Anda di halaman 1dari 53

BAB I ILMU NEGARA SEBAGAI MATA PELAJARAN PENGANTAR DALAM HUBUNGANNYA DENGAN MATAPELAJARAN-MATAPELAJARAN POKOK Pendahuluan Dalam susunan

kurikulum Fakultas Hukum Ilmu Negara dimasukkan sebagai salah satu mata pelajaran dalam tingkat persiapan seperti halnya pengantar Ilmu Hukum dan mata pelajaran lainnya. Tugas mata pelajaran tersebut sebagai pengantar terhadap mata pelajaran seperti hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara yang akan diberikan pada tingkatan yang lebih tinggi. Ilmu Hukum sendiri dibagi menjadi dua lapangan yang besar Hukum Publik dan Hukum Privat, maka ilmu Negara akan mengantar para mahasiswa untuk mempelajari Hukum Publik, khususnya Hukum Tata Negar dan Hukum Administrasi Negara. Hubungannya dengan mata pelajaran pokok. Secara garis besar mata pelajaran yang diberikan di Fakultas Hukum dapat dibagi atas 2 bagian, yaitu: 1. Mata pelajaran persiapan (istilah sekarang dinamakan mata kuliah dasar keahlian) 2. Mata pelajaran Pokok (istilah sekarang mata pelajaran keahlian Mata pelajaran tambahan sendiri bertugas menambah wawasan dan memperluas pengetahuan para mahasiswa menghubungkan hukum sebagai salah satu gejala dalam masyarakat dengan gejala-gejala lainnya atau sebaliknya. Hukum sebagai salah satu gejala dimasyrakat tidak timbul dengan sendirinya dan sangat erat hubungannya dengan gejala lainnya. Oleh karena itu seorang sarjana hukum tidak dapat membuat suatu peraturan yang baik tentang pengendalian harga jika ia tidak tahu seluk beluk perekonomian. Dengan kata lain suatu hukum yang baik adalah suatu peraturan hukum yang memerhatikan faktor-faktor yang hidup dalam masyarakat tersebut. Prof. Hoetink dalam pidato jabatannya sebagai guru besar dengan judul achtergrond van het romelns recht telah menunjukkan bahwa Hukum Romawi tidak dapat dipelajari sendiri dari pengaruh-pengaruh lainnya, akan tetapi Hukum Romawi harus dipelajari juga dari apa yang menjadi latar belakangnya. Ilmu Negara sebagai mata pelajaran pengantar mempunyai kedudukan sama dengan pengantar Ilmu Hukum, bedanya pengantar ilmu hukum memiliki bidang yang lebih luas. Ilmu negara tidak mempunyai nilai-nilai yang praktis melainkan nilai yang teoritis, artinya dalam pelajaran ilmu negara orang tidak dapat menggunakan hasilnya secara langsung didalam praktek. Berbeda dengan mata pelajaran pokok seperti Hukum Pidana, Hukum perdata, Hukum Tata Usaha dan lain sebagainya. Maka pelajaran yang diperoleh dari mata pelajaran ini orang langsung dapat menggunakannya dalam praktek maka disebut sebagai ilmu pengetahuan praktis. Jika dihubungkan dengan pendapat Rengers Hora Siccama dalam karangannya yang berjudul Natuuralijkewaarheid en historische bepal heid, yang maksudnya

hendak membedakan kebenaran hakekat dan kenyataan sejarah maka ia menggolongkan tugas ahli hukum dalam dua golongan yaitu: 1. Ahli hukum bertugas sebagai penyelidik yang hendak mendapatkan kebenarankebenaran secara objektif dan untuk itu ia tidak melaksanakan hukum itu sendiri. 2. Ahli hukum bertugas sebagai pelaksana yang akan mempergunakan hukum tersebut dalam keputusan-keputusannya. Keputusan tersebut dapat berbentuk:
a. Undang-undang (legislatif) b. Vonnis (yudikatif) c. Eksekutif (beschiking)

Golongan ini disebut sebagai de jurist als nedespeler. Berhubung keputusankeputusan ini tergantung kepada pelaksananya maka kadangkala suatu keputusan dianggap baik oleh si pelaksana dan sebaliknua kurang memuaskan bagi yang menerima keputusan, karena sifat subjektivisme dari keputusan-keputusan itu sangat menonjol. Sehubugan dengan pendapat Rengers Hora Siccama tersebut maka dapatlah disamakan perumpamaan yang pertama sebagai tugas ilmu negara yang tidak mementingkan teoritisnya. Ilmu negara sebagai ilmu pengetahuan dasar harus benar-benar memberikan dasar yang bermanfaat dalam mempelajari serta menyelidiki Hukum Tata Negara. Definisi Ilmu Negara Ilmu negara adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki asas-asas pokok dan pengertian-pengertian pokok tentang Negara dan Hukum Tata Negara. Maka pertama-tama yang harus dijelaskan adalah arti dari pada ilmu pengetahuan. Ilmu Pengetahuan adalah hasil pemikiran yang obyektif dan disusun secar sistematis. Beberapa syarat suatu pengetahuan merupakan karya ilmiah; pertama yaitu syarat obyektif tetapi ilmu pengetahuan harus dapat mengejar kebenaran yang dapat diterima umum. Syarat ke-dua adalah syarat sistematis dimana pengertian yang diperolehnya tidak boleh bercerai berai, melainkan satu kesatuan. Dari uraian tersebut di atas, dengan jelas dapat diketahui perumusan yang kita berikan mengenai arti dari Ilmu Negara sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari pengertianpengertian dan asas-asas pokok tentang Negara dan Hukum Tata Negara. BAB II ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU NEGARA Maksud dari aliran-aliran dalam Ilmu Negara ialah faham-faham atau pendapatpendapat yang pada suatu waktu dalam perkembangan sejarah manusia mempunyai pengaruh besar terhadap ketatanegaraan. Faham tersebut timbul karena pandangan hidup dari masyarakatnya yang berbeda-beda. Adapun faham-faham tersebut dimulai dari yang paling kuno sampai pada faham yang ada pada sekarang ini.

1. Socrates Socrates adalah sarjana yang memperkenalkan istilah theoria sebagai pengetahuan. Menurutnya tugas negara adalah mendidik warga negara dalam keutamaan yaitu memajukan kebahagiaan bagi para warga negara dan membuat jiwa mereka sebaik mungkin. Menurut socrates keahlian yang sungguh-sungguh menjamin kesejahteraan negara adalah pengenalan tentang yang baik. 2. Plato Plato telah menulis dalam bukunya Politieia tentang bagaimanakah corak negara yang sebaiknya atau bentuk negara yang bagaimanakah yang ideal. Pada zaman plato ilmu negara merupakan cakupan dari seluruh kehidupan yang meliputi Polis (negara kota). Karena itu Ilmu Negara pada zaman tersebut diajarkan sebagai Civics/Staatsburgerlijke opvoeding yang masih merupakan Social moral dan differensiasi ilmu pengetahuan pada waktu itu belum ada. Didalam bukunya diterangkan sekaligus tentang kota atau polis dan tidak diterangkan apa yang dimaksud dengan negara dan hanya menggambarkanya dalam bentuk ideal. Dalam uraiannya ia menyamakan negara dengan manusia yang mempunyai tiga kemampuan jiwa yaitu: 1. Kehendak 2. Akal pikiran. 3. Perasaan. Sesuai dengan tiga kemampuan jiwa tersebut maka didalam negara juga terdapat tiga golongan masyarakat yang mempunyai kemampuan masing-masing. Golongan pertama disebut golongan yang memerintah, yang merupakan otaknya didalam negara. Golongan yang kedua golongan kesatria/prajurit dan bertugas menjaga keamanan negara yang disamakan dengan hasrat manusia. Golongan ketiga adalah golongan rakyat biasa yang disamakan dengan perasaan manusia. Faham dari plato hanya angan saja dan ia sadar bahwa negara semacam itu tidak mungkin terjadi didalam kenyataan karena sifat manusia itu sendiri tidak sempurna. Selanjutnya ia membentuk suatu negara yang maksimal dapat dicapai yaitu disebut sebagai negara hukum. Dalam negara hukum semua orang tunduk terhadap hukum termasuk juga penguasa atau raja. 3. Aristoteles. Aristoteles melihat negara lebih riel. Dalam menyiapkan bukunya yang berjudul Politica, ia mengadakan penyelidikan terlebih dahulu terhadap 158 konstitusi-konstitusi yang berlaku dalam polis-polis di Yunani. Suatu bukti bahwa ia telah meninggalkan cara kerja dari gurunya (Plato) yaitu mempergunakan metode dedukatif dan metode empiris. Dalam bukunya ia membedakan negara kedalam 3 bentuk negara yang sempurna seiring dengan bentuk kemerosotannya. Pada negara sempurna itu, tugas negara adalah menyelenggarakan kepentingan umum, akan tetapi kenyataan yang ada ialah bentuk kemerosotan karena penyelewengan pihak penguasa.

4. Thomas Aquino Thomas van Aquino adalah seorang yang penting pada abad pertengahan yang dikenal sebagai abad dari agama katolik karna pada saat tersebut agama katolik yang menggantikan kebudayaan Yunani kuno begitu berpengaruh sehingga semua perikehidupan dalam masyarakat abad pertengahan ditentukan oleh gereja. Menurut pendapatnya dalam menerangkan kedudukan negara di dalam masyarakat berpangkal pada manusia sebagai makhluk masyarakat (animal social) disamping manusia sebagai makhluk politik (animal politicum). Selanjutnya diterangkan bahwa masyarakat yang memiliki kewajiban adalah manusia yang menurut kodratnya dianugrahi Tuhan. Tugas negara adalah menyempurnakan tertib hukum kodrat. Pada waktu itu manusia mencari hukum yang lebih sempurna dari hukum positif, yang kemudian disebut hukum alam yang sifatnya abadi dan tidak berubah-ubah karena pengaruh waktu dan tempat. Hukum alam ini adalah hukum yang timbul dari kodrat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berbudi luhur. Asas dari hukum alam ini disebut sebagai asas primer yang merupakan peraturan dasar dan dapat diisi serta ditambah dengan hukum positif sesuai dengan kebutuhan masyrakatnya. Dan hukum positif tersebut tidak boleh bertentangan dengan asas hukum alam yang timbul karena budi manusia tersebut. Selain menyempurnakan tertib hukum, ia juga harus menyelenggarakan kesejahteraan umum untuk warganegaranya. Ilmu Negara menurut faham Katolik adalah sebagian dari ajaran yang bersifat solidaritas dan sebagai lawan dari faham liberal dan sosialisme. Negara harus membahaskan diri untuk mencampuri urusan orang perseorangan, keluarga dan masyarakat dengan hukum-hukum lainnya karena mereka lebih mengenal akan kepentingan mereka sendiri dan lebih tahu bagaimana caranya untuk menyelenggarakan kepentingan tersebut walaupun didalam masalah ekonomi, kebudayaan dan sosial. Namun apabila kepentingan umum dirugikan, maka negara harus ikut campur tangan. Asas ini disebut asas subsidair. Dengan demikian jelas bahwa tugas negara adalah terbatas dan faham ini adalah bertentangan dengan faham otoriter. 5. Aliran Calvinis Aliran Calvinis memiliki faham yang sama dengan golongan katolik. Aliran ini mendasarkan ajarannya pada kedaulatan Tuhan dan mengembalikan semua kekuasaan kepada Tuhan, hanya bedanya dengan golongan katolik yaitu aliran ini tidak mengakui gereja sebagai perantara dari Tuhan dan juga tidak mengakui kekuasaan Paus. Kekuasaan negara adalah langsung berdasarkan kekuatan Tuhan sedangkan menurut ajaran golongan katolik, kekuasaan negara secara tidak langsung didapat dari Tuhan melalui manusia dengan budinya yang berasal dari Tuhan. Menurut golongan Calvinis kekuasaan negara merupakan pemberian dari Tuhan yang dipegang oleh Raja. Oleh karena itu negara yang menganut fahamnya, pengumuman mengenai undang-undangnya senantiasa didahului dengan kalimat atas karuni Tuhan. Sama halnya dengan katolik, golongan Calvinis juga beranggapan negara tidak bisa campur tangan terhadap golongan yang ada pada masyarakat seperti keluarga, perusahaan dan sebagainya. Asasnya yang terkenal adalah kedaulatannya didalam

lingkungannya sendiri yang berarti bahwa mereka bebas dalam menyelenggarakan kepentingannya sendiri tanpa di campuri oleh negara 6. Hegel. Hegel terkenal dalam ilmu pengetahuan karena filsafatnya, namun didalam ajaran itu ia menyinggung tentang negara. Dalam filsafatnya untuk mencari kebenaran ia memiliki sebuah metode yang penting yang disebut dialektika yaitu suatu metode dengan mengemukakan thesis yang kemudian disangkal dengan antithesis. Hasil dari perlawanan ini diperoleh synthesis yang merupakan kesimpulan dialektesis dan tersusun dari kedua unsur yang berlawanan itu. Negara merupakan kesimpulan dari 2 unsur yang berlainan, keterangannya sebagai berikut: Manusia adalah warga dalam masyarakat dan dalam sifat perorangannya ia ingin mendahulukan kepentingannya sendiri sebagai tujuan utama. Kemudian individu-individu itu membentuk masyarakat yang belum teratur karena belum ada badan yang mengatur kedua unsur tersebut yang kemudian dinamakan negara sebagai perwujudannya. Karena negara merupakan perwujudan cita-cita manusia yang mutlak maka negara adalah satusatunya badan yang paling sempurna dimasyarakat yang paling sempurna dan harus dijunjung tinggi. Ajaran Hegel yang mutlak tersebut disebut sebagai absolut idealisme. Akibat ajaran ini timbullah anggapan bahwa negara harus didewakan dan menyebabkan faham tentang kedaulatan negara yang beranggapan bahwa semua kekuasaan bersumber pada negara. Ajaran ini mempengaruhi aliran Deutsche Publizisten Schule yang juga mendukung faham kedaulatan negara jerman dengan Karl Marx mempergunakan metode dialektika. 7. Karl Marx Pada mulanya Karl Marx setuju dengan pendapat Hegel bahwa negara itu merupakan perwujudan dari Stittichkeit und Vermunt namun pada tahun 1844 ia meninggalkan ajaran tersebut. Marx tidak membenarkan pendapat Hegel yang melihat negara dari sudut alam citacita tetapi ia melihat hubungan masyarakat sebagai suatu kenyataan. Menurutnya dasar menentukan negara ialah negara kelas. Ajarannya tentang ilmu negara terdapat pada bukunya yang berjudul Das Komunistische Manifest pada tahun 1848. Menurut Marx negara akan tetap ada sebagai organisasi akibat dari suatu penjelmaan dari sejarah dan sebagai hasil dari kehidupan manusia itu sendiri jika kemajuana-kemajuan dalam prosese produksi dan pembagian kerja terdapat dan selama hak milik memegang peranan yang penting. Ajaran Marx disebut sosialisme ilmiah yaitu suatu sosialisme yang telah memperoleh penilaian sebagai ilmu pengetahuan karena ajarannya mengandung kebenaran bagi kaum komunis. Pendapat Marx selanjutnya adalah suatu keharusan dari perkembangan sejarah manusia bahwa masyarakat akan menuju kearah sosialisme yang dipimpin oleh diktator proletar Beberapa cendikiawan sosialisme sebelum Marx: 1. Robert Owen (1771 1858) di Inggris

