan tersendiri serta dapat menjadi
permasalahan dikemudian hari jika tidak ditangani secara serius.

Penanganan Wilayah Perbatasan selama ini memang belum dapat dilakukan secara
optimal dan kurang terpadu, serta seringkali terjadi tarik menarik kepentingan antara
berbagai pihak baik secara horizontal, sektoral maupun vertical. Lebih memprihatinkan
lagi keadaan masyarakat sekitar wilayah perbatasan seperti lepas dari perhatian dimana
penanganan masalah daerah batas Negara menjadi domain pemerintah pusat saja,
sementara pemerintah daerah tidak pernah diajak serta dan masyarakatnya tidak
mendapat perhatian yang optimal.

(Kolonel Cku Djoko Rachmadhy, SE,MM – Siswa SUSPIMJEMENHAN III).

Anda mungkin juga menyukai