Perang Hudaibiyah dianggap sebagai kemenangan yang nyata sebagaimana disebutkan dalam Al
Qur’an, “Sungguh kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata” (QS Al Fath 48: 1).
Secara lahir, pasal-pasal Perjanjian Hudaibiyah menguntungkan kaum musyrik. Bahkan sebagian
kaum muslimin tidak sepakat dengan isi perjanjian tersebut. Namun dibalik itu semua, ada hikmah
yang tersembunyi berkat kecerdasan Rasulullah SAW. Salah satu keuntungan kaum muslimin dari
perjanjian ini adalah terbebas dari ancaman musuh. Pada saat inilah, Rasulullah memanfaatkan untuk
menyebarkan Islam ke wilayah yang lebih luas. Beliau menulis surat ajakan kepada raja dan
pemimpin beberapa negara. Persitiwa ini, sebagaimana disepakati para ulama berlangsung pada tahun
ke 7H sebelum Fath Mekkah. Akan tetapi Imam Bukhari dalam shahihnya menyebutkan bahwa
pengiriman surat ini dilakukan sebelum Perang Tabuk, yaitu pada tahun 9H.
Dalam Siroh Nabawiyah Muhammad Sa’id Ramadhan Al Buthy dikisahkan Rasulullah SAW
memberangkatkan 10 sariyah (pasukan kecil dari para sahabatnya) untuk menunaikan tugas dakwah
(seruan) kepada Islam; jika mereka menolak maka mereka akan diperangi. Pemberangkatan sariyah
ini berlangsung selama 1(satu) tahun.
Dalam Manhaj Harokiy karya Syaikh Munir Muhammad Al Ghadban, peristiwa pengiriman
surat kepada raja-raja di luar Arab merupakan salah satu karakteristik periode dakwah kelima
yaitu “Perjuangan Politik dan Kemenangan Risalah”. Pada periode ini, perjuangan kaum
muslimim telah memasuki garis politik tetapi tetap dalam kerangka kekuatan yang memadai.
Kaum muslimin telah menjadi semakin besar dan Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin
dakwah memiliki kesempatan untuk menyebarkan ajaran Islam.
Perang Khandak telah membuktikan bahwa kaum muslimin memiliki kekuatan yang patut
diperhitungan oleh kaum musyrikin saat itu. Selanjutnya Rasulullah SAW meneguhkan hati
kaum muslimin dengan menyatakan, “Sekarang kita serang mereka. Jangan mereka yang
menyerang kita”. Rasulullah membuktikan ucapannya dengan adanya Perang Bani Lahyan
yang menjadi penanda periode dakwah baru.
Pada periode dakwah ini, Rasulullah SAW juga menikahi kelima istri beliau yang memiliki
tujuan berbeda dari pernikahan pada periode sebelumnya. Pernikahan Rasulullah SAW pada
saat itu dimaksudkan untuk membentuk barisan luar dalam rangka menyebarkan dakwah
Islam keseluruh jazirah Arab.
Selanjutnya, peristiwa Umratul Hudaibiyah menandai gerakan politik Rasulullah SAW untuk
“menyerbu” kaum musyrikin, bukan dalam bentuk serbuan militer melainkan serbuan damai.
Peristiwa ini menunjukkan kekuatan dan persatuan kaum muslimin. Kaum muslimin berhasil
“memenangkan” gencatan senjata dalam Perjanjian Hudaibiyyah yang memberikan
Rasulullah kesempatan untuk mendakwahkan Islam lebih luas dan leluasa. Selain itu, melalui
perjanjian itulah kaum musyrikin Quraisy memberikan pengakuan atas keberadaan negara
Islam.
Sepulangnya dari Hudaibiyyah, Rasulullah mengirimi surat kepada raja-raja sebagai tanda
proklamasi Islam ke seluruh dunia yang lebih luas. Surat-surat tersebut telah mendapat
berbagai tanggapan, positif maupun negatif. Dalam kaitan ini, menyampaikan dakwah secara
tepat waktu adalah wahyu Illahi dan Allah Ta’ala menjamin terpeliharanya agama ini.
“Ingatlah ketika Rabbmu berfirman kepada para malaikat, Sesungguhnya aku hendak
menjadikan khalifah di muka bumi ini...” (QS 2 : 30)
Sudah seharusnya sistem yang berlaku dalam kehidupan kita merupakan ketundukan
pada hukum Allah. Akan tetapi ghawzul fikr telah menjadikan kaum muslimin saat
ini merasakan bahwa keberadaan negara Islam—yang didalamnya berlaku hukum
Allah—tidak diperlukan lagi. Umat Islam dicegah dari pemahaman Islam yang hakiki
bahwa tujuan dakwah Islam adalah merealisasikan mengimani dan merealisasikan
nilai-nilai Islam sampai terwujudnya suatu negara.