2. Saint Simon (1760 1825) di Prancis 3. Fourier (1772 1837) di Prancis Robert Owen Seorang pengusaha dan menganggap bahwa tenaga produktif manusia pada waktu itu tidak dipergunakan dengan sebaik-baiknya sehingga tidak menghasilkan kemakmuran, juga segi moral dari masyarakat itu tidak dibina dengan baik sehingga akibatnya mendatangkan kemiskinan dan dosa. Saint Simon Seorang bangsawan di Perancis dan merasa tidak puas dengan hasil Revolusi Prancis, karena hasilnya dinikmati oleh golongan bangsawan saja yang mempunyai ciri golongan kapitalis. Dalam pendapatnya yang unik, ia membedakan dua golongan yang bekerja dan golongan yang malas. Golongan yang malas akan menderita kekalahan karena kehilangan kewibawaan sedangkan golongan orang yang tidak berada, tidak mampu memimpin masyarakat baik dalam kerohaniannya maupun dalam bidang politik. Menurutnya politik ditentukan oleh perekonomian rakyatnya baik dalam pengusahaan administrasinya maupun dalam produksinya, sehingga kekuasaan politik aras golongan lainya harus dirubah dan akhirnya negara akan hilang. Fourier Seorang kritikus dan seorang satiris. Menurut pendapatnya didalam masyarakat kapitalis terdapat penumpukan modal yang besar, yang dipeloh dari penderitaan dan kemiskinan dari pihak lain. Kemiskinan akan membawa bencana yang besar terhadap moral manusia sehingga hilanglah kepribadian dari manusia itu. Selanjutnya ia brpendapat dengan makin meningkatnya produksi sebagai hasil ciptaan manusia dapat dipenuhi sehingga keadilan sosial bisa dicapai. Kembali kepada ajaran Marx. Marx dalam menerangkan perubahan sosial (masyrakat) mempergunakan metode dialektika dari Hegel dengan memutar balikkan teori Hegel yaitu kalau Hegel berpendapat bahwa cita-cita manusia yang menentukan kenyataan, maka Marx justru sebaliknya kenyataanlah yang menentukan kesadaran manusia. Menurutnya susunan masyarakat timbul terutama ditentukan oleh kehidupan masyarakat itu sendiri. 8. Bakunin. Dalam waktu yang kira-kira sama muncul suatu pendapat yang berbeda dengan faham Marx walaupun pada titik penghabisannya adalah sama. Bakunin yang hidup pada tahun 1814 1876 memiliki faham lebih radikal dari Marx. Ia menghendaki hilangnya negara dimuka bumi karena negara merupakan suatu penyakit bagi masyarakat. Karena adanya negara maka timbullah penindasan dan senantiasa merupakan alat bagi yang berkuasa untuk menindas golongan lain yang dikuasainya. Karena itu negara harus dilenyapkan dari muka bumi dan sebagai gantinya dibentuk perserikatan-perserikatan individu yang bebas dari

segala macam tekanan. Apakah akibat dari faham Bakunin ini? Akibatnya ialah akan timbul kekacauan-kekacauan di dalam masyarakat yang mempunyai negara. Kalau dilihat dari sudut tata tertib dimana negara sangat diperlukan, pendapat Bakunin ini justru menghendaki kekuasaan diatasnya dan disebut anarkhisme. Faham ini tidak banyak pengikutnya dan buktinya hingga sekarang masyarakat masih mengakui perlu adanya negara. Faham ini juga tidak mengikuti sejarah manusia dan ilmu negara ia tidak mendapat tempat yang subur. 9. Aliran Fascisme. Sekitar tahun 1922 1944 sebelum perang dunia kedua selesai, di Italia terdapat suatu faham yang perpengaruh dan disebut Facisme. Ajarannya pertama-tama menolak adanya negara hukum yang demokratis dimana dalam negara demokratis diakui adanya hak-hak kemerdekaan manusia. Lalu sebagai kelanjutannya ialah tidak diakuinya pembagian kekuasaan yang hendak mencegah adanya tindakan-tindakan sewenang-wenang. Pembagian kekuasaan dianggap sebagai sekunder, kedaulatan tertinggi terletak pada negara dan tidak diakui adanya kekuasaan yang lebih tinggi dari negara. Tidak boleh ada pendapat yang bertentangan dengan negara dan semuanya adalah kepentingan negara. Semua kekuasaan dipusatkan pada negara dan yang memegang kekuasaannya adalah Duce pemimpin atas Capodel Governo. Dalam negara hanya ada satu partai sebagai elit dan yang lainnya tidak diakui. Negara adalah satu dan sama. Karena sifatnya itu maka negara Fascis mempunyai ciri otoriter, totaliter dan korporatif. Jadi didalam negara Fascis orang tidak mengenal negara hukum yang dapat menjamin kebebasan hukum dan kebebasan politik daripada warga negaranya. Negara Fascis merupakan negara yang paling berkuasa dan menentukan segala kekuatan baik dalam bidang moral maupun dalam bidang intelektual dari individuindividu. 10. Aliran National Sosialisme

Dalam kurun waktu yang sama dengan Facisme di Italia , faham ini punya pengaruh yang sangat besar sekali di Jerman sebelum perang dunia kedua. Kalau menurut faham Facisme negara adalah yang paling penting dan berkuasa maka menurut faham National Sosialisme bangsa Jermanlah yang paling utama di Dunia. Yang menjadi pusat dari Negara National Sosialisme Jerman adalah Fuhrer, Reichstag tidak mempunyai arti sama sekali ia berkumpul kalau diperlukan oleh Fuhrer untuk memberitahukan apa yang sudah dan yang akan dijalankan olehnya. Faham ini dihidupkan diatas mythos bangsa Jerman yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari semua bangsa-bangsa di dunia baik mengenai ciri-ciri jasmaninnya maupun rohani. Menurut ajarannya mengenai ras para sarjana jerman hendak membuktikan bahwa ia adalah keturunan dewa-dewa yang disebut sebagai Das Hernnvolk yang mempunyai bakat-bakat yang lebih tinggi dari bangsa lainnya. 11. Aliran Liberalisme

Aliran ini sudah lama timbul sebagai reaksi dari faham Mercantilisme yang hidup pada abad 16, 17, 18 dan 19 di negara-negara barat yang melaksanakan politik ekonomi berdasarkan sistem perdagangan yang menguntungkan. Negara yang menganut aliran ini

tentunya hendak mengusahakan agara ekspor lebih besar dari impor sehingga pemasukan uang lebih banyak daripada pengeluarannya. Faham Liberalisme ditujukan kepada kebesaran dalam bidang ekonomi dan politik. Dalam bidang ekonomi terutama dimaksudkan sebagai kemerdekaan dan kebebasan yang leluasa dalam mencapai kemakmuran rakyatnya. Faham ini mula-mula di kemukakan oleh Emmanuel Kant yang menghendaki kebebasan rakyat dari campur tangan pemerintah dengan mengemukakan unsur-unsur yang penting dalam negara hukum seperti hak asasi manusia dan pembagian kekuasaan. Dari ajaran Emmanuel Kant ini ternyata negara hukum tidak dapat dipertahankan lagi tanpa campur tangan pemerintah terhadap kemakmuran masyarakatnya. Faham liberalisme ini membiarkan setiap individu mengembangkan bakatnya masing-masing tanpa paksaan, tekanan dan lain-lain. Dengan filsafat hidup ini maka mereka beranggapan bahwa kebahagiaan hidupnya akan tercapai. Dan dari sinilah muncul pengertian free fight competition yang membawa bermacam-macam ekses di dalam masyarakat. Antara lain perlombaan dalam mendapatkan keuntungan ekonomi dan sebagai akibatnya timbul segolongan kecil manusia yang memiliki modal di dalam masyarakat dan menguasai golongan yang terbanyak dalam masyarakat yang hidupnya tergantung dari mereka.

BAB III ILMU NEGARA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN ILMU POLITIK DAN ILMU KENEGARAAN Ilmu negara telah dipelajari sejak dahulu namun baru disusun sebagai ilmu pengetahuan secara sistematika pada permulaan abad 20 oleh George Jellinek di Jerman dalam bukunya Allgemeine Staarslehre. Karena terjadinya itu maka ia mendapat sebutan Bapak dari ilmu negara yang merupakan pedoman (legger dan standardwork) bagi para sarjana untuk mengetahui keadaan negara pada masa yang silam dan merupakan sandaran bagi penyelidikan tentang keadaan negara pada masa yang akan datang. Dalam bukunya itu ia membagi ilmu Kenegaraan atas dua bagian yaitu:
1. Ilmu Negara dalam arti sempit (staats wissen schaften) 2. Ilmu Pengetahuan Hukum (Rech tswissen schaften).

Apa yang dimaksud oleh Jellinek dengan Rech tswissen schaften adalah Hukum Publik yang menyangkut soal kenegaraan, hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum antar negara, hukum pidana dan sebagainya. Tetapi yang penting dalam pembagian ini adalah bagian yang pertama yaitu ilmu kenegaraan dalam arti sempit yang mempunyai 3 bagian sebagai berikut: a. Beschrebende Staatswissenschaft b. Theoretische Staatswissenschaft c. Praktische staatswissenschaft Adapun penguraian dari ketiga pembagian itu seperti dibawah ini:

1. Beschrebende Staatswissenschaft Sifat ilmu kenegaraan ini adalah deskriptif yang hanya menggambarkan dan menceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi yang berhubungan dengan negara. Peristiwaperistiwa itu merupakan salah satu gejala dalam masyarakat yang ditetapkan dan disusun dalam suatu rangkaian peristiwa sejarah tetapi tidak diterangkan apakah sebab-musababnya. Ilmu pengetahuan yang menggambarkan peristiwa-peristiwa kenegaraan juga disebut sebagai Edzahlende Staatswissenschaft atau staatenkunde, dengan contoh yang konkrit kita dapat memberi gambaran yang lebih jelas kepada mahasiswa. 2. Theoretische Staatswissenschaft Jika Beschreibende Staatswissenschaft mengumpulkan bahan-bahannya, maka Theoretische Staatswissenschaft mengadakan penyelidikan lebih lanjut mengenai bahanbahan tersebut. Dengan mengadakan analisa-analisa dan memisahkan mana yang mempunyai ciri-ciri yang khusus, Theoretische Staatswissenschaft mengadakan penyusunan tentang hasil-hasil penyelidikannya dalam satu kesatuan yang teratur sistematis. Inilah ilmu pengetahuan yang sebenarnya. Karena itu ilmu negara disebut juga Erklarende Staatswissenschaft. 3. Praktische staatswissenschaft Ilmu pengetahuan ini tugasnya untuk mencari upaya bagaimana hasil dari penyelidikan Theoretische Staatswissenschaft dapat dilaksanakan dalam praktek dan pelajaran-pelajaran yang diberikan itu semata-mata mengenai hal-hal yang berguna untuk tujuan praktek. Oleh karena ilmu pengetahuan ini tidak berdiri sendiri daripada kedua ilmu pengetahuan tersebut sebagai Angwandte Staatswissenschaft dan juga oleh karena tujuannya untuk kepentingan praktek kenegaraan maka ilmu pengetahuan ini disebut ilmu pengetahuan politik. ketiga ilmu pengetahuan kenegaraan tersebut jelas memiliki hubungan yang sangat erat, dan masing-masing bisa dikatakan tidak berdiri sendiri. Dalam bukunya Theoretische Staatswissenschaft mengadakan pembagian sebagai berikut: 1. Allgemeine Staatslehre 2. Besondere Staatslehre Allgemeine Staatslehre menyelidiki negara-negara pada umumnya sedangkan Besondere Staatslehre menyelidiki sesuatu negara pada khususnya. Dari tiap bagian tersebut Jellinek mengadakan penyelidikan dari sudut Sosiologis dan Yuridis. Secara sosiologis menghasilkan Allgemeine Soziale Staatslehre dan tinjauan secara Yuridis mengahasilkan Allgemeine Staatsrechslehre. Juga tinjauan tersebut dilakukan juga terhadap Besondere Staatslehre dan bagi tinjauannya secara sosiologis menghasilkan Individualle Staatslehre sedangkan secara Yuridis menghasilkan Spezielle Staatslehr. 4. Perbedaan Ilmu Negara dan Ilmu Politik Ada bermacam-macam pendapat mengenai perbedaan Ilmu negara dan ilmu politik. Hermann Heller telah menyimpulkan beberapa pendapat dalam Encyclopedia of the Social Sciences: 1. Ada sarjana yang menganggap ilmu politik sebagai suatu ilmu pengetahuan yang praktis yang ingin membahas keadaaan dalam kenyataan (realistis) sedangkan ilmu negara dinamakan ilmu pengetahuan yang teoritis yang sangat mementingkan segi normatif.

Segolongan sarjana menganggap bahwa ilmu politik mementingkan sifatsifat dinamis dari negara yaitu proses-proses kegiatan dan aktivitas negara. Subyek ilmu politik ialah gerakan-gerakan dan kekuatan-kekuatan di belakang evolusi yang terus menerus. Sebaliknya menurut para sarjana tersebut ilmu negara lebih mementingkan segi-segi statis dari negara seolah-seolah negara adalah beku dan membatasi diri pada penelitian Lembaga kenegaraan yang resmi. 3. Ilmu negara dianggap lebih tajam konsep-konsepnya dan lebih terang metodologinya, tetapi ilmu politik dianggap lebih konkrit dan lebih mendekati realitas. 4. Perbedaan yang praktis ialah bahwa ilmu negara lebih mendapat perhatian dari ahli hukum, sedangkan ahli sejarah dan ahli sosiologi lebih tertarik kepada ilmu politik.
2.

BAB IV PENGERTIAN NEGARA Dalam sejarah ketatanegaraan pengertian-pengertian tentang negara senantiasa berubah-ubah disebabkan karena pengertian-pengertian itu dilahirkan menurut panggilan zaman dan juga karena alam fikiran dari penciptanya. Aristoteles yang hidup pada tahun 384 322 SM yang telah merumuskan arti dalam bukunya yang berjudul Politica. Dalam perumusannya itu pandangan Aristoteles masih pada wilayah yang kecil yang disebut polis (negara menurut faham sekarang). Bagi Aristoteles yang memerintah dalam negara bukanlah manusia melainkan pikiran yang adil sedangkan penguasa sebenarnya hanya pemegang hukum dan keseimbangan saja. Kesusilaan yang akan menentukan baik dan tidaknya suatu peraturan undang-undang dan membuat undang-undang adalah sebagian dari kecakapan menjalankan pemerintahan negara. Oleh karena itu kata Aristoteles bahwa yang penting ialah mendidik manusia menjadi warga negara yang baik karena sikapnya yang adil akan terjamin kebahagiaan hidup warga negaranya. Dalam abad pertengahan muncul seorang sarjana yang menjadi tokoh dalam agama katholik yang bernama Agustinus (350 430) sesudah Masehi. Dalam karangannya ia membagi negara atas dua bagian. Satu pihak negara disebut Civitas Dei yang artinya negara Tuhan, dan dipihak lain disebut Civitas Terrena atau Civitas Diaboli yang artinya negaranegara duniawi akan negara iblis. Civitas terrena ini yang ditolak Agustinus sedangkan yang pertama itu yang dipujinya. Contoh dari negara duniawi yang merupakan Civitas Diaboli itu adalah kerajaan Romawi yang diperintah Kaisar yang tidak mempunyai rasa keadilan dan sewenang-wenang. Sedangkan contoh dari raja-raja yang memerintah sesuai dengan cita-cita tersebut adalah Constantin dan Theodosius karena mereka memimpin Civitas Terrena dengan jiwa Civitas Dei. Demikianlah negara menurut abad pertengahan yang dipengaruhi oleh agama katholik. Kemudian pada abad Renaissance kebenaran-kebenaran tentang negara menurut beberapa faham disangkal. Di antaranya adalah faham dari Machiavelli (1469 1527) yang mengartikan negara sebagai negara kekuasaan. Dalam bukunya Il Principle yang merupakan buku pelajaran bagi raja-raja, ia mengajarkan bagaimana raja harus memerintah sebaik-baiknya. Ia memandang negara dari sudut kenyataan jika dibandingkan dengan faham-

faham yang lain, yang melihat negara dari segi alam pikiran. Menurut perkembangan sejarah selanjutnya ajaran Machiavelli mendapat tentangan terutama oleh karena akibat dari ajarannya raja-raja dapat memerintah dengan sewenang-wenang. Tentangan itu timbul dari rakyat yang menghendaki kebebasan dari tekanan-tekanan raja. Pada abad ketujuh belas muncul ajaran-ajaran dari 3 sarjana yang kenamaan seperti Thomas Hobes (1588 1679), John Locke (1632 1704) dan Rousseau (1712 1778). Mereka mengartikan negara sebagai badan atau organisasi hasil dari pada perjanjian masyarakat. Persamaan dari ketiga ajaran-ajaran itu terletak pada konstruksi alam yang membentuk negar melalui perjanjian masyarakat, sedangkan perbedaannya terletak pada tujuan-tujuannya serta akibatnya. Baik Hobbes, John locke maupun Rousseau mempergunakan sebagai titik pangkal ajarannya bahwa manusia dilahirkan telah membawa hak asasinya seperti hak untuk hidup, kemerdekaan dan hak milik. Hak-hak ini termasuk dalam hukum alam. Dalam keadaan belum ada negara yang disebut status naturalis hak-hak itu tidak dapat dilanggar dan oleh karena itu dapat menimbulkan kekacauan yang bisa mengakibatkan perang semesta. Dalam keadaan belum ada negara Hobbes menyamakan manusia terhadap manusia yang lainnya seperti serigala dengan ucapannya homo homini lupus. Jika tidak dapat dipertahankan lagi maka akan menciptakan perang semesta yang disebut bellus omnium contre omnes. Oleh karena itu betapa pentingnya negara untuk mencegah terjadinya peristiwa tersebut. Menurut John Locke hak-hak asasi tidak bisa diserahkan seluruhnya melainkan sebagian saja, karena bagaimana rakyat bisa menyerahkan haknya untuk hidup sedangkan rakyat sendiri memerlukannya untuk hidup. Menurut ajaran john locke hak asasi daripada manusia tidak bisa diserahkan kepada penguasa maka dari itu ajaran John Locke bukan monarchie absoluut akan tetapi monarchie yang dibatasi oleh konstitusi. Rousseau berpendapat bahwa hak-hak asasi itu tetap ada pada rakyat oleh karena menurutnya yang berdaulat di dalam negara itu hanya merupakan mandataris daripada rakyat. Ajaran Rousseau hingga kini masih dipertahankan mengenai kedaulatan rakyatnya yang merupakan mithos bagi negara modern. Kemudian ajaran-ajaran tentang arti daripada negara yang perlu dipertahankan ialah ajaran-ajaran dari paham sosialis. Contoh dari ajaran-ajaran tersebut adalah pendapat Karl Marx dan P. Fridrich Engels. Dalam demokrasi yang dicita-citakan oleh rousseau ternyata tidak tercapai sebagaimana mestinya, oleh karena kekuasaan pada hakekatnya tidak dipegang oleh rakyat melainkan berada pada golongan borjuis. Tetapi yang menarik pada waktu itu negara telah membebaskan diri dari campur tangan kehidupan perekonomian rakyatnya. Pengarang lainnya seperti Logemann dan Kranenburg memberi pengertian tentang negara yang berbeda lagi. Logemann dalam bukunya over de theorie van een stelling staatsrecht mengartikan negara sebagai organisasi kewibawaan. Dari pengertiannya itu ia hendak menitik beratkan negara pada sifat kewibawaannya. Dalam segilain logemann dapat dibenarkan karena arti daripada kewibawaan ialah kekuasaan yang dapat diterima oleh rakyatnya. Akan tetapi dibalik kekuasaan negara-negara jajahan itu tersembunyi tujuantujuan yang tidak dapat dibenarkan. Dalam hal ini faham daripada Kraenburg adalah lebih progresif, dalam bukunya Algemeine Staatslehre. Kraenburg merumuskan arti negara sebagai suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan/bangsanya sendiri.

Beberapa pengertian negara dari beberapa sarjana terkenal lainnya:


1. Roger H. Soltau : Negara adalah alat agency atau wewenang/authority yang

mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat


2. Harold J. Laski : Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena

mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Masyarakat adalah kelompok manusia yang hidup dan berkerjasama untuk mencapai terkabulnya keinginankeinginan meraka bersama. Masyarakat merupakan negara kalau cara hidup yang harus ditaati baik oleh individu maupun oleh asosiasi-asosiasi ditentukan oleh suatu wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat.
3. Max Weber : Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam

penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah.


4. Robert M. Mac Iver : Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di

dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa.
5. Miriam Budiardjo : Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah

(governed)/ oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui pengausan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah.

BAB V TEORI-TEORI YANG MEMBERIKAN DASAR-DASAR HUKUM BAGI KEKUASAAN NEGARA Teori-teori ini secara garis besat dapat dibagi atas tiga golongan besar yaitu: 1. Teori Theokrasi (Theocratische Theorie) a. Langsung b. Tidak Langsung 2. Teori Kekuasaan (Machtatheorie) a. Fisik b. Ekonomis. 3. Teori Yuridis (Yuridische Theorie) a. Patriarchaal. b. Patrimoniaal. c. Perjanjian.

Teori-teori itu hendak membenarkan adanya kekuasaan negara, oleh karena itu dalam kepustakaan teori-teori ini sekaligus dibicarakan bersama-sama dengan arti negara dan tujuan negara. 1a. Teori Theokrasi yang langsung. Istilah langsung menunjukkan bahwa yang berkuasa di dalam negara itu adalah langsung Tuhan. Dan adanya negara di dunia ini adalah atas kehendak Tuhan dan yang memerintah adalah Tuhan. Dalam sejarah negara semacam ini pernah ada di Tibet antara Pancen Lama dan Dalai Lama adalah suatu bukti bahwa di dunia ini ada dua raja yang memperebutkan mahkota kerajaan Tibet. Bahkan sebelum perang dunia kedua, rakyat jepang mengakui rajannya sebagai anak Tuhan 1b. Teori Theokrasi tidak langsung. Teori ini disebut tidak langsung karena bukan Tuhan sendiri yang memerintahkan negara raja atas nama Tuhan. Raja memerintah atas kehendak Tuhan sebagai kurnia. Anggapan ini dalam sejarah timbul pada sekumpulan manusia yang merupakan partai konvensional (agama) di negeri Belanda. Mereka berpendapat bahwa pada raja Belanda serta rakyatnya diletakkan suatu tugas suci sebagai perintah dari Tuhan untuk memakmurkan daerah Hindia Belanda yang pada waktu itu menjadi daerah jajahannya. Politik yang dilakukan belanda terhadap Hindia Belanda dulu disebut Enthische Politik yang menganggap bahwa pemerintah Belanda merupakan perwakilan dari Indonesia. 2a. Teori Kekuasaan Fisik (Jasmaniah) Sebagai contoh dari teori ini diambil ajaran Hobbes dan Machivelli, Hobbes dalam bukunya Leviathan terdapat dua pepatah yang tidak asing bagi kita yang berbunyi sebagai berikut: Homo Homini Lupus manusia sebagai serigala terhadap manusia lainnya Bellum Omnium Contra Omnes perang semua lawan semua. Dalam ajarannya itu pula hobbes membedakan dua macam status manusia yang disebut: Pertama, Status Naturalis kedudukan manusia ketika belum ada negara dan kedua, Status Civilis kedudukan manusia setelah ada negara sebagai warga negara. Menurut Hobbes untuk menjadi seorang raja adalah orang yang fisiknya kuat yang melebihi lainnya agar dapat mengatasi segala kekacauan yang timbul dalam masyarakat. Jadi menurutnya yang kuatlah yang harus berkuasa di dalam suatu negara. Machiavelli juga mempunyai pendapat yang hampir sama dengan hobbes. Dalam bukunya Il Principle ia mengajarkan kepada raja bagaimanakah caranya memerintah dengan sebaik-baiknya. Menurutnya untuk mencapai tujuannya para raja harus menyelenggarakan pemerintahan tentang real political. Yaitu dapat menggunakan segala alat yang menguntungkan baginya. Pada pokoknya keduanya sama-sama membenarkan kekuatan negara itu didasarkan alat kekuatan fisik. 2b. Teori Kekuasaan Ekonomi. Marx menganggap bahwa negara itu merupakan alat kekuasaan bagi segolongan manusia di dalam masyarakat untuk menindas golongan lainnya guna mencapai tujuannya. Ajaran ini berlaku baik negara kapitalis ataupun negara proletar yang pemerintahanya lazim disebut sebagai diktator proletariat. Selain itu yang yang penting dalam teori kekuasaan ekonomi dari Karl Marx adalah sandarannya yang disebut historische materialisme yaitu

bahwa sejarah kehidupan manusia itu dipengaruhi oleh kebendaan. Karl Marx membedakan dua macam bangunan masyarakat yaitu: 1. Bangunan bawah yang didasarkan atas kebendaan. 2. Bangunan atas yang didasarkan atas kemanusiaan. Jika kekuasaan ekonomi di dalam masyarakat itu kita hubungkan dengan istilahistilah yang dipergunakan dalam teori politik modern yang disebut rationalisation dan debunking, maka apa yang dikatakan bahwa hikum itu berdasarkan persamaan, kemerdekaan, keadilan, hanyalah sebagai kedok untuk menutupi maksud yang sesungguhnya. Karna jika dibuka mata kita maka kita akan melihat bahwa sebenarnya hukum itu untuk sebagai alat untuk menjamin hak milik perorangan. 3a. Teori Patriarchaal. Teori ini berdasarkan hukum keluarga zaman dahulu, ketika masyarakat masih sangat sederhana dan pada waktu itu negara belum ada, maka masyarakat itu hidup dalam satu kesatuan keluarga besar yang dipimpin oleh seorang kepala keluarga. Kejadian-kejadian masyarakat selanjutnya menjadikan masyarakat menjadi lebih besat dari pada kesatuankesatuan keluarga itu sendiri. Hal ini disebabkan karena penaklukan yang dilakukan oleh kepala keluarga terhadap keluarga yang lainnya. Teori inilah yang hendak membenarkan hukum keluarga yang berpangkal pada raja yang pertama untuk menjadi kepala keluarga. 3b. Teori Patrimonial. Patrimonial berasal dari istilah patrimonium yang artinya hak milik oleh karena itu raja memiliki hak milik terhadap daerahnya, maka semua penduduk di daerahnya itu harus tunduk kepadanya. 3c.Teori Perjanjian. Teori-teori perjanjian dikemukakan oleh tiga tokoh terkemuka, tentang dasar hukum bagi kekuasaan negara yaitu: Thomas Hobbes, John Locke dan Jean Jacques Rousseau. Ketiganya hendak mengembalikan kekuasaan raja pada waktu pemindahan manusia-manusia yang hidup dalam status naturalis kepada status civilis melalui suatu perjanjian masyarakat. Antara ketiga faham tersebut terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaannya terletak pada perjanjian masyarakatnya yang memindahkan manusia dalam status naturalis ke arah civilis. Perbedaannya terdapat pad isi dan akibatnya. Menurut Thomas Hobbes manusia itu selalu hidup dalam ketakutan yaitu takut akan diserang oleh manusia lainnya yang lebih kuat keadaan jasmaninya. Karena itu lalu diadakan perjanjian masyarakat dan dalam perjanjian itu diadakan antara rakyat dengan rakyat sendiri dan raja tidak diikutsertakan. Di dalam sejarah perjanjian seperti itu belum pernah ada, tetapi hobbes membuat ajaran hanya sebagai konstruksi dalam pikiran saja untuk menghalalkan kekuasaan raja. Menurut John Locke antara raja dengan rakyat mengadakan perjanjian dan karena perjanjian itu maka raja berkuasa untuk melindungi hak-hak rakyat. Kalau raja bertindak sewenang-wenang maka rakyat dapat meminta pertanggung jawabannya. Akibat dari perjanjian ini akan menghasilka monarchie constitusionil atau monarchie terbatas, sebab kekuasaan raja kini dibatasi konstitusi.di dalam perjanjian tersebut ada 2 macam pactum: 1. Pactum uiniones perjanjian untuk membentuk suatu kesatuan (kolektivitas) antar individu. 2. Pactum Subyektiones perjanjian penyerahan kekuasaan antara rakyat dan raja.

Faham Rousseau adalah kebalikan daripada Hobbes, menurut hobbes Pactum uiniones itu ditelaah oleh Pactum Subyektiones maka menurut Rousseau sebaliknya yaitu Pactum Subyektiones yang ditelaah oleh Pactum uiniones. Oleh karena itu akibat dari ajarannya adalah kedaulatan rakyat dan rakyat tidak pernah menyerahkan kepada raja, bahkan kalau ada raja yang memerintah raja itu hanya sebagai mandataris dari pada rakyat. BAB VI TUJUAN NEGARA Sepanjang perkembangan sejarah kenegaraan sejak jaman dahulu hingga sekarang pendapat mengenai tujuan daripada negara tidak pernah sama dan tetap. Shang Yang. Tujuan negara menurutnya ialah membentuk kekuasaan. Untuk pembentukan kekuasaan ini ia mengadakan perbedaan yang tajam antara negara dan rakyat. Perbedaan itu diartikan sebagai perlawanan/kebalikan satu terhadap yang lainnya. Shang Yang mengatakan kalau ingin membuat negara kuat dan senantiasa berkuasa mutlak, maka ia harus membuat rakyatnya lemah dan miskin dan sebaliknya jika orang hendak membuat rakyatnya kuat dan makmur maka ia harus menjadikan negaranya lemah. Untuk membuat negara yang kuat dan senantiasa satu-satunya jalan ialah tentaranya yang kuat, sederhana dan sanggup menghadapi segala bahaya. Menurutnya kebudayaan adalah melemahkan rakyat, karena kebudayaan itu rakyat tidak berani berperang lebih-lebih karena ilmu pengetahuan rakyat tidak berani mati. Nampaknya ajaranya ini kontradiktif yang menganggap hal-hal seperti kebudayaan, moral, ilmu pengetahuan dimana kesemuanya berharga sekali bagi manusia dianggap sebagai penyakit yang merugikan rakyat. Machiavelli. Machiavelli memilki faham yang hampir sama dengan Shang Yang mengenai tujuan negara sebagai negara kekuasaan. Pemerintahan itu sebagai cara memperoleh kekuasaan dan menjalankan kekuasaan itu. Ia tidak setuju dengan moral kebudayaan dan sebagainya karena hal tersebut akan melemahkan raja dalam memerintah negara. Penguasa sebagai pemimmpin negara harus mempunyai sifat sebagai serigala dan singa. Sebagai serigala ia dapat mengetahui dan membongkar rahasia yang bisa merobohkan negara karena kelicikannya. Sebagai singa ia bisa menaklukkan binatang-binatang buas lainnya. Machiavelli tidak setuju dengan ajaran negara menurut plato dan Aristoteles yang kesemuanya itu dianggapnya tidak riel/nyata. Raja harus melihat kenyataan yang hidup di sekitarnya. Persamaan antara machiavelli dan shang yang terletak pad sifat-sifat kekuasaan yang harus dimiliki negar, tetapi bedanya ialah bagi Machiavelli di belakang tujuan negara kekuasaan masih tersembunyi tujuan yang lebih jauh lagi yaitu untuk kepentingan kehormatandan kebahagiaan bangsa. Dante.

Berbeda dengan Shang Yang dan Machiavelli maka pada abad pertengahan Dante mempunyai cita-cita tentang tujuan negara bahwa seluruh negara-negara di dunia itu menjadi satu kekuasaan seorang raja. Pendapatnya itu dilukiskan dalam bukunya yang berjudul De Monarchie Libri III. Tujuan yang dimaksud oleh Dante tidak untuk memperoleh kekuasaan yang mutlak, tapi dengan mempersatukan semua negara-negara di bawah satu kekuasaan untuk membawa kemajuan umat manusia di seluruh dunia terutama dalam mencapai kebahagiaan hidup yang setinggi-tingginya. Dari ketiga pendapat terdapat kesamaan yaitu untuk mencapai kekuasaan. Berbeda dengan ketiga pendapat tersebut menurut ajaran Kant tentang tujuan negara adalah membentuk dan mempertahankan hukum. Atau bisa disebut juga tujuan dari negara hukum yang hendak menjamin kedudukan hukum dari individuindividu di dalam masyarakat. Untuk mencapai tujuan itu maka negara harus mengadakan pemisahan kekuasaan di mana masing-masing kekuasaan itu mempunyai kedudukan yang sama tinggi dan sama rendah. Bagi negara Fascis tujuan negara ialah memperoleh kebebasan yang sebesar-besarnya. Bagi mereka bukan bangsa yang membentuk negara tetapi justru sebaliknya yaitu negara yang membentuk bangsa Italia. Faham lain berpendapat bahwa tujuan negara itu tidak hanya satu, melainkan banyak dan tidak hanya menjamin kedudukan hukum dari warga negaranya saja tetapi memakmurkan rakyatnya dan menyelenggarakan kebudayaannya.

BAB VII PERTUMBUHAN NEGARA Pertumbuhan negara dapat diketahui dapat dibagi atas dua cara yaitu: 1. Pertumbuhan Primer 2. Pertumbuhan Sekunder Pertumbuhan primer ialah pertumbuhan negara yang masih dalam bentuk sederhan sekali dan kemudian berkembang melalui tingkat-tingkat yang lebih maju menjadi negara modern. Pertumbuhan sekunder ialah pertumbuhan yang sudah ada sebelumnya, kemudian karena revolusi atau penaklukan atau penggabungan dan pemisahan-pemisahan, negara yang ada berubah bentuk dan susunannya menjadi negara yang lain pula.

Pertumbuhan Primer. Di dalam sejarah tidak dapat ditentukan kapan dan dimana negara itu dimulai, tapi lazimnya orang mengambil titik pangkal pertumbuhan negara dari masyarakat-masyarakat

hukum yang masih sederhana yang hidup dalam kelompok-kelompok keluarga besar. Misalnya suku punan dayak yang tinggal dipedalaman ditengah-tengah kalimantan. Dalam istilah asingnya masyarakat-masyarakat ini disebut Genootschappen atau masyarakatmasyarakat hukum yang masih dipengaruhi oleh adat kebiasaannya. Dalam masyarakat seperti ini tidak terdapat suatu kekuasaan. Dengan singkat pertumbuhan negara dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Masyarakat-masyarakat hukum yang merupakan keluarga besar. b. Kerajaan c. Negara d. Bangsa yang demokrasi. Pertumbuhan Sekunder. Pertumbuhan sekunder daripada negara disebabkan karena penaklukan, atau penggabungan yang berakibat hilangnya negara yang lam dan diganti dengan negara yang baru. Yang lebih menarik perhatian ialah negara-negara baru karena pemberontakan yang tujuannya menggulingkan kekuasaan yang ada diganti dengan kekuasaan yang baru. Dari segi kekuasaan lain yang ada maka, pemberontakan dianggap sebagai suatu pelanggaran hukum karena sebelum ada negara yang baru itu timbul, peraturan hukum yang dikeluarkan negara yang lama sudah ada. Pelanggaran hukum itu berjalan terus menerus dan makin lama makin menjadi kenyataan yang kemudian diakui. Kekuasaan dari kaum pemberontak mendapat dukungan dari rakyat dan jika pemerintahannya itu stabil dan efektif maka satu demi satu akan datang pengakuan dari negara-negara lainnya yang bersifat sementara. Pengakuan ini disebut de facto. Karena pengakuan ini ditunjukkan kepada kenyataan mengenai kedudukan pemerintahan yang baru. Pengakuan de facto yang bersifat sementara kemudian berubah menjadi pengakuan de jure yang bersifat tetap. Juga penempatan perwakilannya untuk negara baru itu dirubah dari konsulat menjadi kedutaan.

BAB VIII TYPE-TYPE NEGARA DALAM SEJARAH Dalam sejarah pertumbuhan ilmu negara, type-type pokok negara dapat dibagi atas lima bagian yaitu: 1. Negara Timur Purba/Kuno 2. Negara Yunani Purba/Kuno 3. Negara Romawi Purba/Kuno 4. Negara Abad Pertengahan.