Meski demikian, untuk mewujudkan tujuan akhir dakwah kita diperlukan tahapan-
tahapan. Dakwah silmih (dakwah secara damai) dengan hikmah, diskusi, dan nasihat
yang baik di setiap bidang dan tempat merupakan hal yang wajib dilakukan terlebih
dahulu dalam waktu yang lama. Jika kaum muslimin telah melakukan hal ini secara
benar maka akan timbul keyakinan bahwa Islam adalah agama yang fitrah dan
manusia—siapapun—akan cenderung pada Islam, kecuali orang-orang yang dengki.
Pemaksaan (ilzam) hanya dilakukan kepada orang-orang ateis, musyrik, penyembah
berhala, dan para pengikutnya. Prioritas dakwah adalah dakwah diantara sesama
mereka dan memperbaiki diri serta menerapkan Islam dalam kehidupan mereka.
Setelah itu baru mereka mendakwahkan Islam keluar ummat Islam. Perbaikan
dikalangan internal adalah bagian penting dalam dakwah keluar karena merekalah
yang akan menjadi contoh ideal pelaksanaan nilai-nilai Islam bagi orang-orang diluar
Islam.
Rasulullah mengirimkan surat ajakan kepada Islam ke seluruh penjuru negeri. Hal ini
menunjukkan bahwa dakwah Islam adalah dakwah kepada seluruh ummat manusia
(insaniyah-syamilah) tanpa memandang ras, wilayah, atau kelompok tertentu.
Diantara pemimpin yang menerima saat itu terdapat raja yang tidak bisa
meninggalkan agamanya yang telah menjadi tradisi. Inilah salah satu bentuk kebatilan
yang masih ada hingga saat ini dan merupakan objek dakwah bagi kita.
Rasulullah mengajarkan cara menyeru manusia kepada Allah secara bijak dan
memberi nasihat yang baik, bukan dengan mengecam dan memberi ancaman.
Rasulullah menggunakan bahasa pergaulan pada raja-raja dengan pemilihan kata
yang tepat dan menggetarkan kejiwaan mereka, dengan memanfaatkan keadaan saat
itu. Dalam surat-surat tersebut, Rasulullah menyebutkan raja-raja itu dengan gelar
mereka masing-masing. Meski demikian, nama mereka tidak pernah mendahului
nama Rasulullah SAW. Hal ini menunjukkan bahwa bagaimanapun juga dalam
berdakwah, ajaran tentang tauhid dan kerasulan Muhammad SAW harus tegas dan
jelas, tidak boleh remang-remang dan sulit dipahami. Bersamaan dengan pernyataan
tegas dua kalimat syahadat adalah pembicaraan tentang prinsip akhlaq Islam—
kejujuran, menjaga diri dari dosa, silaturahim, yang merupakan nilai kebaikan bagi
semua orang.
Rasulullah memilih diantara para sahabatnya menjadi delegasi pengantar surat, yaitu
mereka yang memiliki kemampuan berbahasa sama dengan kaum yang akan
dikunjungi, memiliki pengetahuan dan pengalaman. Pada saat menyampaikan surat-
surat tersebut, delegasi Rasulullah juga ikut menentramkan raja-raja dengan
menyampaikan bahwa kekuasaan mereka akan tetap dalam keamanan bila masuk
dalam Islam dan tidak ada perhitungan balas dendam.
Pada saat Rasulullah mengirim delegasi untuk menyampaikan surat tersebut, tidak
sedikit diantara para raja-raja yang menampilkan muka manis mencampuradukkan
kebenaran dan kebatilan. Mereka mengajak Rasulullah untuk berdamai dengan
kekafiran mereka—perlahan-lahan menerima kezaliman mereka dan menghapuskan
semboyan-semboyan Islam. Bahkan mereka bermaksud menggunakan Islam untuk
melegalisasi kezaliman yang terjadi. Dalam hal ini, delegasi Rasulullah bersikap tegas
dan keras.
Penutup
Saat ini gerakan dakwah Islam di Indonesia juga telah memasuki periode dakwah keterbukaan yang
mulai sarat dengan manuver politik. Kisah di atas memberikan hikmah dan nasihat tentang bagaimana
kita bisa melalui periode dakwah ini dengan penuh keberkahan dari Allah. Kekuatan internal menjadi
modal utama dalam setiap strategi yang dijalankan dalam periode ini. Selain itu, metode dan taktik
yang digunakan pun semakin bervariasi mengikuti situasi yang dihadapi. Di atas segalanya, dakwah
ini tetap mengusung secara tegas kalimah Allah hingga tegak di muka bumi.
Wallahu’alam bisshawwab.
Sumber :
o Sirah Nabawiyah, Dr.Muhammad Sa’id Ramadhan Al Buthy
o Manhaj Haraki, Syeikh Munir Muhammad Al Ghadban
o Atlas Perjalanan Hidup Nabi Muhammad, Penerbit Almahira