5. Negara Hukum. Type Negara Timur Purba/Kuno Menurut penulis barat type ini adalah tyrannie atau Despotie. Sebagai alasan dikemukakan bahwa negara timur purba itu diperintah oleh raja-raja yang berkuasa mutlak dan sewenang-wenang. Pendapat mereka tidak bisa dibenarkan seluruhnya oleh karena tinjauan mereka dilihat dari segi kaca mata barat yang kurang mengenal latar belakang dari struktur masyarakat timur. Type Negara Yunani Purba/Kuno Negara yunani kuno mempunyai type sebagai negara kota atau polis. Negara kota ini mempunyai wilayah yang merupakan kota yang dikelilingi oleh tembok-tembok yang merupakan benteng pertahanan kalau ada serangan musuh dari luar. Penduduknya sedikit dan pemerintahannya demokratis. Negara kota ini misalnya Athena, Sparta dan sebagainya. Yang penting dari type kota ini adalah susunan pemerintahannya. Rakyat langsung ikut serta langsung dalam pemerintahan dan pemerintahan ini merupakan pemerintahan demokrasi langsung. Untuk melaksanakan demokrasi langsung itu rakyat harus memiliki pengetahuan yang cukup dan dari sinilah istilah encyclopaedie yang artinya lingkaran pengetahuan. Pemerintahan ini diselenggarakan dengan mengumpulkan rakyat di satu tempat yang disebut ecclesia. Dalam rapat itu dikemukakan kebijakan pemerintah, kesulitan yang dihadapi pemerintah untuk dipecahkan bersama. Fakta bahwa sebenarnya demokrasi langsung itu tidak benar. Fakta-fakta ini di antaranya adalah sebagai berikut: a. Tidak semua rakyat yunani adalah bebas karena tidak semua rakyat yunani mempunyai hak suara dalam ecclesia, seperti budak-budak belian.
b. Demokrasi di Yunani dilaksanakan dengan musyawarah untuk mendapatkan kata

sepakat, tapi dalam kenyataan tidak semua warga polis dapat ikut serta, bahkan sebagian besat akan menyerahkan hak suaranya itu kepada orang yang pandai berbicara, berdiskusi atau menyerahkan kepada pemimpin-pemimpin yang lebih pandai. Type Negara Romawi Purba/Kuno Type ini digambarkan sebagai suatu imperium yang mempunyai wilayah yang luas sekali karena jajahan-jajahannya. Pada saat itu di Romawi terdapat suatu ajarannya yang diperoleh dari Yunani sebagai hasil dari proses akulturasi. Proses ini timbul karena yunani pada waktu itu menjadi daerah jajahan daripada Romawi. Ajaran yang dibawa dari yunani diantaranya adalah mengenai demokrasi atau kedaulatan rakyat. Tapi kenyataannya justru Caesar yang mempunyai kekuasaan yang besar sekali dan dapat bertindak sekehendak hatinya dan terkenal sebagai seorang tiran. Kedaulatan rakyat yang mereka terima dari yunani lalu di konstruksi menjadi faham Caesarismus yaitu suatu faham dimana caesat menerima seluruh kekuasaan dari pada rakyat berdasarkan kepercayaan rakyat kepadanya.

Seperti diketahui negara Romawi itu merupakan suatu imperium yang daerahnya meliputi lautan tengah, asia muka, perancis, inggris, rumania, jerman dan sebgainya. Dalam alam pikiran orang Romawi, Roma adalah suatu polis sedangkan daerah-daerah sekitarnya merupakan tambahannya. Romawi adalah suatu imperium yang bukan merupakan city state melainkan Country State dan inilah type daripada negara Romawi. Type Negara Abad Pertengahan. Negara-negara para abad pertengahan sudah merupakan country state yang sifatnya mendua. Dualisme itu disebabkan oleh karena adanya dua macam hak yang menjadi dasar bagi terbentuknya negara yaitu: 1. Hak raja yang memerintah yang disebut Rex. 2. Hak rakyat yang disebutkan Regnum. Hak raja untuk memerintah bisa berpindah tangan misalnya karena para bangsawan telah banyak berjasa terhadap rajanya dan sebagai balas jasanya mereka diberi tanah, sebagai akibanya maka segala hak atas tanah itu berpindah kepada kaum bangsawan. Karena itu type dari negara abad pertengahan ialah Feodalistis berdasarkan hak perseorangan yang mutlak. Kalau faham dulu orang mengartikan hak milik dalam arti negatifnya boleh merusak miliknya oleh karena itu haknya, maka menurut faham sekarang hak milik mempunyai kewajiban untuk mengabdi kepada kepentingan umum. Perjanjian antara raja dengan rakyat yang saling membatasi diletakkan dalam Leges Fundamentalis yang didalamnya ditentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari kedua belah pihak. Jika raja melampaui batas haknya maka rakyat dapat memberontak dan demikian pula sebaliknya. Demikianlah type dari negara abad pertengahan yang sifatnya dualistis, karena berdasarkan hak-hak perseorangan. Type Negara Hukum Negara hukum itu diartikan sebagai negara di mana tindakan pemerintah maupun rakyatnya didasarkan atas hukum untuk mencegah adanya tindakan sewenang-wenang dari pihak penguasa dan tindakan rakyat menurut kehendaknya sendiri. Unsur-unsur klasik yang dipakai dalam negara hukum yaitu diakui adanya hak-hak asasi yang harus dilindungi oleh pihak penguasa dan sebagai jaminannya ialah diadakan pembagian kekuasaan. Negara hukum ini timbul sebagai reaksi terhadap kekuasaan raja-raja yang absolut, oleh karena itu tujuan dari hukum mula-mula hendak membebaskan diri dari campur tangan negara. Rakyat akan menyelenggarakan kepentingannya sendiri dan bila dalam penyelenggarannya itu terdapat perselisihan barulah negara campur tangan. Dalam perkembangan negara hukum selanjutnya unsur-unsurnya ditambah, sehingga kini negara hukum mempunyai empat unsur yaitu: 1. Hak-hak asasi. 2. Pembagian kekuasaan.

3. Peraturan undang-undang bagi tindakan pemerintah 4. Peradilan administratif. Peraturan ketiga maksudnya adalah negara boleh bertindak setelah ada peraturan undang-undangnya jadi pemerintah tidak boleh bertindak sebelum ada peraturan perundangundangannya. Stelsel pemerintah semacam ini dalah pelaksanaan dari faham trias-politica.

BAB IX BEDA HUKUM PUBLIK DAN HUKUM PRIVAT Menurut faham kepentingan Hukum Publik mengatur kepentingan umum, sedangkan Hukum Privat mengatur kepentingan perseorangan. Hukum itu mengatur kepentingan tapi tidak berarti bahwa hukum itu sama dengan kepentingan. Kepentingan adalah suatu unsur dari kehidupan sosial dan hukum yang mengaturnya. Faham ini hendak membedakan keduanya atas unsur kepentingan yang diambilnya tetapi terkadang hukum publik juga mengatur hukum perorangan.Sebagai contoh bisa dilihat pada hukum pidana yang lazimnya dimasukkan dalam hukum publik. Pada peraturan hukum pidana tidak sedikit peraturannya yang membela kepentingan perseorangan, mengatur kepentingan jiwa, badan, harta benda dan sebagainya. Bahkan terkadang membelanya lebih intensif jika dibandingkan dengan hukum perdata dalam membela kepentingan perseorangan. Sebaliknya tidak sedikit peraturan hukum privat yang mengatur kepentingan umum seperti hukum perkawinan mengatur perseorangan namun untuk ketertiban umum. Pendapat lain membedakan kedua lapangan hukum dari segi tuntutan hukumnya. Faham ini dikemukakan oleh Thon dalam bukunya Rechtnorm und Subyektives Recht. Thon membedakan hukum privat daripada hukum publik oleh karena pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturannya akan menimbulkan tuntutan perdata, sebaliknya pelanggaran terhadap hukum publik akan menimbulkan tuntutan hukum publik. Dengan kata lain perkataan tuntutan publik merupakan hak dan kewajiban daripada negara sedangkan tuntutan perdata itu merupakan hak perseorangan. Berdasarkan subyek-subyek hukum maka hukum publik dibedakan dari hukum privat oleh karena subyek hukumnya mempunyai kedudukan tidak sama tingginya atau subordinate, sedangkan subyek hukum pada hukum privat coordinate.

BAB X UNSUR-UNSUR NEGARA Untuk melengkapi arti negara perlu kiranya diuraikan unsur-unsur negara. Yang dimaksud unsur negara adala bagian-bagian yang menjadikan negara itu ada. Unsur-unsur negara dikenal tiga hal yaitu:

1. Wilayah Tertentu. 2. Rakyat. 3. Pemerintahan yang diakui. Wilayah. Wilayah tertentu ialah batas wilayah dimana kekuasaan negara itu tidak berlaku diluar batas wilayahnya karena bisa menimbulkan sengketa internasional, walaupun sebagai pengecualian dikenal apa yang disebut daerah eksteritorial yang artinya kekuasaan negara bisa berlaku diluar daerah kekuasaannya sebagai pengecualian misalnya ditempat kediaman kedutaan asing berlaku kekuasaan negara asing itu. Mengenai batas wilayah negara itu orang tidak dapat melihat dalam Undang-Undang Dasar Negara, tapi merupakan pernjanjian (traktat) antara dua negara atau lebih yang berkepentingan dan biasanya merupakan negara tetangga. Jika hanya antara dua negara maka perjanjian tersebut bersifat billateral. Jika lebih maka sifat perjanjian tersebut multilateral. Wilayah/teritori mempunyai arti luas yang meliputi: Udara, Darat dan Laut. Ketiganya ditentukan oleh perjanjian internasional. Rakyat. Rakyat bisa dirumuskan sebagai sekumpulan manusia yang hidup di suatu tempat yang dilawankan dengan makhluk-makhluk lain yang hidup di dunia. Beberapa istilah yang erat pengertiannya dengan rakyat adalah: a. Rumpun (ras) b. Bangsa (volks) c. Nazi (natie) Rumpun diartikan sebagai sekumpulan manusia yang merupakan suatu kesatuan karena mempunyai ciri-ciri jasmaniah yang sama, seperti warna kulit, warna rambut dan lain sebagainya. Karena persamaan ciri-ciri jasmaniah itu maka penduduk dunia dibagi dalam macam-macam rumpun, seperti rumpun melayu, rumpun kuning, rumpun putih dan lain sebagainya. Bangsa diartikan sebagai kumpulan manusia yang merupakan satu kesatuan karena mempunyai perasaan kebudayaan misalnya: bahasa adat kebiasaan, agama dan sebagainya. Natie juga sering disebut sebagai bangsa akan tetapi mempunyai ciri-ciri yang berbeda. Natie diartikan sebagai sekumpulan manusia yang merupakan suatu kesatuan karena mempunyai kesatuan politik yang sama. Ciri jasmaniah maupun kebudayaan bukan syarat mutlak bagi terbentuknya suatu bangsa (natie). Oleh karena itu disebut sebagai nasional oleh karena, negara didirikan atas keadaan nasional. Maka rakyat mempunyai arti yang netral dan rakyat sebagai salah satu unsur dari pada negara harus dihubungkan dengan ikatannya dengan negara, oleh karena itu rakyat harus dimaksudkan sebagai warga negara. Ikatan warga negara

tersebut menimbulkan hak dan kewajiban baginya. Dari hak dan kewajiban tersebut maka warga negara dapat disimpulkan dalam empat hal: 1. Status Positif Status positif seorang warga ialah memberi hak kepadanya untuk menuntut tindakan positif daripada negara mengenai perlindungan atas jiwa, raga, milik, kemerdekaan dan lain sebagainya. 2. Status Negatif Starus negatif seorang warga negara akan memberi jaminan kepadanya bahwa negara tidak boleh campur tangan terhadap hak-hak asasi warga negaranya. Namun dalam keadaan tertentu negara dapat melanggar hak-hak tersebut jika tindakannya untuk kepentingan umum. 3. Status Aktif Status aktif ini memberi hak kepada setiap warga negaranya untuk ikut serta dalam pemerintahan. Untuk mewujudkan hak ini setiap warga negaranya diberi hak untuk memilih dan dipilih sebagai anggota dalam Dewan Perwakilan Rakyat. 4. Status Passif Status passif ini merupakan kewajiban bagi setiap warga negara untuk mentaati dan tunduk kepada seluruh perintah warga negaranya. Pemerintah. Pemerintah merupakan alat bagi negara dalam menyelenggarakan segala kepentingan warganya dan merupakan alat dan juga dalam mewujudkan tujuan yang sudah ditetapkan. Pemerintah harus diartikan luas yang mencakup semua badan-badan negara. Yang penting adalah pemerintah yang berkuasa harus diakui oleh rakyatnya karena pada hakekatnya pemerintah merupakan pembawa suara dari rakyat sehingga pemerintah dapat berdiri stabil. Demikian pula pengakuan dari luar ata negara lain.

BAB XI KEKUASAAN NEGARA DAN HUKUM Secara umum kekuasaan itu sering diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi orang lain/kelompok lain sesuai dengan kehendak pemegang kekuasaan itu sendiri. Oleh Miriam Budiardjo kekuatan di artikan sebagai Kemampuan seseorang atau

sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau orang lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu. Max Weber mengartikan kekuatan sebagai kesempatan dari seseorang atau sekelompok orang-orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu. Sedangkan Mac Iver merumuskan kekuasaan sebagai kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan memberi perintah maupun secara tidak langsung dengan mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia. Bila persoalan kekuasaan ini hanya diartikan dalam bidang politik saja, maka kekuasaan itu disebut monoform. Akan tetapi dalam kenyataan-kenyataan yang hidup dalam masyarakat kita mengenal juga kekuasaan lain seperti kekuasaan dalam hubungan orang tua dengan anak, guru dengan murid dan lainnya, sehingga kekuasaan itu tidak berbentuk satu melainkan banyak yang disebut polyform atau multiform. Mengenai sifat kekuasaan yang polyform telah dikemukakan oleh Beeling dalam bukunya Kratos, Mens en Macht. Ia membagi kekuasaan menurut sifatnya dalam tiga bagian: 1. Sifat kekuasaan yang fundamental. Maksud sifat kekuasaan yang fundamental ialah bahwa selama manusia masih ada sejak dahulu sampai sekarang maka kekuasaan itu selalu merupakan dasar bagi manusia untuk melaksanakan kehendaknya terhadap orang lain. 2. Sifat kekuasaan yang abadi. Yang dimaksud disini ialah selama manusia masih ada maka kekuasaan itu tidak akan hilang. Jadi sejak dahulu sampai sekarang kekuasaan itu tetap ada. 3. Sifat kekuasaan yang multiform. Kekuasaan itu tidak hanya dikenal dalam bidang politik saja, tetapi juga dalam bidang-bidang kehidupan lainnya seperti hubungan kekuasaan antara majikan dengan buruhnya, hubungan kekuasaan antara guru dengan muridnya. Negara mempunyai monopoli kekuasaan fisik kata Von Yhering yang artinya negara sebagai salah satu organisasi dalam masyarakat dibedakan dengan organisasi-organisasi lainnya karena memiliki hak istimewa dalam mempergunakan kekuatan jasmaniahnya, misalnya: 1. Negara bisa memaksakan warga negaranya untuk tunduk kepada peraturannya, jika perlu dengan sanksi hukuman mati.

2. Negara bisa memerintahkan warga negaranya untuk mengangkat senjata untuk

membela tanah airnya sekalipun ia berada diluar negeri. 3. Negara berhak menentukan mata uang yang berlaku dan berhak pula memungut pajak Kekuasaan seperti ini biasa disebut sebagai kekuasaan politik. Oleh Miriam Budiardjo kekuasaan politik ini diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah) baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan sendiri. Penggunaan kekuasaan itu bukan tanpa penyakit. Lord Acton mengetengahkan suatu dalil yang amat populer yaitu power tends to corrupt, but absolute power corrupt absolutly yang artinya kekuasaan cenderung untuk disalahgunakan, dan kekuasaan mutlak pasti disalahgunakan. Kewibawaan. Yang pokok dalam melaksanakan kekuasaan adalah bila kekuasaan itu diterima oleh masyarakat dan dipatuhi. Kalau sudah dipatuhi maka segala kekuasaan berubah menjadi kewibawaan. Kekuasaan dalam arti kewibawaan diartikan bahwa pemegang kekuasaan memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan cita-cita dan keyakinan sebagian besar warga masyarakatnya. Max Weber membagi tiga macam kewibawaan sebagai berikut: 1. Kewibawaan yang bersifat kharismatis. Kewibawaan ini terdapat pada seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat kepribadian yang tinggi dan istimewa. 2. Kewibawaan yang bersifat tradisional. Kewibawaan yang dimiliki oleh raja yang karena hak warisnya mempunyai pengaruh terhadap rakyatnya. 3. Kewibawaan yang bersifat rasional. Kewibawaan yang berdasarkan pertimbangan akal fikiran manusia yang banyak terdapat pada organisasi-organisasi modern dengan disertai disiplin yang kuat dan birokrasi. Sedangkan Logemann membagi kewibawaan menjadi lima macam: 1. Kewibawaan berdasarkan magic atau kekuasaan gaib. Contoh guru yang mempunyai pengaruh besar terhadap muridnya dikarenakan mempunyai kekuatan gaib. 2. Kewibawaan berdasarkan dinasti atau hak keturunan. 3. Kewibawaan berdasarkan kharisma. 4. Kewibawaan berdasarkan atas kehendak rakyat yang melalui perwakilan. 5. Kewibawaan dari pada elite. Kewibawaan ini dimiliki oleh segolongan kecil dari rakyat di dalam negara yang dapat menguasai negara.

Kedaulatan. Jika kekuasaan diartikan secara yuridis, maka kekuasaan disebut sebagai kedaulatan. Terdapat banyak perbedaan pendapat tentang arti kedaulatan. Mula-mula diartikan sebagai kekuasaan tertinggi yang bersifat mutlak, karena tidak ada kekuasaan lain yang mengatasinya. Yang pertama mengemukakan teori kedaulatan ini adalah Jean Bodin (1530 1596) yang mendefinisikan bahwa kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi terhadap para warga negara dan rakyat tanpa suatu pembatasan undang-undang. Menurut urutan waktunya maka macam-macam kedaulatan dikenal sebagai berikut: 1. Kedaulatan Tuhan. Ajaran kedaulatan Tuhan menerangkan bahwa kekuasaan tertinggi terletak pada Tuhan. Ia yang menciptakan seluruh alam semesta ini, segala makhluk-makhluk yang hidup di dunia ini. Oleh karena itu Ia adalah berkuasa dalam negara. 2. Kedaulatan Raja-raja Pada mulanya ajaran ini diterima oleh rakyat namun lama kelamaan ia ditolak bahkan di benci, karena sifat raja yang sewenang-wenang. Rakyat tidak dapat tempat perlindungan lagi dari raja dan di sana sini rakyat mulai sadar bahwa keadaan semacam ini tidak dapat dipertahankan lagi. 3. Kedaulatan Rakyat. Ajaran kedaulatan rakyat adalah ajaran yang memberi kekuasaan tertinggi kepada rakyat atau juga disebut pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Yang menarik adalah ajaran Rousseau yang membagi kehendak dari rakyat menjadi dua:
a. Kehendak rakyat seluruhnya yang dinamakan Volonte de Tous. Digunakan oleh

rakyat seluruhnya sekali saja yaitu waktu negara hendak dibentuk melalui perjanjian masyarakat. Maksudnya adalah untuk memberi sandaran agar supaya mereka dapat berdiri sendiri dengan abadi.
b. Kehendak sebagian dari rakyat yang dinamakan Volonte Generale. Kehendak ini

dinyatakan sesudah negara ada sebab dengan keputusan suara terbanyak kini negara bisa berjalan sistem suara terbanyak, ini dipakai oleh negara-negara demokrasi barat. Keputusan dengan suara terbanyak itu harus ditaati maka keputusan terbanyak itu sama halnya dengan dictatuur dari suara terbanyak. 4. Kedaulatan Negara Ajaran ini sebenarnya kelanjutan dari ajaran kedaulatan raja dalam susunan kedaulatan rakyat. Ajaran ini timbul di jerman untuk mempertahankan kedaulatan raja yang pada waktu itu mendapatkan dukungan dari lapisan masyarakat yang sangat besar sekali pengaruhnya yaitu golongan bangsawan, angkatan perang dan alat-alat pemerintah. Pada

hakekatnya ajaran ini sama dengan kedaulatan raja, namun dibuat sedemikian rupa hingga dapat diterima oleh rakyat karena berpangkal kedaulatan rakyat dan memberi kedok bagi kedaulatan raja yang sudah usang. Karena itu kedaulatan negara sering disebut juga kedaulatan raja-raj modern. 5. Kedaulatan Hukum. Ajaran ini merupakan ajaran yang paling modern yang masih berlaku hingga sekarang. Sebagai alasan untuk menentang ajaran kedaulatan negara oleh Krabbe yang dikemukakan bahwa kekuasaan tertinggi itu tidak terletak pada kehendak pribadi raja. Yang menjadi sumber hukum adalah kesadaran hukum daripada manusia yang setiap kali merupakan alat pengukur untuk menentukan baik tidaknya suatu peraturan hukum. Faham lainnya yang mengartikan kedaulatan hukum adalah Hans Kelsen yang tidak mengenal kedaulatan hukum yang bersumber kepada kesadaran hukum. Menurutnya hukum itu berlaku tanpa menunggu penerimaan dari rakyat, karena sifat hukum impresif. Kemudian dalam ajarannya ia tidak mengenal negara sebagai suatu kenyataan, melainkan negara itu disamakan dengan kumpulan-kumpulan dari peraturan hukum yang berlaku. Negara Hukum Aristoteles merumuskan negara sebagai negara hukum yang didalamnya terdapat sejumlah warga negara yang ikut serta dalam permusyawaratan negara. Peraturan yang sebenarnya menurut Aristoteles ialah peraturan yang mencerminkan keadilan bagi pergaulan antara warga negaranya. Menurut Kant untuk dapat disebut negara hukum harus memiliki empat unsur pokok:
1. Adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia

2. Adanya pemisahan kekuasaan dalam negara. 3. Setiap tindakan negara harus berdasarkan UU yang dibuat terlebih dahulu. 4. Peradilan administrasi untuk menyelesaikan perselisihan tersebut. Maka muncullah tipe negara hukum yang disebut Negara kesejahteraan atau Social Service State atau Walfahrt Staat.

BAB XII KONSTITUSI Istilah dan Definisi

Konstitusi berarti hukum dasar, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Hukum dasar yang tertulis disebut Undang-undang Dasar, sedang hukum dasar yang tidak tertulis disebut konvensi yaitu kebiasaan ketata negaraan atau aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. Definisi konstitusi menurut E.C.S. Wade adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut. Kemudian Herman Fiener menamakan Undang-undang Dasar sebagai riwayat hidup suatu hubungan kekuasaan. Pengertian Konstitusi. Sering dalam buku pelajaran pengertian konstitusi sama dengan Undang-undang Dasar. Pendapat ini adalah keliru, sebab pengertian konstitusi adalah jauh lebih luas dari undang-undang. Hermen Heller mengemukakan didalam bukunya Verfassunglehre (ajaran tentang konstitusi). Ia membagi konstitusi menjadi tiga tingkat yaitu: 1. Konstitusi sebagai pengertian sosial politik. Pada pengertian ini konstitusi belum merupakan pengertian hukum, ia baru mencerminkan keadaan sosial politik suatu bangsa itu sendiri. Di sini pengertian hukum adalah sekunder, yang primer adalh bangunan-bangunan masyarakat. Dan ini berdasarkan keputusan masyarakat. 2. Konstitusi sebagai pengertian hukum. Pada pengertian kedua ini keputusan masyarakat tadi dijadikan suatu perumusan yang normatif. Yang kemudian harus berlaku. Pengertian politik diartikan sebagai suatu kenyataan yang harus berlaku dan diberikan suatu sanksi kalau hal tersebut dilanggar. 3. Konstitusi sebagai suatu peraturan hukum tertinggi dan tertulis yang berlaku pada suatu negara. Pengertian ketiga adalah suatu peraturan hukum yang ditulis. Dengan demikian Undang-undang dasar adalah suatu bagian dari konstitusi dan bukan sebagai penyamaan pengertian menurut anggapan-anggapan sebelumnya. Pengertian undang-undang adalah lebih sempit dari pada pengertian konstitusi demikian menurut Laselle. Ia adalah tokoh sosialisme yang mendirikan serikat-seriakat buruh di perancis dan merupakan lawa Marx dan Hegel. Laselle membagi konstitusi dalam dua pengertian yaitu: 1. Konstitusi merupakan hubungan antara kekuasaan yang terdapat dalam masyarakat (faktor kekuatan riil).
2. Konstitusi adalah apa yang ditulis diatas kertas mengenai Lembaga-Lembaga negara

dan prinsip-prinsip memerintah dari suatu negara. Sama dengan faham modifikasi.

Pengertian lain dari konstitusi dari seorang sarjana Jerman Carl Schmit. Carl membahas konstitusi dengan mengemukakan 4 pengertian dari konstitusi yakni: 1. Konstitusi dalam arti absolut Konstitusi ini mencakup seluruh keadaan atau struktur dalam negara itu. Konstitusi harus menentukan segala macam kerja sama negara 2. Konstitusi dalam arti relatif. Konstitusi ini mempunyai sege relatif karena adanya proses retifering daripada konstitusi tersebut. Proses ini berlangsung karena konstitusi itu dianggap sebagai sebuah naskah penting yang sulit untuk di ubah-ubah. 3. Konstitusi dalam arti positif. Dalam pengertian ini konstitusi merupakan suatu putusan yang tertinggi dari pada rakyat atau orang-orang yang tergabung dalam organisasi yang disebut negara. 4. Konstitusi dalam arti yang ideal. Segi ideal ini sebenarnya jika dilihat dalam sejarah, mula-mula sekali memang ideal untuk golongan borjuis liberal. Jadi dianggap suatu ide/gagasan atau cita-cita yang mutlak agar penguasa tidak bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya dn kemudian faham ini diterima oleh semua negara. Sifat dari Konstitusi. Menurut Prof. K. C. Wheare sifat dari konstitusi dapat dibagi sebagai berikut: 1. Tertulis dan tidak tertulis. Dalam dunia modern faham yang membedakan tertulis atau tidak tertulis hampir tidak ada. Kalau masih ada yang tidak tertulis mungkin hanya di inggris. Konstitusi di Inggris disebutkan oleh Dicey dapat dibagi atas dua golongan yaitu:
-

The law of the constitution (hukum konstitusi) The Conventions or the Constitution. (konvensi-konvensi konstitusi)

Perbedaan antara hukum konstitusi dan konvensi konstitusi bukan terletak pada yang satu tertulis dan yang lain tidak tetapi bentuk yang pertama diakui dan dapat dipaksakan oleh pengadilan sedangkan bentuk yang kedua betapapun pentingnya dalam praktek tak dapat dipaksakan oleh badan-badan peradilan. 2. Fleksibel atau Rigid Fleksibel atau rigid nya suatu konstitusi tergantung pada tiga hal: 1. Mudah atau tidak mudah dirubah

2. Mudah atau tidak dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat. 3. Tergantung pada kekuatan yang nyata dalam masyarakat. Fungsi Konstitusi. Bila dilihat dari fungsinya maka konstitusi dibagi menjadi dua yaitu: Membagi kekuasaan dalam negara. Membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam negara. Bagi yang memandang negara dari sudut kekuasaan dan menganggapnya sebagai orgainisasi kekuasaan mak konstitusi dapat dipandang sebagai Lembaga atau kumpulan asas yang menetapakan bagaimana kekuasaan dibagi diantara Lembaga kenegaraan, misalnya antara badan legislatif, badan eksekutif dan badan yudikatif. Konstitusi menentukan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan itu bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lain. Dari uraian diatas konstitusi itu berfungsi serta mengatur pembagian kekuasaan dalam negara dalam dua bentuk : A. Secara Vertikal Yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya, yang dimaksud ialah pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan. Carl J. Friderich memakai istilah pembagian kekuasaan secara teritorial (teritorial division of power). Disamping itu konstitusi juga mengatur pembagiaan kekuasaan dalam negara. Macam-macam konstitusi tersebut adalah: 1. Konstitusi Unitararis. Disebut demikian apabila pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerahnya tidak sama dan tidak sederajat dengan kekuasaan pusat merupakan kekuasaan yang menonjol. Kekuasaan yang ada di daerah bersifat derivatif (tidak langsung) dan sering dalam bentuk yang luas (otonom). 2. Konstitusi Federalistis. Pemerintah pusat mempunayi kekuasaan sendiri dan bebas dalam bidangnya sendiri serta bebas dari pengawasan pihak pihak pemerintah negara Bagian dan dan begitu pula sebaliknya tidak lebih tinggi dan lebih rendah dengan yang lainnya. Beberapa ciri dari negara Federal: a. Adanya supremasi daripada konstitusi dimana federal terwujud. b. Adanya pembagian kekuasaan antara negara-negara federal dengan negara-negara bagian.
c. Adanya suatu Lembaga yang diberi wewenang untuk menyelesaikan suatu

perselisihan antara negara federal dengan pemerintah negara-negara bagian.

3. Konstitusi Konfederalistis. Negara konfederasi adalah bentuk serikat dari negara-negara berdaulat tetapi kedaulatannya tetap dipegang oleh negara-negara bersangkutan. Diragukan juga apakah negara konfedersi ini merupakan suatu negara atau dan juga diragukan apakah konfederasi ini mempunyai konstitusi. B. Secara Horizontal Pembagian kekuasaan menurut fungsinya. Pembagian kekuasaan ini menunjukkan pula perbedaan antara fungsi-funsi pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif dan yudikatif yang lebih dikenal dengan Trias Politica. Dengan demikian fungsi konstitusi dapat dijelaskan sebagai berikut. Dalam negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional maka konstitusi mempunyai funsi yang khas yaitu membatasi kekuasaan pemerintahan sedemikian rupa sehingga penyelenggaran kekuasaan tidak sewenang-wenang. Dengan demikian diharapkan hak-hak warga negara akan lebih terlindungi. Maksud dari Konstitusi. Setiap undang-undang dasar mempunyai maksud. Antara lain pernah diutarakan maksud dan tujuan negara yang mempergunakan undang-undang dasar adalah sebagai berikut: Dalam konstitusi yang modern ada tercantum bahwa tujuan negara adalah untuk memelihara dan mengembangkan kesejahteraan seta keselamatan warga negara. Dalam konstitusi Indonesia dapat dilihat pada pembukaan dan batang tubuh UUD 1945. Dalam pembukaan disebukan pada alinea ke-4 yaitu : Kemudian dari itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi dan keadilan sosial maka disusunlah Kemerdekaan Bangsa Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepda Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab dan Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam batang tubuh UUD 45 dinyatakan bahawa Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik Indonesia (pasal I ayat 1).

Nilai dari Konstitusi. Karl Laewenstein memberikan tiga tingkatan nilai pada konstitusi yaitu: a. Nilai yang bersifat Normatif.

Maksudnya ialah kalau peraturan hukum itu masih dipatuhi oleh masyarakat, kalau tidak ia merupakan peraturan yang mati, tidak pernah terwujud. Jadi normatif jika konstitusi itu resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka bukan saja berlaku dalam arti hukum tetapi juga merupakan kenyataan dalam arti sepenuhnya. b. Nilai yang bersifat Nominal. Maksudnya ialah kalau kontitusi itu kenyataan tidak dilaksanakan dan hanya disebutkan namanya saja. Dengan kata lain konstitusi tersebut menurut hukum berlaku tetapi tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya yaitu tidak memiliki kenyataan yang sempurna c. Nilai yang bersifat Semantik. Nilai konstitusi yang besifat semantik ialah suatu konstitusi yang dilaksanakan dan diperlukan dengan penuh, tetapi hanyalah sekedar memberi bentuk dari tempat yang telah ada untuk melaksanakan kekuasaan politik.

BAB XIII BENTUK NEGARA, BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN Beberapa sarjana menyebutkan bentuk negara sebagai kerajaan atau Republik sebagian lagi mengartikan mengartikan bentuk negara sebagai kesatuan atau negara Federal. UUD Sementara 1950 termasuk yang menganut faham ini dimana dalam ayat I pasal 1 disebutkan: Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara Hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan, sedang UUD 1945 menganut faham terdahulu dan menyebutkan dalam pasal I ayat 1; Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Bentuk negara adalah merupakan batas antara peninjauan secara sosiologis dan peninjauan secara yuridis mengenai negara. Disebut peninjauan secara sosiologis yaitu apabila negara dilihat secara keseluruhan, tanpa melihat isinya dan sebagainya. Sedangkan disebut peninjauan secara Yuridis apabila negara hanya dilihat dari isinya atau strukturnya. Bentuk Negara Pada Zaman Yunani Kuno. Bentuk negara ini telah dibahas pada zaman yunani kuno yang mengutamakan peninjauan secara ideal (filsafat), plato mengemukakan lima macam bentuk negara yang sesuai dengan sifat tertentu dari jiwa manusia, yaitu: Aristokrasi, yang berada dipuncak. Aristokrasi adalah pemerintahan oleh Aristokrat (cendikiawan) sesuai dengan pikiran keadilan. Keburukan merubah aristokrasi menjadi: Timokrasi, yaitu pemerintahan oleh orang-orang yang ingin mencapai kemasyhuran dan kehormatan. Timokrasi ini berubah menjadi:

Oligarchi, yaitu pemerintahan oleh para (golongan) hartawan. Keadaan ini melahirkan milik partikulir, maka orang-orang miskinpun bersatulah melawan kaum hartawan dan lahirlah. Demokrasi, yaitu pemerintahan oleh rakyat miskin. Karena salah mempergunakannya maka keadaan ini berakhir dengan kekacauan atau Anarchi. Tirani, yaitu pemerintahan oleh seorang penguasa yang bertindak sewenang-wenang. Berntuk inilah yang paling jauh dari cita-cita tentang keadilan. Sebab seorang tirani akan menindas rakyatnya. Kemudian Aristoteles mengemukakan tiga macam bentuk negara yang dibagi menurut bentuk yang ideal dan bentuk pemerosotan, sehingga dijumpai enam bentuk negara yaitu sebagai berikut: Bentuk Ideal 1. Monarchi 3. Aristokrasi Bentuk Pemerosotan 2. Tirani/Diktatur/Despotie
4. a.Oligarchi

b.Plutokrasi. 5. Politiea 6. Demokrasi.

1. Monarchi adalah pemerintahan oleh satu orang guna kepentingan seluruh rakyat. 2. Tirani adalah pemerintahan oleh satu orang untuk kepentingannya sendiri. 3. Aristokrasi adalah pemerintahan oleh sekelompok orang yaitu para cendikiawan guna

kepentingan seluruh rakyat.


4. Oligarchi

adalah pemerintahan kelompoknya sendiri. orang-orang kaya.

oleh

sekelompok

orang

guna kepentingan

5. Plutokrasi adalah pemerintahan oleh sekelompok orang kaya guna kepentingan

6. Politiea adalah suatu pemerintahan oleh seluruh orang guna kepentingan seluruh

rakyat.
7. Demokrasi adalah pemerintahan dari orang-orang yang tidak tahu sama sekali tentang

soal-soal pemerintahan. Ke tujuh bentuk tersebut tidak berdiri sendiri melainkan mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya sehingga merupakan cyclus. Bentuk Negara pada Zaman Pertengahan.

Pada zaman pertengahan beberapa sarjana mengemukakan bentuk negara semisal Machiavelli yang mengatakan baahwa negara itu kalau bukan Republica (Republik) terntu Principat (Kerajaan). Lalu Jellinek memberikan ukuran untuk membedakan Kerajaan atau Republik yang didasarkan atas pembentukan kemauan negara. Kerajaan pembentukan kemauan terjadi seluruhnya di dalam badan seseorang dan kemauan negara yang terbentuk terlihat sebagai kemauan yang tertentu atau individual. Sedangkan Republik kemauan negara tercapai berdasarkan kejadian yuridis menurut tindakan-tindakan kemauan banyak orang, sehingga kemauan itu tidak terlihat seseorang yang tertentu. Sedangkan Duguit membedakan Republik dengan Kerajaan berdasarkan cara mengangkat Kepala Negara. Apabila kepala negara yang ditunjuk berdasarkan keturunan yang telah ditetapkan maka disebut monarchi. Sedangkan bila tidak demikian maka disebut Republik. Bentuk Negara pada Zaman Sekarang. Pada uraian sebelumnya belum didapatkan bentuk negara yang sebenarnya. Lalu para sarjanapun mencari perumusan bentuk negara yang lebih mendekati kenyataan, maka muncullah 3 aliran yang didasarkan pada bentuk Negara yang sebenarnya, yaitu : Faham yang menggabungkan bentuk Negara dengan Bentuk Pemerintahan. Bentuk pemerintahan adalah suatu sisem yang berlaku dalam mengatur alat-alat perlengkapan negara dan bagaimana hubungan antara alat-alat perlengkapan negara itu. Menurut faham ini bentuk pemerintahan ada 3 macam yaitu :
a. Bentuk pemerintahan dimana terdapat hubungan yang erat antara badan eksekutif

dan badan legislatif. Dalam bentuk ini eksekutif dan legislatif saling tergantung satu sama lain. Eksekutif terdiri dari Raja atau Presiden yang disebut kepala negara dan kabinet yang dipimpin kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri atau Kanselir. Di samping itu ada suatu bentuk sistem parlementer, khusus yang memberikan peluang kepada badan eksekutif untuk memainkan peranan yang dominan dan yang karena itu disebut pemerintahan kabinet atau Cabinet Goverment. Di dalam partnership ini kabinet memainkan peranan yang dominan sehingga kabinet merupakan suatu panitia dalam parlemen.
b. Bentuk pemerintahan dimana ada pemisahan yang tegas antara badan eksekutif,

legislatif dan yudikatif. Menurut sistem ini presiden adalah kepala Eksekutif. Menurut Kraenburg kekuasaan eksekutif mempunyai dasar sendiri yakni pilihan rakyat. Alat Eksekutif Presiden mengangkat kawan-kawan sekerjanya sendiri, pemimpin departemen pemerintahan dan menteri-menteri tidak bertanggung jawab kepada badan Perwakilan Rakyat melainkan kepada Presiden. Bentuk pemerintahan yang seperti ini bisa disebut juga sebagai sistem Presidentil yang murni (fixed executive). Sedangkan kabinetnya disebut kabinet Presidentil.
c. Bentuk pemerintahan dimana terdapat pengaruh/pengawasan yang langsung dari

rakyat terhadap badan legislatif. Bentuk seperti ini sering disebut juga sebagai sistem

pemerintahan rakyat yang representatif. Dalam sistem ini legislatif tunduk pada pada kontrol langsung dari rakyat. Kontrol ini bisa dengan 2 cara yaitu: a.inisiatif rakyat, maksudnya hak rakyat untuk mengajukan atau mengusulkan suatu rancangan undangundang kepada badan legislatif dan eksekutif. b.referendum, maksudnya permintaan/persetujuan dan atau pendapat rakyat apakah setuju atau tidak terhadap kebikjaksanaan yang telah, sedang atau yang akan dilaksanakan oleh badan Legislatif atau Eksekutif. Faham yang membahas Bentuk Negara Atas Dua golongan Yaitu Demokrasi atau Diktator. 1. Demokrasi. Demokrasi berarti pemerintahan oleh rakyat. Demokrasi bukanlah suatu bentuk pemerintahan yang timbul sendirinya tetapi tumbuh dan berkembang seperti LembagaLembaga masyarakat. Demokrasi yang pertama dikenal ialah demokrasi langsung, di mana keseluruhan warga negara dengan nyata ikut serta dalam permusyawaratan untuk menentukan kebijakan umum atau undang-undang. Kelemahan Demokrasi langsung ialah tidak semua rakyat turut serta dalam pemerintahan, karena terdapat di dalamnya lapisan budak (mayoritas) yang tidak punya hak suara dalam ecclesia (seperti yang terjadi di Yunani). Mac Iver menyebutkan bahwa apa yang disebut demokrasi langsung daripada negara kota kuno itu bukanlah demokrasi sama sekali, tetapi oligarchi yang disama ratakan. Demokrasi tidak langsung merupakan sifat yang hakiki daripada demokrasi modern dan cara paling sederhana untuk mengklasifikasikan demokrasi adalah menurut bentuk dan luasnya azas perwakilan. Azas perwakilan inilah yang mendasari Lembaga legislatif. Pada zaman modern ini boleh dikatakan semua negara menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi. Walaupun demikian pelaksanaan demokrasi disetiap negara sendiri tidak sama, hingga kita mengenal demokrasi konstitusional/liberal, demokrasi rakyat dan demokrasi pancasila.
1. Demokrasi konstitusional.

Demokrasi ini sering juga disebut demokrasi liberal yaitu demokrasi yang didasarkan pada kebebasan atau individualistis. Menurut Hans Kelsen, salah seorang pelopor dari aliran ini, negara yang tidak menjamin kebebasan anggota masyarakatnya, negara tersebut bukanlah negara demokrasi. Oleh karena itu dia membedakan dua macam negara yaitu negara yang bebas dan negara yang tidak bebas. Ciri khas demokrasi konstitusional ialah pemerintahnya terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warganya. M. Carter dan John Herz menyatakan suatu negara disebut negara demokrasi apabila: 1. Yang memerintah dalam negara tersebut adalah rakyat. 2. Bentuk pemerintahan yang diselenggarakan kekuasaannya terbatas, yang membiarkan beberapa atau kadang-kadang sebagian besar lingkungannya hidup individu dan golongan tanpa diatur.

Henry B Mayo merumuskan beberapa nilai yang mendasari demokrasi yaitu:


1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara Lembaga.

2. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah. 3. Menyelenggarakan penggantian pimpinan secara teratur. 4. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum. 5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keaneka ragaman. 6. Menjamin tegaknya keadilan. 2. Demokrasi Rakyat Banyak nama yang diberikan pada demokrasi tipe ini, yaitu demokrasi proletar, marxis komunisme atau demokrasi sovyet. Tokoh dari aliran ini antara lain Robert Owens, Saint Simon, Fourier dan Karl Marx. Masyarakat yang di cita-citakan oleh Marx adalah masyarakat komunis yaitu masyarakat yang tidak ada kelas sosial di mana manusia dibebaskan dari ketertarikannya kepada milik pribadi dan tidak ada eksploitasi, penindasan dan paksaan. Tetapi anehnya untuk mencapai masyarakat yang bebas dari paksaan itu perlu melalui jalan paksaan serta kekuatan yaitu dengan perebutan kekuasaan oleh kaum buruh dari tangan kapitalis dan ucapan Marx tentang ini ialah kekerasan adalah bidan dari setiap masyarakat lama yang sedang hamil tua dengan masyarakat baru. Sehingga seperti disebut oleh Miriam Budiardjo bahwa komunisme tidak hanya merupakan sistem politik tetapi juga mencerminkan suatu gaya hidup yang berdasarkan nilainilai tertentu yaitu : Gagasan monoisme (sebagai lawan dari pluralisme). Gagasan ini menolak adanya golongangolongan di dalam masyarakat sebab dianggap bahwa setiap golongan yang berlainan aliran pikirannya merupakan perpecahan. Kekerasan dipandang sebagai alat yang sah yang harus dipakai untuk mencapai komunisme. Pelaksanaan ini dipakai dalam dua tahap; pertama terhadap musuh, kedua terhadap pengikutnya sendiri yang dianggap masih kurang insaf. Negara merupakan alat untuk mencapai komunisme; karena itu semua alat kenegaraan seperti polisi, tentara, kejaksaan, dipakai untuk diabdikan kepada tercapainya komunisme. Ini menyebabkan suatu campur tangan negara yang sangat luas dan mendalam di bidang politik, sosial dan budaya.
3. Demokrasi Pancasila

Menurut GBHN demokrasi Pancasila adalah demokrasi berdasarkan Pancasila yang meliputi bidang-bidang politik sosial dan ekonomi serta dalam penyelesaian masalah-masalah

nasional berusaha sejauh mungkin menempuh jalan permusyawaratan untuk mencapai mufakat. Demokrasi Pancasila adalah berdasarkan faham kekeluargaan dan kegotongroyongan yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius dan menolak atheisme; kebenaran, kecintaan, dan berlandaskan budi pekerti yang luhur, yang berkepribadian Indonesia; berkeseimbangan, dalam arti menuju keseimbangan antara individu dan masyarakat, antara manusia dengan Tuhannya antara lahir dan batin. Demokrasi pancasila mengandung aspek-aspek sebagai berikut :
1. Formal, yang menunjukan bagaimana caranya partisipasi rakyat diatur dalam

penyelenggaraan pemerintahan.
2. Materiil, yang menegaskan pengakuan atas harkat dan martabat manusia sebagai

makhluk Tuhan yang menghendaki pemerintahan untuk membahagiakannya.


3. Kaidah,

yang mengikat negara dan warga negara dalam bertindak, dan menyelenggarakan hak dan kewajiban serta wewenangnya. yang sejahtera dalam negara hukum, negara kesejahteraan dan negara kebudayaan.

4. Tujuan, yang menunjukkan keinginan atau tujuan untuk mewujudkan masyarakat

5. Organisasi, yang menggambarkan perwujudan demokrasi Pancasila dalam organisasi

pemerintahan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.


6. Semangat, yang menekankan bahwa demokrasi Pancasila memerlukan warga negara

yang berkepribadian, berbudi pekerti luhur dan tekun dalam pengabdian. Mekanisme yang digunakan untuk menyelenggarakan demokrasi Pancasila ialah :
1. Lembaga negara

Majelis Permusyawaratan Rakyat Presiden, Wakil Presiden dan Kabinet. Dewan Perwakilan Rakyat. Badan Pemeriksa Keuangan. Dewan Pertimbangan Agung. Mahkamah Agung.

2. Pemilihan Umum yang langsung, umum, bebas dan rahasia serta berkala. 3. Pers yang bebas dan bertanggung jawab. 4. Partai Politik dan Golongan Karya dengan azas Pancasila.

2. Diktator atau Autokrasi. Diktator atau Autokrasi adalah bentuk modern dari tirani. Menurut Logemann bentuk ini sebenarnya masih dapat digolongkan dalam bentuk demokrasi. Pendapat ini sebenarnya kurang dapat diterima, walaupun diakui bahwa negara-negara autokrasi sekarang ini ada yang mempunyai Lembaga-Lembaga legislatif dan Lembaga yudikatif, bahkan ada yang menyelenggarakan pemilihan umum untuk anggota-anggota legislatifnya. Kraenburg menyatakan bentuk modern dari autokrasi secara formal tidak melenyapkan perwakilan rakyat, walaupun perwakilan-perwakilan mempunyai kehidupan bayangan dan cara kerjanya tidak berarti seluruh kekuasaan berada pada eksekutif. Sulit untuk menyebutkan satu persatu contoh dari negara-negara autokrasi karena hampir semua negara menyebutkan dirinya sebagai negara demokrasi, namun dapat dirasakan atau diduga sebagian negara-negara sedang berkembang menganut sistem autokrasi dalam pemerintahannya. Contoh dari negara autokrasi yang paling menonjol pada abad ke-XX ini adalah : Nazisme. Dalam negara Jerman telah dinyatakan bahwa Fuhrerwesen, pimpinan autoriter menjadi wujud negara nasional sosialis. Nazisme menekankan pada mithos bangsa Jerman, dan Fuhrer dianggap orang terkemuka atau orang utama. Dalam praktek, Fuhrer menyampingkan Lembaga legislatif dan yudikatif dan kekuasaan legislatif yang paling luas telah bergeser dari Ryksdag (parlemen) kepada pemerintah negara atau Fuhrer. Dan puncaknya Fuhrer berubah menjadi makhluk sakti yang dipuja dan didewakan. Fasisme. Fasisme muncul di Italia dibawah Mussolini. Mussolini mengambil over kekuasaan dalam negara, ia disebut sebagai pemimpin Duce. Istilah negara korporatif di negara Italia telah menjadi seluung yang menutupi pemerintahan pribadi dari Duce atau pemimpin. Walaupun diakui ada kebaikan dari sistem pemerintah diktator ini yaitu cepat mengambil keputusan, terutama ketika negara dalam bahaya. Namun sistem ini juga memiliki kelemahan yaitu dalam penggantian pemimpin. Apabila seorang pemimpin autoriter tetap sangat sulit mencari penggantinya dan biasanya pemerintahan autoriter berakhir, maka muncullah demokrasi konstitusional. Hitler di Jerman, Mussolini di Italia, Franco di Spanyol dan Ir.Soekarno di Indonesia merupakan contoh-contoh yang masih diingat. Aliran yang mencoba Memecahkan Bentuk Negara dengan ukuran-ukuran/Kriteria yang sudah ada. Aliran ini dipelopori oleh C.F. Strong, kriteria yang dikemukakannya ada 5 macam yaitu : 1. Melihat negara itu bagaimana bangunannya, apakah ia negara kesatuan atau negara serikat.

2. Melihat bagaimana konstitusinya, apakah terletak dalam suatu naskah atau tidak.
3. Mengenai badan perwakilannya, bagaimana disusunnya, siapa-siapa yang berhak

duduk disitu. 4. Melihat badan eksekutif, apakah ia bertanggung jawab kepada parlemen atau tidak, apakah masa jabatannya tertentu atau tidak. 5. Bagaimana hukum yang berlaku dinegara itu. BAB XIV BANGUNAN NEGARA DAN KERJASAMA ANTAR NEGARA Negara Kesatuan Disebut negara kesatuan apabila kekuasaan pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak sama dan tidak sederajat. Kekuasaan pemerintah pusat merupakan kekuasaan yang menonjol dalam negara dan tidak ada saingan dari badan legislatif pusat dalam membentuk undang-undang. Menurut F. Strong ciri dari Negara Kesatuan ialah bahwa kedaulatan tidak terbagi atau dengan perkataan lain kekuasaan pemerintah pusat tidak dibatasi, karena konstitusi negara kesatuan tidak mengakui adanya badan legislatif lain selain dari badan legislatif pusat. Ciri yang mutlak pada negara kesatuan ialah: 1. Adanya supremasi dari parlemen pusat. 2. Tidak adanya badan-badan lain yang berdaulat. Dalam Negara Kesatuan penyelenggaraan pemerintahan di daerahnya dilakukan oleh dua sendi:
1. Dekosentrasi, yaitu pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat atau kepala wilayah,

kepala instansi, vertikal tingkat atasannya kepada pejabat-pejabatnya didaerah.


2. Desentralisasi, adalah penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah pusat sebagai

tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangga daerah bersangkutan. Menurut Wolhoff negara kesatuan dalam desentralisasi bahwa pada dasarnya seluruh kekuasaan dimiliki oleh pemerintah pusat, sehingga peraturan-peraturan sentrallah yang menentukan bentuk dan susunan pemerintah daerah otonom. Negara Federal. Disebut Negara Federal jika kekuasaan itu dibagi antara pusat dan daerah/bagian dalam negara itu sedemikian rupa sehingga masing-masing daerah/bagian dalam negara itu bebas dari campur tangan satu sama lain. Sama dengan negara kesatuan yang wewenang pemerintah daerahnya jarang ada yang sama pada negara federal pun jarang ada yang sama. Hal tersebut menurut Strong karena:

Perbedaan pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dengan pemerintah negara-negara bagian. Lembaga mana yang berwenang menyelesaikan perselisihan yang timbul antara pemerintah federal dengan pemerintah negara-negara bagian. Ada dua cara membagi kekuasaan antara pemerintah Federal dengan pemerintah negara-negara bagian. Pertama: negara tersebut menyebutkan secara terperinci satu demi satu kekuasaan pemerintah federal sedangkan sisanya adalah kekuasaan pemerintah negara-negara bagian. Kedua: negara tersebut memperinci satu demi satu kekuasaan pemerintah Negara Bagian, wewenang sisa ada pada pemerintah federal. Tiga ciri dari negara federal menurut F. Strong yaitu: Adanya supremasi daripada konstitusi dimana federal terwujud. Adanya pembagian kekuasaan antara negara-negara federal dengan negara-negara bagian. Adanya Lembaga satu Lembaga yang diberi wewenang untuk menyelesaikan suatu perselisihan antara pemerintah federal dengan pemerintah negara-negara bagian. Tentang perbedaan antara negara serikat dengan negara Kesatuan oleh Kranenburg disebutkan sebagai berikut : a. Dalam negara serikat, bagian-bagian mempunyai sendiri kekuasaan membuat konstitusi, mereka dapat mengatur sendiri bentuk organisasi mereka dalam batas-batas konstitusi nasional, sedang dalam negara kesatuan, bagian ditetapkan sedikitnya secara garis besar oleh pembuat undang-undang pusat. b. Dalam Negara Serikat, kekuasaan pembuat undang-undang pusat untuk memberikan peraturan mengenai, berbagai perkara telah disebut satu persatu, sedang dalam negara kesatuan, kekuasaan pembuat undang-undang telah diberikan dalam rumus yang sangat umum dan kekuasaan legislatif badan-badan yang lebih rendah tergantung pada pembuat undang-undang pusat dalam menggunakan kekuasaan itu. Negara Konfederasi. Negara Konfederasi adalah bentuk serikat dari negara-negara berdaulat tetapi kedaulatan tetap dipegang oleh negara-negara bersangkutan. Menurut Jellinek perbedaan Serikat Negara-negara dan Negara Serikat adalah dalam masalah kedaulatan. Pada serikat negara-negara terletak pada negara-negara yang berserikat sedang pada negara serikat kedaulatan terdapat pada negara secara keseluruhan. Menurut L. Oppenheim konfederasi terdiri dari beberapa negara yang berdaulat penuh yang untuk mempertahankan kemerdekaan ekstern dan intern, bersatu atas dasar dasar perjanjian internasional yang di akui dengan menyelenggarakan beberapa alat perlengkapan

tersendiriyang mempunyai kekuasaan tertentu terhadaap negara anggota konfederasi tetapi tidak terhadap warga negara dari negara yang mengadakan konfederasi tersebut. Kerjasama/Hubungan Antar Negara. Konfederasi atau serikat negara-negara menghasilkan melahirkan serikat negara atau hubungan antar negara yang berkonfederasi. Hubungan kerjasama dan hubungan antar negara diatur dalam perjanjian internasional negara-negara serta melahirkan pula organisasi internasional. Badan-badan internasional ini ada yang bersifat menyeluruh seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa. Negara-negara yang menjadi anggotanya tidak dibatasi oleh sistim politik dari masing-masing negara, baik sistem politik negara liberal, komunis, sosialis atau sistem negara-negara nasional dunia lainnya. Semua hubungan tersebut melahirkan hakhak dan kewajiban-kewajiban dari organisasi internasional tersebut dan juga negara-negara yang menjalankan hubungan Internasional. Hukum Internasional Publik. Hukum Internasional Publik sering disebut juga hukum bangsa-bangsa atau hukum antar negara bahkan ada juga yang menyebut sebagai hukum tata negara yang mengatur hubungan luar suatu negara. Hukum Internasional adalah keseluruhan kaedah-kaedah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atas persoalan yang melintas batas-batas negara yang bukan bersifat perdata. Sedang yang mengatur masalah-masalah perdata disebutnya Hukum Perdata Internasional. Subyek hukum internasional ini adalah Negara, Tahta Suci (Vatican), Palang Merah Internasional, Organisasi Internasional, Individu, Pemberontak dan pihak dalam sengketa. Schwazenberger dalam bukunya membagi hukum internasional dalam tiga bagian yaitu: 1. Hukum Internasional sebagai Law of Power. Di sini hukum internasional sebagai yang memberi rasionalisasinya dengan merumuskan hasil-hasil yang telah dicapai dengan diplomasi disertai kekuatan angkatan perangnya untuk menaklukkan negara-negara lainnya. Yang mana menggunakan perjanjian perdamaian sebagai kedok/tirai untuk menutupi tujuan yang sebenarnya.. 2. Hukum Internasional sebagai Law of Reciprocity. Hukum internasional memberi perumusan bagi setiap negara-negara di seluruh dunia bahwa dalam PBB, tiap-tiap negara baik kecil atau besar mempunyai hak suara yang sama. Biasanya law of reciprocity dipakai oleh negara-negara yang lemah sebagai tempat berlindung terhadap ancaman-ancaman yang dilakukan oleh negara-negara yang besar. 3. Hukum Internasional sebagai Law of Coordination. Hukum internasional ini merumuskan kerja sama antara negara-negara di dunia untuk menyelenggarakan kepentingan bersama dalam bidang ilmiah, kebudayaan, kesehatan dan

sebagainya. Dan dalam menyelenggarakannya dibentuklah badan-badan internasional seperti UNESCO, WHO dan sebagainya. BAB XV FUNGSI NEGARA Sejarahnya. Fungsi negara diartikan sebagai tugas daripada organisasi negara untuk mana negara itu diadakan. Fungsi negara yang dikenal adalah dari Perancis pada abad ke-XVI yaitu ada lima fungsi : Fungsi Diplomatic, Fungsi Defencie, Fungsi Financie, Fungsi Justicie dan Fungsi Policie. Fungsi tersebut hanyalah sekedar untuk memenuhi kebutuhan pemerintah yang pada waktu itu masih bersifat diktator. John Locke membagi fungsi negara atas tiga fungsi : 1. Fungsi Legislatif, untuk membuat peraturan. 2. Fungsi Eksekutif, untuk melaksanakan peraturan.
3. Fungsi Federatif, sebagai fungsi untuk mengurusi urusan luar negeri dan urusan

perang dan damai. Menurut John Locke, fungsi mengadili adalah termasuk tugas dari eksekutif. Teori tersebut kemudian disempurnakan oleh Montesquieu yang membagi negara menjadi 3 fungsi tetapi masing-masing fungsi itu terpisah dan dilaksanakan oleh Lembaga yang terpisah pula. Ketiga fungsi negara menurut Montesquieu ialah: Fungsi Legislatif, membuat undang-undang. Fungsi Eksekutif, melaksanakan undang-undang. Fungsi Yudikatif, untuk mengawasi agar semua peraturan ditaati (fungsi mengadili), yang populer dengan teori Trias Politica. Sarjana lain yang membahas fungsi negara yaitu Van Vallenhoven dari negara Belanda, menurutnya fungsi negara ialah : a. Regeeling (membuat peraturan) b. Bestuur (menyelenggarakan pemerintahan) c. Rechtspraak (fungsi mengadili) d. Politie (fungsi ketertiban dan keamanan) Ajaran ini terkenal dengan Catur Praja. Lalu ada lagi teori baru yang berbeda yaitu dari Goodnow menurutnya fungsi negara ada 2 yaitu:

1. Policy Making, yaitu kebijaksanaan negara untuk waktu tertentu, untuk seluruh

masyarakat. Yang menetapkannya disebut policy makers.


2. Policy Executing, yaitu kebikjasanaan yang harus dilaksanakan untuk tercapainya

policy making. Yang menetapkannya disebut policy executor. Fungsi Negara Fungsi negara seperti yang disebutkan diatas selalu berubah. Dan sekarang ini fungsi tersebut dapat diuraikan : setiap negara terlepas dari ideologinya menyelenggarakan beberpa minimum fungsi yang mutlak perlu yaitu: Melaksanakan penertiban (Law and Order) Untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat maka negara harus melaksanakan penertiban. Negara adalah alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Negara menetapkan cara-cara batas-batas sampai dimana kekuasaan dapat digunakan. Mengenai pengertian ketertiban, dijelaskan oleh Soedirman Kartodiprodjo bahwa baik negara maupun hukum muncul dari kehidupan manusia karena keinginan batinnya untuk memperoleh tata tertib berdasarkan keadilan. Dengan demikian ketertiban adalah kwalitas atau kondisi yang dapat diwujudkan melalui tata hukum dalam suatu masyarakat hukum. Artinya kehidupan yang damai adalah suatu keserasian antara ketertiban dengan ketentraman, melalui suatu keimbangan antara kepastian hukum dengan keadilan. Di Indonesia ketertiban dibutuhkan untuk menciptakan stabilitas nasional yang mantap. Pengertian stabilitas dikembangkan lebih lanjut dalam konsep stabilitas murni yang tumbuh karena tercapainya ketenangan lahir dan batin dalam masyarakat dan pengembangan sistem politik yang stabil dinamis. Bila kestabilan telah tercapai proses pembangunan lebih ditentukan oleh kombinasi dan keseimbangan antara 4 persyaratan:
a. Kepemimpinan masyarakat politik harus mempunyai a deep sense of responsibility

yang tercermin dalam pengabdian dalam masyarakat. b. Pimpinan harus mempunyai suatu persepsi politik yang luas dan mendalam. c. Adanya keahlian profesional dan ketrampilan teknis di berbagai bidang. d. Adanya kerangkan dasar untuk kekuasaan efektif. Bung Hatta mensinyalir bahwa di Indonesia cita-cita untuk menjadikan RI sebagai sutau negara hukum belum lagi tercapai. Pengertian Bung Hatta tentang negara hukum yaitu tentang negara yaitu bahwa pelaksanaan hukum tidak hanya ditujukan ke bawah tetapi juga ke atas. Menghendaki kesejahteraan dan kemakmuran daripada rakyatnya.

Dalam abad modern ini telah terjadi pemekaran tugas negara dan bukan hanya sekedar menjaga ketertiban tetapi juga mengusahakan agar setiap anggota masyarakat dapat menikmati kemakmuran secara adil dan merata. Usah menyelenggarakan kesejahteraan diadakan melalui peraturan yang merupakan hukum sosial. Taraf hidup yang layak bagi warga negara di Republik Indonesia hanya mungkin tercapai melalui pembangunan ekonomi misalnya dengan melalui rentetan REPELITA. Masalah yang timbul sebagai konsekwensinya:
a. Usaha peningkatan pendapatan tidak dengan mengakibatkan pembagian pendapat

secara merata, bahkan terdapat kecenderungan bertambah besarnya perbedaan pendapatan perseorangan. Bung Hatta sehubungan dengan hal ini mensinyalir bahwa tiga dari lima tujuan perjuangan telah tercapai yaitu kemerdekaan, persatuan dan kedaulatan, sedangkan yang dua lagi yaitu adil dan makmur belum tercapai.
b. Peranan negara yang bertambah besar dalam usaha pembangunan mengakibatkan kian

bertambah campur tangan negara dalam segala bidang kegiatan warga negara dengan dalih demi kepentingan pembangunan atau kepentingan umum. Akibatnya sering terjadi bentrokan antra kepentingan negara dengan anggapan bahwa kewajibannya untuk menggunakan kekuasaannya demi kepentingan umum dan kepentingan individu.
c. Munculnya kekuasaan yang tanpa dapat menimbulkan takut bersama dengan

lenyapnya kepastian hukum. Akibatnya rasa kepercayaan terhadap penguasa pemerintah meluntur. Karena negarapun adalah subyek hukum dan tidak berada diatas hukum. Dan bahwa suatu pengadilan yang bebas dari tekanan atau pengaruh dari badan eksekutif jika perlu dapat menghukum negara karena perbuatannya yang sifatnya melawan hukum. Pertahanan. Politik luar negeri disebut lini pertahan yang pertama sebab politik luar negeri berusaha menghindarkan peperangan dan berusaha pula agar negara mempunyai sebanyak mungkin sekutu dan sedikit mungkin musuh apabila peperangan tidak dapat terhindarkan. Pertahanan keamanan merupakan istilah dwitunggal dan dalam penggunaannya atau penggunaan akses tergantung pada keadaan : a. Apabila intensitas bahaya langsung mengancam maka ekses diletakkan pada kata pertahanan dan penggunaan data-alat dan tenaga disesuaikan pula keadaannya. b. Jika tidak mempertaruhkan kehidupan bangsa dan negara maka ekses ada pada kata keamanan. Dalam kamus induk istilah-istilah ABRI dijelaskan kata majemuk tersebut di atas sebagai istilah bagi segala usaha dan tindakan dalam rangka menyelamatkan bangsa dan negara dari ancaman musuh di dalam maupun luar negeri dan pembinaan kesiap-siagaan untuk menjaga setiap kemungkinan.

Menegakkan Keadilan. Keadilan bukanlah suatu status melainkan suatu proses, oleh karena itu kita akan lebih memahaminya dengan lebih baik apabila kita melihat juga perwujudan keadilan itu dalam suatu proses dan dengan melalui ketidak adilan yang terungkap selama proses itu berjalan justru kita akan menangkap apa yang sebetulnya adil itu. Tujuan hukum adalah menciptakan kehidupan yang damai melalui tugas-tugas mencapat kepastian hukum dan keadilan. Artinya kehidupan yang damai adalah suatu keserasian antara ketertiban dengan ketentraman, melalui suatu keseimbangan antara kepastian hukum dengan keadilan.

BAB XVI ALAT-ALAT PERLENGKAPAN NEGARA Untuk melaksananakan fungsi negara, maka dibentuk alat-alat perlengkapan negara. Jumlah kedudukan, dan wewenang masing-masing negara tidak sama disemua negara. Hal ini tergantung dengan sistem pemerintahan dan sejarah masing-maisng negara. Alat perlengkapan yang paling tua adalah lembga eksekutif yang tercermin dalam diri seorang raja atau ratu. Semua fungsi negara dijalankan dan dilaksanakan oleh seorang raja atau ratu. Untuk melaksanakan tugas sebagai pennguasa absolut raja dibantu oleh panglima dan pejabat pengadilan atau hakim-hakim. Pembantu raja tersebut kemudian berkembang menjadi menteri-menteri dan ketua dari menteri ini kemudian disebut perdana menteri. Perkembangan selanjutnya terutama di Prancis dan Inggris, diperkenalkan kekuasaan legislatif yang dipegang oleh parlemen. Lahirnya parlemen ini dipelopori oleh John Locke dan Montesqieu. Menurut mereka agar kekuasaan negara tidak sewenang-wenang dijalankan oleh seorang raja maka perlu ada Lembaga yang membuat undang-undang yang akan dilaksanakan oleh raja. Lembaga tersebut adalah Parlemen. Selanjutnya alat-alat perlengkapan negara yang dapat dikemukakan disini dapat dirincikan sebagai berikut : Lembaga Legislatif/Parlemen Lembaga legislatif berfungsi untuk membuat undang-undang dan mengawasi eksekutif.

Lembaga Eksekutif. Lembaga eksekutif tidak sama disemua negara tergantung dari sistem politik yang dianut masing-masing negara. Kekuasaan eksekutif ini mencakup beberapa bidang, yaitu :

Pemerintahan : melaksanakan undang-undang Administrasi : menyelenggaraakan undang-undang Diplomasi : melaksanakan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain. Militer : mengatur angkatan bersenjata, ketertiban dan kenyamanan pertahanan negara. Yudikatif : hak memberikan amnesti, abolisi, grasi dan rehabilitasi. Legislatif : membuat rancangan undang-undang dan rancangan undang-undang APBN. Organ-organ Lembaga Eksekutif :
1. Kepala Negara.

Bila bentuknya kerajaan maka kepala negaranya disebut Raja atau Ratu. Atau bisa juga disebut Kaisar. Bila bentuk negara itu republik maka kepala negaranya Presiden. Kepala negara bagi Nusa, Bangsa dan Rakyatnya ini merupakan: a. Center of ceremony. Yaitu sebagai pusat dari upacara resmi nasional. b. Symbol of Nation. Yaitu sebagai simbol atau lambang dari bangsa itu c. Symbol of Loyalty. Yaitu adakalanya kepala negara dianggap sebagai seorang yang punya kharisma, sehingga melekat bagi setiap warga negaranya. 2. Wakil Kepala Negara. Didalam beberapa negara Republik, sering didapat jabatan Wakil Presiden, tetapi baik dalam sistem pemerintahan parlementer maupun presidentil kedaulatannya hanya sebagai wakil Kepala Negara yang sifatnya ceremonial dan lambang saja. 3. Perdana Menteri. Perdana menteri biasanya hanya terdapat dalam negara-negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer, baik dalam negara yang berbentuk kerajaan maupun republik. Perdana menteri adalah yang memimpin para menteri-menterinya atau disebut juga kepala eksekutif atau kepala pemerintahan dan kepala administrasi negara. 4. Menteri-menteri Menteri-menteri adalah sebagai pelaksana langsung kekuasaan eksekutif dibidangnya masing-masing. Menteri biasanya memimpin Departemen. Sebutannya selalu dihubungkan dengan departemennya, misalnya Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri dan sebagainya. Jumlah departemen disesuaikan dengan dengan program suatu kabinet. Bila ada tugas yang belum ditampung oleh suatu departemen tetapi perlu diadakan demi tujuan program kabinet oleh eksekutif maka dibentuklah Lembaga Negara Non Departemen contohnya Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan lainnya.

Lembaga Yudikatif. Lembaga ini adalah melaksanakan Kekuasaan Kehakiman yang dipimpin oleh sebuah Mahkamah Agung. Macam-macam kekuasaan kehakiman tidak sama disetiap negara, tetapi biasanya terdiri dari Peradilan Umum dan Militer. Selain kekuasaan mengadili pada negara-negara Federal, Mahkamah Agung biasanya diserahi kekuasaan menguji undang-undang secara materiel yaitu hak untuk menilai apakan suatu undang-undang yang berentangan atau tidak dengan undang-undang dasar dan hak menyatakan tidak sahnya suatu undang-undang yang bertentangan dengan Undang-undang dasar.

XVII LEMBAGA PERWAKILAN Sejarahnya. Walaupun keinginan Rousseau menginginkan tetap berlangsungnya demokrasi langsung seperti pada zaman Yunani kuno tetapi harapan ini tidak mungkin teralisir karena luasnya wilayah suatu Negara dan bertambah rumitnya masalah-masalah kenegaraan, maka muncullah gantinya yaitu demokrasi tidak langsung melalui Lembaga-Lembaga perwakilan yang sebutan dan jenisnya tidak sama disetiap Negara. Tetapi sering disebut parlemen atau kadang-kadang disebut Dewan Perwakilan Rakyat. Parlemen ini sendiri lahir bukan karena ide demokrasi itu sendiri tetapi sebagai suatu kelicikan dari system feodal. Hal tersebut dikemukakan oleh A.F. Pollard dalam bukunya yang berjudul The Evaluation of Parliament yang menyatakan representation was not the off spring of democratic theory, but an incident of the feodal system. Bangunan parlemen yang tertua ada pada Parlemen Inggris. Pada saat tersebut yang berkuasa adalah monarchi feodal yeng memberikan kekuasaan kepada para feodal-feodal yang bergelar Lord. Jika raja menginginkan tambahan pajak dan tentara, biasanya wakil raja mengunjungi para Lord. Lalu lambat laun raja membentuk satu badan yang terdiri dari Lord-lord ditambah pendeta-pendeta dan menjadi tempat raja meminta nasihat terutama dalam memungut pajak. Lalu tugas badan ini pun bertambah dan kemudian menjadi permanen yang disebut Curiaregis dan kemudian menjadi House of Lords. Lalu golongan menengah dan rakyat meminta kepada house of lords agar wakil mereka dimintai pendapat/nasehat apabila house of lords ini membicarakan masalah pajak atau anggaran belanja karena mereka adalah yang selalu menjadi korban pajak. Akhirnya muncul pula Lembaga dari golongan menengah dan rakyat yang disebut magnum consolium dan karena mereka orang kebanyakan maka Lembaga ini disebut House of Commons. Lalu kedua Lembaga tersebut disebut Parlementum atau parliament yang kemudian dianggap sebagai Lembaga perwakilan pertama dalam pengertian modern. Hubungan Antara Siwakil Dengan Yang Diwakili.

Duduknya seseorang di Lembaga Perwakilan, baik karena pengangkatan/penunjukan maupun melalui pemilihan umum, mengakibatkan timbulnya hubungan siwakil dengan yang diwakilinya. Yang pertama membahas hubungan tersebut adalah : 1. Teori Mandat Siwakil dianggap duduk di Lembaga perwakilan karena mendapat mandat dari rakyat sehingga disebut mandataris. Ajaran ini muncul di Perancis sebelum revolusi dan dipelopori oleh Rousseau dan diperkuat oleh Petion. Lalu sesuai perkembangan zaman maka teori mandat inipun menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman. Pertama kali lahir teori mandat ini disebut sebagai : a. Mandat Imperatif Menurut ajaran ini siwakil bertugas dan bertindak di Lembaga perwakilan sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh yang diwakilinya. Si wakil tidak boleh bertindak di luar instruksi tersebut dan bila ada hal baru yang tidak terdapat mandat tersebut maka ia harus mendapat insstruksi baru. Kalau setiap kali ada masalah baru harus minta mandat baru, ini berarti menghambat tugas Lembaga perwakilan tersebut maka lahirlah teori mandat baru yang disebut : b. Mandat Bebas Ajaran ini dipelopori antara lain oleh Abbe Sieyes di Perancis dan Black Stone di Inggris. Ajaran ini berpendapat bahwa si wakil dapat bertindak tanpa tergantung dari instruksi yang diwakilinya. Menurut ajaran ini wakil adalah orang yang terpercaya dan terpilih serta memiliki kesadaran hukum masyarakat yang diwakilinya. Teori ini kemudian berkembang lagi menjadi : c. Mandat Representatif. Di sini wakil dianggap bergabung dalam suatu Lembaga perwakilan (parlemen). Rakyat memilih dan memberikan mandat pad Lembaga perwakilan, sehingga si wakil sebagai individu tidak ada hubungan dengan pemilihan apalagi pertanggung jawabannya. Lembaga perwakilan inilah yang bertanggung jawab kepada rakyat. 2. Teori Organ. Teori baru ini dari Van Gierke yang berasal dari Jerman. Menurut teori ini negara merupakan suatu organisasi yang mempunyai alat-alat perlengkapannya seperti eksekutif, parlemen dan mempunyai rakyat, yang kesemuanya mempunyai fungsi sendiri-sendiri dan tergantung satu sama lain. Maka sesudah rakyat memilih Lembagai perwakilan mereka tidak perlu lagi mencampuri Lembaga tersebut dan Lembaga ini berfungsi sesuai dengan wewenang yang diberikan oleh undang-undang dasar. Teori ini didukung oleh Paul Laband dan G. Jellinek. Jellinek mengemukakan bahwa rakyat adalah organ yang primer, akan tetapi organ primer ini tidak dapat menyatakan kehendaknya maka harus melalui organ sekunder yaitu Parlemen.

3. Teori Sosiologi Rieker. Rieker menganggap bahwa Lembaga perwakilan bukan merupakan bangunan politis tetapi merupakan bangunan masyarakat (sosial). Si pemilih akan memilih wakil-wakilnya yang benar-benar ahli dalam bidang kenegaraan dan yang akan benar-benar membela kepentingan si pemilih sehingga terbentuk Lembaga perwakilan dari kepentingankepentingan yang ada dalam masyarakat. Dan dalam Lembaga perwakilan ini tercermin lapisan-lapisan masyarakat. 4. Teori Hukum Obyektif dari Duguit. Menurut teori ini dasar hubungan antara rakyat dan Parlemen adalah Solidaritas. Wakil rakyat dapat melaksanakan tugas kenegaraannya hanya atas nama rakyat sedangkan rakyat tak akan dapat melaksanakan tugas-tugas kenegaraannya hanya atas nama rakyat sedangkan rakyat tak akan dapat melaksanakan tugas-tugas kenegaraannya tanpa mendukung wakilnya dalam menentukan wewenang pemerintah, jadi ada pembagian kerja, rakyat pasti akan memilih wakilnya dan parlemen pasti akan menjalankan tugasnya. Keinginan untuk berkelompok yang disebut solidaritas merupakan dasar daripada hukum obyektif yang timbul. 5. Menurut Gilbert Abcarian. Menurutnya ada 4 tipe mengenai hubungan antara si wakil dengan yang diwakilinya yaitu:
a. Si wakil bertindak sebagai wali (trustee). Disini wakil bebas bertindak atau

mengambil keputusan menurut pertimbangannya sendiri tanpa perlu berkonsultasi dengan yang diwakilinya.
b. Si wakil bertindak sebagai utusan (delegate). Disini wakil bertindak sebagai utusan

atau duta yang diwakilinya, si wakil selalu mengikuti instruksi dan petunjuk dari yang diwakilinya dalam melaksanakan tugasnya.
c. Si wakil bertindak sebagai politico. Disini wakil kadang-kadang bertindak sebagai

wali dan adakalanya sebagai utusan. Tindakannya tergantung issue (materi) yang dibahas.
d. Si wakil bertindak sebagai partisan. Disini wakil bertindak sesuai dengan

keinginan atau program dari Partai (organisasi) si wakil. Setelah si wakil dipilih oleh pemilihnya maka lepaslah hubungannya dengan pemilihnya tersebut dan mulailah hubungannya dengan partai yang mencalonkannya dalam pemilihan tersebut.

Menurut Prof. Dr. A. Hoogerwerf. Menurutnya hubungan antara si wakil dengan yang diwakilinya ada 5 model yaitu :

a. Model delegate. Wakil bertindak sebagai yang diperintah seorang kuasa usaha yang harus menjalankan perintah dari yang diwakilinya. b. Model trustee. Wakil bertindak sebagai orang yang diberi kuasa, yang memperoleh kuasa penuh dari yang diwakilinya, jadi ia dapat bertindak berdasarkan pendirian sendiri.
c. Model Politicos. Wakil kadang-kadang bertindak sebagai delegasi dan juga bertindak

sebagai kuasa penuh. d. Model kesatuan. Disini anggota parlemen dilihat sebagai wakil seluruh rakyat. e. Model divesifikasi (penggolongan). Anggota parlemen dilihat sebagai wakil dari kelompok teritorial, sosial atau politik tertentu. Sifat Perwakilan. Apabila seseorang duduk dalam Lembaga perwakilan melalui pemilihan umum maka sifat perwakilannya disebut perwakilan politik (political representation). Lain halnya dengan beberapa negara berkembang, menganggap perlu mengangkat orang-orang tertentu dalam Lembaga perwakilan dalam Lembaga Perwakilan di samping melalui pemilihan umum. Pengangkatan tersebut biasanya didasarkan pada fungsi/jabatan atau keahlian orang tersebut dalam masyarakat dan perwakilannya disebut perwakilan fungsional (functional or accuuptional representation). Sering para ahli menyebutkan bahwa kadar demokrasi yang dianut suatu negara banyak ditentukan oleh pembentukan Parlemennya, apakah melalui pemilihan umum atau pengangkatan atau gabungan pemilihan atau pengangkatan. Makin dominan perwakilan berdasarkan hasil pemilu makin tinggi kadar demokrasinya sebaliknya makin dominan pengangkatan makin rendah kadar demokrasi yang dianut oleh negara tersebut. Tapi seperti diuraikan dalam bab demokrasi, susah mencari dan menilai demokrasi yang sama di dua negara di dunia ini. Macam-macam Lembaga Perwakilan. Kebanyakan dari parlemen-parlemen yang kita jumpai sekarang ini terdiri dari dua majelis. Penamaan dan pembentukannya tergantung pada bentuk serta bangunan negaranya. Kalau bentuknya kerajaan umumnya majelis terdiri dari majelis Tinggi dan Majelis Rendah. Dan jika bentuk dan bangunan negaranya adalah Federal maka majelisnya terdiri dari Senat dan DPR yang pembentukannya melalui pemilihan umum. Fungsi Lembaga Perwakilan. Lembaga Perwakilan yang disebut parlemen umumnya memiliki 3 fungsi yaitu :
a. Fungsi perundang-undangan. Yaitu membentuk undang-undang biasa seperti UU

Pemilu, undang-undang tentang anggaran pendapatan dan sebagainya.

b. Fungsi pengawasan. Fungsi yang dijalankan oleh parlemen untuk mengawasi

eksekutif, agar berfungsi menurut undang-undang yang dibentuk parlemen.


c. Sarana pendidikan. Yaitu melalui pembahasan-pembahasan kebijaksanaan

pemerintah di DPR dan dimuat dan ditulis oleh media masa. Lembaga Perwakilan Di Indonesia. Di Indonesia Lembaga Perwakilan ada 3 macam yaitu : 1. Majelis Permusyawaratan Rakyat. Kedudukan MPR adalah sebagai Lembaga negara yang tertinggi dan pemegang kedaulatan rakyat, menurut penjelasan pasal 3 UUD 1945. Oleh karena itu kekuasaannya tak terbatas. Susunan keanggotaan MPR terdiri dari: Seluruh anggota DPR Utusan daerah Golongan menurut undang-undang.

Fungsi MPR : Menetapkan undang-undang Dasat dan garis-garis Besar haluan negara. Memilih Presiden dan Wakil Presiden

Wewenang MPR : -

Mengubah Undang-undang dasar. Meminta pertanggung jawaban presiden dalam sidang istimewa atas permintaan DPR apabila Presiden dianggap melanggar UUD dan GBHN.

Dewan Perwakilan Rakyat. Susunan keanggotaan DPR dibentuk melalui pemilihan umum dan pengangkatan (untuk golongan fungsional). Fungsi DPR : Bersama Presiden/Pemerintah membentuk undang-undang. Bersama Presiden/Pemerintah membentuk undang-undang tentang APBN. Mengawasi pemerintah.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

DPRD di Indonesia memiliki dua tingkat yaitu DPRD tingkat I yang wilayahnya sama dengan Propinsi dan DPRD tingkat II yang wilayahnya sama dengan Kabupaten atau Kotamadya. Susunan keanggotaan DPRD dibentuk melalui pemilihan umum dan sisanya melalui pengangkatan untuk golongan fungsional. Fungsi DPRD : Bersama Gubernur, Bupati atau walikota menyusun dan menetapkan anggaran daerah. Menyusun dan menetapkan peraturan daerah. Mengawasi jalannya pemerintahan di Daerah.

Partai Politik. Secara umum dapat dirumuskan bahwa partai politik adalah sekelompok anggota masyarakat yang terorganisir secara teratur berdasarkan ideologi/program di mana ada keinginan para pimpinannya untuk merebut kekuasaan negara terutama posisi eksekutif melalui cara konstitusional dan ada seleksi kepemimpinan secara teratur dan berkala. Jadi secara teori apapun namanya suatu organisasi politik/masyarakat apabila memenuhi kriteria tersebut dapat di kategorikan sebagai partai politik. Klasifikasi Partai Politik. Dari partai yang ada dapat diklasifikasi menurut jumlah dan fungsi anggotanya juga sifat dan orientasinya. Menurut jumlah dan fungsi anggotanya dikenal :
a. Partai massa yaitu partai yang selalu mendasarkan kekuatannya pada jumlah

anggotanya.
b. Partai kader yaitu partai yang mementingkan loyalitas dan disiplin anggota-

anggotanya. Tidak perlu jumlah yang banyak kalau perlu loyal dan disiplin.

Menurut sifat dan orientasi suatu partai politik :


a. Partai lindungan yaitu partai yang lebih mementingkan dukungan dan kesetiaan

anggotanya terutama dalam pemilihan umum.


b. Partai azas/ideologi yaitu partai yang menunjukkan program-programnya atas dasar

suatu ideologi tertentu. Loyalitas dalam partai ini sangat tinggi, biasanya ada rela berkorban baik materi maupun moral untuk memperjuangkan program dan tuntutan partai-partai tersebut. Fungsi Partai Politik.

1. Sarana komunikasi politik. 2. Sarana sosialisasi politik. 3. Sarana recruitmen politik. 4. Sarana pengatur konflik. Sistem Pemilihan Umum. Sudah diuraikan bahwa Lembaga perwakilan, partai politik dan pemilihan umum merupakan satu kegiatan polittik yang susah dipisahkan atau ketiganya mempunyai hubungan erat. Umumnya anggota partai politik duduk di Lembaga perwakilan melalui pemilihan umum, tetapi ada kelompok fungsional dalam masyarakat yang dibutuhkan Lembaga perwakilan. Sehubungan dengan itu maka di kenal dua cara untuk mengisi keanggotaan Lembaga perwakilan yaitu: 1. Sistem pemilihan Organis. Dalam sistem ini rakyat suatu negara dianggap sebagai individu-individu yang bergabung dalam beberapa persekutuan-persekutuan hidup (organisasi) baik berdasarkan lapisan sosial. Persekutuan ini ialah sebagai pengendalian hak politik untuk menunjuk wakilnya di Lembaga Perwakilan sesuai dengan jumlah yang diminta oleh konstitusi atau undang-undang yang mengatur Lembaga perwakilan tersebut. 2. Sistem Pemilihan Mekanis. Dalam sistem ini rakyat dianggap sebagai individu-individu yang berdiri sendiri rakyat inilah sebagai pengendali hak pilih, dimana tiap satu orang mempunyai satu suara. Sistem ini biasanya dilaksanakan dengan dua sistem pemilihan umum yang proporsional dan sistem pemilihan umum yang distrik. a. Sistem pemilihan umum Distrik. Sistem ini disebut juga sistem mayoritas atau single member contituency. Dalam sistem ini wilayah negara yang menyelenggarakan sistem ini dibagi atas distrik-distrik pemilihan yang jumlahnya sama dengan jumlah kursi yang tersedia di parlemen untuk diperebutkan dalam suatu pemilihan umum. Kelemahan dari sistem ini adalah banyaknya suara yang terbuang dan partai-partai kecil susah memenangkan calonnya dalam pemilu tersebut. Tapi sistem ini dapat diperbaiki dengan sistem 2 partai sehingga calon yang muncul dalam pemilihan umum di distrik tersebut hanya 2 orang dan yang menang biasanya memperoleh suara lebih dari separuh. Kebaikan dari sistem ini adalah lebih cepat organisasinya tidak perlu besar biaya agak murah dan hubungan antara pemilih dan si terpilih dekat karena pemilih biasanya mengenal calon-calonnya. b. Sistem pemilihan Proporsional

Sistem ini disebut juga sistem Perwakilan Berimbang atau multi-member constituency. Dalam sistem ini kursi yang ada di parlemen pusat diperebutkan dalam suatu pemilihan umum sesuai dengan imbangan suara yang diperoleh partai tersebut dalam pemilihan. Partai peserta pemilihan umum mendapat kursi sesuai dengan imbangan suara yang diperoleh dalam pemilihan umum tersebut. Oleh karena itu sistem ini disebut juga multi-member constituency. Kebaikan dari sistem ini ialah bahwa partai kecil besar kemungkinan memperoleh wakil karena pemenang pemilihan di daerah tersebut bukan hanya satu orang dan jumlah suara yang terbuang hanya sedikit. Kelemahan sistem ini biasanya adalah maha-lambat dan memerlukan organisasi yang besar. Kemudian calon terpilih jarang dikenal oleh pemilih karena yang menentukan calon di suatu daerah pemilihan adalah pimpinan pusat dari partai peserta pemilihan umum tersebut.

Anda mungkin juga menyukai